Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi Radiasi ................................................................................................ 3
2.1.1 Definisi terapi radiasi ................................................................................. 3
2.1.2 Tujuan terapi radiasi ................................................................................... 3
2.1.3 Jenis terapi radiasi ...................................................................................... 4
2.1.4 Cara kerja terapi radiasi ............................................................................. 6
2.1.5 Jenis kanker dan terapi radiasi yang digunakan ......................................... 7
2.1.6 Kebutuhan diet khusus ............................................................................... 7
2.2 Kemoterapi ..................................................................................................... 7
2.2.1 Definisi kemoterapi .................................................................................... 8
2.2.2 Obat-obatan sitostatiska ............................................................................. 8
2.2.3 Tujuan kemoterapi ..................................................................................... 9
2.2.4 Pemberian kemoterapi ................................................................................ 9
2.2.5 Cara pemberian kemoterapi ..................................................................... 10
2.2.6 Klasifikasi sitostatiska .............................................................................. 11
2.2.7 Efek samping kemoterapi ......................................................................... 12
2.2.8 Persiapan pasien ....................................................................................... 14
2.3 Terapi Bedah ................................................................................................ 15
2.3.1 Definisi pembedahan ................................................................................ 15
2.3.2 Pembedahan untuk kanker ....................................................................... 15
2.3.3 Persiapan bedah kanker ............................................................................ 17
2.3.4 Diagnosis dan stadium kanker ................................................................. 18

1
2.4 Terapi Gen .................................................................................................... 19
2.4.1 Definisi terapi gen .................................................................................... 19
2.4.2 Mekanisme kerja terapi gen ..................................................................... 19
2.4.3 Virus sebagai vektor dalam terapi gen ..................................................... 21
2.4.4 Terapi gen untuk kanker ........................................................................... 22
BAB 3 PENUTUP
3.1 Simpulan ........................................................................................................ 24
3.2 Saran ............................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular kronis kian menggerogoti banyak orang di seluruh
dunia. Tercatat, ada empat penyakit penyebab kematian tertinggi dan tak bisa
ditangani oleh banyak negara di dunia.  Empat penyakit itu adalah kanker,
gangguan kardiovaskular, gangguan pernapasan kronis, dan diabetes.
Sebanyak 7 dari 10 kematian di dunia disebabkan oleh empat penyakit ini
(CNN Indonesia, 2018). Kanker paru, hati, perut, kolorektal, dan kanker
payudara adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya
(Depkes.go.id, 2015).
Upaya yang telah dilakukan untuk menurunkan tingginya angka kematian
akibat kanker yaitu dengan menggencarkan program promotif dan preventif
deteksi dini kanker. Selain bersifat preventif, upaya kuratif dan rehabilitatif
juga terus dilakukan untuk membantu pasien kanker bisa kembali
menjalankan aktivitasnya tanpa merasa kesakitan akibat kanker. Modalitas
pengobatan kanker yang tersedia saat ini adalah operatif, radioterapi,
kemoterapi dan terapi target (Shinta, 2016). Berdasarkan data Riskesdas tahun
2018 presentase keempat program pengobatan tersebut yaitu
pembedahan/operasi (61,8%), radiasi/penyinaran (17,3%), kemoterapi
(24,9%) dan terapi lainnya (24,1%). Setiap program pengobatan tentu
memiliki manajemen perawatan dan efek samping yang berbeda. Oleh
karenanya, dalam sesi konseling sebagai langkah dalam persiapan pasien perlu
dijelaskan bagaimana manajemen perawatan program pengobatan kanker yang
dipilih. Tenaga kesehatan khususnya perawat tentu harus memiliki dasar-dasar
pemahaman setiap program pengobatan kanker untuk bisa disampaikan dalam
sesi konseling. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana
manajemen keperawatan onkologi disetiap program pengobatan kanker.
Dengan harapan perawat termasuk mahasiswa keperawatan, bisa memperkaya
pemahamannya tentang program pengobatan kanker yang akhirnya dapat
digunakan sebagai bekal di dunia kerja.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana manajemen keperawatan onkologi untuk program radiasi,
kemoterapi, pembedahan dan terapi gen?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan manajemen keperawatan onkologi untuk program radiasi,
kemoterapi, pembedahan dan terapi gen.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Menjelaskan pengertian, tujuan, cara kerja/cara pemberian, efek
samping dan persiapan pasien dengan terapi pengobatan radiasi.
2) Menjelaskan pengertian, tujuan, cara kerja/cara pemberian, efek
samping dan persiapan pasien dengan terapi pengobatan kemoterapi.
3) Menjelaskan pengertian, tujuan, cara kerja/cara pemberian, efek
samping dan persiapan pasien dengan terapi pengobatan pembedahan.
4) Menjelaskan pengertian, tujuan, cara kerja/cara pemberian, efek
samping dan persiapan pasien dengan pengobatan terapi gen.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Radiasi


2.1.1 Definisi terapi radiasi
Radioterapi (Radiation Therapy) merupakan penerapan ilmu
Onkologi Radiasi dalam sistem pelayanan medik dalam bentuk metode
pengobatan penyakit keganasan dan kasus-kasus bukan keganasan yang
selektif dengan sinar pengion dan bukan pengion. Metode pengobatan ini
telah dimulai sejak penemuan sinar X oleh Prof. W.C Roentgen pada
tahun 1895. Pemilahan disiplin ilmu radiologi diagnostik sebagai
penunjang dan radioterapi sebagai bidang klinis telah terbentuk mulai saat
itu. Di dalam dunia penanganan kanker, onkologi radiasi merupakan ilmu
pasti yang memerlukan teknologi canggih serta tenaga ahli profesional
untuk mengaplikasikannya. Dengan mengarahkan sinar yang difokuskan
pada satu bagian tubuh, terapi radiasi menanggulangi tumor baik ganas
maupun jinak, dengan membunuh sel-sel yang ditargetkan. Dengan tujuan
untuk mencapai tingkat kesembuhan tertinggi dan tingkat efek samping
terendah bagi para pasien, kami bangga bahwa kami dapat memberikan
terapi radiasi dengan kecepatan dan presisi tinggi.

2.1.2 Tujuan terapi radiasi


Terapi radiasi digunakan untuk mengobati kanker dan
meringankan gejala kanker. Ketika digunakan untuk mengobati kanker,
terapi radiasi dapat menyembuhkan kanker, mencegahnya kembali, atau
menghentikan atau memperlambat pertumbuhannya. Ketika perawatan
digunakan untuk meringankan gejala, mereka dikenal
sebagai perawatan paliatif . Radiasi sinar eksternal dapat mengecilkan
tumor untuk mengobati rasa sakit dan masalah lain yang disebabkan oleh
tumor, seperti kesulitan bernapas atau kehilangan kontrol usus dan
kandung kemih. Nyeri akibat kanker yang telah menyebar ke tulang dapat
diobati dengan obat terapi radiasi sistemik yang disebut radiofarmasi.

3
2.1.3 Jenis terapi radiasi

Ada dua jenis utama terapi radiasi, sinar eksternal dan internal. Jenis
terapi radiasi yang mungkin anda miliki tergantung pada banyak faktor,
termasuk : jenis kankernya, ukuran tumor, lokasi tumor di dalam tubuh,
seberapa dekat tumor dengan jaringan normal yang sensitif terhadap
radiasi, kesehatan umum dan riwayat medis anda, apakah anda akan
memiliki jenis perawatan kanker lainnya, faktor-faktor lain, seperti usia
dan kondisi medis lainnya.
1) Terapi Radiasi Sinar Eksternal

Terapi radiasi sinar eksternal berasal dari mesin yang bertujuan


radiasi pada kanker. Mesinnya besar dan mungkin berisik. Itu tidak
menyentuh anda, tetapi dapat bergerak di sekitar anda, mengirimkan
radiasi ke bagian tubuh dari berbagai arah. Terapi radiasi sinar
eksternal adalah perawatan lokal, yang berarti itu memperlakukan
bagian tertentu dari tubuh anda. Sebagai contoh, jika anda memiliki
kanker di paru-paru, anda akan memiliki radiasi hanya ke dada, bukan
ke seluruh tubuh.
2) Terapi Radiasi Internal

Terapi radiasi internal adalah perawatan di mana sumber radiasi


diletakkan di dalam tubuh. Sumber radiasi bisa padat atau cair. Terapi
radiasi internal dengan sumber padat disebut  brachytherapy. Dalam
jenis perawatan ini, biji, pita, atau kapsul yang mengandung sumber
radiasi ditempatkan di dalam tubuh, di dalam atau di dekat
tumor. Seperti terapi radiasi sinar eksternal, brachytherapy adalah
pengobatan lokal dan hanya memperlakukan bagian tertentu dari
tubuh. Terapi radiasi internal dengan sumber cairan disebut terapi
sistemik. Sistemik berarti bahwa perawatan berjalan dalam darah ke
jaringan di seluruh tubuh, mencari dan membunuh sel kanker. Terapi
radiasi sistemik  diberikan dengan menelan, melalui  vena  melalui
jalur  IV, atau melalui  suntikan. Dengan radiasi sistemik, cairan tubuh

4
seperti urin, keringat, dan air liur, akan mengeluarkan radiasi untuk
sementara waktu.
Contoh Terapi Radiasi :
(1) Intensity-Modulated Radiation Therapy (IMRT)

Dengan teknologi canggih, sinar radiasi dengan presisi tinggi


dimanipulasi untuk mengikuti bentuk tumor sehingga eksposur
terhadap jaringan tubuh yang sehat dapat diminimalisir.
(2) Image-Guided Radiation Therapy (IGRT)

Metode ini menggunakan teknologi pencitraan untuk


mengarahkan sinar radiasi. Panduan visual dari lokasi tumor
diciptakan untuk memudahkan perencanaan serta memandu
pengobatan yang terlokalisir.
(3) 3D Conformal Radiation Therapy

Metode ini melibatkan simulasi virtual yang menampilkan


gambar 3D dari lokasi tumor. Dengan tingkat kesesuaian tinggi
atau terfokus, radiasi dapat diberikan bahkan dengan dosis yang
lebih tinggi dimana disaat yang bersamaan mengurangi deposit
radiasi yang akan terjadi pada jaringan sehat disekitarnya.
(4) Conventional Radiation Therapy

Sinar radiasi dalam bentuk sinar-X, sinar Gamm atau photons


digunakan untuk membunuh sel-sel tumor atau menghambat
kemampuan mereka untuk tumbuh.
(5) Stereotactic Radiation Therapy

Metode pengobatan spesialis ini bergantung pada pencitraan


yang terperinci, perencanaan pengobatan dalam bentuk gambar
maya 3D serta pengobatan yang akurat untuk pemberian dosis
radiasi secara stereotaktis, atau bisa dikatakan dengan tingkat
akurasi tertinggi.
(6) Radiosurgery

Metode ini merupakan bentuk pengobatan non invasif yang

5
mengaplikasikan sinaran terfokus dari berbagai arah. Sinar-sinar
tersebut kemudian menyatu pada lokasi tumor, dan mengantarkan
dosis radiasi yang kuat, dan pada saat yang bersamaan jaringan
tubuh disekitarnya hanya terpapar oleh radiasi tingkat rendah.
(7) Brachytherapy and Implants

Sumber radioaktif ditanamkan ke dalam tubuh dekat atau


langsung pada lokasi tumor guna mengantarkan dosis radiasi yang
tinggi dengan dampak minimal terhadap jaringan sehat tubuh yang
ada disekitarnya.

2.1.4 Cara kerja terapi radiasi


Pada dosis tinggi, terapi radiasi membunuh sel kanker atau
memperlambat pertumbuhannya dengan merusak DNA mereka. Sel-sel
kanker yang DNA-nya rusak setelah diperbaiki berhenti membelah atau
mati. Ketika sel-sel yang rusak mati, mereka dipecah dan dihilangkan oleh
tubuh. Terapi radiasi tidak langsung membunuh sel kanker. Dibutuhkan
berhari-hari atau berminggu-minggu perawatan sebelum DNA rusak
cukup untuk sel kanker mati. Kemudian, sel-sel kanker terus mati selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah terapi radiasi berakhir.

Bagi sebagian orang, radiasi mungkin satu-satunya perawatan yang


dibutuhkan. Tetapi, paling sering, akan mendapatkan terapi radiasi dengan
perawatan kanker lainnya, seperti  pembedahan ,  kemoterapi ,
dan imunoterapi. Terapi radiasi dapat diberikan sebelum, selama, atau
setelah perawatan lain ini untuk meningkatkan kemungkinan bahwa
pengobatan akan bekerja. Waktu kapan terapi radiasi diberikan tergantung
pada jenis kanker yang dirawat dan apakah tujuan terapi radiasi adalah
untuk mengobati kanker atau mengurangi gejala. Ketika radiasi
dikombinasikan dengan pembedahan, dapat diberikan :
1) Sebelum operasi, untuk mengecilkan ukuran kanker sehingga dapat
diangkat dengan operasi dan kecil kemungkinannya untuk kembali.
2) Selama operasi, sehingga langsung ke kanker tanpa melewati
kulit. Terapi radiasi yang digunakan dengan cara ini disebut radiasi

6
intraoperatif. Dengan teknik ini, dokter dapat lebih mudah melindungi
jaringan normal di sekitarnya dari radiasi.
3) Setelah operasi untuk membunuh sel kanker yang tersisa.
2.1.5 Jenis kanker dan terapi radiasi yang digunakan
Terapi radiasi sinar eksternal digunakan untuk mengobati berbagai
jenis kanker. Brachytherapy paling sering digunakan untuk mengobati
kanker kepala dan leher, payudara, leher rahim, prostat, dan mata. Terapi
radiasi sistemik yang disebut  radioaktif yodium , atau I-131, paling sering
digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker tiroid. Jenis lain dari
terapi radiasi sistemik, yang disebut terapi radionuklida bertarget,
digunakan untuk mengobati beberapa pasien yang menderita kanker
prostat lanjut atau  tumor neuroendokrin gastroenteropankreatik  (GEP-
NET). Jenis perawatan ini juga dapat disebut sebagai radioterapi
molekuler.

2.1.6 Kebutuhan Diet Khusus


Radiasi dapat menyebabkan efek samping yang membuatnya sulit
untuk makan, seperti mual , sariawan, dan masalah tenggorokan yang
disebut esophagitis . Karena tubuh menggunakan banyak energi untuk
menyembuhkan selama terapi radiasi, penting bahwa makan
cukup kalori dan protein untuk menjaga berat badan selama perawatan.
Jika kesulitan makan dan menjaga berat badan, bicarakan dengan dokter
atau perawat dan juga ahli gizi . 

2.2 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan zat atau obat yang
berguna untuk membunuh sel kanker. Obat yang diberikan disebut sitostatika
yang berarti penghambat proliferasi sel. Obat ini dapat diberikan secara
sistemik maupun regional (Sukardja, 2008). Kemoterapi dapat diberikan
sebagai obat tunggal maupun kombinasi beberapa obat, baik secara intravena
atau per oral. Kemoterapi bertujuan untuk menghambat proliferasi dan
menghancurkan sel kanker melalui berbagai macam mekanisme aksi (DeVita,

7
1997).

2.2.1 Definisi kemoterapi


Istilah kemoterapi diperkenalkan oleh Paul Erlich, berasal dari
bahasa Yunani yaitu chymeia atau chymos atau perasan buah dan
therapeia atau pengobatan. Arti kemoterapi secara umum yaitu pemberian
senyawa kimia untuk mencegah dan mengobati suatu penyakit.
Kemoterapi secara khusus bermakna yaitu pemberian zat kimia tertentu
pada pasien kanker untuk membunuh atau menghambat proliferasi sel
kanker. Kemoterapi mempunyai karakteristik yaitu antineoplastik dan
sitostatika (Sukardja, 2008). Sitostatika adalah segolongan obat yang dapat
menghambat proliferasi atau membunuh sel kanker. Obat ini dapat
digunakan sebagai terapi tunggal maupun kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker (Utama H, 2008).

2.2.2 Obat-obatan sitostatika


Menurut Desen (2008) dan Sukardja (2008), obat-obatan anti-kanker
(sitostatika) yang umum digunakan di klinik yaitu:
1) Alkilator : Mostar Nitrogen, Siklofosfamid, Ifosfamid, Ttio-tepa,
Myleran, Melfalan, Karmustin, Lomustin, Me-CCNU, Cisplatin,
Karboplatin, Oksaliplatin, Dakarbazin, Temozolamid, Prokarbazin.
2) Antimetabolit : Metotreksat, Merkaptopurin, Tioguanin, Fluorourasil,
Ftorafur, Urasil Tegafur, Xeloda, Sitarabin, Gemsitabin, Fludarabin,
Hidroksiurea, L-Asparaginase.
3) Antimikrotubular : Onkovin/Vinkristin, Vinblastin, Vindesin,
Navelbin, Taksol, Taksoter.
4) Inhibitor topoisomerase : Etoposid, Vumon, Topotekan, Irinotekan.
5) Antibiotic : Adriamisin, Epirubisin, Daunorubisin, Pirarubisin,
Bleomisin, Mitomisin-C, Aktinomisin D, Doksil.

8
6) Hormonal : Tamoksifen, Toremifen, Medroksi-progesteron,
Megestrol, Flutamid, Aminoglutotimid, Lentaron, Letrozol,
Anastrozol, Eksemestran, Goserelin, Lupron.
7) Target molecular : Gleevac, Mabthera, Herceptin, Iressa, Erbitux,
Tarceva, Avastin.
2.2.3 Tujuan kemoterapi
Penggunaan sitostatika untuk kemoterapi bertujuan untuk mengurangi
gejala kanker dan meningkatkan kualitas hidup dengan tingkat survival
yang lebih lama. Tujuan pemberian kemoterapi dibagi menjadi tiga, yaitu
penyembuhan, kontrol, dan paliatif (Forastiere, 2005).
1) Penyembuhan
Pemberian kemoterapi ini bertujuan untuk menyembuhkan kanker.
Pengobatan kemoterapi dengan tujuan ini biasanya jarang tercapai
dikarenakan pasien membutuhkan waktu lama bagi pasien agar
sembuh dari penyakit kanker.
2) Kontrol
Tujuan pemberian kemoterapi ini yaitu untuk mengontrol kanker.
Kemoterapi yang diberikan memperkecil ukuran sel tumor dan atau
menghambat proliferasi dan metastasis sel kanker.
3) Paliatif
Pemberian kemoterapi ini bertujuan untuk mengurangi gejala klinis
yang ditimbulkan oleh kanker. Kemoterapi dengan tujuan ini
digunakan bukan untuk mengobati penyakit kanker itu sendiri, tetapi
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

2.2.4 Pemberian kemoterapi


Kemoterapi digunakan sebagai terapi definitif atau sebagai terapi
adjuvan pada kanker terutama stadium lanjut. Kemoterapi diberikan
sebagai terapi definitif jika sitostatika diberikan tunggal tanpa disertai
modalitas terapi lain. Kemoterapi sebagai terapi adjuvan dapat
meningkatkan hasil terapi utama terutama pada stadium lanjut atau pada
keadaan relap. Pemberian kemoterapi sebagai terapi adjuvan terbagi dalam

9
tiga kategori, yaitu kemoterapi adjuvan, kemo terapi neoadjuvan, dan
kemoterapi concurrent.
1) Kemoterapi adjuvan yaitu pemberian kemoterapi diberikan setelah
pasien dilakukan terapi definitif berupa radioterapi atau operatif.
Tujuannya untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan
meningkatkan kontrol lokal. Indikasi kemoterapi adjuvan yaitu bila
setelah mendapat terapi definitif maksimal ternyata kanker masih ada
yang dibuktikan dengan biopsi dan pada tumor dengan derajat
keganasan tinggi (Kentjono, 2011)
2) Kemoterapi neoadjuvan diberikan sebelum dilakukan terapi definitif.
Tujuan pemberian kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan massa
tumor sehingga menjadi lebih sensitif terhadap terapi definitif.
Kemoterapi neoadjuvan banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker
kepala dan leher. Pemberian kemoterapi neoadjuvan bertujuan untuk
mengurangi massa tumor. Terapi operatif dan radioterapi akan
memberi hasil yang lebih baik jika ukuran tumor lebih kecil.
3) Kemoterapi concurent yaitu apabila kemoterapi diberikan bersamaan
dengan terapi definitif. Dosis kemoterapi yang diberikan biasanya
lebih rendah dan berperan sebagai radiosensitizer (Kentjono, 2011).

2.2.5 Cara pemberian kemoterapi


1) Pemberian per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral,
diantaranya adalah chlorambucil dan etoposide (vp-16)
2) Pemberian secara intra-muskulus:
Pemberian dengan cara ini relative lebih mudah dan sebaiknya
suntikan tidak diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian
dua-tiga kali berturut-turut yang dapat diberikan secara intra-muskulus
antara lain bleomicin dan methotrexate.
3) Pemberian secara intravena

10
Pemberian secara intravena dapat dengan bolus perlahan-lahan atau
diberikan secara infuse (drip). Cara ini merupakan cara pemberian
kemoterapi yang paling umum dan banyak digunakan.
4) Pemberian secara intra-arteri
Pemberian intra-arteri jarang dilakukan karena membutuhkan
sarana yang cukup banyak antara lain alat radiologi diagnostic, mesin,
atau alat filter, serta memerlukan keterampilan tersendiri.
2.2.6 Klasifikasi sitostatika
Pembagian sitostatika berdasarkan mekanisme kerja dan berdasarkan
target siklus sel.
1) Berdasarkan mekanisme kerja
(1) Antimetabolit
Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai
contoh metotrexate (MTX) menghambat pembentukan folat
tereduksi yang dibutuhkan untuk sintesis timidin.
(2) Agen alkilator
Obat ini bekerja dengan cara mengganggu struktur atau fungsi
molekul DNA. Contoh obat ini yaitu siklosfosfamid yang dapat
merubah struktur DNA sehingga menghambat replikasi sel.
Antibiotika seperti daktinomisin dan doksorubisin dapat mengikat
nukleotida molekul DNA sehingga menghambat produksi
messenger ribonucleoacid (mRNA).
(3) Inhibitor mitosis
Obat tersebut menghambat mitosis sel dengan merusak filamen
mikro pada kumparan mitosis. Salah satu jenis yaitu alkaloid vinka
contohnya vinkristin dan vinblastin (Ratain, 1997 dan Brockstein
B, 2003).
2) Berdasarkan target siklus sel
(1) Phase-specific drug
Sitostatika ini efektif pada fase tertentu dari siklus sel. Obat
yang bekerja pada fase synthesis (S) contohnya golongan
antimetabolit yaitu sitarabin, fluourasil, gemsitabin, metotrexate,

11
tioguanin, dan fludarabin yang mengganggu sintesis DNA dan
golongan topoisomerase I yaitu topotecan yang menganggu fungsi
DNA. Obat yang bekerja pada fase growth-2 (G2) adalah golongan
antibiotik seperti bleomisin, inhibitor topoisomerase II yaitu
etoposid serta stabilator/polimerisator mikrotubulus yaitu
paclitaxel. Obat yang bekerja pada fase mitosis (M) dengan cara
menganggu regregasi kromoson adalah golongan alkaloid vinka
yaitu vinblastin, vinkristin, vindesin dan vinorebin.
(2) Cell cycle-specific drug
Sitostatika ini efektif pada sel yang berada pada siklus sel,
namun tidak tergantung pada fasenya. Obat yang tidak tergantung
fase sel adalah sebagian besar termasuk golongan alkilator seperti
klorambusil, siklosfosfamid, melfalan, busulfan, dakarbin dan
idarubisin.
(3) Cell cycle-non spesific drug
Sitostatika tersebut efektif baik saat sel berada pada siklus
sel ataupun istirahat. Contoh obat tersebut yaitu golongan nitrogen
mustard seperti mekloretamin dan golongan nitrosurea yaitu
karmustin dan lomustin (Kentjono, 2011).

2.2.7 Efek samping kemoterapi


Efek samping kemoterapi sangat beragam tergantung dari tipe obat, dosis
obat, serta lama terapi.
1) Efek samping pada fisiki
Efek samping berat dapat timbul pada pasien pasca kemoterapi dan
sering tidak dapat ditoleransi oleh pasien bahkan menimbulkan
kematian. Efek samping mual muntah dapat menurunkan kualitas
hidup pasien sehingga mengalami kesulitan dalam menjalankan
aktivitas harian (Utama H, 2008). Sitostatika tidak hanya menyerang
sel tumor tapi juga sel normal yang membelah secara cepat seperti sel
rambut, sumsum tulang, dan traktus gastrointestinal.
Gangguan pembentukan sel darah di sumsum tulang menyebabkan

12
terjadinya penurunan jumlah sel darah. Ini dapat menyebabkan
berbagai gangguan seperti risiko infeksi, anemia, dan rentan
pendarahan. Efek sitostatika pada pertumbuhan rambut yaitu
menyebabkan alopecia. Gangguan sistem pencernaan yaitu adanya
keluhan mulut kering dan terasa pahit, perubahan nafsu makan, mual
muntah, diare, dan konstipasi. Beberapa sitostatika dapat menimbulkan
efek pada kulit seperti kemerahan, gatal, mengelupas, kering, dan
jerawat. Preparat capecitabine dan doksorubisin dapat menyebabkan
iritasi pada telapak tangan dan kaki yang disebut dengan hand-foot
syndrome (Ratain, 1997).
Efek sitostatika pada siklus menstruasi dan fertilitas yaitu
perubahan siklus menstruasi, menopause dini dan infertilitas. Preparat
paclitaxel dapat menyebabkan gangguan sistem saraf, dengan gejala
seperti rasa nyeri, rasa terbakar dan sensitif terhadap dingin atau panas.
Doksorubisin dapat menyebabkan gangguan jantung terutama pada
pemberian dosis tinggi dan durasi panjang. Efek samping sitostatika
lain yaitu peningkatan risiko leukemia, gangguan memori dan
konsentrasi, reaksi alergi, gangguan penglihatan dan pendengaran,
kerusakan jaringan, serta gangguan ginjal dan liver (Utama H, 2008).
2) Efek Samping Psikologi
Wijayanti (2007) menyebutkan beberapa dampak psikologis pasien
kanker diantaranya sebagai berikut:
(1) Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan pada penderita kanker bisa terjadi karena
proses kognitif pada penderita yang berupa pikiran bahwa
usahanya selama ini untuk memperpanjang hidupnya atau
mendapatkan kesembuhan, ternyata menimbulkan efek samping
yang tidak diinginkan (perasaan mual, rambut rontok, diare kronis,
kulit menghitam, pusing, dan kehilangan energi). Efek samping
yang tidak diinginkan ini dapat muncul berupa proses emosi
dimana penderita tersebut merasa bahwa mereka hanya dijadikan
sebagai objek uji coba dokter. Ketidakberdayaan dapat

13
meyebabkan penderita kanker mengalami dampak psikologis lain
yaitu depresi (Wijayanti, 2007).
(2) Kecemasan
Dampak kecemasan yang muncul pada penderita kanker
adalah berupa rasa takut bahwa usianya akan singkat (berkaitan
dengan inner conflict). Kecemasan dapat pula muncul sebagai
reaksi terhadap diagnosis penyakit parah yang dideritanya. Sebagai
seseorang yang awalnya merasa dirinya sehat, tiba-tiba diberitahu
bahwa dirinya mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
tentu saja muncul penolakan yang berupa ketidakpercayaan
terhadap diagnosa. Penolakan yang penuh kecemasan ini terjadi
karena mungkin ia memiliki banyak rencana akan masa depan, ada
harapan pada kemajuan kesehatannya, dan itu seolah terhempas.
(3) Rasa malu
Perasaan malu pada penderita kanker muncul karena ada perasaan
dimana ia memiliki mutu kesehatan yang rendah dan kerusakan
dalam organ.
(4) Depresi
Salah satu akibat dari kecemasan yang berupa usianya akan
singkat, menjadikan perasaan putus asa dalam diri penderita
kanker. Ketidakberdayaan yang menjadi dampak psikologis
memicu timbulnya perasaan depresi. Penderita kanker umumnya
mengalami depresi dan hal ini tampak nyata terutama disebabkan
karena rasa nyeri yang tidak teratasi dengan gejala sebagai berikut :
Penurunan gairah hidup, perasaan menarik diri, ketidak
kemampuan, dan gangguan harga diri.

2.2.8 Persiapan pasien


1) Sebelum menjalani pengobatan kemoterapi maka terlebih dahulu
pasien dilakukan pemeriksaan darah yang menunjukkan hemoglobin
lebih dari 10g%, leukosit lebih dari 5000/mm3 , dan trombosit lebih
dari 150.000/mm3.

14
2) Pemeriksaan fungsi hepar, fungsi ginjal, dan EKG.
3) Keadaan umum pasien harus baik.
4) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
5) Konseling, informasi yang harus diketahui pasien diantaranya : tujuan
kemoterapi, ekspektasi respon, jadwal kemoterapi, cara pemberian
obat kemoterapi, efek Samping yang mungkin timbul baik langsung
setelah diberikan kemoterapi maupun beberapa hari setelahnya.
2.3 Terapi Bedah
2.3.1 Definisi pembedahan
Pembedahan adalah prosedur medis untuk memeriksa, mengangkat atau
memperbaiki jaringan. Pembedahan dapat digunakan dengan cara-cara
berikut sebagai bagian dari rencana perawatan kanker (Canadian Cancer
Society, 2017) :
1) Operasi untuk kanker
2) Mencegah kanker
3) Diagnosis dan stadium kanker
4) Meringankan gejala
5) Menurunkan kemungkinan terulangnya
6) Memperbaiki jaringan yang rusak
7) Mendukung perawatan lain (kombinasi pembedahan dengan terapi
lain)
8) Mendukung fungsi tubuh
9) Pembedahan dengan terapi lain

2.3.2 Pembedahan untuk kanker


Tujuan utama pembedahan untuk kanker adalah sepenuhnya untuk
menghilangkan tumor atau jaringan kanker dari tempat tertentu dalam
tubuh. Pembedahan paling efektif dilakukan untuk menghilangkan kanker
yang berada pada tahap awal, hanya di tempat dimulainya (terlokalisasi)
dan tidak menyebar ke bagian lain dari tubuh. Pembedahan juga dapat
digunakan untuk mengobati kanker yang telah menyebar dari tempat
dimulainya (disebut situs utama, atau tumor primer) ke bagian lain dari

15
tubuh. Tumor baru ini disebut metastasis, atau tumor sekunder.
Selama operasi untuk menghilangkan kanker, ahli bedah juga akan
menghapus sejumlah kecil jaringan normal di sekitar kanker (disebut
margin bedah). Ini dilakukan untuk memastikan tidak ada sel kanker yang
tertinggal. Jika sel-sel kanker tidak dapat sepenuhnya dihapus, mereka
dapat menyebabkan kanker kembali. Jumlah jaringan normal yang
diangkat tergantung pada jenis dan lokasi tumor. Ahli bedah menggunakan
penglihatan normal dan alat bantu visual seperti mikroskop untuk
memastikan semua jaringan yang terkena kanker bersama dengan margin
keselamatan dihapus. Selain itu, tergantung pada jenis kankernya, dokter
bedah juga dapat mengangkat kelenjar getah bening yang dekat dengan
tumor. Pembedahan untuk mengangkat kelenjar getah bening disebut
dengan diseksi kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening dikirim ke
laboratorium untuk diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat apakah
mereka memiliki sel kanker di dalamnya. Jika kelenjar getah bening tidak
diangkat dan mengandung sel kanker, sel-sel ini dapat membentuk tumor
baru atau menyebar ke bagian lain dari tubuh. Terkadang tidak mungkin
untuk menghilangkan semua kanker karena : tumornya terlalu besar dan
lokasi kanker membuatnya sulit untuk dihilangkan tanpa merusak organ di
sekitarnya atau kanker terlalu kecil untuk dilihat oleh ahli bedah atau tes
kesehatan umum seseorang sehingga membuat operasi terlalu berisiko.
Dalam beberapa kasus ketika semua tumor tidak dapat diangkat,
operasi masih dilakukan untuk mengangkat sebanyak mungkin jaringan
kanker (disebut debulking). Pembedahan untuk mengurangi jumlah sel
kanker dalam tubuh disebut pembedahan cytoreductive. Pembedahan
cytoreductive dapat membuat kemoterapi dan terapi radiasi lebih efektif.
Ahli bedah mencoba untuk menghindari memotong atau melintasi tumor
ketika mereka melakukan operasi untuk mengangkat tumor atau
metastasis. Ini menurunkan kemungkinan sel-sel kanker akan tersebar dan
menyebar ke struktur lain. Selama biopsi, ahli bedah juga menandai jalur
dimana biopsi dilakukan. Kemudian mereka menghapus jalur biopsi
selama operasi untuk menghilangkan kanker. Menghapus jejak biopsi

16
menurunkan kemungkinan sel-sel kanker tertinggal. Ahli bedah akan
mencoba meminimalkan kerusakan yang mungkin terjadi selama operasi
untuk mengangkat kanker. Mereka akan mencoba membatasi berapa
banyak jaringan yang mereka ambil, atau sejauh mana operasi, jika
memungkinkan. Sebagai contoh, mereka dapat menggunakan biopsi untuk
menemukan kelenjar getah bening sentinel, yang merupakan kelenjar
getah bening pertama yang kemungkinan menyebar kanker dari situs asli
atau primer. Tidak menemukan sel kanker di kelenjar getah bening
sentinel berarti ahli bedah dapat menghindari membuang semua kelenjar
getah bening di daerah tertentu. Jika memungkinkan, ahli bedah akan
menggunakan pendekatan yang kurang invasif yang dapat dilakukan
melalui sayatan yang lebih kecil, seperti bedah laparoskopi. Mereka juga
akan mencoba untuk mengurangi atau mencegah efek samping atau
komplikasi dari pembedahan dengan hati-hati memperbaiki jaringan yang
rusak selama pembedahan. Ini termasuk menyegel pembuluh darah dan
menghindari cedera pada organ di dekatnya.

2.3.3 Persiapan bedah kanker


1) Pemeriksaan kondisi fisik secara lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cek darah lengkap, cek tekanan
darah, dan juga cek alergi. Berbagai pemeriksaan dilakukan untuk
memastikan bahwa pasien dapat melalui operasi dengan berhasil.
Selain itu, persiapan seperti puasa, membersihkan daerah yang hendak
dioperasi dan marking (menandai area operasi) juga dilakukan pada
tahap ini.
2) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan contohnya yaitu rontgen.
Persiapan rontgen ini dilakukan untuk mengetahui letak sel kanker
yang akan diangkat. Sel yang akan diangkat adalah sel yang
penyebarannya sangat pesat dan harus segera dihentikan. Selain itu,
sebelum dioperasi juga biasa dilakukan biopsi untuk mengetahui
tingkat keganasan kanker.

17
3) Persiapan medikamentosa
Persiapan medikamentosa berupa penggunaan anestesi selama
intraoperatif. Dokter bedah membutuhkan hasil konsultasi dengan
dokter anestesi ini untuk menentukan jenis dan dosis anestesi yang
akan dilakukan nanti saat operasi.
4) Mendapatkan dukungan dari orang terdekat
Tidak jarang seorang pasien pun membutuhkan dukungan dari
orang-orang terdekatnya dalam bertanding. Dukungan ini dapat
diberikan dengan doa dan waktu menemani anda saat sebelum melalui
proses operasi. Jadi dukungan dari orang terdekat ini akan membuat
anda lebih semangat dan kuat menghadapi pengobatan.
5) Informed consent
Informasi yang harus diberikan kepada pasien diantaranya adalah :
tujuan pembedahan, prosedur pembedahan, komplikasi umum yang
mungkin terjadi terkait tindakan anestesi yang akan dilakukan,
pengalaman dan perasaan yang mungkin dialami selama masa
perioperatif, risiko yang mungkin didapat selama perioperatif, serta
pasien harus diberikan kesempatan bertanya mengenai hal-hal yang
masih kurang dipahami sebelum memberi informed consent. Dalam
memberikan informed consent sendiri, pasien harus memiliki
kapabilitas dalam memberi persetujuan, dan telah mendapatkan
informasi yang cukup sehingga mampu memberi persetujuan dan
persetujuan yang diberikan harus bersifat sukarela.
6) Persiapan khusus
Persiapan khusus berupa donor dan transfusi darah
dipertimbangkan dengan melihat risiko perdarahan dari segi
pembedahan dan hasil evaluasi preoperatif. Pertimbangan yang
dimaksud dari segi stadium kanker, ukuran tumor, usia pasien, kondisi
pasien sebelum operasi, penyakit bawaan pasien, dan hasil
pemeriksaan laboratorium; konsentrasi hemoglobin preoperatif.

2.3.4 Diagnosis dan stadium kanker (biopsi)

18
Pembedahan untuk diagnosis dilakukan untuk mengetahui stadium
kanker atau menggambarkan jumlah kanker dalam tubuh. Misalnya,
pembedahan dapat digunakan untuk mengumpulkan sampel jaringan dari
tubuh untuk diperiksa di bawah mikroskop (disebut biopsi) untuk melihat
apakah ada sel kanker. Selain itu, ketika tumor diangkat dengan operasi,
jaringan tumor tersebut juga dapat diperiksa untuk stadium kanker dan
membantu mengembangkan rencana perawatan. Dari hasil biopsi akan
ditemukan :
1) Jenis kanker yang tepat
2) Tingkat / stadium/ grade kanker
3) Apakah sel-sel kanker yang terlihat di bagian tertentu dari jaringan
yang diangkat juga ada di tepi-tepi jaringan (disebut margin bedah
positif)
4) Apakah kelenjar getah bening di dekat tumor juga terdapat kanker di
dalamnya.

2.4 Terapi gen


2.4.1 Definisi terapi gen
Terapi gen adalah suatu teknik terapi yang digunakan untuk
memperbaiki gen-gen mutan (abnormal/cacat) yang bertanggung jawab
terhadap terjadinya suatu penyakit.
Pada awalnya, terapi gen diciptakan untuk mengobati penyakit
keturunan (genetik) yang terjadi karena mutasi pada satu gen, seperti
penyakit fibrosis sistik. Penggunaan terapi gen pada penyakit tersebut
dilakukan dengan memasukkan gen normal yang spesifik ke dalam sel yang
memiliki gen mutan. Terapi gen kemudian berkembang untuk mengobati
penyakit yang terjadi karena mutasi di banyak gen, seperti kanker.Selain
memasukkan gen normal ke dalam sel mutan, mekanisme terapi gen lain
yang dapat digunakan adalah melakukan rekombinasi homolog untuk
melenyapkan gen abnormal dengan gen normal, mencegah ekspresi gen
abnormal melalui teknik peredaman gen, dan melakukan mutasi balik
selektif sehingga gen abnormal dapat berfungsi normal kembali.

19
2.4.2 Mekanisme kerja terapi gen
1) Terapi gen secara ex vivo dan in vivo.
Transfer gen merupakan langkah penting dalam proses terapi gen.
Gen yang akan digunakan mula-mula diisolasi dan kemudian di
transformasikan ke sel target dengan cara di kloning.

Gambar 1. Terapi gen secara ex vivo dan in vivo

Strategi utama dalam transfer gen somatik manusia dibedakan


dalam dua kelompok, yaitu :Ex vivo dan in vivo. Pada ex vivo, gen
dibungkus vektor kemudian dikenalkan ke sel yang diambil dari pasien
(sel target) dan dikembangkan secara invitro dan kemudian di
transformasi ke sel yang diinjeksi kembali. Pada invivo pengiriman gen
dilakukan secara langsung ke sel pasien tanpa dikembangkan dulu
secara invitro.
2) Mekanisme terapi gen berdasarkan sel target
Berdasarkan sel target yang digunakan, terapi gen dibedakan dalam
dua tipe utama, yaitu Somatik dan Germ-line. Modifikasi gen yang tidak
melewati keturunan disebut dengan terapi gen somatik sedangkan
modifikasi gen yang mencakup sel reproduksi adalah terapi gen Germ-
line. Sel target dari terapi gen somatik adalah sel stem, fibroblas dan sel
stem lainnya. Target dari terapi gen germ-line adalah sperma atau sel
telur.

20
3) Gene Transfer Agents (Agen Pembawa Gen)
Tanggal 24 Juni 2010, Eureka network mempublikasikan
penemuan senyawa organik baru yang dapat menjadi agen pembawa gen
dalam proses terapi untuk penyembuhan penyakit genetik. Proyek
penelitian yang dinamakan EUREKA project E! 3371 Gene Transfer
Agents telah berhasil mengembangkan senyawa turunan dari kation
amfifilik 1,4-dihidropiridin atau 1,4-DHP (cationic amphiphilic 1,4-
dihydropyridine) untuk menjadi pengantar gen normal ke dalam inti sel
dan mengganti gen sebelumnya yang rusak (Anonim. 2010).
Kelebihan derivat 1,4-DHP sebagai pembawa gen ini adalah
kesiapan untuk diproduksi dalam skala besar, lebih efektif dibanding
senyawa organik lain, dan karena bukan virus maka resistensi kekebalan
tubuh penerimanya dapat dihindari. Saat ini agen pembawa yang
dianggap paling efektif dalam terapi gen adalah virus yang telah
dilemahkan.

2.4.4 Virus sebagai vektor dalam terapi gen


Semua virus mengikat sel host mereka dan memperkenalkan materi
genetik mereka ke dalam sel inang sebagai bagian dari siklus replikasi.
Bahan genetik ini berisi dasar ‘petunjuk’ tentang bagaimana menghasilkan
lebih banyak salinan virus ini. Sel inang akan mengikuti dan menghasilkan
salinan tambahan virus, menyebabkan sel lebih dan lebih menjadi terinfeksi.
Beberapa jenis gen virus memasukkan mereka ke genom inang, menembus
membran sel dan berkamuflase sebagai molekul protein dan masuk ke
dalam sel.
Sesaat setelah memasukkan DNA-nya, virus lebih cepat
menghasilkan lebih banyak virus, pecah dari sel dan menginfeksi sel lebih.
Virus  lisogenik DNA mengintegrasikan mereka ke dalam DNA sel inang
dan dapat hidup dalam tubuh selama bertahun-tahun sebelum terpacu.

21
Gambar 2. Penyuntikan terapi vektor virus
2.4.5 Terapi Gen untuk kanker
Pengobatan dengan terapi gen telah berkembang dengan pesat sejak
clinical trial terapi ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990. Terapi
gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang bertanggung
jawab terhadap suatu penyakit. Selama ini pendekatan terapi gen yang
berkembang adalah menambahkan gen-gen normal ke dalam sel yang
mengalami ketidaknormalan.
Pendekatan lain adalah melenyapkan gen abnormal dengan gen
normal dengan melakukan ekombinasi homolog. Pendekatan ketiga adalah
mereparasi gen abnormal dengan cara mutasi balik selsektif, sedemikian
rupa sehingga akan mengembalikan fungsi normal gen tersebut. Selain
pendekatan-pendekatan tersebut ada pendekatan lain untuk terapi gen
tersebut, yaitu mengendalikan regulasi ekspresi gen abnormal tersebut.
Sejak kanker diketahi sebagai suatu penyakit genetik yang
disebabkan oleh mutasi atau perubahan – perubahan lain pada gen.
penggunaan teknik DNA rekombinan semakin sering digunakan dalam
menghambat perkembangan penyakit tersebut. Salah satu metode yang
sering diandalkan adalah pendekatan terapi gen.Sejak diketahui bahwa
kanker merupakan penyakit akibat mutasi gen, para ahli mulai berfikir
bahwa terapi gen tentu efektif untuk mengobatinya.Apalagi kanker jauh
lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan penyakit keturunan akibat
kelainan genetis yang selama ini diobati dengan terapi gen.

22
Gambar 3. Terapi gen secara in vivo
Terapi gen yang dilakukan adalah yang menggunakan pendekatan ex
vivo (di luar organisme hidup), di mana sel dipindahkan dari tubuh,
dimanipulasi, dan selanjutnya dikembalikan ke tubuh, tetapi pendekatan ex
vivo tidak dapat digunakan pada sel tumor karena sel tumor tidak dapat
dipindahkan secara total dari tubuh.Walau demikian, suatu pendekatan in
vivo (di dalam organisme hidup) yang menjanjikan telah berhasil dilakukan
dalam mengatasi sel tumor, yaitu menggunakan gen virus herpes simplex-
timidin kinase (HSV-tk) sebagai “gen pembunuh”.
Terapi gen pada prinsipnya adalah menyisipkan materi genetik ke
dalam sel kanker di tubuh untuk mengganti atau memperbaiki gen yang
rusak/tidak normal karena kanker dalam rangka pengobatan penyakit.
Materi genetik atau gen yang berupa kumpulan asam amino disintesa di
laboratorium. Untuk memasukkan gen ke tubuh digunakan pelbagai bahan
pembawa  yaiyu virus(vektor). Bahan itu antara lain protein yang sesuai
dengan sel organ yang dituju. Materi genetik ditempelkan ke protein
kemudian dimasukkan tubuh lewat mulut, injeksi maupun inhalasi (dihirup).
Dalam tubuh protein akan menempel ke reseptor sel organ sehingga DNA
bisa masuk ke dalam sel kanker. Sebagaimana untuk imunisasi, kemampuan
bereplikasi virus dihilangkan untuk mencegah infeksi.

23
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Modalitas pengobatan kanker terdiri dari berbagai macam jenis.
Contohnya yaitu radioaktif, kemoterapi, pembedahan dan terapi gen. Masing-
masing program pengobatan dilakukan sesuai indikasi yang ada pada pasien,
misalnya untuk grade atau stadium kanker yang awal lebih efektif apabila
menggunakan terapi pembedahan. Selain itu, beberapa program juga bisa
dikombinasikan, misalnya terapi pembedahan dan kemoterapi. Kemudian,
secara garis besar berkaitan dengan program pengobatan kanker, yang tidak
kalah penting untuk dilakukan adalah informed consent kepada pasien.
Sehingga pasien paham, kekurangan, kelebihan, efek samping, komplikasi dan
lain sebagainya dari program yang mereka pilih. Dengan pemahaman tentang
program ini, diharapkan dapat membantu prooses penyembuhan pasien.
3.2 Saran
Proses pengobatan kanker, cenderung lama dan membutuhkan biaya yang
tidak sedikit. Sehingga dukungan dari orang terdekat selama proses
pengobatan sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis dan motivasi
pasien untuk sembuh.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anand P et al. 2008. Cancer is a preventable disease that requires major lifestyle
changes. Pharm Res 25(9):2097–116.

Brockstein B, Khandekar JD. Chemotherapy for Head and Neck Cancer. In :


Snow JB, Ballenger JJ, eds. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. 16th ed. Hamilton, Ontario : BC Decker Inclam; 2003. p.
1321-49.

DeVita VT. Principles of cancer management: Chemotherapy. In : DeVita VT,


Hellman S, Rosenberg RA, eds. Cancer: principles and practice oncology.
5th ed. Philadephia: Lippincott-Raven Publisher; 1997. p. 333-48.
Forastiere AA, Kies MS. Chemotherapy for head and neck cancer. In : Gaertner
RS, Murphy MB, Flint S, eds. Cummings otolaryngology head and neck
surgery. Philadelphia : Mosby Inc; 2005. p. 114-45.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180925085456-255-332906/4-
penyebab-kematian-tertinggi-di-dunia-yang-sulit-ditangani, diakses tanggal
20 gustus 2019.
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-
2018.pdf, diakses tangga 20 Agustus 2019.
https://www.cancer.ca/en/cancer-information/diagnosis-and-treatment/surgery/?
region=on, diakses tanggal 20 Agustus 2019.
Kam Man Hui (1994). Gene therapy: from laboratory to the clinic. World
Scientific Pub Co Inc. ISBN 978-981-02-1655-9.(en)Page.2-4
Kentjono WA, Herawati S, Mengko SK, Wahyuni SS . Update management of
head and neck cancer. Workshop of nasopharyngeal cancer chemotherapy.
Surabaya : Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

25
Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga –
Rumah Sakit Daerah dr Soetomo Surabaya; 2011. hal. 1-33.
Ratain MJ. Pharmacology of cancer chemotherapy. In : DeVita VT, Hellman,
Rosenberg RA, eds. Cancer: principles and practice oncology. 5th ed.
Philadephia: Lippincott-Raven Publisher. 1997. p. 375-84.

Shinta, Nindya., Bakti Surarso. 2016. Terapi Mual Muntah Pasca Kemoterapi.
Jurnal THT - KL Vol.9, No.2, Mei - Agustus 2016, hlm. 74 – 83. Dep/SMF
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala

Sukardja IDG. Dasar-dasar kemoterapi kanker. Dalam : Sukardja IDG. Onkologi


klinik. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press; 2008. hal. 239-55.

Utama H, Herqutanto. Kemoterapi tumor ganas. Dalam : Utama H, Herqutanto.


Onkologi klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008. hal. 38-54.

Weinberg RA. 2007. The Biology of Cancer. New York: Garland Science. Kufe
KA, Donald WP, Raphael E, Weichselbaum, Ralph R, Bast RC, Gansler,
Ted SH, James F. 2003 . Holland-Frei Cancer medicine - What Makes
a Cancer Cell a Cancer Cell?. 6 Edition. London: Hamilton on BC Decker
Inc.

26

Anda mungkin juga menyukai