Terkait dengan euthanasia yang Anda tanyakan, kami sarikan penjelasan dari Majalah Hukum Forum Akademika,
Volume 16 No. 2 Oktober 2007 dalam esei dari Haryadi, S.H., M.H., Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Jambi, yang berjudul Euthanasia Dalam Perspektif Hukum Pidana yang kami unduh dari laman
resmi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) http://isjd.pdii.lipi.go.id. Disebutkan bahwa euthanasia berasal
dari kata Yunani euthanatos, mati dengan baik tanpa penderitaan. Belanda salah satu negara di Eropa yang maju
dalam pengetahuan hukum kedokteran mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh
Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), yang menyatakan euthanasia adalah dengan sengaja
tidak melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien sendiri (M. Yusup & Amri Amir, 1999:105).
Jadi, tindakan dokter yang Sebagaimana dikutip Haryadi, menurut Kartono Muhammad, euthanasia dapat
dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:
1. Euthanasia pasif, mempercepat kematian dengan cara menolak memberikan/mengambil tindakan pertolongan
biasa, atau menghentikan pertolongan biasa yang sedang berlangsung.
2. Euthanasia aktif, mengambil tindakan secara aktif, baik langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan
kematian.
3. Euthanasia sukarela, mempercepat kematian atas persetujuan atau permintaan pasien.
4. Euthanasia tidak sukarela, mempercepat kematian tanpa permintaan atau persetujuan pasien, sering disebut juga
sebagai merey killing.
5. Euthanasia nonvolountary, mempercepat kematian sesuai dengan keinginan pasien yang disampaikan oleh atau
melalui pihak ketiga, atau atas keputusan pemerintah (Kartono Muhammad, 1992:19).
sudah lepas tangan terhadap pasien yang gawat dengan menyuruhnya pulang atau tetap di Rumah Sakit tanpa
dilakukan tindakan medis lebih lanjut dapat dikategorikan sebagai euthanasia pasif sesuai dengan pembagian di
atas. Namun, Anda tidak menyebutkan apakah ada persetujuan pihak keluarga maupun pasien dalam hal ini.
Jika dikaitkan kembali dengan hak asasi manusia, euthanasia tentu melanggar hak asasi manusia yaitu hak untuk
hidup. Dalam salah satu artikel hukumonline Meski Tidak Secara Tegas Diatur, Euthanasia Tetap Melanggar
KUHP, pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran Komariah Emong berpendapat, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”) mengatur tentang larangan melakukan euthanasia. yakni dalam Pasal 344 KUHP
yang bunyinya:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa yang diatur dalam KUHP adalah euthanasia aktif dan sukarela. Sehingga,
menurut Haryadi, dalam praktiknya di Indonesia, Pasal 344 KUHP ini sulit diterapkan untuk menyaring perbuatan
euthanasia sebagai tindak pidana, sebab euthanasia yang sering terjadi di negara ini adalah yang pasif, sedangkan
pengaturan yang ada melarang euthanasia aktif dan sukarela.
Pada sisi lain, Komariah berpendapat, walaupun KUHP tidak secara tegas menyebutkan kata euthanasia, namun,
berdasarkan ketentuan Pasal 344 KUHP seharusnya dokter menolak melakukan tindakan untuk menghilangkan
nyawa, sekalipun keluarga pasien menghendaki. Menurutnya, secara hukum, norma sosial, agama dan etika
dokter, euthanasia tidak diperbolehkan.
Sebab, penetapan pengadilan tersebut akan digunakan agar keluarga atau pihak yang memohon tidak bisa dipidana.
Begitu pula dengan peranan dokter, sehingga dokter tidak bisa disebut malpraktik. Selain penetapan pengadilan,
keterangan dari kejaksaan juga harus diminta agar di kemudian hari negara tidak menuntut
masalah euthanasia tersebut. Terlepas dari masalah di atas, menurutnya hidup mati seseorang hanya dapat
ditentukan oleh Tuhan.
Di Indonesia, upaya pengajuan permohonan euthanasia ini pernah terjadi di penghujung 2004, suami Ny. Again
mengajukan permohonan euthanasia ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengakhiri penderitaan istrinya,
namun permohonan itu ditolak oleh pengadilan. Menurut pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji, tindakan
euthanasia harus memenuhi persyaratan medis dan bukan karena alasan sosial ekonomi. Menurutnya, sifat limitatif
ini untuk mencegah agar nantinya pengajuan euthanasia tidak sewenang-wenang. Lebih jauh simak artikel
Euthanasia Dimungkinkan Dengan Syarat Limitatif dan Permohonan Euthanasia Menimbulkan Pro dan
Kontra.
Jadi, euthanasia memang dilarang di Indonesia, terutama untuk euthanasia aktif dapat dipidana paling lama 12 (dua
belas) tahun penjara. Akan tetapi, dalam praktiknya tidak mudah menjerat pelaku euthanasia pasif yang banyak
terjadi.