JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi Radiasi ................................................................................................ 3
2.1.1 Definisi terapi radiasi ................................................................................. 3
2.1.2 Tujuan terapi radiasi ................................................................................... 3
2.1.3 Jenis terapi radiasi ...................................................................................... 4
2.1.4 Cara kerja terapi radiasi ............................................................................. 6
2.1.5 Jenis kanker dan terapi radiasi yang digunakan ......................................... 7
2.1.6 Kebutuhan diet khusus ............................................................................... 7
2.2 Kemoterapi ..................................................................................................... 7
2.2.1 Definisi kemoterapi .................................................................................... 8
2.2.2 Obat-obatan sitostatiska ............................................................................. 8
2.2.3 Tujuan kemoterapi ..................................................................................... 9
2.2.4 Pemberian kemoterapi ................................................................................ 9
2.2.5 Cara pemberian kemoterapi ..................................................................... 10
2.2.6 Klasifikasi sitostatiska .............................................................................. 11
2.2.7 Efek samping kemoterapi ......................................................................... 12
2.2.8 Persiapan pasien ....................................................................................... 14
2.3 Terapi Bedah ................................................................................................ 15
2.3.1 Definisi pembedahan ................................................................................ 15
2.3.2 Pembedahan untuk kanker ....................................................................... 15
2.3.3 Persiapan bedah kanker ............................................................................ 17
2.3.4 Diagnosis dan stadium kanker ................................................................. 18
1
2.4 Terapi Gen .................................................................................................... 19
2.4.1 Definisi terapi gen .................................................................................... 19
2.4.2 Mekanisme kerja terapi gen ..................................................................... 19
2.4.3 Virus sebagai vektor dalam terapi gen ..................................................... 21
2.4.4 Terapi gen untuk kanker ........................................................................... 22
BAB 3 PENUTUP
3.1 Simpulan ........................................................................................................ 24
3.2 Saran ............................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana manajemen keperawatan onkologi untuk program radiasi,
kemoterapi, pembedahan dan terapi gen?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan manajemen keperawatan onkologi untuk program radiasi,
kemoterapi, pembedahan dan terapi gen.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Menjelaskan pengertian, tujuan, cara kerja/cara pemberian, efek
samping dan persiapan pasien dengan terapi pengobatan radiasi.
2) Menjelaskan pengertian, tujuan, cara kerja/cara pemberian, efek
samping dan persiapan pasien dengan terapi pengobatan kemoterapi.
3) Menjelaskan pengertian, tujuan, cara kerja/cara pemberian, efek
samping dan persiapan pasien dengan terapi pengobatan pembedahan.
4) Menjelaskan pengertian, tujuan, cara kerja/cara pemberian, efek
samping dan persiapan pasien dengan pengobatan terapi gen.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.3 Jenis terapi radiasi
Ada dua jenis utama terapi radiasi, sinar eksternal dan internal. Jenis
terapi radiasi yang mungkin anda miliki tergantung pada banyak faktor,
termasuk : jenis kankernya, ukuran tumor, lokasi tumor di dalam tubuh,
seberapa dekat tumor dengan jaringan normal yang sensitif terhadap
radiasi, kesehatan umum dan riwayat medis anda, apakah anda akan
memiliki jenis perawatan kanker lainnya, faktor-faktor lain, seperti usia
dan kondisi medis lainnya.
1) Terapi Radiasi Sinar Eksternal
4
seperti urin, keringat, dan air liur, akan mengeluarkan radiasi untuk
sementara waktu.
Contoh Terapi Radiasi :
(1) Intensity-Modulated Radiation Therapy (IMRT)
5
mengaplikasikan sinaran terfokus dari berbagai arah. Sinar-sinar
tersebut kemudian menyatu pada lokasi tumor, dan mengantarkan
dosis radiasi yang kuat, dan pada saat yang bersamaan jaringan
tubuh disekitarnya hanya terpapar oleh radiasi tingkat rendah.
(7) Brachytherapy and Implants
6
intraoperatif. Dengan teknik ini, dokter dapat lebih mudah melindungi
jaringan normal di sekitarnya dari radiasi.
3) Setelah operasi untuk membunuh sel kanker yang tersisa.
2.1.5 Jenis kanker dan terapi radiasi yang digunakan
Terapi radiasi sinar eksternal digunakan untuk mengobati berbagai
jenis kanker. Brachytherapy paling sering digunakan untuk mengobati
kanker kepala dan leher, payudara, leher rahim, prostat, dan mata. Terapi
radiasi sistemik yang disebut radioaktif yodium , atau I-131, paling sering
digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker tiroid. Jenis lain dari
terapi radiasi sistemik, yang disebut terapi radionuklida bertarget,
digunakan untuk mengobati beberapa pasien yang menderita kanker
prostat lanjut atau tumor neuroendokrin gastroenteropankreatik (GEP-
NET). Jenis perawatan ini juga dapat disebut sebagai radioterapi
molekuler.
2.2 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan zat atau obat yang
berguna untuk membunuh sel kanker. Obat yang diberikan disebut sitostatika
yang berarti penghambat proliferasi sel. Obat ini dapat diberikan secara
sistemik maupun regional (Sukardja, 2008). Kemoterapi dapat diberikan
sebagai obat tunggal maupun kombinasi beberapa obat, baik secara intravena
atau per oral. Kemoterapi bertujuan untuk menghambat proliferasi dan
menghancurkan sel kanker melalui berbagai macam mekanisme aksi (DeVita,
7
1997).
8
6) Hormonal : Tamoksifen, Toremifen, Medroksi-progesteron,
Megestrol, Flutamid, Aminoglutotimid, Lentaron, Letrozol,
Anastrozol, Eksemestran, Goserelin, Lupron.
7) Target molecular : Gleevac, Mabthera, Herceptin, Iressa, Erbitux,
Tarceva, Avastin.
2.2.3 Tujuan kemoterapi
Penggunaan sitostatika untuk kemoterapi bertujuan untuk mengurangi
gejala kanker dan meningkatkan kualitas hidup dengan tingkat survival
yang lebih lama. Tujuan pemberian kemoterapi dibagi menjadi tiga, yaitu
penyembuhan, kontrol, dan paliatif (Forastiere, 2005).
1) Penyembuhan
Pemberian kemoterapi ini bertujuan untuk menyembuhkan kanker.
Pengobatan kemoterapi dengan tujuan ini biasanya jarang tercapai
dikarenakan pasien membutuhkan waktu lama bagi pasien agar
sembuh dari penyakit kanker.
2) Kontrol
Tujuan pemberian kemoterapi ini yaitu untuk mengontrol kanker.
Kemoterapi yang diberikan memperkecil ukuran sel tumor dan atau
menghambat proliferasi dan metastasis sel kanker.
3) Paliatif
Pemberian kemoterapi ini bertujuan untuk mengurangi gejala klinis
yang ditimbulkan oleh kanker. Kemoterapi dengan tujuan ini
digunakan bukan untuk mengobati penyakit kanker itu sendiri, tetapi
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
9
tiga kategori, yaitu kemoterapi adjuvan, kemo terapi neoadjuvan, dan
kemoterapi concurrent.
1) Kemoterapi adjuvan yaitu pemberian kemoterapi diberikan setelah
pasien dilakukan terapi definitif berupa radioterapi atau operatif.
Tujuannya untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan
meningkatkan kontrol lokal. Indikasi kemoterapi adjuvan yaitu bila
setelah mendapat terapi definitif maksimal ternyata kanker masih ada
yang dibuktikan dengan biopsi dan pada tumor dengan derajat
keganasan tinggi (Kentjono, 2011)
2) Kemoterapi neoadjuvan diberikan sebelum dilakukan terapi definitif.
Tujuan pemberian kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan massa
tumor sehingga menjadi lebih sensitif terhadap terapi definitif.
Kemoterapi neoadjuvan banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker
kepala dan leher. Pemberian kemoterapi neoadjuvan bertujuan untuk
mengurangi massa tumor. Terapi operatif dan radioterapi akan
memberi hasil yang lebih baik jika ukuran tumor lebih kecil.
3) Kemoterapi concurent yaitu apabila kemoterapi diberikan bersamaan
dengan terapi definitif. Dosis kemoterapi yang diberikan biasanya
lebih rendah dan berperan sebagai radiosensitizer (Kentjono, 2011).
10
Pemberian secara intravena dapat dengan bolus perlahan-lahan atau
diberikan secara infuse (drip). Cara ini merupakan cara pemberian
kemoterapi yang paling umum dan banyak digunakan.
4) Pemberian secara intra-arteri
Pemberian intra-arteri jarang dilakukan karena membutuhkan
sarana yang cukup banyak antara lain alat radiologi diagnostic, mesin,
atau alat filter, serta memerlukan keterampilan tersendiri.
2.2.6 Klasifikasi sitostatika
Pembagian sitostatika berdasarkan mekanisme kerja dan berdasarkan
target siklus sel.
1) Berdasarkan mekanisme kerja
(1) Antimetabolit
Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai
contoh metotrexate (MTX) menghambat pembentukan folat
tereduksi yang dibutuhkan untuk sintesis timidin.
(2) Agen alkilator
Obat ini bekerja dengan cara mengganggu struktur atau fungsi
molekul DNA. Contoh obat ini yaitu siklosfosfamid yang dapat
merubah struktur DNA sehingga menghambat replikasi sel.
Antibiotika seperti daktinomisin dan doksorubisin dapat mengikat
nukleotida molekul DNA sehingga menghambat produksi
messenger ribonucleoacid (mRNA).
(3) Inhibitor mitosis
Obat tersebut menghambat mitosis sel dengan merusak filamen
mikro pada kumparan mitosis. Salah satu jenis yaitu alkaloid vinka
contohnya vinkristin dan vinblastin (Ratain, 1997 dan Brockstein
B, 2003).
2) Berdasarkan target siklus sel
(1) Phase-specific drug
Sitostatika ini efektif pada fase tertentu dari siklus sel. Obat
yang bekerja pada fase synthesis (S) contohnya golongan
antimetabolit yaitu sitarabin, fluourasil, gemsitabin, metotrexate,
11
tioguanin, dan fludarabin yang mengganggu sintesis DNA dan
golongan topoisomerase I yaitu topotecan yang menganggu fungsi
DNA. Obat yang bekerja pada fase growth-2 (G2) adalah golongan
antibiotik seperti bleomisin, inhibitor topoisomerase II yaitu
etoposid serta stabilator/polimerisator mikrotubulus yaitu
paclitaxel. Obat yang bekerja pada fase mitosis (M) dengan cara
menganggu regregasi kromoson adalah golongan alkaloid vinka
yaitu vinblastin, vinkristin, vindesin dan vinorebin.
(2) Cell cycle-specific drug
Sitostatika ini efektif pada sel yang berada pada siklus sel,
namun tidak tergantung pada fasenya. Obat yang tidak tergantung
fase sel adalah sebagian besar termasuk golongan alkilator seperti
klorambusil, siklosfosfamid, melfalan, busulfan, dakarbin dan
idarubisin.
(3) Cell cycle-non spesific drug
Sitostatika tersebut efektif baik saat sel berada pada siklus
sel ataupun istirahat. Contoh obat tersebut yaitu golongan nitrogen
mustard seperti mekloretamin dan golongan nitrosurea yaitu
karmustin dan lomustin (Kentjono, 2011).
12
terjadinya penurunan jumlah sel darah. Ini dapat menyebabkan
berbagai gangguan seperti risiko infeksi, anemia, dan rentan
pendarahan. Efek sitostatika pada pertumbuhan rambut yaitu
menyebabkan alopecia. Gangguan sistem pencernaan yaitu adanya
keluhan mulut kering dan terasa pahit, perubahan nafsu makan, mual
muntah, diare, dan konstipasi. Beberapa sitostatika dapat menimbulkan
efek pada kulit seperti kemerahan, gatal, mengelupas, kering, dan
jerawat. Preparat capecitabine dan doksorubisin dapat menyebabkan
iritasi pada telapak tangan dan kaki yang disebut dengan hand-foot
syndrome (Ratain, 1997).
Efek sitostatika pada siklus menstruasi dan fertilitas yaitu
perubahan siklus menstruasi, menopause dini dan infertilitas. Preparat
paclitaxel dapat menyebabkan gangguan sistem saraf, dengan gejala
seperti rasa nyeri, rasa terbakar dan sensitif terhadap dingin atau panas.
Doksorubisin dapat menyebabkan gangguan jantung terutama pada
pemberian dosis tinggi dan durasi panjang. Efek samping sitostatika
lain yaitu peningkatan risiko leukemia, gangguan memori dan
konsentrasi, reaksi alergi, gangguan penglihatan dan pendengaran,
kerusakan jaringan, serta gangguan ginjal dan liver (Utama H, 2008).
2) Efek Samping Psikologi
Wijayanti (2007) menyebutkan beberapa dampak psikologis pasien
kanker diantaranya sebagai berikut:
(1) Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan pada penderita kanker bisa terjadi karena
proses kognitif pada penderita yang berupa pikiran bahwa
usahanya selama ini untuk memperpanjang hidupnya atau
mendapatkan kesembuhan, ternyata menimbulkan efek samping
yang tidak diinginkan (perasaan mual, rambut rontok, diare kronis,
kulit menghitam, pusing, dan kehilangan energi). Efek samping
yang tidak diinginkan ini dapat muncul berupa proses emosi
dimana penderita tersebut merasa bahwa mereka hanya dijadikan
sebagai objek uji coba dokter. Ketidakberdayaan dapat
13
meyebabkan penderita kanker mengalami dampak psikologis lain
yaitu depresi (Wijayanti, 2007).
(2) Kecemasan
Dampak kecemasan yang muncul pada penderita kanker
adalah berupa rasa takut bahwa usianya akan singkat (berkaitan
dengan inner conflict). Kecemasan dapat pula muncul sebagai
reaksi terhadap diagnosis penyakit parah yang dideritanya. Sebagai
seseorang yang awalnya merasa dirinya sehat, tiba-tiba diberitahu
bahwa dirinya mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
tentu saja muncul penolakan yang berupa ketidakpercayaan
terhadap diagnosa. Penolakan yang penuh kecemasan ini terjadi
karena mungkin ia memiliki banyak rencana akan masa depan, ada
harapan pada kemajuan kesehatannya, dan itu seolah terhempas.
(3) Rasa malu
Perasaan malu pada penderita kanker muncul karena ada perasaan
dimana ia memiliki mutu kesehatan yang rendah dan kerusakan
dalam organ.
(4) Depresi
Salah satu akibat dari kecemasan yang berupa usianya akan
singkat, menjadikan perasaan putus asa dalam diri penderita
kanker. Ketidakberdayaan yang menjadi dampak psikologis
memicu timbulnya perasaan depresi. Penderita kanker umumnya
mengalami depresi dan hal ini tampak nyata terutama disebabkan
karena rasa nyeri yang tidak teratasi dengan gejala sebagai berikut :
Penurunan gairah hidup, perasaan menarik diri, ketidak
kemampuan, dan gangguan harga diri.
14
2) Pemeriksaan fungsi hepar, fungsi ginjal, dan EKG.
3) Keadaan umum pasien harus baik.
4) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
5) Konseling, informasi yang harus diketahui pasien diantaranya : tujuan
kemoterapi, ekspektasi respon, jadwal kemoterapi, cara pemberian
obat kemoterapi, efek Samping yang mungkin timbul baik langsung
setelah diberikan kemoterapi maupun beberapa hari setelahnya.
2.3 Terapi Bedah
2.3.1 Definisi pembedahan
Pembedahan adalah prosedur medis untuk memeriksa, mengangkat atau
memperbaiki jaringan. Pembedahan dapat digunakan dengan cara-cara
berikut sebagai bagian dari rencana perawatan kanker (Canadian Cancer
Society, 2017) :
1) Operasi untuk kanker
2) Mencegah kanker
3) Diagnosis dan stadium kanker
4) Meringankan gejala
5) Menurunkan kemungkinan terulangnya
6) Memperbaiki jaringan yang rusak
7) Mendukung perawatan lain (kombinasi pembedahan dengan terapi
lain)
8) Mendukung fungsi tubuh
9) Pembedahan dengan terapi lain
15
tubuh. Tumor baru ini disebut metastasis, atau tumor sekunder.
Selama operasi untuk menghilangkan kanker, ahli bedah juga akan
menghapus sejumlah kecil jaringan normal di sekitar kanker (disebut
margin bedah). Ini dilakukan untuk memastikan tidak ada sel kanker yang
tertinggal. Jika sel-sel kanker tidak dapat sepenuhnya dihapus, mereka
dapat menyebabkan kanker kembali. Jumlah jaringan normal yang
diangkat tergantung pada jenis dan lokasi tumor. Ahli bedah menggunakan
penglihatan normal dan alat bantu visual seperti mikroskop untuk
memastikan semua jaringan yang terkena kanker bersama dengan margin
keselamatan dihapus. Selain itu, tergantung pada jenis kankernya, dokter
bedah juga dapat mengangkat kelenjar getah bening yang dekat dengan
tumor. Pembedahan untuk mengangkat kelenjar getah bening disebut
dengan diseksi kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening dikirim ke
laboratorium untuk diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat apakah
mereka memiliki sel kanker di dalamnya. Jika kelenjar getah bening tidak
diangkat dan mengandung sel kanker, sel-sel ini dapat membentuk tumor
baru atau menyebar ke bagian lain dari tubuh. Terkadang tidak mungkin
untuk menghilangkan semua kanker karena : tumornya terlalu besar dan
lokasi kanker membuatnya sulit untuk dihilangkan tanpa merusak organ di
sekitarnya atau kanker terlalu kecil untuk dilihat oleh ahli bedah atau tes
kesehatan umum seseorang sehingga membuat operasi terlalu berisiko.
Dalam beberapa kasus ketika semua tumor tidak dapat diangkat,
operasi masih dilakukan untuk mengangkat sebanyak mungkin jaringan
kanker (disebut debulking). Pembedahan untuk mengurangi jumlah sel
kanker dalam tubuh disebut pembedahan cytoreductive. Pembedahan
cytoreductive dapat membuat kemoterapi dan terapi radiasi lebih efektif.
Ahli bedah mencoba untuk menghindari memotong atau melintasi tumor
ketika mereka melakukan operasi untuk mengangkat tumor atau
metastasis. Ini menurunkan kemungkinan sel-sel kanker akan tersebar dan
menyebar ke struktur lain. Selama biopsi, ahli bedah juga menandai jalur
dimana biopsi dilakukan. Kemudian mereka menghapus jalur biopsi
selama operasi untuk menghilangkan kanker. Menghapus jejak biopsi
16
menurunkan kemungkinan sel-sel kanker tertinggal. Ahli bedah akan
mencoba meminimalkan kerusakan yang mungkin terjadi selama operasi
untuk mengangkat kanker. Mereka akan mencoba membatasi berapa
banyak jaringan yang mereka ambil, atau sejauh mana operasi, jika
memungkinkan. Sebagai contoh, mereka dapat menggunakan biopsi untuk
menemukan kelenjar getah bening sentinel, yang merupakan kelenjar
getah bening pertama yang kemungkinan menyebar kanker dari situs asli
atau primer. Tidak menemukan sel kanker di kelenjar getah bening
sentinel berarti ahli bedah dapat menghindari membuang semua kelenjar
getah bening di daerah tertentu. Jika memungkinkan, ahli bedah akan
menggunakan pendekatan yang kurang invasif yang dapat dilakukan
melalui sayatan yang lebih kecil, seperti bedah laparoskopi. Mereka juga
akan mencoba untuk mengurangi atau mencegah efek samping atau
komplikasi dari pembedahan dengan hati-hati memperbaiki jaringan yang
rusak selama pembedahan. Ini termasuk menyegel pembuluh darah dan
menghindari cedera pada organ di dekatnya.
17
3) Persiapan medikamentosa
Persiapan medikamentosa berupa penggunaan anestesi selama
intraoperatif. Dokter bedah membutuhkan hasil konsultasi dengan
dokter anestesi ini untuk menentukan jenis dan dosis anestesi yang
akan dilakukan nanti saat operasi.
4) Mendapatkan dukungan dari orang terdekat
Tidak jarang seorang pasien pun membutuhkan dukungan dari
orang-orang terdekatnya dalam bertanding. Dukungan ini dapat
diberikan dengan doa dan waktu menemani anda saat sebelum melalui
proses operasi. Jadi dukungan dari orang terdekat ini akan membuat
anda lebih semangat dan kuat menghadapi pengobatan.
5) Informed consent
Informasi yang harus diberikan kepada pasien diantaranya adalah :
tujuan pembedahan, prosedur pembedahan, komplikasi umum yang
mungkin terjadi terkait tindakan anestesi yang akan dilakukan,
pengalaman dan perasaan yang mungkin dialami selama masa
perioperatif, risiko yang mungkin didapat selama perioperatif, serta
pasien harus diberikan kesempatan bertanya mengenai hal-hal yang
masih kurang dipahami sebelum memberi informed consent. Dalam
memberikan informed consent sendiri, pasien harus memiliki
kapabilitas dalam memberi persetujuan, dan telah mendapatkan
informasi yang cukup sehingga mampu memberi persetujuan dan
persetujuan yang diberikan harus bersifat sukarela.
6) Persiapan khusus
Persiapan khusus berupa donor dan transfusi darah
dipertimbangkan dengan melihat risiko perdarahan dari segi
pembedahan dan hasil evaluasi preoperatif. Pertimbangan yang
dimaksud dari segi stadium kanker, ukuran tumor, usia pasien, kondisi
pasien sebelum operasi, penyakit bawaan pasien, dan hasil
pemeriksaan laboratorium; konsentrasi hemoglobin preoperatif.
18
Pembedahan untuk diagnosis dilakukan untuk mengetahui stadium
kanker atau menggambarkan jumlah kanker dalam tubuh. Misalnya,
pembedahan dapat digunakan untuk mengumpulkan sampel jaringan dari
tubuh untuk diperiksa di bawah mikroskop (disebut biopsi) untuk melihat
apakah ada sel kanker. Selain itu, ketika tumor diangkat dengan operasi,
jaringan tumor tersebut juga dapat diperiksa untuk stadium kanker dan
membantu mengembangkan rencana perawatan. Dari hasil biopsi akan
ditemukan :
1) Jenis kanker yang tepat
2) Tingkat / stadium/ grade kanker
3) Apakah sel-sel kanker yang terlihat di bagian tertentu dari jaringan
yang diangkat juga ada di tepi-tepi jaringan (disebut margin bedah
positif)
4) Apakah kelenjar getah bening di dekat tumor juga terdapat kanker di
dalamnya.
19
2.4.2 Mekanisme kerja terapi gen
1) Terapi gen secara ex vivo dan in vivo.
Transfer gen merupakan langkah penting dalam proses terapi gen.
Gen yang akan digunakan mula-mula diisolasi dan kemudian di
transformasikan ke sel target dengan cara di kloning.
20
3) Gene Transfer Agents (Agen Pembawa Gen)
Tanggal 24 Juni 2010, Eureka network mempublikasikan
penemuan senyawa organik baru yang dapat menjadi agen pembawa gen
dalam proses terapi untuk penyembuhan penyakit genetik. Proyek
penelitian yang dinamakan EUREKA project E! 3371 Gene Transfer
Agents telah berhasil mengembangkan senyawa turunan dari kation
amfifilik 1,4-dihidropiridin atau 1,4-DHP (cationic amphiphilic 1,4-
dihydropyridine) untuk menjadi pengantar gen normal ke dalam inti sel
dan mengganti gen sebelumnya yang rusak (Anonim. 2010).
Kelebihan derivat 1,4-DHP sebagai pembawa gen ini adalah
kesiapan untuk diproduksi dalam skala besar, lebih efektif dibanding
senyawa organik lain, dan karena bukan virus maka resistensi kekebalan
tubuh penerimanya dapat dihindari. Saat ini agen pembawa yang
dianggap paling efektif dalam terapi gen adalah virus yang telah
dilemahkan.
21
Gambar 2. Penyuntikan terapi vektor virus
2.4.5 Terapi Gen untuk kanker
Pengobatan dengan terapi gen telah berkembang dengan pesat sejak
clinical trial terapi ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990. Terapi
gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang bertanggung
jawab terhadap suatu penyakit. Selama ini pendekatan terapi gen yang
berkembang adalah menambahkan gen-gen normal ke dalam sel yang
mengalami ketidaknormalan.
Pendekatan lain adalah melenyapkan gen abnormal dengan gen
normal dengan melakukan ekombinasi homolog. Pendekatan ketiga adalah
mereparasi gen abnormal dengan cara mutasi balik selsektif, sedemikian
rupa sehingga akan mengembalikan fungsi normal gen tersebut. Selain
pendekatan-pendekatan tersebut ada pendekatan lain untuk terapi gen
tersebut, yaitu mengendalikan regulasi ekspresi gen abnormal tersebut.
Sejak kanker diketahi sebagai suatu penyakit genetik yang
disebabkan oleh mutasi atau perubahan – perubahan lain pada gen.
penggunaan teknik DNA rekombinan semakin sering digunakan dalam
menghambat perkembangan penyakit tersebut. Salah satu metode yang
sering diandalkan adalah pendekatan terapi gen.Sejak diketahui bahwa
kanker merupakan penyakit akibat mutasi gen, para ahli mulai berfikir
bahwa terapi gen tentu efektif untuk mengobatinya.Apalagi kanker jauh
lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan penyakit keturunan akibat
kelainan genetis yang selama ini diobati dengan terapi gen.
22
Gambar 3. Terapi gen secara in vivo
Terapi gen yang dilakukan adalah yang menggunakan pendekatan ex
vivo (di luar organisme hidup), di mana sel dipindahkan dari tubuh,
dimanipulasi, dan selanjutnya dikembalikan ke tubuh, tetapi pendekatan ex
vivo tidak dapat digunakan pada sel tumor karena sel tumor tidak dapat
dipindahkan secara total dari tubuh.Walau demikian, suatu pendekatan in
vivo (di dalam organisme hidup) yang menjanjikan telah berhasil dilakukan
dalam mengatasi sel tumor, yaitu menggunakan gen virus herpes simplex-
timidin kinase (HSV-tk) sebagai “gen pembunuh”.
Terapi gen pada prinsipnya adalah menyisipkan materi genetik ke
dalam sel kanker di tubuh untuk mengganti atau memperbaiki gen yang
rusak/tidak normal karena kanker dalam rangka pengobatan penyakit.
Materi genetik atau gen yang berupa kumpulan asam amino disintesa di
laboratorium. Untuk memasukkan gen ke tubuh digunakan pelbagai bahan
pembawa yaiyu virus(vektor). Bahan itu antara lain protein yang sesuai
dengan sel organ yang dituju. Materi genetik ditempelkan ke protein
kemudian dimasukkan tubuh lewat mulut, injeksi maupun inhalasi (dihirup).
Dalam tubuh protein akan menempel ke reseptor sel organ sehingga DNA
bisa masuk ke dalam sel kanker. Sebagaimana untuk imunisasi, kemampuan
bereplikasi virus dihilangkan untuk mencegah infeksi.
23
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Modalitas pengobatan kanker terdiri dari berbagai macam jenis.
Contohnya yaitu radioaktif, kemoterapi, pembedahan dan terapi gen. Masing-
masing program pengobatan dilakukan sesuai indikasi yang ada pada pasien,
misalnya untuk grade atau stadium kanker yang awal lebih efektif apabila
menggunakan terapi pembedahan. Selain itu, beberapa program juga bisa
dikombinasikan, misalnya terapi pembedahan dan kemoterapi. Kemudian,
secara garis besar berkaitan dengan program pengobatan kanker, yang tidak
kalah penting untuk dilakukan adalah informed consent kepada pasien.
Sehingga pasien paham, kekurangan, kelebihan, efek samping, komplikasi dan
lain sebagainya dari program yang mereka pilih. Dengan pemahaman tentang
program ini, diharapkan dapat membantu prooses penyembuhan pasien.
3.2 Saran
Proses pengobatan kanker, cenderung lama dan membutuhkan biaya yang
tidak sedikit. Sehingga dukungan dari orang terdekat selama proses
pengobatan sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis dan motivasi
pasien untuk sembuh.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anand P et al. 2008. Cancer is a preventable disease that requires major lifestyle
changes. Pharm Res 25(9):2097–116.
25
Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga –
Rumah Sakit Daerah dr Soetomo Surabaya; 2011. hal. 1-33.
Ratain MJ. Pharmacology of cancer chemotherapy. In : DeVita VT, Hellman,
Rosenberg RA, eds. Cancer: principles and practice oncology. 5th ed.
Philadephia: Lippincott-Raven Publisher. 1997. p. 375-84.
Shinta, Nindya., Bakti Surarso. 2016. Terapi Mual Muntah Pasca Kemoterapi.
Jurnal THT - KL Vol.9, No.2, Mei - Agustus 2016, hlm. 74 – 83. Dep/SMF
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Weinberg RA. 2007. The Biology of Cancer. New York: Garland Science. Kufe
KA, Donald WP, Raphael E, Weichselbaum, Ralph R, Bast RC, Gansler,
Ted SH, James F. 2003 . Holland-Frei Cancer medicine - What Makes
a Cancer Cell a Cancer Cell?. 6 Edition. London: Hamilton on BC Decker
Inc.
26