Keperawatan Gawat Darurat (Print)
Keperawatan Gawat Darurat (Print)
Disusun Oleh :
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR
B. Etiologi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang
mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-
penyebab tersebut antara lain:
Polusi limbah industri yang mengandung logam berat,
Bahan makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme seperti kuman,
bakteri, protozoa, parasit, jamur beracun.
Begitu pula berbagai macam obat jika diberikan melampaui dosis
normal, tidak menyembuhkan penyakitnya melainkan memberikan efek
samping yang merupakan racun bagi tubuh.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Keracunan ada 2 yaitu :
1. Keracunan korosif : keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang
meliputi produk alkali, pembersih toilet, detergen
2. Keracunan Non korosif : keracunan yang disebabkan oleh zat non korosif
meliputi makanan, obat-obatan, gas.
D. Patofisiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh bebebrapa hal, diantaranya faktor bahan
kimia,mikroba,makanan,toksin,dll. Penyebab tersebut mempengaruhi vaskuler
sistemik sehingga terjadi penurunan organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari
keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung. gangguan
pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati (sebagai akibat
keracunan obat dan bahan kimia).
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di
lambung, lalu lambung akan mengadakan perlawanan sebagai adaptasi pertahanan
diri terhadap benda atau zat asing yang masuk ke dalam lambung dengan gejala
mual, lalu lambung akan berusaha membuang zat tersebut dengan cara
memuntahkannya. Karena seringnya muntah maka tubuh akan mengalami
dehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang keluar bersama dengan muntahan.
Karena dehidrasi yang tinggi maka lama kelamaan tubuh akan lemas dan banyak
mengeluarkan keringat dingin. Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya
dehidrasi, dan keluarnya keringat dingin akan merangsang kelenjar hipopisis
anterior untuk mempertahankan homeostasis tubuh dengan terjadinya rasa haus.
Apabila rasa haus tidak segera diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari,
bahkan dapat menyebabkan pingsan sampai kematian.
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan
akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek toksik langsung
pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung
lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak
karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi
akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia (Brunner and Suddarth, 2010).
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Mual
Dehidrasi
Muntah-muntah
Kram perut
Diare
Kejang
Hipertermi/hipotermia
Mulut kering
Sering BAB, kadang bercampur darah, nanah atau lendir
Rasa lemas dan mengigil
Hilang nafsu makan
Gejala keracunan makanan bisa terlihat berkisar empat sampai 24 jam
setelah terkontaminasi makanan beracun. Gejala ini bisa berlangsung tiga sampai
empat hari, tapi hati-hati! Gejala ini dapat berlangsung lebih lama lagi jika yang
keracunan masih mengonsumsi secara tidak sengaja makanan yang
terkontaminasi.
G. Komplikasi
Henti nafas
Henti jantung
Syok, sindrom gawat pernafasan akut
Koma
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan
penundaan disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan
adanya aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa Gas Darah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit,
termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda
oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia,
hipoventilasi, dan perubahan status mental.
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin
negatif tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang
ingin dilihat tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang
bisa diskrin secara rutin di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya
bisa efektif.
I. Penatalaksanaan
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Stabilisasi
a) Jalan nafas (A)
b) Pernafasan (B)
c) Sirkulasi (C)
2. Dekomentaminasi
a) Mata
Irigasi dengan air bersih suam-suam kuku / larutan NaCl 0,9 % selama
15-20 menit, jika belum yakin bersih cuci kembali
b) Kulit, cuci (scrubbing) bagian kulit yang terkena larutan dengan air
mengalir dingin atau hangat selama 10 menit
c) Gastroinstestinal
Segera beri minum air atau susu secepat mungkin untuk pengenceran.
Dewasa maksimal 250cc untuk sekali minum, anak-anak maksimal
100cc untuk sesekali minum.
Pasang NGT setelah pengenceran jika diperlukan.
3. Eliminasi
Indikasi melakukan eliminasi:
a) Tingkat keracuan berat
b) Terganggu rute eliminasi normal (gagal ginjal)
c) Menelan zat dengan dosis letal
d) Pasien dengan klinkis yang dapat memperpanjang koma
Tindakan eliminasi:
a) Dieresis paksa:
Furosemida 250 mg dalam 100cc D5% habis dalam 30 menit.
b) Alkalinisasi urine:
Na-Bic 50-100meq dalam !liter D5% atau NaCl 2,25%, dengan infuse
continue 2-3cc/kg/jam
c) Hemodialisa
Dilakukan di RS yang memiliki fasilitas Hemodialisa. Obat-obat yang
dapat dieleminasi dengan tehnik ini berukuran kecil dengan berat
molekul kurang dari 500 dalton, larut dalam air dan berikatan lemah
dengan protein.
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
b. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban
atau dari orang-orang yang mengetahuinya
c. Identifikasi sumber dan jenis racun
d. Kaji tentang bentuk bahan racun
e. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
f. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
g. Pemeriksaan fisik
J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru akibat akumulasi udara.
2. Resiko kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan efek tokxin pada
pencernaan.
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan depresi
sistem saraf pusat
KASUS
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang keruangan IGD oleh dengan keluhan
tidak sadarkan diri dengan mulut mengeluarkan berbusa. Keluarga mengatakan
pasien baru saja meminum racun nyamuk mencoba melakukan bunuh diri. Hasil
pengkajian kesadaran koma TD =150/100 mmHg N = 90x/menit RR = 24
x/menit S =36,5 C.
A. Identitas pasien
Nama
Umur
Jenis kelaminan
Alamat
Pekerjaan
Agama
Dx media
K. Pembahasan
Tahapan Primary Survey
a. 3A : Aman diri Aman Klien Aman lingkungan
b. Cek respon
L. Primary survey
A. Airway
Terdapat Sekret lakukan section
B. Breathing
N : 90 X /menit
RR : 24 X /menit
Diagnosa keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi :
1. Manajemen jalan napas
C. Circulation
Cek tanda-tanda syok
1. Cek akral
2. Cek nadi
D. Disability
Nilai GCS
E:1
V:1
M:1
Coma (comatose)
E. Exposure
1. Tidak terdapat cedera lainnya
S 36oC
Intervensi :
Berikan selimut yang tebal
F. Foley catheter
Pemasangan catheter untuk melakukan perhitungan balance cairan
G. Gastric tube (NGT)
Salah satu penatalaksaan yang bisa kita lakukan adalah kumbahlambung
yang bertujuan untuk membersihkan lambung serta menghilangkan racun
dari dalam lambung
H. Heart Monitor
Gambaran EKG
Lihat Saturasi Oksigen
I. Imaging
USG abdomen apakah terdapat obstruksi lapisan lambung atau korosif pada
lapisan lambung
M. Pemeriksaan sekunder
1. Anamnesi KOMPAK
K (Keluhan )
O (Obat terakhir yang dikomsumsi)
M (makanan terakhir yang dikomsumsi)
P (Penyakit penyerta lain )
A (Alergi)
K ( Kejadian )
2. Riwayat Pasien
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluarga
RR : 24x/menit
N : 90x/menit
S : 36oC
Ababio, P.F., Taylor, K.D.A., Swainson, M., & Daramola, B.A. 2015. Effect of
Good Hygiene Practices Intervention on Food Safety in Senior Secondary
Schools in Ghana. Food Control 60 (2016) 18-24.
Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma
Life Support). Jakarta : EMS 119