Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335714199

UJI SPERMATOZOA PADA TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus)

Article · September 2019

CITATIONS READS

0 268

1 author:

Muhammad A'tourrohman
Walisongo State Islamic University
9 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

analisis enzim pencernaan View project

All content following this page was uploaded by Muhammad A'tourrohman on 10 September 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Praktikum Fisiologi Hewan (2019)

REPRODUKSI HEWAN JANTAN

TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus)

Muhammad A’tourrohman*

Laboratorium Biokimia
Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo
*Corresponding Author: athoqsara11@gmail.com

Abstrak. Sistem reproduksi hewan jantan vertebrata pada umumnya berupa sepasang testis,
dengan saluran spermatozoa yang terdiri dari epididimis, vas deferens, urethra, dan alat
kopulasi. Untuk melihat kondisi spermatozoa tikus, digunakan testis, epididimis dan vas
deferens nya. Untuk melihat morfologi dan mobilitas spermatozoa, diambil 1 ml larutan stok,
lalu diteteskan pada kaca obyek. Ditambahkan 1 tetes zat pewarna (Eosin), lalu ditutup
dengan gelas penutup. Lalu diamati menggunakan mikroskop. Spermatozoa pada tikus lebih
panjang dibandingkan dengan spesies mamalia lainnya, termasuk manusia dan hewan lainnya
dan biasanya panjangnya sekitar 150-2000 mm. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail
pancing. Beberapa spermatozoa teramati masih hidup dan beberapa teramati sudah mati.
Kata Kunci: Testis, Spermatozoa, Epididimis, Vas Defferens
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem reproduksi hewan jantan vertebrata pada umumnya berupa sepasang testis,
dengan saluran spermatozoa yang terdiri dari epididimis, vas deferens, urethra, dan alat
kopulasi serta dilengkapi dengan kelenjar tambahan yang menghasilkan substansi untuk
kehidupan spermatozoa.[1]
Testis merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat sintesis
hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat berlangsungnya proses spermatogenesis.
Kedua fungsi testis ini menempati lokasi terpisah di dalam testis. Biosintesis androgen
berlangsung dalam sel Leydig di dalam jaringan interlobular, sedangkan proses
spermatogenesis 7 berlangsung dalam epitel tubulus seminiferous.[8]
Testis banyak mengandung tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus tersebut terdiri
atas deretan sel epitel yang akan mengadakan pembelahan mitosis dan meiosis sehingga
menjadi sperma. Sel-sel yang terdapat di antara tubulus seminiferus disebut inerstisial
(Leydig). Sel ini menghasilkan hormon seks pria yang disebut testosterone.[8]
Testis melaksanakan dua fungsinya yaitu menghasilkan sperma dan mengeluarkan
testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari tubulus seminiferosa yang didalamnya

1
Praktikum Fisiologi Hewan (2019)

berlangsung proses spermatogenensis. Sel Leydig atau sel interstitium yang terletak di
jaringan ikat antara tubulustubulus seminiferus inilah yang mengeluarkan testosterone.[6]
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas
posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk-lekuk secara tidak
teratur yang disebut duktus epididimis.Duktus epididimis memiliki panjang sekitar 600 cm.
Duktus ini berawal pada puncak testis yang merupakan kepala epididimis. Setelah melewati
jalan yang berliku-liku, duktus ini berakhir pada ekor epididimis yang kemudian menjadi vas
deferens. Epididimis terletak pada 9 bagian dorsal testis, merupakan suatu struktur
memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri dari kaput, korpus,
dan kauda epididimis.[8]
Epitel epididimis memiliki dua fungsi. Pertama, menskresikan plasma epididimis
yang bersifat kompleks tempat sperma tersuspensi dan mengalami pematangan. Kedua,
mengabsorbsi kembali cairan testikuler yang mengangkut sperma dari tubulus seminiferus
dan sperma yang sudah rusak.[7]
Spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies mamalia lainnya,
termasuk manusia dan hewan lainnya dan biasanya panjangnya sekitar 150-2000 mm. Kepala
sperma pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti hewan pengerat lainnya.[6]
Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghitung jumlah spermatozoa, mengamati
morfologi spermatozoa, menghitung persentase spermatozoa yang hidup dan yang mati serta
menentukan sperma spermatozoa.

METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan tentang Analisis enzim pencernaan ini dilaksanakan pada
hari senin, 25 Mei 2019, pukul 10.20-12.00 WIB bertempat di Laboratorium Biokimia.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum Reproduksi Tikus Jantan adalah gunting, papan
bedah, jarum, kaca objek, gelas benda, mikroskop, kertas pH. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah testis dan epididimis tikus jantan, NaCL fisiologis dan eosin.

2
Praktikum Fisiologi Hewan (2019)

Cara Kerja
Membuat larutan stok
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan untuk praktikum reproduksi tikus jantan. Seekor tikus
jantan dibius menggunakan kloroform lalu dibedah dan diambil testis dan epididimisnya.
Setelah itu dicacah kecil-kecil dan ditambahkan NaCl fisiologis. Suspens yang terbentuk
digunakan sebagai larutan stock.
Melihat morfologi sperma
Diambil 1 ml larutan stok, lalu diteteskan pada kaca obyek. Ditambahkan 1 tetes zat pewarna
(Eosin), lalu ditutup dengan gelas penutup. Lalu diamati menggunakan mikroskop.
Menentukan pH spermatozoa
Larutan stok pada cawan petri diukur pH-nya menggunakan kertas pH. Lalu dicocokkan
dengan warna standar. Warna yang cocok menunjukkan pH spermatozoa.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1.1 Data Kloter Hasil Pengamatan Sel Sperma
NO Bagian Gambar Motilitas Viabilitas Jumlah PH
1. Testis Kanan Gerak Hidup 21 7

2. Testis Kiri tidak Mati 29 7


bergerak

3. Vas Defferens Gerak Hidup 36 7

4. Epididimis Tidak Mati 3 7


Bergerak

3
Praktikum Fisiologi Hewan (2019)

Pada praktikum reproduksi jantan hewan coba yang digunakan adalah tikus jantan.
Tikus jantan diambil testis, epididimis dan vas defferensnya. Menurut Isnaeni (2006) testis
memiliki dua fungsi yaitu untuk memproduksi hormon androgen, testosteron dan
dihidrotestosteron, dan untuk memproduksi spermatozoa. Spermatozoa dibentuk dari sel
germinal primitif di sepanjang dinding tubulus seminiferus dalam proses yang disebut
spermatogenesis. Di dalam tubulus seminiferus juga terdapat sel Sertoli yang memiliki fungsi
membantu sel germinal dalam memelihara suasana agar sel tersebut dapat berkembang dan
menjadi dewasa, mengirimkan sinyal untuk memulai spermatogenesis dan mempertahankan
perkembangan spermatid, mengatur fungsi kelenjar pituitari sekaligus mengontrol
spermatogenesis.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada testis kanan telihat pada perbesaran 40x10
terhitung ada 21 spermatozoa hidup. Pada testis kiri dengan perbesaran yang sama terdapat
29 spermatozoa mati karena tidak bergerak. Pada vas deferens terhitung 36 spermatozoa yang
hidup. Sedangkan di epididimis terlihat 3 spermatozoa mati.
Menurut Faranita, O. V. (2009) Spermatozoa terdiri atas kepala, akrosom, bagian
tengah, dan ekor. Kepala terutama dari nukleus yang mengandung informasi genetik sperma,
terdiri atas sel berinti padat dengan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel di
sekitar permukaannya. Di bagian luar, dua pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal
yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase yang dapat mencerna
filamen proteoglikan dari jaringan dan dapat mencerna protein sehingga dapat digunakan
sebagai “borenzimatik” untuk menembus ovum.
Pada praktikum ini juga diamati mobilitas spermatozoa. Mobilitas spermatozoa
dihasilkan oleh ekor yang panjang dan berbentuk seperti pecut yang keluar dari salah satu
sentriol. Ekor spermatozoa memiliki tiga komponen, yaitu aksonema yang serupa dengan
silia, membran sel tipis yang menutupi aksonema, dan mitokondria yang mengelilingi
aksonema di bagian proksimal ekor (badan ekor). Gerakan ekor mendekat dan menjauh
memberikan motilitas pada spermatozoa. Gerakan ini disebabkan oleh gerakan meluncur
longitudinal secara ritmis di antara tubulus posterior dan anterior yang membentuk aksonema.
Energi untuk proses ini disuplai dalam bentuk adenosin trifosfat yang disintesis oleh
mitokondria pada badan ekor. Spermatozoa normal bergerak dalam garis lurus dengan
kecepatan 1 sampai 4 mm/menit. Lebih jauh lagi, spermatozoa yang normal cenderung untuk
bergerak lurus, daripada dalam gerakan berputar-putar.

4
Praktikum Fisiologi Hewan (2019)

Spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies mamalia lainnya,
termasuk manusia dan hewan lainnya dan biasanya panjangnya sekitar 150-2000 mm. Kepala
sperma pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti hewan pengerat lainnya (Krinke,2000).
Sperma mencit dimasukkan kedalam cawan petri berisi larutan fisiologis NaCl 0,9%.
NaCl digunakan karena larutan NaCl merupakan larutan fisiologis yaitu suatu larutan istonik
yang menjaga histologi sel agar tidak rusak. Spermatozoa diteteskan di atas kaca objek
sekitar 2 tetes kemudian diratakan dengan gelas objek, Kemudian kaca objek ditetesi metilen
blue dan ditunggu hingga kering. Menurut Iswara, A. (2009) Spermatozoa termasuk normal
karena memiliki kait yang tidak terlalu panjang ataupun terlalu pendek, kepala memiliki
bentuk dasar membulat dan sedikit lojong, ekor tidak mengalami patah ataupun terlipat.

Source: Iswara, A. (2009).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum reproduksi tikus jantan, dapat disimpulkan bahwa
jumlah spermatozoa yang hidup yang dihitung dengan perbesaran 40x10 adalah 57
spermatozoa. Sedangkan yang mati sebanyak 32. Untuk morfologi spermatozoa pada tikus
berbeda dengan spermatozoa manusia. Kepala spermatozoa tikus berbentuk seperti kail
pancing.

UCAPAN TERIMA KASIH

Saya ucapkan banyak terimakasih kepada Laboratorium Biokimia yang telah


memberikan fasilitas untuk melakukan praktikum,.serta terima kasih pada asisten
pembimbing praktikum yang telah membimbing saya sehingga dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: PT Kanisius

5
Praktikum Fisiologi Hewan (2019)

[2] Kimbal. 1984. Biologi. Jakarta: Erlangga


[3] Campbell, N. A., Reece, J. B. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.
[4] Tyas, Dian Ayuning dan Bekti Sulistya Utami. 2016. Petunjuk Praktikum Fisiologi
Hewan. Semarang: UIN Walisongo.
[5] Faranita, O. V. (2009). Kualitas Spermatozoa Pada Tikus Wistar Jantan Diabetes Melitus
(Doctoral dissertation, Medical faculty).
[6] Iswara, A. (2009). Pengaruh Pemberian Antioksidan Vitamin C Dan E Terhadap Kualitas
Spermatozoa Tikus Putih Terpapar Allethrin (Doctoral dissertation, Universitas Negeri
Semarang).
[7] Harahap, D. H., Fahrimal, Y., & Budiman, H. (2013). Gambaran darah tikus yang
diinfeksikan Trypanosoma evansi dan diberi ekstrak daun sernai (Wedelia biflora). Jurnal
Medika veterinaria, 7(2).
[8] Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-5. Tambayang
J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. EGC. Jakarta.

6
Praktikum Fisiologi Hewan (2019)

LAMPIRAN

Morfologi dan Mobilitas Viobilitas Spermatozoa


Spermatozoa
Perbesaran 40x100
Perbesaran
40x10

10

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai