Anda di halaman 1dari 17

BUKTI AUDIT

Bukti Merupakan sesuatu yang mempunyai sebuah arti di dalam kelas nomina atau kata
benda dengan begitu bukti baru bisa menyatakan nama dari seseorang, tempat maupun seluruh
benda baik termasuk segalanya yang dibendakan. Sedangkan kalau pengertian dari bukti audit
yakni seluruh informasi yang mendukung angka maupun informasi lainya yang terkandung
didalam laporan keuangan.

Dengan adanya bukti audit tersebut seorang auditor mampu memakainya untuk
menyatakan pendapat utama para auditor. Karena banyak sekali terjadinya kecurangan ada saat
proses audit maka diperlukanlah bukti audit ini.

Perlu anda ketahui bahwasanya bukti audit bersifat vital sebab mampu mendukung laporan
keuangan yang diterima dari data akuntansi serta seluruh informasi yang menjadi penguat oleh
auditor.

Sebuah bukkti bisa dikatan menjadi lebih efesien apabila semakin besar jaminan yang
didapatkan tentang keandalan data akuntansi yang berupa laporan keuangan. Berikut ini terdapat
beberapa contoh dari bukti audit:

Jenis-Jenis Bukti Audit dan Penjelasanya


Apabila beribaca sebuah bukti audit tentunya bukti tersebut ada banyak sekali jenisnya. Dengan
adanya bukti aduit juga akan membantu dari tindak kejahatan saat proses auditing. Umunya
mereka merubah berapad data dari laporang keuangan sehingga saat di aduit seakan-akan
perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan yang sebenarnya padahal tidak.

Jadi ada beberapa jenis-jenis bukti audit yang termasuk sesuatu yang sangat penting adapun
bukti aduit tersebut sebagai berikut:

1. Bukti Fisik
Pengertian dari bukti fisik ini sendiri adalah salah satu bukti yang nantinya akan
didapatkan oleh auditor secara langsung dan sudah melalaui permeriksaan fisik di dalam
proses audit itu sendiri. Contohnya saja seperti pemeriksaan fisik atas persediaan secara
langsung dari pihak auditor eksternal atau internal.
Didalam proses auditing bukti fisik adalah bukti yang paling akurat sekali. Oleh sebab itu
apabila anda mempunyai bukti fisik ini anda tidak perlu khawatir lagi jika terjadi. Bukti
fisik ini berupa barang persediaan, surat-surat berharga, uang tunai dan lain-lain. Berikut
contoh dari bukti fisik

2. Bukti Matematis
Seorang auditor akan mendapatkan bukti matematis melalaui perhitungan yang dilakukan
secara langsung, misalnya saja foting untuk penjumlahan vertical dan cross footing bisa
untuk perjumlahan bisa itu secara horizontal maupun vertikal.
Bukti sebuah proses untuk mendapatkan bukti matematis ini. Karena memang bukti
matematis bersifat kuantitatif, dengan adanya bukti matematis akan memperjelas
bagaimana pekerjaan dari klien anda benar atau tidak dalam membuat jurnal
perusahaanya.

3. Bukti Rasio
Bukti rasio atau yang biasa disebut sebagai bukti perbandingan, dipakai oleh para auditor
untuk menghitung rasio likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, qucik ratio dan masih ada
banyak lagi. Dan bukti rasio ini masuk kedalam jenis bukti audit yang sangat umum
digunakan.

4. Bukti Dokumenter
Bukti dokuementer ini terbagi menjadi beberapa bagian seperti bukti yang dibuat oleh
pihak luar lalu dikirimkan kepada tim auditor secara langsung. Selanjutnya ada juga bukti
yang buat untuk disimpan secara pribadi oleh klien. Pada bukti yang pertama mempunyai
keterandalan yang tinggi sekali bila dibandingkan dengan dokumen-dokumen selain itu.
Bisa dikatan kalau dengan berkembangya zaman tidak mungkin sekali sebuah perusahaan
yang besar namun tidak memiliki bukti dokumenter satu pun. Ditambah lagi perusahaan
mereka yang masuk dalam ruang lingkup audit terlepas dari pencatatan yang dilakukan
manual.

5. Bukti Pengendalian Internal


Bukti ini termasauk bukti yang tekuat pada saat proses pelaksanaan audit. Asalahnya
tidak lain adalah karena seorang auditor dapat memperoleh banyak bukti yang dapat
dikumpulkan oleh pengedalian internal. Misalanya saja seperti berikut ini: Apabila resiko
pengendalian internal lumayan tinggi hal tersebut menunjukan resiko audit yang telah
dikumpulkan ternyata rendah. Dan tidak mudah juga untuk mengumpulkan semua bukti
ini.

6. Bukti Catatan
Para akuntan selalau menyediakan catatan mengenai perusahaanya, seihingga bukti
catatan ini menjadi sebuah sumber yang bisa dipakai oleh seorang auditor untuk dijadikan
bukti audit. Beberapa data yang dimaksud disini adalah salah satu dasar untuk bisa
membuat laporan keuangan seperti jurnal dan lain sebagainya. Baca juga pengertian dari
transaksi

7. Bukti Surat
Umunya bukti surat ini lebih dikenal dengan sebutan surat pernyataan terteulis yakni
sebuah surat tertulis yang sebelumnya sudah ditandatangani individu yang dapat
bertanggungjawab dan juga mempunyai pengetahuan yang lebih mengenai kondisi
tertentu, misalnya bukti tersebut diperoleh dari manajemen termasuk juga dari spesialis
jurnal akuntan.
Bukti surat adalah bukti yang tertulis sehingga bisa dikatan bukti yang masih sangat
akurat sekali serta bisa diperhitungkan kebutuhanya. Baik itu berupa surat pernyataan
dari pihak klien maupun ahli teknik yang terkait dengan kegiatan operasional.

8. Bukti Lisan atau Wawancara


Bukti ini termasuk dalam jenis bukti audit. Ketika seorang auditor sedang melakukan
pekerjaanya banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan manusia, dengan begitu ia
mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan secara lisan serta melakukan
wawancara personal.
Dengan melakukan wawancara semua masalah bisa ditanyakan secara langsung kepada
klien terkait dengan kebijakan akuntansi seperti, lokasi dokumen mengenai adanya
pelaksanaan yang tidak wajar. Lebih efektif lagi apabila auditor terus melakukan
wawancaranya demi memperoleh jawaban serta bukti lisan.

9. Bukti Analitik
Bisa dikatan kalau bukti analitik ini hampir sama dengan bukti rasio (perbandingan)
sebab bukti analitik ini masih satu bahasan dengan pos tertentu antara laporan keuangan
tahun berjalan dan tahun yang sudah terlewat. Dan tahun sebelumnya masih menjadi
acuan utama untuk dijadikan perbandingan. Dia awal kegiatan audit bukti ini akan
dikumpulkan terlebih dahulu sehingga terlihat objek pemeriksaan yang membutuhkan
pemeriksanaan lebih lanjut seperti itu.

10. Bukti Konfirmasi


Dalam proses auditing agar bisa mendapatkan serta menilai sebuah komunikasi yang
langsung dari pihak ketiga mengenai jawaban permintaan informasi atas unsur tertentu
maka dibutuhkan bukti konfirmasi ini.
Karena bukti konfirmasi ini berisikan informasi yang diberikan pihak ketiga baik lisan
maupun tertulis maka bisa dibilang sangat terjamin sekali kebenaranya. Pada bukti ini
sendiri ada yang mempunyai nilai negatif seperti mereka yang tidak setuju mengenai
informasi yang sudah dinyatakan. Akan tetapi ada juga yang bersifat positif artinya
mereka menyatakan bahwa mereka telah setuju.

11. Bukti Penelusuran


Kenapa perlu dilakukan sebuah penelusuran? alasanya ialah terkadang pengumpulan
bukti yang dilakukan oleh auditor bisa itu memakai dokumen ataupun catatan akuntansi
bisa juga sebaliknya. Para auditor sangat terbantu sekali dengan adanya bukti penelusuran
ini ketika akan menemukan jenis bukti audit lain.

12. Bukti Keterangan


Hal yang sangat wajar sekali apabila dalam prosedur audit pihak auditor selaku objek
yang sudah dianggap mempunyai informasi meminta keterangan dari pihak terkait. Dan
bukan semata-semata bukti keterangan ini dibuat begitu saja karena memang bukti
keterangan ini didasari pada adasanya auditor yang memastikan buktinya kepada klienya.

13. Bukti Observasi


Bukti Observasi adalah sebuah pengamatan dan termasuk jenis bukti audit. Dalam hal ini
seorang auditor mempunyai kesempatan untuk melihat serta menyaksikan sebuah
kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan bukti.

14. Bukti Inspeksi


Pengertian inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan sangat detail sekali, mengenai
suatu dokumen dan kondisi fisik yang mempunyai kaitan untuk kedepanya mampu
menghasilkan bukti guna mendukung laporan keuangan perusahaan. Bukti Inspeksi ini
wajib tercantum dalam bukti dan prosedur audit.
Seorang auditor independen saat ini sangat terbantu karena adanya bukti audit yang
bervariasi dalam rangka memberikan pendapata terhadap laporan keuangan auditan.
Adanya Relevansi waktu yang tepat dan juga real maupun objektif tentu saja itu semua
sangat diharapkan seklai demi kerbahasilan bersama.

15. Bukti Perhitungan


Didalam proses auditing bukti pehitungan dan prosedur termasuk kedalam bukti fisik
yang tidak menyatu namun terpisah. Sudah jelasn kalau seorang auditor akan
memperoleh bukti sesudah merekan melakukan couting, sering juga mereka sampai
menjalankanya secara mandiri demi memastikan apakah hasil pekerjaan sudah real atau
masih terdapat manipulasi yang terencana sebelumnya seperti itu.

Ada banyak sekali yang bisa dirasakan, dengan jenis bukti audit yang beragam sekali
sehingga akan memperlihatkan kalau keuangan dan laporanya adalah hal yang harus mempunyai
perhatian yang lebih, demi menghindari terjadinya kesalahan yakni salah paham atau malah
justru berimbas baik itu, karyawan, klien atau auditor itu sendiri.

1. Tujuan Audit untuk Keberadaan dan Keterjadian


Berkaitan dengan masalah keberadaan dan keterjadiaan biasanya auditor akan
memastikan hal-hal sebagai berikut:
- Validitas/pisah batas, semua transaksi tercatat benar-benar telah terjadi selama periode
akuntansi.
- Validitas, semua aktiva, kewajiban, ekuitas adalah valid dan telah dicatat sebagaimana
mestinya dalam neraca.

Pada saat auditor memeriksa siklus penjualan dan penagihan, ia harus mengikuti tiga
alur transaksi utama, yaitu: penjualan kredit, penagihan, dan penyesuaian penjualan. Waktu
dan perhatian yang diberikan kepada tujuan audit ini tergantung pada kepentingan dan
materialitis transaksi pada proses bisnis inti entitas.

2. Tujuan Audit Untuk Kelengkapan


Berkaitan dengan masalah kelengkapan, auditor biasanya akan memastikan hal-hal
sebagai berikut:
- Kelengkapan/pisah batas, semua transaksi yang terjadi dalam periode itu telah dicatat.
- Kelengkapan, semua saldo yang tercantum dalam neraca meliputi semua aktiva,
kewajiban, dan ekuitas sebagaimana mestinya.

Dalam konteks siklus penjualan dan penagihan, biasanya auditor akan menekankan
perhatian tentang transaksi penjualan, penerimaan kas, dan penyesuaian penjualan serta
akumulasinya pada saldo piutang usaha. Masalah pisah batas seringkali di review oleh para
auditor karena transaksi-transaksi yang tidak tercatat merupakan kesalahan pencatatan pada
periode yang salah.

3. Tujuan Audit Untuk Hak dan Kewajiban


Biasanya Auditor menguji kepemilikan , kesesuaian atas hak entitas terhadap aktiva, serta
hak kepemilikan yang jelas terhadap aktiva. Apabila ingin mempertimbangkan
kelangsungan usaha dan arus kas, auditor akan mengukur risiko kemungkinan klien telah
menggadaikan atau menjual piutang.

4. Tujuan Audit untuk Penilaian atau Alokasi


Berkaitan dengan masalah penilaian atau alokasi, biasanya auditor akan memastikan hal-
hal sebagai berikut:
- Penerapan GAAP, bahwa saldo telah dinilai sebagaimana mestinya untuk
mencerminkan penerapan GAAP dalam hal penilaian kotor dan alokasi jumlah tertentu
antarperiode (seperti penyusutan dan amortisasi)
- Pembukuan dan Pengikhtisaran, transaksi telah dibukukan dan diikhtisarkan
sebagaimana mestinya dalam jurnal dan buku besar.
- Nilai bersih yang dapat direalisasikan, saldo-saldo yang telah dinilai sebagimana
mestinya pada nilai bersih yang dapat direalisasikan.

Terdapat beberapa tujuan audit pokok atas asersi penilaian atau alokasi dimana masing-
masing mencerminkan jenis salah saji yang berbeda dan akan memerlukan bukti audit yang
berbeda pula.

5. Tujuan Audit Untuk Penyajian dan Pengungkapan


Berkaitan dengan masalah penyajian dan pengungkapan , biasanya Auditor akan
memastikan hal-hal sebagai berikut:
- Pengklasifikasian, Transaksi dan saldo telah diklasifikasikan sebagaimana mestinya
dalam laporan keuangan.
- Pengungkapan, Semua pengungkapan yang dipersyaratkan oleh GAAP telah tercantum
dalam laporan keuangan.

Jenis-Jenis Bukti Audit


Dalam menentukan prosedur audit mana yang akan digunakan, auditor dapat memilihnya
dari delapan kategori bukti yang luas, yang disebut tipe - tipe atau jenis - jenis bukti audit.
Menurut Fachrudin (2007 : 7), ada beberapa jenis bahan bukti yang dapat dipilih oleh auditor
dalam rangka mengevaluasi bukti audit, yaitu :

a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah suatu pemeriksaan langsung atas aset yang berwujud,
seperti : persediaan barang, uang kas, kertas berharga ; seperti saham, wesel tagih, aset
tetap berwujud ; seperti bangunan, mesin, kendaraan dan peralatan kantor. Pemeriksaan
fisik adalah untuk memeriksa kuantitas, deskripsi, kondisi dan kualitas dari aset yang
diperiksa. Dalam pemeriksaan fisik ini indera yang digunakan dapat lebih dari satu indera
dari panca indera yang kita miliki.
b. Konfirmasi
Konfirmasi adalah jawaban atas permintaan auditor baik tertulis maupun lisan
mengenai keakuratan suatu informasi dari pihak ketiga yang independen (sebaiknya
tertulis). Jawaban tersebut seyogyanya langsung disampaikan kepada auditor. Proses
konfirmasi adalah sebagai berikut :
1) Informasi dikirimkan ke pihak ketiga yang independen.
2) Pihak ketiga memeriksa akurasi informasi tersebut
3) Pihak ketiga langsung mengirimkan hasil pemeriksaannya kepada auditor.
Konfirmasi terdiri atas 2 tipe :
a) Konfirmasi positif. Pada konfirmasi ini, pihak ketiga diminta untuk menjawab baik
informasi yang diterimanya akurat maupun tidak akurat.
b) Konfirmasi negatif. Pada konfirmasi ini, pihak ketiga diminta untuk menjawab jika
informasi yang diterimanya tidak akurat.
c. Prosedur Analiis
Prosedur analitis menggunakan perbandingan - perbandingan dan hubungan -
hubungan untuk mengetahui apakah suatu angka atau data merupakan angka atau data
yang logis. Prosedur analitis pada garis besarnya dapat dilakukan dengan lima cara :
1) Membandingkan data keuangan yang ada di laporan keuangan tahun yang diaudit
dengan tahun sebelumnya.
2) Membandingkan data keuangan yang ada di laporan keuangan perusahaan yang
diaudit dengan data perusahaan yang sejenis untuk tahun/periode yang sama.
3) Membandingkan data keuangan yang ada di laporan keuangan dengan
anggarannya.
4) Membandingkan data yang di laporan keuangan dengan data atau informasi yang
diketahui auditor atau hasil perhitungan auditor.
5) Membandingkan data keuangan yang ada di laporan keuangan dengan data non –
keuangan yang ada kaitannya (relationship)
d. Dokumen
Menurut sumbernya, bukti dokumenter dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1) Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang independen yang dikirimkan
langsung kepada auditor, misalnya konfirmasi yang merupakan penerimaan jawaban
tertulis dari pihak yang independen di luar klien yang berisi verifikasi ketelitian yang
diminta oleh auditor.
2) Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang independen yang disimpan
dalam arsip klien, misalnya rekening koran bank, faktur dari penjual, order
pembelian dari pelanggan, dan lain - lain. Untuk menentukan tingkat kepercayaan
terhadap jenis bukti dokumenter ini, auditor harus mempertimbangkan apakah
dokumen tersebut dapat dengan mudah diubah atau dibuat oleh karyawan dalam
organisasi klien.
e. Tanya Jawab (wawancara, interview, Inquiries)
Tanya jawab dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Tanya jawab dilakukan
kepada personil atau pihak perusahaan. Apa saja yang kurang jelas, boleh ditanyakan
kepada pihak perusahaan, misalnya mengenai metode pencatatan, proses produksi, proses
pembayaran gaji/upah dan sebagainya. Tetapi dalam tanya jawab ini harus hati – hati,
karena pihak perusahaan bukanlah pihak yang independen, sehingga kemungkinan
memperoleh jawaban yang bias tetap ada. Dalam tanya jawab sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan alat komunikasi yang dimengerti oleh pihak yang ditanya,
sehingga informasi yang diperoleh lebih baik. Sebagian hasil tanya jawab ini mungkin
saja dapat diperkuat atau di cek kesesuaiannya dengan bukti lain seperti observasi atau
dokumen dapat dicek kesesuaiannya dengan tanya jawab.
f. Observasi
Observasi adalah penggunaan penglihatan dan indera lain untuk menilai atau
memeriksa kegiatan – kegiatan tertentu, misalnya jika di catatan kepegawaian ada 15
personil di bagian akuntansi, auditor dapat berkunjung ke bagian akuntansi untuk melihat
apakah ada 15 orang yang bekerja di bagian akuntansi. Jika kurang dari 15 orang, perlu
ditanyakan apakah ada personil yang cuti atau sedang keluar kantor. Demikian juga, jika
di catatan tidak ada barang setengah jadi (work in proccess), auditor dapat berkunjung ke
pabrik untuk melihat bagaimana proses produksi di perusahaan, untuk memastikan tidak
adanya barang setengah jadi. Juga, misalnya menurut catatan dan informasi di perusahaan
mesin yang baru dibeli perusahaan, kapasitasnya dapat menghasilkan 1.000 unit produk
per jam. Untuk memeriksa hal diatas, auditor dapat meminta untuk melakukan observasi
beroperasinya mesin tersebut.
g. Pengerjaan Kembali
Pengerjaan kembali adalah mengulangi apa yang telah dilakukan atas suatu data
atau informasi. Misalnya suatu faktur penjualan, jumlah rupiah di faktur tersebut Rp. 5
juta. Auditor akan menghitung kembali dengan mengalikan kuantitas barang yang dijual
dengan harga per unit dari barang tersebut, kemudian menguranginya jika ada diskon dan
sebagainya, sehingga diperoleh angka Rp. 5 juta.
h. Bukti dari spesialis
Spesialis adalah seorang yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus dalam
bidang selain akuntansi dan auditing, misalnya pengacara, insinyur, geologist, ahli teknik
dan lain – lain. Pada umumnya spesialis yang digunakan auditor bukan orang yang
mempunyai hubungan dengan klien. Auditor harus membuat surat perjanjian kerja
dengan spesialis, tetapi tidak boleh menerima begitu saja hasil – hasil penemuan spesialis
tersebut.
NANDA LADEPI
15919038
Islamic University of Indonesia
Yogyakarta

TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan operator telekomunikasi, PT Indosat Tbk (ISAT) atau


Indosat Ooredoo, memberikan pernyataan menanggapi vonis denda yang dihadapi oleh
kantor akuntan publik mitra Ernst & Young (EY) di Indonesia. Vonis itu atas hasil audit
laporan keuangan kliennya perusahaan telekomunikasi pada 2011 yang tidak disertai bukti
yang memadai.
Juru Bicara Indosat, Deva Rachman, menyatakan pada 9 Februari 2017, Badan Pengawas
Perusahaan Akuntan Publik Amerika Serikat (Public Company Accounting Oversight
Board/PCAOB) mengeluarkan putusan sanksi atau disebut dengan an order instituting
disciplinary proceedings, making findings and imposing sanctions sehubungan dengan
pemeriksaan PCAOB terhadap kantor akuntan publik (KAP) Purwanto, Sungkoro & Surja
(EY-Indonesia) dan beberapa mitra afiliasinya (disebut responden).
“Release ini membahas tindakan tertentu oleh responden sehubungan dengan pemeriksaan
PCAOB di 2012 untuk laporan audit EY-Indonesia pada laporan keuangan tahun yang
berakhir pada 31 Desember 2011,” ujar Deva dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 11
Februari 2017.
Menurut Deva, selama tahun yang berakhir pada 31 Desember 2012, Indosat telah
mereevaluasi kebijakan akuntansi yang relevan. Hasilnya sudah dilaporkan kepada Otoritas
Bursa Efek AS (Securities and Exchange Commission/SEC) pada 2012 dan 2013, di mana
laporan keuangan pada 2011 telah disajikan kembali. “Manajemen kami juga telah
mereevaluasi dan memperbaiki internal controls over financial reporting yang relevan,”
ungkapnya.
Deva menjamin sebagai bagian dari praktik menjalankan usaha dengan baik (best practice),
Indosat mengevaluasi secara berkala kebijakan akuntansi. “Juga kendali internal kami untuk
memastikan kepatuhan dengan standar yang berlaku,” katanya.
Untuk diketahui, kantor akuntan mitra EY di Indonesia telah sepakat membayar denda senilai
US$ 1 juta (sekitar Rp 13,3 miliar) kepada regulator AS, akibat divonis gagal melalukan audit
laporan keuangan kliennya. Kesepakatan itu diumumkan oleh PCAOB pada Kamis, 9
Februari 2017, waktu Washington.
“Anggota jaringan EY di Indonesia yang mengumumkan hasil audit atas perusahaan
telekomunikasi pada 2011 memberikan opini yang didasarkan atas bukti yang tidak
memadai,” demikian disampaikan pernyataan tertulis PCAOB, seperti dilansir Kantor
Berita Reuters.
Temuan itu berawal ketika kantor akuntan mitra EY di AS melakukan kajian atas hasil audit
kantor akuntan di Indonesia. Mereka menemukan bahwa hasil audit atas perusahaan
telekomunikasi itu tidak didukung dengan data yang akurat, yakni dalam hal persewaan lebih
dari 4 ribu unit tower selular. “Namun afiliasi EY di Indonesia itu merilis laporan hasil audit
dengan status wajar tanpa pengecualian,” demikian disampaikan PCAOB.
PCAOB selain mengenakan denda US$ 1 juta juga memberikan sanksi kepada dua auditor
mitra EY yang terlibat dalam audit pada 2011. “Dalam ketergesaan mereka atas untuk
mengeluarkan laporan audit untuk kliennya, EY dan dua mitranya lalai dalam menjalankan
tugas dan fungsinya untuk memperoleh bukti audit yang cukup,” ujar Claudius B. Modesti,
Direktur PCAOB Divisi Penegakan dan Investigasi.
Manajemen EY dalam pernyataan tertulisnya menyatakan telah memperkuat proses
pengawasan internal sejak isu ini mencuat. “Sejak kasus ini mengemuka, kami terus
melanjutkan penguatan kebijakan dan pemeriksaan audit global kami,” ungkap Manajemen
EY dalam pernyataannya.
(sumber: https://m.tempo.co/read/news/2017/03/01/087851596/dorong-pembayaran-digitalocbc-
nisp-gandeng-matercard)
Opini
Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang
tinggi. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan standar
kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah
sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan
panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit. Standar etika diperlukan bagi profesi
audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi
kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor
profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusankeputusan
sulit.
Jika auditor tunduk pada tekanan atau permintaan tersebut, maka telah terjadi
pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh profesi. Oleh
karena itu, seorang auditor harus selalu memupuk dan menjaga kewaspadaannya agar tidak
mudah takluk pada godaan dan tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran prinsipprinsip
etika secara umum dan etika profesi. etis yang tinggi; mampu mengenali situasisituasi yang
mengandung isu-isu etis sehingga memungkinkannya untuk mengambil
keputusan atau tindakan yang tepat.
Menurut PSA 1 (SA 110) revisi, menyatakan bahwa: “Auditor memiliki tanggung jawab
untuk merencanakan dan menjalankan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai
apakah laporan keuangan telah bebas dari salah saji material, yang disebabkan oleh kesalahan
ataupun kecurangan. Karena sifat dari bahan bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor
harus mampu mendapatkan keyakinan yang memadai, namun bukan absolute, bahwa salah
saji material telah dideteksi. Auditor tidak memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan
menjalankan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa kesalahan penyajian
yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan, yang tidak signifikan terhadap laporan
keuangan telah terdeteksi”
Standar audit mengindikasikan keyakinan yang memadai sebagai tingkat yang tinggi, namun
tidak absolut, bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji material. Konsep “memadai
namun bukan absolut” menandakan bahwa auditor bukanlah penjamin kebenaran
atas
laporan keuangan.
Auditor bertanggung jawab untuk mendapatkan tingkat keyakinan yang memadai, namun
bukan absolut, untuk beberapa alasan berikut:
1. Sebagian besar bahan bukti audit berasal dari pengujian sample populasi, misalnya
untuk akun piutang dagang atau persediaan.
2. Penyajian akuntansi berisi estimasi yang kompleks, di mana melibatkan
ketidakpastian dan dapat dipengaruhi oleh kejadian di masa mendatang. Akibatnya,
auditor harus mengandalkan bukti yang meyakinkan, namun tidak menjamin.
3. Sering kali sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin bagi auditor untuk mendeeksi
kesalahan saji dalam laporan keuangan, khususnya ketika terjadi kolusi di antara
manajemen.
Argumen terbaik bagi auditor ketika kesalahan penyajian yang material tidak dapat
ditemukan adalah dengan telah menjalankan audit sesuai dengan standar audit.
PSA 04 (SA 230) mengharuskan pengauditan di desain untuk menghasilkan keyakinan yang
memadai untuk mendeteksi baik kesalahan-kesalahan yang material maupun kecurangan
dalam laporan keuangan. Skeptisme profesional merupakan suatu perilaku pemikiran yang
secara kritis dan penilaian kritis atas bahan bukti audit. Auditor menekan beragam kesalahan
yang diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan dalam perhitungan, kealpaan, kesalahpahaman
dan kesalahan penerapan standar akuntansi, serta kesalahan dalam pengelompokan dan
penjelasan. Standar audit juga mengakui bahwa kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena
manajemen atau karyawan yang terlibat dalam kecurangan tersebut berusaha untuk
menutupnutupi kecurangan tersebut. Namun demikian, kesulitan dalam mendeteksi tidak
mengubah
tanggung jawab auditor untuk merencanakan dan menjalankan audit dengan tepat untuk
mendeteksi salah saji material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan.
Dari kasus yang dijelaskan diungkapkan ” Mereka menemukan bahwa hasil audit atas
perusahaan telekomunikasi itu tidak didukung dengan data yang akurat, yakni dalam hal
persewaan lebih dari 4 ribu unit tower selular. Namun afiliasi EY di Indonesia itu merilis
laporan hasil audit dengan status wajar tanpa pengecualian”. Hal ini berkaitan dengan bukti
audit yang menjadi dasar/ pedoman suatu nilai yang tertera didalam laporan keuangan.
Seperti yang kita ketahui bahwa tujuan audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat
atas kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari pemberian pendapat tersebut, maka
auditor harus menghimpun dan mengevaluasi bukti – bukti yang mendukung laporan
keuangan tersebut. Dengan demikian, pekerjaan audit adalah pekerjaan mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti, dan sebagian besar waktu audit sebenarnya tercurah pada perolehan atau
pengumpulan dan pengevaluasian bukti tersebut.
Untuk memperoleh bukti audit, auditor melaksanakan prosedur audit yang merupakan
instruksi terperinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada
saat tertentu dalam audit. Prosedur audit yang dipakai oleh auditor untuk memperoleh bukti
audit adalah inspeksi, pengamatan, wawancara, konfirmasi, penelusuran, pemeriksaan bukti
pendukung, penghitungan, dan scanning.
Dalam situasi tertentu, risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam akun dan
dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa. Oleh
karena itu, auditor harus waspada jika menghadapi situasi audit yang mengandung risiko
besar, seperti contoh berikut ini: pengendalian intern yang lemah, kondisi keuangan yang
tidak sehat, manajemen yang tidak dapat dipercaya, penggantian auditor publik yang
dilakukan oleh klien tanpa alasan yang jelas, perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba,
usaha yang bersifat spekulatif, dan transaksi perusahaan yang kompleks. Kewaspadaan ini
perlu dimiliki oleh auditor untuk menghindarkan dirinya dari pernyataan pendapat wajar atas
laporan keuangan klien yang berisi ketidakjujuran.
Dari kasus diatas diungkapkan adanya data yang tidak akurat yang ditemukan, namun pihak
auditor memberikan opini WTP. Hal tersebut selayaknya menjadi tanggungjawab auditor
yang memberikan opini tersebut, karena seharusnya dalam memberikan opini harus disertai
bukti audit yang kuat, agar konsisten dengan opini yang dikemukakan dan agar tidak
merugikan pengguna laporan keuangan tersebut. Hal ini juga melanggar kode etik dan
standar/ prosedur audit yang seharusnya dilakukan oleh auditor yang handal.

Kecurangan Bukti Audit


Studi kasus : Suryadharma Ali Merugikan Keuangan Negara
Oleh : Agung Widiyarti
MAGISTER AKUNTANSI ,UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA, YOGYAKARTA

A. Review Kasus
Suryadharma Ali (SDA) merupakan mantan Menteri Agama yang didakwa melakukan
penyelewengan dana pada kasus penyelengaraan biaya haji di Kementrian Agama tahun 2012 –
2013. Pada saat itu KPK mulai menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi dana haji sejak
awal tahun 2013.
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) yang pada saat itu dijabat oleh Muhammad Yusuf selaku Ketua PPATK, mengatakan
sepanjang tahun 2004 – 2012 ada dana biaya penyelenggaraan ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp.
80 triliun dengan bunga sekitar Rp. 2,3 Triliun. Berdasarkan audit PPATK, ada transaksi
mencurigakan sebesar Rp. 230 miliar yang tidak jelas penggunaanya. Ini lah yang mengindikasi
dana haji ditempatkan di bank tanpa ada standarisasi penempatan yang jelas. Modus pencucian
uang inilah yang disampaikan pihak PPATK kepada pihak KPK untuk ditindak lanjuti.
KPK menyambut temuan dengan penyelidikan hampir setahun. Mulai Januari 2015, KPK
melakukan penyelidikan atas dugaan penyimpangan dana haji tahun anggaran 2012 – 2013.
Selain pengadaan barang dan jasa, KPK juga menyelidki biaya penyelengaraan ibadah Haji
(BPIH) dan pihak – pihak yang diduga mendapatkan fasilitas haji. Februari 2015,
2 | Studi Kasus : Bukti Audit by Agung Widiyarti
KPK meminta keterangan anggota Komisi VIII DPR, Hasrul Azwar dan Jazuli Juwaini, terkait
pengelolaan dana haji. Maret 2015, KPK meminta keterangan Direktur Jenderal
Penyelenggaraan haji dan Umroh Kementrian Agama, Anggito Abimanyu. 6 Mei 2015, KPK
meminta keterangan Suryadharma Ali terkait proyek pengadaan barang dan jasa dalam
penyelengaraan haji.22 Mei 2015, KPK menggeledah ruang kerja Suryadharma Ali di Lantai II
Gedung Pusat Kementrian Agama di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat dan menetapkan SDA
sebagai Tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa haji di
Kementrian Agama tahun Anggaran 2012 – 2013.

B. Analisis dan Landasan Teori


1. Analisis Kasus
a. Tindakan Kecurangan
Dari uraian diatas modus penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri dan orang lain itulah
yang digunakan oleh SDA. Selain menerima uang, SDA juga diduga melakukan korupsi dana
haji, antara lain :
1) Menunjuk orang tertentu yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi Petugas Penyelengara
Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, yakni 180 orang petugas PPIH yang tidak memenuhi syarat
dengan nilai sebesar Rp. 12,778 miliar.
2) Mengangkat Petugas Pendampingan Amirul Haji tidak sesuai kriteria dengan nilai sebesar Rp.
354,273 juta.
3) Menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM)
4) Perbuatan memperkaya orang lain.
5) Perbuatan Memperkaya pihak Korporasi seperti pihak Hotel.
6) Memberangkatkan 1.771 jemaah tidak sesuai nomor antrian dengan nilai Rp. 12,328 miliar.
7) Mengarahkan tim penyewaan Perumahan Jamaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk
menunjukan penyedia perubahan jamaah Indonesia yang tiak sesuai ketentuan dan
memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
b. Kerugian Negara
Keuangan negara mengalami kerugian sebesar Rp. 27,283 Miliar dan 17,967 juta Riyal.

2. Landasan Teori Pendukung


Dari analisa kasus diatas, jika dihubungakan dengan landasan toeri tentang bukti audit maka :
Tipe bukti audit dikelompokan menjadi 2 yaitu tipe data akuntansi dan tipe informasi penguat.
a. Tipe Data Akuntansi
1) Pengendalian Intern Sebagai Bukti
Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan, kegiatan lembaga, atau
pun organisasi dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.
Auditor harus mengetahui bahwa klien telah merancang pengendalian intern dan telah
melaksanakannya dalam kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti yang kuat bagi
auditor mengenai keandalan informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
Dalam kasus SDA nampaknya pengendalian intern sudah dirancang sedemikian rupa agar fraud
yang terjadi dapat disembunyiin dari pihak pembaca laporan.
2) Catatan Akuntansi Sebagai Bukti
Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan,
dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan akuntansi. Dengan
demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor mengenai pengolahan transakasi
keuangan yang telah dilakukan oleh klien.
Dalam hal ini catatan akuntansi di Departemen Agama tidak mencantumkan secara gamblang hal
– hal diluar pencatatan akuntansi seperti penggadaan barang – barang diluar Anggaran
pembelanjaan kebutuhan haji.
b. Tipe Informasi Penguat
1) Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan aktiva
berwujud. Pengamatan fisik terhadap suatu aktiva merupakan cara untuk mengidentifikasi
sesuatu yang diperiksa, untuk menentukan kuantitas, dan merupakan suatu usaha untuk
menentukan mutu atau keaslian kekayaan tersebut.
2) Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka atau
simbol – simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu :
a) Bukti yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung kepada auditor.
b) Bukti yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam arsip klien.
c) Bukti yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.
3) Perhitungan Sebagai Bukti
Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor, dapat berupa :
a) Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
b) Cross – footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
c) Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi.
d) Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang
beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain – lain.
4) Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak meminta keterangan secara lisan dari klien
terutama para manajer. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan keterangan tersebut
merupakan tipe bukti lisan.
Bukti lisan dari kasus SDA diperoleh dari beberapa orang yang terlibat didalamnya antara lain
KPK meminta keterangan anggota Komisi VIII DPR, Hasrul Azwar dan Jazuli Juwaini, terkait
pengelolaan dana haji. Maret 2015, KPK meminta keterangan Direktur Jenderal
Penyelenggaraan haji dan Umroh Kementrian Agama, Anggito Abimanyu. 6 Mei 2015, KPK
meminta keterangan Suryadharma Ali terkait proyek pengadaan barang dan jasa dalam
penyelengaraan haji
5) Perbandingan Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan
yang lebih intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang,
penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.
6) Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus
dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang digunakan oleh
auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan klien. Penentuan
persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada ditangan auditor. Jika auditor
menerima hasil penemuan spesialis sebagai bukti audit yang kompeten, hasil kerja spesialis
tersebut tidak perlu disebut dalam laporan auditor yang berisi pendapat wajar. Jika auditor puas
dengan hasil penemuan spesialis, dan jika ia memberikan pendapat selain pendapat wajar, maka
ia dapat menunjukkan hasil pekerjaan spesialis tersebut untuk mendukung alasan tidak diberikan
pendapat wajar dalam laporan auditnya.
Dalam kasus SDA, banyak pihak ahli yang dipercaya telah memberikan kesaksian yang
memberatkan SDA disertai pendukung yang kuat.
Kompetensi Bukti Audit
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan
informasi penguat. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan akuntansi dan
bukti bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien memiliki Kompetensi Informasi Penguat
Dipengaruhi oleh berbagai faktor, berikut ini :
1. Ketepatan waktu.
Berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh auditor.untuk saldo akun – akun
neraca, bukti yang diperoleh dekat tanggal neraca memiliki tingkat keandalan yang lebih tinggi.
Untuk akun – akun, bukti lebih meyakinkan bila diperoleh dari sampel yang dipilih sepanjang
periode laporan
2. Secara garis besarnya sumber – sumber informasi yang dapat mempengaruhi kompetensi bukti
yang diperoleh adalah sebagai berikut : bukti audit berasal dari klien atau pun diluar organisasi
klien.
a. Bukti yang diperoleh dari pihak independen lebih dapat diandalkan
b. Efektifitas internal control. Semakin efektif internal control perusahaan, semakin tinggi tingkat
keandalan bukti yang diperoleh secara langsung oleh auditor
3. Kualifikasi pemberi informasi
4. Releavansi bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.suatu bukti mungkin relevan dalam
suatu tujuan audit, tetapi tidak relevan dalam tujuan audit yang lain.
5. Objektivitas, bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti yang bersifat
subjektif.
C. Kesimpulan
Dalam kasus Suryadharma Ali ini, kelemahan dari pihak auditor internal di Departemen Agama
untuk mendeteksi sejak dini terhadap bukti – bukti “ penyimpangan transaksi “ ini lah yang
menjadi sumber terjadinya tindakan Fraud atas biaya haji di Kementrian Agama tahun 2012 –
2013. Pihak Suryadharma Ali tidak mampu menyajikan pembuktian atas pembengkakan biaya –
biaya yang terjadi. Baik secara fisik, perhitungan, maupun secara lisan.
Setelah dilakukan penyelidikan yang intens oleh pihak KPK dan pihak pembuktian dari tenaga
ahli maka diputuskanlah bahwa Suryadharma Ali terbukti melakukan tindakan pencucian uang,
korupsi dengan modus memperkaya pihak laen dan diri sendiri dengan kerugian negara
mencapai hampir Rp. 1,821miliar.

Anda mungkin juga menyukai