Edisi Kesatu
Cetakan pertama, Agustus 2012
Cetakan kedua, Januari 2014
Cetakan ketiga, Mei 2016
510
KAR KARSO
m Materi pokok matematika dasar 1; 1 – 9; PEMA4102/ 3 sks/
Karso, Rustam, Djamus Widagdo. -- Cet.3; Ed.1 --.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2016.
452 hal: ill.; 21 cm.
ISBN: 978-979-011-714-3
1. matematika
I. Judul II. Rustam III. Widagdo, Djamus
iii
Daftar Isi
Kegiatan Belajar 2:
Kata Hubung Pernyataan (Operasi-operasi Logika) .......................... 1.20
Latihan …………………………………………............................... 1.38
Rangkuman ………………………………….................................... 1.40
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 1.42
Kegiatan Belajar 2:
Konvers, Invers, dan Kontrapositif .................................................... 2.23
Latihan …………………………………………............................... 2.29
Rangkuman ………………………………….................................... 2.31
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 2.32
iv
Kegiatan Belajar 2:
Negasi Pernyataan Berkuantor ........................................................... 3.20
Latihan …………………………………………............................... 3.30
Rangkuman ………………………………….................................... 3.32
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 3.33
Kegiatan Belajar 2:
Penarikan Kesimpulan ........................................................................ 4.27
Latihan …………………………………………............................... 4.42
Rangkuman ………………………………….................................... 4.45
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 4.47
v
Kegiatan Belajar 2:
Relasi Antarhimpunan ........................................................................ 5.21
Latihan …………………………………………............................... 5.36
Rangkuman ………………………………….................................... 5.39
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 5.39
Kegiatan Belajar 2:
Sifat-sifat Operasi Himpunan dan Aljabar Himpunan ....................... 6.25
Latihan …………………………………………............................... 6.38
Rangkuman ………………………………….................................... 6.39
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 6.41
vi
Kegiatan Belajar 2:
Fungsi ................................................................................................. 7.28
Latihan …………………………………………............................... 7.39
Rangkuman ………………………………….................................... 7.40
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 7.41
Kegiatan Belajar 2:
Invers Fungsi dan Fungsi Invers ........................................................ 8.20
Latihan …………………………………………............................... 8.27
Rangkuman ………………………………….................................... 8.30
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 8.30
vii
Kegiatan Belajar 2:
Fungsi Kuadrat dan Grafiknya ........................................................... 9.23
Latihan …………………………………………............................... 9.32
Rangkuman ………………………………….................................... 9.36
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 9.36
Kegiatan Belajar 3:
Fungsi Kuadrat dan Grafiknya (Lanjutan) ......................................... 9.40
Latihan …………………………………………............................... 9.55
Rangkuman ………………………………….................................... 9.60
Tes Formatif 3 ……………………………..…….............................. 9.61
Peta Kompetensi
Matematika Dasar I/PEMA4102/3 sks
xiv
Modul 1
PEN D A HU L UA N
Materi modul ini disusun menjadi dua kegiatan belajar sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1 : Kalimat Terbuka dan Pernyataan.
Kegiatan Belajar 2 : Kata Hubung Pernyataan atau Operasi-operasi
Pernyataan.
Petunjuk Belajar
Untuk dapat memahami modul ini dengan baik serta mencapai
kompetensi yang diharapkan, gunakanlah strategi belajar yang berikut ini.
1. Sebelum membaca modul ini, cermati terlebih dahulu Glosarium pada
akhir modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
modul ini.
2. Baca materi modul dengan saksama, tambahkan catatan pinggir, berupa
tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan lain-lain sesuai
dengan pemikiran yang muncul.
3. Cermati dan kerjakan soal-soal latihan dan tes formatif seoptimal
mungkin dan gunakan rambu-rambu jawaban untuk membuat penilaian
tentang kemampuan pemahaman Anda.
4. Buatlah catatan khusus hasil diskusi dalam tutorial untuk digunakan
dalam pembuatan tugas dan ujian akhir.
5. Usahakanlah Anda mempelajari buku-buku sumber penunjang lainnya.
PEMA4102/MODUL 1 1.3
Kegiatan Belajar 1
A. PENGERTIAN LOGIKA
logika akan bersifat korek. Namun demikian, mereka yang telah mempelajari
logika dapat melatih dan mempraktikkan penalaran yang baik atau benar
sehingga pelajaran logika dapat membantu seseorang dalam membedakan
berpikir korek dan tidak korek.
Untuk memperoleh kemahiran dalam menguji kebenaran suatu
pernyataan dan melatih berpikir korek haruslah banyak berlatih dengan
kontinu. Jenis kemahiran ini sangat berharga karena dengan kemahiran ini
kita akan dapat melihat kesalahan penalaran dengan mudah sehingga
kemungkinan kita sendiri berbuat kesalahan akan makin sedikit.
Pada dasarnya logika adalah ilmu yang mempelajari asas-asas penalaran
yang benar, tetapi di sini tidak berarti bahwa logika itu adalah ilmu berpikir
karena berpikir itu tidak hanya termasuk ilmu logika saja, tetapi juga
termasuk ilmu jiwa (psikologi). Psikologi mempelajari perkembangan
pikiran, menyelidiki proses berpikir, tentang pengalaman jiwa dan pengaruh
perasaan, imajinasi serta keadaan organ-organ yang bekerja selama terjadi
kegiatan berpikir. Logika tidak menjelaskan bagaimana karakteristik orang
yang berpikir, namun logika menganalisis apakah jalan pikiran atau
penarikan kesimpulan absah atau tidak. Logika tidak mempersoalkan
bagaimana dan dalam keadaan apa seseorang dapat menarik kesimpulan atau
dapat berpikir dengan tepat, namun logika mempersoalkan apakah sebuah
kesimpulan ditarik secara sah, secara absah, secara valid atau tidak.
Jadi, ilmu logika hanya mempelajari pekerjaan akal yang dipandang dari
kebenaran dan kesalahan, yaitu apakah kesimpulan yang diperoleh dari
pernyataan-pernyataan sebelumnya menurut aturan-aturan yang sah atau
tidak, dan berusaha membuat syarat-syarat yang diperoleh setepat-tepatnya
supaya dapat menerima himpunan pernyataan tersebut.
Dulu kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan logika adalah logika
matematika yang merupakan terjemahan dari Symbolic Logic, yaitu Logika
Simbolik Modern, sedangkan Logika Tradisional yang dirintis oleh
Aristoteles (348-322 SM) dengan filsafat sebagai induknya hanyalah
merupakan bagian dari Logika Modern.
PEMA4102/MODUL 1 1.5
1. Logika Modern
Setelah lebih dari 20 abad, logika Aristoteles atau logika tradisional
mengalami kemacetan, timbullah Logika Modern yang dipelopori oleh para
ahli matematika Inggris George Boole (1815-1864), Augustus De Morgan
(1806-1871). Dalam logika modern ini diperkenalkan simbol-simbol yang
amat teliti dan bersifat abstrak. Lambang-lambang khusus dari Logika
Modern menjadi suatu bahasa tersendiri, yaitu bahasa logika yang
diformalkan. Kegunaan bahasa simbolik ini untuk menghindarkan kekaburan
dan makna ganda yang umumnya melekat pada bahasa biasa yang
dipergunakan orang dalam pergaulan sehari-hari. Memang dalam bahasa
sehari-hari praktiknya dipergunakan proses penalaran, tetapi kemampuannya
tetap terbatas.
Dengan dipergunakan simbol-simbol pada logika matematika dengan
jumlah yang relatif sedikit dan tidak mendua arti maka kaidah-kaidah yang
diformulasikan menjadi lebih teliti, lebih sederhana, dan lebih bersifat
objektif. Akibatnya tersusunlah suatu sistem logika simbolik. Sistem logika
ini memungkinkan kita untuk menganalisis dan menilai perbincangan-
perbincangan yang sifatnya sangat rumit atau sangat halus.
Pada logika simbolik ini metode matematika merupakan ciri pokoknya.
Logika simbolik dikembangkan dengan metode-metode matematika,
misalnya dalam menerapkan dan membuktikan berbagai kaidah logika,
seperti aturan komutatif, asosiatif dan distributif. Juga pemakaian bermacam-
macam tanda kurung dalam mengolah lambang-lambang logika haruslah
memakai tata cara matematika. Malahan karena bersifat matematika, logika
mempunyai penerapan dalam jaringan arus listrik dan penggunaan komputer
serta kalkulator yang tidak ada sangkut-pautnya dengan pembicaraan filsafat.
Menurut pendapat Albert E. Blumberg pada bukunya Modern Logic
(1967), diutarakan bahwa yang membedakan logika modern dengan logika
kuno atau tradisional bukan karena teknik simbolik dan metode matematika,
tetapi juga kekuatan formalnya dan keluasan dari penerapannya yang jauh
lebih besar pada logika simbolik. Kemudian, Irving. M. Copi dalam
Introduction to Logic (1978), menyebutkan bahwa Logika Simbolik Modern
telah merupakan suatu alat yang tidak dapat diukur kekuatannya untuk
melakukan analisis dan deduksi melalui perkembangan bahasan tekniknya.
Simbol-simbol istimewa dari logika modern memungkinkan kita untuk
mengemukakan struktur logis proposisi dan perbincangan secara lebih jelas
daripada yang dapat dilakukan dalam bentuk pengungkapan bahasa sehari-
hari. Bahasan-bahasan tersebut akan kita jumpai dalam sajian diskusi
1.6 Matematika Dasar 1
beberapa modul mata kuliah Matematika Dasar 1 yang dikenal pula sebagai
mata kuliah Pengantar Dasar Matematika.
2. Logika Tradisional
Logika tradisional dirintis dan diwariskan oleh Aristotheles. Logika
tradisional lahir secara bersamaan dengan kelahiran filsafat di Yunani.
Logika tradisional berkembang karena adanya usaha-usaha penyampaian
pemikiran-pemikiran dari para filsuf Yunani kuno. Malahan tidak jarang
terjadi adanya perbedaan-perbedaan dan bantahan-bantahan pemikiran di
antara para filsuf tersebut. Kondisi inilah yang menyebabkan tumbuh dan
berkembang penalaran dalam logika tradisional.
Salah satu konsep yang terkait dengan penalaran dalam logika tradisional
yang berasal dari Aristotheles adalah istilah “penalaran langsung”. Penalaran
langsung terkait dengan penalaran yang premisnya hanya terdiri dari sebuah
proposisi saja dan langsung disusul dengan proposisi lain sebagai
kesimpulannya. Dalam hal ini konklusinya ditarik secara langsung dari
proposisi tersebut dengan membandingkan subjek (S) dan predikatnya (P).
Subjek (S) adalah pengertian tentang sesuatu yang diterangkan,
sedangkan pengertian yang menerangkan disebut predikat (P). Sistem logika
tradisional penalarannya langsung didasarkan pada proposisi kategorik
bentuk S = P. Proposisi kategorik adalah proposisi yang kaitan di antara S
dan P-nya tanpa syarat. Dalam hal ini S maupun P-nya merupakan kata benda
yang bersifat substantif. Sedangkan hubungan antara S dan P-nya dikaitkan
dengan kata yang berdiri sendiri dan disebut kopula.
Contoh
1. Semua bilangan genap itu bilangan yang habis dibagi dua.
2. Harimau itu binatang buas.
Contoh
1. Bunga mawar itu merah.
2. Ia sedang berjualan.
3. Yang berseragam itu semuanya anggota PGRI.
Seperti Anda ketahui bahwa suatu pernyataan hanyalah bisa benar saja
atau salah saja. Kebenaran atau kesalahan dari suatu pernyataan disebut nilai
kebenaran dari pernyataan itu. Untuk pernyataan yang mempunyai nilai benar
diberi tanda B (singkatan dari benar), sedangkan kepada pernyataan yang
bernilai salah diberikan nilai kebenaran S (singkatan dari salah).
Dalam modul ini ucapan nilai kebenaran dilambangkan dengan “”
(huruf Yunani atau = 300). Nilai kebenaran dari suatu pernyataan p ditulis
(p), dan jika pernyataan p itu adalah benar maka (p) = B, sedangkan jika
pernyataan p itu salah maka (p) = S.
Contoh:
1. Jika p : “5 adalah bilangan genap” maka (p) = S.
2. Jika q : “5 < 9 maka (q) = B.
3. Jika r : “Semua bilangan prima adalah ganjil” maka (r) = S.
Perlu diketahui pula bahwa ada penulis yang memberikan nilai 1 atau
benar atau T (True) kepada pernyataan yang benar dan memberikan nilai 0
atau salah atau F (False) kepada pernyataan yang salah.
tidak mewakili satu hal tertentu yang sudah jelas, tetapi sebaliknya variabel
adalah sesuatu yang menunjukkan berlaku umum, misalnya ini, anu, ia, x, y,
dan sebagainya.
Adapun contoh konkret dari konstanta, misalnya nama orang, yaitu Ali,
Oki, Yayan. Nama gunung, misalnya Semeru, Krakatau, dan lain-lain. Nama
sungai, misalnya Citarum, Musi, dan sebagainya, sedangkan contoh konkret
dari variabel seperti disebutkan di atas, yaitu hal-hal yang sifatnya kebalikan
dari sifat-sifat konstanta.
2x 4y 21
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu dihadapkan pada berbagai
persoalan yang memerlukan penyelesaian. Untuk menghadapi
permasalahan ini diperlukan pemikiran dengan dasar-dasar yang ada dan
bersifat logis.
Logika adalah salah satu alat yang sangat membantu masalah ini.
Berpikir secara logis akan bersifat korek sehingga dapat membantu
terhindar dari berbuat kesalahan. Lebih-lebih dalam matematika yang
semua persoalannya baik pernyataan maupun definisi-definisi dan
teorema-teorema harus ditanggapi berdasarkan logika.
Yang dimaksud dengan logika di sini adalah logika matematika
yang merupakan terjemahan dari symbolic logic yaitu logika modern.
Sedangkan logika tradisional yang dirintis oleh Aristotheles dengan
filsafat sebagai induknya merupakan bagian dari logika modern. Logika
sebagai istilah mempunyai arti sebagai suatu metode, teknik, strategi
atau pendekatan yang berhubungan dengan penalaran dan melibatkan
kalimat sebagai bentuk pemikiran tentang pengertian dalam konsep yang
paling sederhana yang dikenal dengan proposisi (proposition) atau
pernyataan (statement).
Istilah pernyataan dan bukan pernyataan yang menjadi dasar dalam
logika matematika satu sama lainnya dibedakan dengan kalimat-kalimat
biasa. Pernyataan adalah kalimat matematika yang sudah jelas, yang
1.16 Matematika Dasar 1
sudah pasti benarnya atau salahnya dan tidak mempunyai dua arti,
sedangkan lawannya adalah bukan pernyataan, yaitu kalimat yang belum
mempunyai kepastian benar atau salah, masih kabur yang kadang-
kadang bisa berupa perintah, pertanyaan atau berupa kalimat yang belum
lengkap dan bermakna ganda.
Oleh karena setiap pernyataan hanyalah benar atau salah maka
kepada setiap pernyataan itu diberi nilai kebenaran, yaitu benar (B) dan
salah (S). Dalam hal ini nilai kebenaran itu mencakup pula nilai
kebenaran pernyataan tunggal maupun pernyataan majemuk.
Suatu kalimat dalam matematika dilihat dari nilai kebenarannya
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kalimat tertutup atau pernyataan
dan kalimat terbuka. Kalimat terbuka ialah suatu kalimat yang memuat
variabel, dan dapat menjadi suatu kalimat tertutup setelah variabelnya
diganti dengan konstanta yang merupakan anggota dari himpunan
semesta penggantinya.
Sedangkan yang dinamakan variabel dalam suatu kalimat terbuka,
ialah suatu lambang yang sifatnya berlaku umum dan dapat diganti oleh
lambang setiap anggota himpunan semesta. Jadi, variabel sifatnya masih
sebarang belum jelas. Sebaliknya, konstanta adalah sesuatu yang sifatnya
sudah jelas, dapat menunjukkan sesuatu hal yang tertentu. Jika konstanta
itu dapat dipakai untuk menggantikan variabel suatu kalimat terbuka
sehingga menghasilkan pernyataan yang benar maka disebut
penyelesaian atau jawaban kalimat terbuka itu.
Himpunan semua nilai pengganti variabel yang menjadikan suatu
kalimat terbuka menjadi pernyataan yang benar, disebut himpunan
penyelesaian atau himpunan jawab dari kalimat terbuka tersebut. Jadi,
himpunan penyelesaian suatu kalimat terbuka ialah himpunan semua
nilai variabelnya yang memenuhi kalimat terbuka itu.
Himpunan penyelesaian suatu kalimat terbuka ditentukan oleh
himpunan semesta penggantinya. Himpunan semesta dari kalimat
terbuka dengan dua variabel bisa sama bisa juga berlainan, tetapi
umumnya sama. Dalam kalimat terbuka dengan dua variabel ini perlu
diperhatikan pula tentang pasangan berurutan dari penyelesaiannya
karena salah letak pasangan berurutan tersebut berakibat salahnya
penyelesaian.
PEMA4102/MODUL 1 1.17
TES F OR M AT IF 1
C. B atau S
D. tidak B dan tidak S
Kegiatan Belajar 2
Contoh:
1. Pernyataan “19 adalah bilangan prima” dapat dilambangkan dengan
huruf “p” saja.
2. Pernyataan “Dini anak yang rajin” dapat dilambangkan dengan huruf
“q”.
3. Pernyataan “x2 = 1” dilambangkan “r”, dan sebagainya.
Dua pernyataan tunggal atau lebih dapat kita gabungkan menjadi sebuah
kalimat baru yang merupakan pernyataan majemuk, sedangkan tiap
pernyataan bagian dari pernyataan majemuk itu disebut komponen-
komponen pernyataan majemuk. Komponen-komponen dari pernyataan
majemuk itu tidak selamanya harus pernyataan tunggal, tetapi mungkin saja
berupa pernyataan majemuk. Namun, yang perlu untuk kita adalah
bagaimana mengusahakan cara menggabungkan pernyataan-pernyataan
tunggal menjadi pernyataan majemuk.
Untuk menggabungkan pernyataan-pernyataan tunggal menjadi
pernyataan majemuk dapat dipakai kata hubung atau kata perangkai yang
disebut operasi-operasi logika matematika. Pada pelajaran logika ini Anda
jumpai operasi-operasi seperti dalam pelajaran matematika lainnya, yaitu
operasi binar (binary operation) atau operasi yang dikenakan pada dua
PEMA4102/MODUL 1 1.21
pernyataan, dan operasi monar (monary operation) atau operasi pada sebuah
pernyataan.
Adapun operasi-operasi yang dapat membentuk pernyataan majemuk
yang kita kenal adalah berikut ini.
1. Negasi atau ingkaran atau sangkalan, dengan kata penyangkalan
“tidaklah benar”.
2. Konjungsi, dengan kata perangkai “dan”.
3. Disjungsi dengan kata perangkai “atau”.
4. Implikasi atau kondisional, dengan kata perangkai “jika … maka …”.
5. Biimplikasi atau bikondisional, dengan kata perangkai “… jika dan
hanya jika …”.
B. NEGASI
Definisi ini dapat ditulis dalam bentuk tabel kebenaran, seperti tabel
berikut ini.
p p
(1) B S
(2) S B
Contoh:
1. Jika p : 30 + 10 20, (p) = S
maka p : Tidak benar bahwa 30 + 10 20, (p) = B
atau : 30 + 10 > 20, (p) = B
2. Jika q : Semua manusia akan mati, (q) = B
maka (q) : Tidak benar bahwa semua manusia akan mati, (q) = S
atau : Salah bahwa semua manusia akan mati, (q) = S
1.24 Matematika Dasar 1
C. KONJUNGSI
Contoh:
1. Jika p : Dini anak rajin
dan q : Dini anak yang cerdas
maka pq : Dini anak rajin dan Dini anak yang cerdas
atau : Dini anak yang rajin dan cerdas.
2. Jika p :7–2=5
dan q : 5 adalah bilangan prima
maka pq : 7 – 2 = 5 dan 5 adalah bilangan prima.
3. Jika p : Bandung ibu kota Jawa Barat
dan q : 3 + 7 = 10
maka p q : Bandung ibu kota Jawa Barat dan 3 + 7 = 10.
Definisi 1.1:
Sebuah konjungsi benar jika komponen-komponennya benar, tetapi salah
jika salah satu komponennya salah atau kedua-duanya salah.
Dalam bentuk tabel kebenaran definisi tersebut dapat Anda lihat seperti
berikut.
p p pq
(1) B B B
(2) B S S
(3) S B S
(4) S S S
Baris pertama (1) merupakan singkatan dari pernyataan: Jika p benar dan
q benar maka p dan q adalah benar.
Perlu Anda perhatikan bahwa dalam menyusun suatu tabel kebenaran,
segala kemungkinan dari nilai kebenaran komponen-komponennya haruslah
disusun secara sistematis di bawah tiap komponen itu yang selanjutnya
digabungkan dengan operasi yang telah ditentukan.
1.26 Matematika Dasar 1
Contoh 1.1:
1. Jika r : Semua bilangan ganjil merupakan bilangan bulat;
r B
dan s : Semua bilangan genap merupakan bilangan bulat;
s B
maka r s : Semua bilangan ganjil dan bilangan genap merupakan
bilangan bulat; r s B .
2. Jika p : 2 2 3; p B
dan q : 43 ; q S
maka p q : 2 + 2 3 dan 4 < 3 ; ( p q) = S
dan q p : 4 < 3 dan 2 + 2 3 ; (q p) = S
3. Jika x : Jakarta Ibu kota Jawa Barat ; (x) = S
dan y : Anjing matanya tiga ; (y) = S
maka x y : Jakarta Ibu kota Jawa Barat dan Anjing matanya tiga;
(x y) = S
D. DISJUNGSI
Pengertian yang kedua, yaitu kata “atau yang exclusive” yang disebut
juga “atau yang kuat” atau “atau memisah”. Dalam kata Latinnya disebut out,
yaitu kata “atau” yang menyatakan salah satu, tetapi tidak kedua-duanya, dan
ditulis dengan simbol “ ”. Sebagai contoh disjungsi eksklusif ini adalah
pernyataan majemuk berikut dari seorang guru yang marah di kelas.
Definisi:
Sebuah disjungsi inklusif bernilai benar jika paling sedikit satu
komponennya benar, dan sebuah disjungsi eksklusif bernilai benar jika paling
sedikit satu komponennya benar, tetapi tidak dua-duanya.
Tabel kebenaran “atau inklusif” (), dan “atau eksklusif” ( ) adalah,
seperti tabel berikut.
P q pq p Q p q
B B B B B S
B S B B S B
S B B S B B
S S S S S S
Contoh:
1. Jika p :2–33–2 ; (p) = B
dan q :2+3=3+2 ; (q) = B
maka p q : 2 – 3 3 – 2 atau 2 + 3 = 3 + 2 ; (p q) = B
4. Jika a : 1 – 2 2 – 1 ; (a) = B
dan b : 1 + 2 = 2 + 1 ; (b) = B
maka a b : 1 – 2 = 2 – 1 dan 1 + 2 2 + 1 ; ( a b) = S
Sedangkan a b: 1 – 2 = 2 – 1 atau 1 + 2 = 2 + 1 ; ( a b) = B
E. IMPLIKASI
implikasi. Selanjutnya notasi implikasi yang akan dipakai dalam modul ini
adalah notasi “”
Perhatikan sebuah contoh pembentukan pernyataan implikasi sebagai
berikut.
Jika p : Segitiga ABC sama kaki
dan q : Segitiga ABC mempunyai dua sudut yang sama
maka p q : Jika semua segitiga ABC sama kaki maka segitiga
ABC mempunyai dua sudut yang sama.
Nilai kebenaran dari ketiga implikasi yang baru ini, adalah salah. Jadi,
suatu implikasi dengan anteseden benar dan konsekuen salah haruslah salah.
Karenanya tiap implikasi “Jika p maka q” bernilai salah dalam hal konjungsi
“p q” benar, tetapi agar implikasi “Jika p maka q” bernilai benar maka
konjungsi “p q” harus salah. Dengan kata lain, supaya suatu implikasi
“Jika p maka q” benar maka (p q) harus benar. Tabel kebenarannya
seperti berikut.
p q p pq (p q) p q
B B S S B B
B S B B S S
S B S S B B
S S B S B B
PEMA4102/MODUL 1 1.31
p q p q
B B B
B S S
S B B
S S B
Definisi:
Suatu pernyataan implikasi hanya salah jika antesedennya benar dan
konsekuennya salah, dalam kemungkinan lainnya pernyataan implikasi
itu adalah benar.
Contoh:
Apabila p dan q pernyataan-pernyataan yang benar, sedangkan r dan s
adalah pernyataan-pernyataan yang salah, maka
(p q) = B
(q r) = S
(r s) = B
(s p) = B
(r (r s)) = B
((r s) s) = S
((r p) (q s)) = S
((r p) ( r p)) = S
([(p r) S ] (p s)) = S
F. BIIMPLIKASI
Definisi:
Suatu biimplikasi p q benar jika nilai kebenaran p sama dengan nilai
kebenaran q, dan biimplikasi p q salah jika nilai kebenaran p tidak sama
dengan nilai kebenaran q.
Tabel kebenarannya:
P q pq
B B B
B S S
S B S
S S B
Contoh:
1. Jika p:2+2=5 ; (S)
dan q : 5 adalah bilangan prima ; (B)
maka p q : 2 + 2 = 5 jika dan hanya jika 5 adalah bilangan prima
(p q) = S, sebab (p q) = B dan (q p) = S
Contoh:
1. Langkah-langkah pengerjaan p q r p r
sama dengan { (p q) [ r (p) ] } r
yaitu:
a. (p q)
b. (p)
c. [r (p)]
d. {(p q) [r (p)]}
e. [{(p q) [r (p)]} r]
2. Sedangkan langkah-langkah pengerjaan pernyataan p q r q
r p sama dengan: {p [(q) r]} {q [r (p)]}
yaitu:
a. (q)
b. (p)
c. [(q) r]
d. [r (p)]
e. {p [(q) r]}
f. {q [r (p)]}
g. {p [(q) r]} {q [r (p)]}
PEMA4102/MODUL 1 1.35
H. TABEL KEBENARAN
Jika pernyataan yang pertama itu ialah p dan pernyataan yang kedua
ialah q maka empat komposisi gabungan kedua pernyataan seperti di atas
dapat dibuat tabel kebenaran seperti berikut.
1.36 Matematika Dasar 1
p q
(1) B B
(2) B S
(3) S B
(4) S S
Seperti sudah Anda ketahui pula dalam tabel kebenaran negasi, tabel
kebenaran konjungsi, disjungsi, implikasi, dan tabel kebenaran biimplikasi
yang dinamakan tabel-tabel kebenaran dasar bahwa banyaknya komposisi
tergantung pada banyaknya pernyataan yang akan digabungkan. Ternyata
bila ada dua pernyataan, didapatkan empat macam komposisi. Sedangkan
dari tiga pernyataan, akan didapatkan delapan macam komposisi, dan dari
empat pernyataan didapatkan enam belas macam komposisi, dan seterusnya.
Jadi, banyaknya komposisi itu tergantung pada banyaknya pernyataan
yang akan digabungkan. Secara umum berlaku jika banyaknya pernyataan
ada n maka banyaknya komposisi ada 2n.
Contoh:
1. Carilah [ (p q)]
Langkah-langkah pengerjaan yang sudah Anda kenal adalah sebagai
berikut
a) (p)
b) (q)
c) ( q)
d) (p q)
e) [ (p q)]
Dengan menggunakan tabel kebenaran, seperti berikut.
p q q pq (p q)
B B S B S
B S B B S
S B S S B
S S B B S
(1) (2) (3) (4) (5)
(p q)
S B B S B
S B B B S
B S S S B
S S B B S
(5) (1) (4) (3) (2)
2. Carilah [(p q) r]
(p q r)
B B B B B
B B B S S
B B S B B
B B S S S
S B B B B
S B B S S
S S S B B
S S S B S
(1) (4) (2) (5) (3)
a b c d a
S B B B B S S B S S S B
(5) (1) (10) (2) (8) (3) (9) (6) (4) (7) (5) (1)
Jadi, ( a b c d a) = B
akhir langkah pengerjaan dibatasi oleh garis rangkap dua. Lajur terakhir ini
merupakan penyelesaian nilai kebenarannya.
LAT IH A N
1) Tentukan negasi dari tiap pernyataan berikut dan tentukan pula nilai
kebenarannya!
a. p : Beberapa murid menganggap matematika sukar.
b. q : Semua kucing mempunyai mata
c. r : 40 – 10 20
2) Jika p : Semua kucing mempunyai ekor
dan q : 3 adalah bilangan genap
Susunlah pernyataan-pernyataan tunggal tersebut ke dalam suatu
pernyataan majemuk dengan operasi logika sebagai berikut dan tentukan
pula nilai kebenarannya, yaitu:
a. p q
b. p q
c. p q
3) Jika x : Hari ini udara mendung
dan y : Hari ini udara panas
Tulislah pernyataan-pernyataan majemuk berikut dengan simbol logika
matematika
a. Hari ini udara tidak mendung dan tidak panas.
b. Hari ini udara tidak panas atau mendung.
c. Tidak benar bahwa hari ini udara mendung dan tidak panas.
4) Tentukan nilai kebenaran pernyataan berikut.
a. (7 < 3) (7 + 2 < 3 + 2)
b. (2 > 1) (4 5)
5) Carilah nilai kebenaran dari pernyataan majemuk berikut:
a. [(p q) r]
b. [(p q) (p r )]
PEMA4102/MODUL 1 1.39
R A NG KU M AN
Kalimat-kalimat matematika dibedakan atas pernyataan tunggal dan
pernyataan majemuk. Pernyataan tunggal adalah pernyataan sederhana
yang hanya terdiri dari satu kalimat dan tidak mengandung suatu
pernyataan lain sebagai komponen atau komponen bagiannya.
Sebaliknya pernyataan majemuk adalah pernyataan yang mengandung
pernyataan lain sebagai komponennya.
Kata hubung (operasi) negasi adalah operasi monar dari operasi
logika matematika. Adapun fungsinya untuk membentuk pernyataan
majemuk dari suatu pernyataan tunggal, sedangkan nilai kebenaran dari
suatu negasi adalah selalu berlawanan dengan nilai kebenaran
pernyataan asalnya.
Kata hubung (operasi) konjungsi dan operasi disjungsi adalah
operasi-operasi biner, yaitu operasi yang dikenakan pada dua pernyataan.
Lain halnya dengan operasi negasi, operasi tersebut hanya dikenakan
pada satu pernyataan. Kata perangkai dari operasi konjungsi adalah
kata-kata dan yang dapat menggabungkan dua pernyataan tunggal
menjadi satu pernyataan majemuk, sedangkan nilai kebenaran dari
pernyataan majemuk itu tergantung dari nilai kebenaran pernyataan-
pernyataan tunggalnya. Dalam hal ini didefinisikan bahwa nilai
kebenaran pernyataan majemuk konjungsi hanya benar kalau
pernyataan-pernyataan asalnya (konjung-konjungnya) benar, dan dalam
keadaan lainnya salah.
Kata perangkai atau adalah operasi logika untuk membentuk
pernyataan majemuk disjungsi. Seperti halnya pernyataan majemuk
lainnya bahwa nilai kebenaran pernyataan majemuk disjungsi
bergantung pula pada nilai-nilai kebenaran pernyataan-pernyataan
asalnya.
Pengertian disjungsi dibedakan atas dua pengertian, yaitu disjungsi
inklusif dan disjungsi eksklusif. Disjungsi inklusif yang seterusnya
disebut disjungsi saja adalah kata perangkai atau yang berarti salah satu
atau dua-duanya (mencakup). Maksudnya jika salah satu atau kedua-
duanya dari pernyataan tunggalnya benar maka nilai kebenaran dari
pernyataan yang baru (pernyataan majemuk) yang terbentuk adalah
benar.
Suatu disjungsi eksklusif adalah benar hanya jika salah satu
disjungnya benar, tidak dua-duanya (memisah). Artinya, suatu
pernyataan majemuk itu hanya benar jika salah satu dari disjungnya
benar, tetapi tidak dua-duanya.
Persoalan-persoalan dalam matematika banyak yang berbentuk
pernyataan implikasi, yaitu pernyataan yang mempergunakan operasi
PEMA4102/MODUL 1 1.41
“jika … maka …”. Suatu implikasi terbentuk dari dua buah pernyataan,
pertama disebut anteseden yang merupakan syarat, kedua disebut
konsekuen yang merupakan akibatnya.
Kebenaran pernyataan implikasi itu pada dasarnya ada tiga macam.
Pertama, kebenaran yang didasarkan pada logika, kedua kebenaran yang
didasarkan pada definisi, dan ketiga kebenaran yang didasarkan pada
hubungan sebab akibat (empiris). Namun demikian, kebenaran-
kebenaran tersebut mempunyai arti yang sama.
Dalam hal ini pernyataan implikasi itu akan bernilai salah jika
pernyataan antesedennya benar, sedangkan konsekuennya salah, tetapi
dalam keadaan-keadaan lainnya adalah benar. Selain pernyataan
implikasi dikenal pula suatu pernyataan lain yang berdasarkan implikasi,
yaitu pernyataan biimplikasi. Dalam pernyataan biimplikasi ini, dipakai
operasi jika dan hanya jika, sedangkan nilai kebenarannya tergantung
pada nilai kebenaran pernyataan-pernyataan komponen yang
digabungkannya.
Misalnya, untuk dua pernyataan p dan q maka pernyataan
biimplikasi “p jika dan hanya jika q“ atau dinotasikan dengan “ p q”,
yang artinya p q dan q p. Hal ini berarti bahwa “p q” akan
bernilai benar jika p q dan q p bernilai benar, sedangkan p q
dan q p akan benar jika p dan q mempunyai nilai yang sama, apakah
benar kedua-duanya atau salah kedua-duanya. Sehingga secara umum
berlaku bahwa p q akan benar jika p dan q mempunyai nilai
kebenaran yang sama.
Agar lebih mudah dalam menentukan nilai kebenaran dipergunakan
suatu tabel yang disebut tabel kebenaran. Banyaknya baris dan
banyaknya kolom dari tabel ini tergantung pada banyaknya komponen
pernyataan yang akan dicari nilai kebenarannya, sedangkan langkah-
langkah mencari nilai kebenaran dari pernyataan majemuk yang memuat
berbagai operasi logika diadakan suatu aturan tertentu. Prioritas utama
langkah pengerjaan adalah operasi negasi, operasi konjungsi, disjungsi,
implikasi, dan yang terakhir operasi biimplikasi, kecuali kalau ada tanda-
tanda kurung tertentu yang meminta diprioritaskan. Dalam hal ini kurung
kecil sebagai prioritas pengerjaan utama, dilanjutkan dengan kurung
siku, kemudian kurung kurawal, dan seterusnya.
Adapun banyaknya baris tabel kebenaran tergantung pada
banyaknya komponen pernyataan yang akan kita gabungkan. Jika
banyaknya komponen itu ada n maka banyaknya baris pada tabel
kebenaran ada sebanyak 2n. Banyaknya baris tabel kebenaran ini adalah
akibat dari banyaknya kemungkinan komposisi penggabungan nilai-nilai
kebenaran pernyataan yang akan digabungkan.
1.42 Matematika Dasar 1
TES F OR M AT IF 2
6) Misalkan ditentukan “Jika ayah pergi maka saya ada di rumah” adalah
benar maka di antara berikut yang benar, yaitu .…
A. jika saya pergi maka ayah pergi
B. jika saya pergi maka ayah ada di rumah
C. jika ayah ada di rumah maka saya pergi
D. jika saya ada di rumah maka ayah ada di rumah
8) (p q q) adalah ….
A. BBBB
B. BSBS
C. BBBS
D. SSBB
9) { [p ( p )]} adalah ….
A. BS
B. SB
C. SS
D. BB
Tes Formatif 1
1) A Perbedaan pokok logika modern dengan logika tradisional adalah
dalam penggunaan bahasa simbol yang bersifat abstrak dan menjadi
bahasa tersendiri yang diformalkan.
2) B Proposisi tersebut masih terjadi penyimpangan, karena susunan dan
predikatnya menunjukkan sifat.
3) B Pernyataan adalah kalimat yang membawa informasi yang berarti,
yaitu benar atau salah tidak kedua-duanya.
4) A Kalimat ini merupakan pernyataan, sebab mempunyai nilai
kebenaran, dalam hal ini nilai kebenarannya adalah salah.
5) B ( p ) = S karena ada ikan yang hidup tidak dalam air tawar.
6) A ( q ) = B karena dalam matematika untuk setiap x R maka x0 = 1
7) B Memang betul x adalah sebagai variabel dari kalimat terbuka, tetapi
bukanlah sesuatu hal yang sudah jelas dan tertentu.
8) C 2x > 3, berarti x > 1,5 dan himpunan penggantinya {1 , 2 , 3 , 4}
maka himpunan penyelesaiannya {2 , 3 , 4}.
9) D x sebagai negara dan y sebagai ibu kota negara yang kedua-duanya
merupakan variabel serta merupakan suatu pasangan berurutan yang
tidak dapat ditukarkan. Dalam hal ini nilai kebenarannya salah.
10) A. Kuadrat bilangan ganjil kali kuadrat bilangan genap adalah genap.
Tes Formatif 2
1) A Negasinya harus menyatakan paling sedikit ada pria yang bukan
petualang.
2) D (2 + 3 > = (2 + 3 < 5) = S
3) D (p) = D, (q) = S dan ( (p q)) = B
4) B Karena x semua murid tidak menyukai ujian dan y : 4 + 3 7.
5) A s r Matematika diajarkan di sekolah atau matematika bukan
ilmu yang penting.
6) B Sebab nilai kebenaran pernyataan p q adalah sama dengan nilai
kebenaran pernyataan q p.
7) A B A B = A dan A B = A A B sehingga
A B A B = A.
8) A (p q q) = BBBB. Didapat dari tabel nilai kebenaran.
9) D { [ p ( p)]} = BB. Didapat dari tabel nilai kebenaran.
10) C Sebab jika x2 = 1 maka x = 1.
1.46 Matematika Dasar 1
Glosarium
Daftar Pustaka
Robert Sharvy. (1970). Logic on Outline. Totowa, New Jersey: Little Field,
Adam & Co.
Bentuk-bentuk Pernyataan
PEN D A HU L UA N
Materi modul ini disusun menjadi dua kegiatan belajar sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1: Tautologi, Kontradiksi, dan Kontingensi.
Kegiatan Belajar 2: Konvers, Invers, dan Kontrapositif.
Petunjuk Belajar
Untuk dapat memahami modul ini dengan baik serta mencapai
kompetensi yang diharapkan, gunakanlah strategi belajar berikut ini.
1. Sebelum membaca modul ini, cermati terlebih dahulu Glosarium pada
akhir modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
modul ini.
2. Baca materi modul dengan seksama, tambahkan catatan pinggir berupa
tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan lain-lain sesuai
dengan pemikiran yang muncul.
3. Cermati dan kerjakan soal-soal latihan dan tes formatif seoptimal
mungkin, dan gunakan rambu-rambu jawaban untuk membuat penilaian
tentang kemampuan pemahaman Anda.
4. Buatlah catatan khusus hasil diskusi dalam tutorial untuk digunakan
dalam pembuatan tugas dan ujian akhir.
5. Usahakanlah Anda mempelajari buku-buku sumber penunjang lainnya.
PEMA4102/MODUL 2 2.3
Kegiatan Belajar 1
A. TAUTOLOGI
p p p p
B S B
S B B
(1) (2) (3)
2.4 Matematika Dasar 1
Contoh 2.1:
Buktikan dengan menggunakan tabel kebenaran bahwa pernyataan-
pernyataan berikut secara berturut-turut adalah tautologi, kontradiksi, dan
kontingensi.
1. p p q .
2. p q p q .
3. p p .
Bukti:
1.
p (p q)
B B S B B B
B B B B S S
S B B S S B
S B B S S S
(1) (5) (4) (1) (3) (2)
PEMA4102/MODUL 2 2.5
2.
(p q) (p q)
B B B S S B B B
B S S S S B B S
S S B S S S B B
S S S S B S S S
(1) (3) (2) (6) (5) (1) (4) (2)
3.
(p q) p)
B B B B B
B S S S B
S B B S S
S B S S S
(1) (3) (2) (4) (1)
C. PERNYATAAN EKUIVALEN
Contoh:
Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan berikut.
1. pq p q
2. p q r q p p p q p r
3. p q r p q r
Jawab:
1.
p q p q
S B B B B B B
S B S S B S S
B S B B S B B
B S B S S B S
(3) (1) (4) (2) (1) (3) (2)
p [(q ( p r)]
B B B B S B B B
PEMA4102/MODUL 2 2.7
B B B S S B S S
B B S S S B B B
B B S S S B S S
S B B B B S B B
S B B B B S B S
S S S S B S B B
S S S S B S B S
(1) (7) (2) (6) (4) (1) (5) (3)
Karena
p q r q
p p p q p r BBBBBBSS
maka p q r q p p p q p r
3.
p (q r)
S B S B S S B
S B S B B B S
S B S S S S B
S B S S S B S
B S S B S S B
B S B B B B S
B S S S S S B
B S S S S B S
(6) (1) (7) (2) (5) (4) (3)
p (q r)
B S B S S B
B B B B B S
B S S S S B
B S S S B S
S B B S S B
S B B B B S
S B S S S B
S B S S B S
(1) (6) (2) (5) (4) (3)
ekuivalen yang tautologis. Sedangkan telah Anda ketahui bahwa dua buah
pernyataan dikatakan material ekuivalen apabila mereka mempunyai nilai
kebenaran yang sama. Hal ini berarti bahwa dua pernyataan ekuivalen akan
bernilai benar karena komponen-komponen pernyataannya bernilai sama.
Bentuk terakhir ini tiada lain adalah bentuk biimplikasi atau bikondisional.
Oleh karena itu, ada beberapa buku termasuk buku paket matematika SMA
yang tidak membedakan pengertian biimplikasi, bikondisional, dan
ekuivalensi.
Sebagai contoh “prinsip negasi rangkap” (The principle of Double
Negation) p p adalah tautologi. Hal ini dapat dibuktikan dengan tabel
kebenaran, seperti berikut.
p p
B B B S B
S B S B S
(1) (4) (3) (2) (1)
1.
(p q) p q
S B B B B S B S S B
S B B S B S B S B S
S S B B B B S S S B
B S S S B B S B B S
(7) (1) (3) (2) (8) (4) (1) (6) (5) (2)
2.
(p q) p q
S B B B B S B S S B
B B S S B S B B B S
B S S B B B S B S B
B S S S B B S B B S
(7) (1) (3) (2) (8) (4) (1) (6) (5) (2)
Contoh:
1. Akan diselidiki bentuk pernyataan majemuk p q p p .
Apakah pernyataan ini merupakan implikasi logis atau bukan dapat kita
lihat dalam tabel kebenaran berikut.
[(p q) p] p
B B B B B B B
B S S S B B B
S B B S S B S
S B S S S B S
(1) (3) (2) (4) (1) (5) (1)
Karena p q p p BBBB B untuk semua kemungkinan
p dan q , maka bentuk pernyataan tersebut merupakan implikasi
logis atau p q p p .
2. Apakah yang berikut merupakan pernyataan majemuk implikasi logis?
a. p p q p .
b. pq p.
c. p pq .
Jawab:
Nilai kebenaran dari tiap bentuk pernyataan majemuk di atas akan kita
selidiki dengan tabel kebenaran seperti berikut.
a. p (p q) p
B B B B B B B
B B B S S B B
S S S S B B S
S S S S S B S
(1) (4) (1) (3) (2) (5) (1)
PEMA4102/MODUL 2 2.11
b. p q p
S B S B B B
S B S S B B
B S B B S S
B S S S B S
(3) (1) (4) (2) (5) (1)
c. p p q
S B B S B B B
S B B S B S S
B S B B S B B
B S B B S B S
(5) (1) (6) (3) (1) (4) (2)
Contoh:
Selidikilah dengan menggunakan tabel kebenaran, apakah pernyataan-
pernyataan majemuk berikut merupakan ekuivalen logis?
1. p p q p
2. p p q p
3. p p q p
2.12 Matematika Dasar 1
Jawab:
1. p (p q) p
B B B B B B B
B B B S S B B
S S S S B B S
S S S S S B S
(1) (4) (1) (3) (2) (5) (1)
2. p (p q) p
S B B B B B B B
S B S B S S S B
B S B S S B S S
B S B S S S S S
(4) (1) (5) (1) (3) (2) (6) (1)
3. P (p q) p
B B B B B B B
B B B B S B B
S S S B B B S
S S S S S B S
(1) (4) (1) (3) (2) (5) (1)
ini berlaku seperti keterangan pada Modul 1, hanya ada tambahan, yaitu
implikasi logis dan ekuivalensi logis. Adapun secara lengkapnya tahapan
pengerjaan itu adalah. seperti berikut.
1. Operasi negasi.
2. Operasi konjungsi.
3. Operasi disjungsi.
4. Operasi implikasi.
5. Operasi biimplikasi.
6. Operasi implikasi logis.
7. Operasi biimplikasi logis.
1. P p
B B B
S B S
(1) (2) (1)
2. (p q) (q p)
B B B B B B B
B S S B S S B
S S B B B S S
S S S B S S S
(1) (3) (2) (5) (2) (4) (1)
3. (p q) (q r) (p r)
B B B B B B B B B B B
B B B S B S S B B S S
B S S S S S B B B B B
B S S S S B S B B S S
S S B S B B B B S S B
S S B S B S S B S B S
S B S S S S B B S S B
S B S B S B S B S B S
(1) (4) (2) (7) (2) (5) (3) (8) (1) (6) (3)
LAT IH A N
a. Tautologi.
b. Kontradiksi.
c. Kontingensi.
2) a. (p q)
B B S S B
S B B B S
B S S S B
B S S B S
(5) (1) (4) (3) (2)
Karena p q BSBB maka p q adalah kontingensi.
b. p p q
B S S B B B
B S S B B S
S S B S B B
S S B S B S
(1) (4) (3) (1) (5) (2)
Oleh karena p p q BBBB maka p p q adalah
tautologi.
c. (p q) (p q)
S B B B S B B B
S B B S S B S S
S S B B S S S B
B S S S S S S S
(6) (1) (4) (2) (7) (1) (5) (2)
p q p q SSSS S maka p q p q adalah
kontradiksi.
PEMA4102/MODUL 2 2.17
3) a. (p q) p p (q p)
B B B B B B B B B B
B B S B B B B S S B
S B B S S S S B S S
S S S S S S S S S S
(1) (3) (2) (4) (1) (1) (4) (2) (3) (1)
Oleh karena p q p p q p BBSS maka
p q p p q p .
b. p q (p q)
S B B B S B B B
S B S S S B B S
B S B B S S B B
B S B S B S S S
(3) (1) (4) (2) (4) (1) (3) (2)
Oleh karena p q SSBB dan p q SSSB maka
pq p q .
c. P (q r) (p q) r
B B B B B B B B B B
B B B B S B B B B S
B B S B B B B S B B
B B S S S B B S B S
S B B B B S B B B B
S B B B S S B B B S
S b S B B S S S B B
S S S S S S S S S S
(1) (5) (2) (4) (3) (1) (4) (2) (5) (3)
p q r p q r BBBBBBBS .
Jadi, p q r p q r .
2.18 Matematika Dasar 1
5) a. (p q) (p q)
B B S S B B B B B
S B B B S B B S S
S S B S B B S B B
B S S B S B S B S
(6) (1) (5) (3) (2) (8) (1) (7) (2)
b. P q p
B B B S S B
B S S B S B
S B B B B S
S B S B B S
(1) (4) (2) (5) (3) (1)
c. ( p q) (p q)
S B B B B B B B
S B S S B B S S
B S B B B S B B
B S B S B S B S
(3) (1) (4) (2) (6) (1) (5) (2)
Oleh karena p q p q B (tautologi) maka bentuk
pernyataan tersebut merupakan biimplikasi logis atau
p q p q .
R A NG KU M AN
Tautologi adalah pernyataan majemuk yang nilai kebenarannya
selalu benar untuk berbagai kemungkinan nilai kebenaran dari
komponen-komponennya. Sebaliknya bentuk pernyataan itu disebut
kontradiksi jika nilai kebenaran dari pernyataan tersebut selalu salah
untuk berbagai kemungkinan nilai kebenaran komponen-komponennya.
Suatu pernyataan majemuk yang bukan tautologi dan bukan pula
kontradiksi dinamakan kontingensi. Maksudnya, nilai kebenaran dari
pernyataan kontingensi tidak B semua atau tidak S semua, tetapi
kombinasi antara B dan S.
Untuk menentukan apakah suatu pernyataan itu merupakan
tautologi, kontradiksi atau kontingensi, dapat dicek dengan
menggunakan tabel kebenaran.
Selanjutnya jika dua buah pernyataan mempunyai nilai kebenaran
yang sama maka pernyataan-pernyataan itu disebut sebagai pernyataan-
pernyataan ekuivalen. Oleh karena bentuk-bentuk pernyataan ekuivalen
mempunyai nilai kebenaran yang sama maka satu sama lainnya
merupakan kesetaraan logika. Hal ini berarti bahwa bentuk pernyataan
yang pertama menyimpulkan logis terhadap bentuk pernyataan yang
kedua, dan sebaliknya. Oleh karena itu, dua bentuk pernyataan yang
memenuhi kesetaraan logika akan merupakan suatu tautologi.
Selanjutnya apabila suatu pernyataan implikasi p q dan
pernyataan biimplikasi p q selalu mempunyai nilai kebenaran yang
benar, artinya merupakan bentuk-bentuk tautologi untuk semua
kemungkinan nilai kebenaran p dan q, maka berturut-turut disebut
sebagai implikasi logis dan ekuivalensi logis. Implikasi logis dinotasikan
p q dan ekuivalensi logis dinotasikan p q .
2.20 Matematika Dasar 1
Ada tiga sifat dari ekuivalensi logis, yaitu sifat refleksif, simetris,
dan transitif. Ketiga sifat ini dalam topik-topik matematika lainnya akan
merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu relasi yang
ekuivalen dan akan Anda temukan dalam modul lain dan materi pokok
matematika yang lainnya.
TES F OR M AT IF 1
Petunjuk:
Berilah komentar atau penjelasan dari setiap pernyataan berikut, dan
tentukan pula nilai kebenarannya. Jawaban yang benar skornya 1 dan
jawaban yang salah skornya 0.
Petunjuk:
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang
disediakan!
Kegiatan Belajar 2
A. KONVERS
Seperti halnya dalam modul yang telah lalu bahwa suatu implikasi
kadang-kadang dapat dibuktikan salah dengan menunjukkan suatu contoh
saja yang salah yang dinamakan contoh lawan (contoh sangkalan) yang
salah.
Contoh:
1. Implikasi : “Jika suatu bilangan berakhir dengan nol maka
bilangan itu habis dibagi dengan 5”.
Konvers : “Jika suatu bilangan habis dibagi dengan 5 maka
bilangan itu berakhir dengan nol”.
Contoh lawannya : Gantilah bilangan itu dengan bilangan yang habis
dibagi 5, tetapi tidak berakhir dengan nol, misalnya
15. “Jika 15 habis dibagi dengan 5 maka 15 adalah
bilangan yang berakhir dengan nol”, merupakan
implikasi yang salah. Jadi, konversnya
(kebalikannya) salah, tanpa menghiraukan ada
berapa banyak contoh yang benar yang dapat kita
temukan.
2. Implikasi : Jika x kelipatan 9 maka x kelipatan 3.
Konvers : Jika x kelipatan 3 maka x kelipatan 9.
Contoh sangkalan : Jika 15 kelipatan 3 maka 15 kelipatan 9.
B. INVERS
2. Implikasi : Jika dua garis saling tegak lurus maka kedua garis itu
membentuk sudut siku-siku.
Invers : Jika dua garis tidak saling tegak lurus maka kedua garis
itu tidak membentuk sudut siku-siku.
3. Implikasi : Jika x = 0 maka xy = 0
Invers : Jika x 0 maka xy 0
4. Implikasi : Jika dua buah sudut adalah siku-siku maka kedua sudut itu
sama besar.
Invers : Jika dua buah sudut tidak siku-siku maka kedua sudut itu
tidak sama besar.
Contoh:
1. Implikasi : Jika sebuah bolpoin adalah parker maka tulisannya rata.
2. Konvers : Jika tulisannya sebuah bolpoin rata maka bolpoin itu adalah
parker.
3. Invers : Jika sebuah bolpoin bukan parker maka tulisannya tidak
rata.
C. KONTRAPOSITIF
1. Implikasi 2. Konvers
p q q p
B B B B B B
B S S S B B
S B B B S S
S B S S B S
(1) (3) (2) (2) (3) (1)
(p q) = BSBB (q p) = BBSB
3. Invers
p q
S B B S B
S B B B S
B S S S B
B S B B S
(3) (1) (5) (4) (2)
( p q) = BBSB
4. Kontrapositif
q p
S B B S B
B S S S B
S B B B S
B S B B S
(3) (2) (5) (4) (1)
( q p) = BSBB
Demikian pula untuk yang lain-lainnya bahwa dengan cara yang sama
akan didapatkan suatu hubungan yang berlaku antara implikasi, konvers,
invers, dan kontrapositif dapat kita lihat dalam peragaan diagram berikut.
PEMA4102/MODUL 2 2.29
LAT IH A N
1) a. Jika x z y z maka x y
b. Jika x A maka x A B
c. Jika dua sudut dari suatu segitiga sama besar maka sisi-sisi di
hadapannya sama panjang.
2) a. Benar, sebab berlaku untuk setiap x, y, dan z (sifat
penghapusan/cancellation law).
b. Salah, sebab belum tentu A = B atau A B
c. Benar, sebab sifat dari segitiga sama kaki.
3) a. Jika n bilangan yang tidak lebih dari 2 maka n bukan bilangan
ganjil.
b. Jika ia bukan orang Indonesia maka ia bukan orang Asia.
c. Jika x y maka x z y z .
4) a. Benar, sebab bilangan prima yang tidak lebih dari 2 adalah 2 sendiri
maka dengan sendirinya 2 bukan bilangan ganjil (bilangan genap).
b. Salah, tidak semua orang yang bukan orang Indonesia bukan orang
Asia. Misalnya, orang Jepang adalah bukan orang Indonesia, tetapi
orang Jepang adalah orang Asia.
c. Benar, sebab berlaku untuk setiap x, y, dan z (sifat
ketidaksamaan/equality law).
5) Misalkan, pernyataan implikasi pq maka kontrapositifnya
q p . Akan dibuktikan bahwa p q q p . Dengan
tabel kebenaran.
(p q) ( q p)
B B B B S B B S B
B S S B B S S S B
S B B B S B B B S
S B S B B S B B S
(1) (3) (2) (7) (5) (2) (6) (4) (1)
R A NG KU M AN
Dari setiap pernyataan implikasi dapat dibentuk pernyataan-
pernyataan baru yang merupakan implikasi pula, yaitu pernyataan-
pernyataan konvers, invers, dan kontrapositif.
Adapun pembentukan implikasi baru itu diperoleh dengan cara
menukarkan anteseden dan konsekuen, atau dengan penyangkalan
anteseden dan konsekuen, atau dengan melakukan kombinasi kedua
perubahan itu.
Jika dari suatu implikasi, anteseden dan konsekuen dipertukarkan
maka diperoleh implikasi yang baru yang disebut konvers dari implikasi
semula. Konvers dari implikasi p q adalah q p . Demikian pula
sebaliknya konvers dari q p adalah p q .
Jika pada suatu implikasi dilakukan penyangkalan terhadap
anteseden dan konsekuennya maka implikasi yang terjadi disebut invers
dari implikasi semula. Invers dari p q adalah p q . Mengingat
menurut prinsip negatif rangkap bahwa p p atau p p dan
q q maka sebaliknya invers dari p q adalah p q .
Selanjutnya untuk yang terakhir jika dari suatu implikasi pada kedua
komponen yaitu anteseden dan konsekuennya dilakukan penyangkalan
dan ditukarkan maka didapat kontrapositif dari implikasi semula. Jadi,
kontrapositif dari p q adalah q p , dan sebaliknya kontrapositif
dari q p adalah p q .
Hubungan antara implikasi, konvers, invers, dan kontrapositif dapat
diperagakan, seperti pada diagram panah yang lalu.
Ada suatu cara yang sangat membantu pada kita untuk
membuktikan bentuk-bentuk implikasi yang salah. Karena kadang-
kadang suatu implikasi dapat dibuktikan salah dengan menunjukkan satu
contoh saja yang salah, yang dinamakan contoh penyangkalan yang
salah. Jadi, suatu contoh penyangkalan atau contoh lawan ialah suatu
contoh yang membuktikan salahnya suatu pernyataan, misalnya jika
xy 0 maka x 0 , contoh lawannya x 1 , y 0 .
2.32 Matematika Dasar 1
TES F OR M AT IF 2
Petunjuk:
Berilah komentar atau penjelasan dari setiap pernyataan berikut, dan
tentukan pula nilai kebenarannya. Jawaban benar skornya 1 dan jawaban
yang salah skornya 0.
Petunjuk:
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang
disediakan!
10) Kontrapositif dari pernyataan implikasi “Jika binatang itu tidak bertubuh
besar maka binatang itu bukan gajah” adalah ….
A. Jika binatang itu bertubuh besar maka binatang itu adalah gajah
B. Jika seekor binatang itu gajah maka binatang itu bertubuh besar
C. Jika binatang itu gajah maka binatang itu tidak bertubuh besar
D. Jika seekor binatang itu adalah gajah maka binatang itu tidak
bertubuh besar
Tes Formatif 1
1) Salah. Sebab dengan tidak memandang pernyataan variabelnya maka
nilai kebenaran pernyataan tautologi selalu benar, kontradiksi selalu
salah, sedangkan kontingensi adalah pernyataan yang bukan tautologi
dan bukan kontradiksi.
2) Salah. Sebab nilai kebenaran yang selalu benar adalah tautologi bukan
kontingensi walaupun komponen-komponen variabelnya semua benar
sebab nilai kebenaran akhirnya tergantung pada operasi-operasinya.
3) Benar. Oleh karena x y SS S maka x x adalah sebuah
kontradiksi. Silakan Anda buat tabel kebenarannya!
4) Benar. Sebab dari bentuk pernyataan yang ekuivalen logis selalu
merupakan tautologi. Hal ini disebabkan oleh komponen-komponen
bentuk pernyataannya mempunyai nilai kebenaran yang sama. Akibatnya
setiap dua bentuk pernyataan yang ekuivalen logis merupakan kesetaraan
logika.
5) Salah. Sebab q p B untuk berbagai nilai kebenaran p dan q.
Akibatnya bentuk pernyataan p q dinamakan implikasi logis bukan
ekuivalen logis.
6) A. Oleh karena p q B maka p p tautologi dan
silakan Anda buat tabel kebenarannya!
7) B. Oleh karena p q p p BSBB maka
pq p q .
Sedangkan nilai kebenaran yang lainnya tidak BSBB dan silakan
Anda buat tabel kebenarannya!
8) C. Oleh karena p p q p BBSB (kontingensi), sedangkan
yang lainnya adalah tautologi dan kontradiksi dan buatlah tabel
kebenarannya!
9) D. Oleh karena p q q p B maka p q q p . Silakan
diselidiki dengan menggunakan tabel kebenaran!
10) D. Oleh karena p q q r p r adalah sifat transitif
ekuivalen logis.
PEMA4102/MODUL 2 2.35
Tes Formatif 2
1) Benar. Sebab nilai kebenaran konversnya, yaitu “Jika A B A maka
A B ” adalah benar.
2) Salah. Sebab kebenaran inversnya, yaitu “Jika dua buah segitiga
kongruen maka kedua segitiga itu tidak sebangun” adalah salah.
3) Salah. Sebab kontrapositif dari pernyataan implikasi x y adalah
y x bukan x y .
4) Benar. Sebab Invers dari x y adalah x y atau
x y (ingat prinsip dobel negasi).
5) Benar. Sebab suatu pernyataan implikasi dengan kontrapositifnya adalah
ekuivalen logis.
6) C Konvers dari pernyataan p q adalah q p .
7) A Invers dari pernyataan p q adalah p q .
8) A Jika b a adalah suatu pernyataan maka konversnya a b
dan inversnya b a .
9) D Sebab dengan mengganti a = 8, ternyata 8 pembagi dari 32 tetapi 8
bukan pembagi 4. Hal ini adalah suatu contoh yang membuktikan
salahnya suatu pernyataan implikasi.
10) B Kontrapositif dari pernyataan p q adalah q p
atau q p (ingat prinsip dobel negasi).
2.36 Matematika Dasar 1
Glosarium
Daftar Pustaka
Robert Sharvy. (1970). Logic on Outline. Totowa, New Jersey: Little Field,
Adam & Co.
Kuantor
Dr. H. Karso, M.Pd.
PEN D A HU L UA N
Materi modul ini disusun menjadi dua kegiatan belajar sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1: Kuantor Universal dan Kuantor Eksistensial.
Kegiatan Belajar 2: Negasi Pernyataan Berkuantor.
Petunjuk Belajar
Untuk dapat memahami modul ini dengan baik serta mencapai
kompetensi yang diharapkan, gunakanlah strategi belajar yang berikut ini.
1. Sebelum membaca modul ini, cermati terlebih dahulu Glosarium pada
akhir modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
modul ini.
2. Baca materi modul dengan saksama, tambahkan catatan pinggir berupa
tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan lain-lain sesuai
dengan pemikiran yang muncul.
3. Cermati dan kerjakan soal-soal latihan dan tes formatif seoptimal
mungkin, dan gunakan rambu-rambu jawaban untuk membuat penilaian
tentang kemampuan pemahaman Anda.
4. Buatlah catatan khusus hasil diskusi dalam tutorial untuk digunakan
dalam pembuatan tugas dan ujian akhir.
5. Usahakanlah Anda mempelajari buku-buku sumber penunjang lainnya.
PEMA4102/MODUL 3 3.3
Kegiatan Belajar 1
A. PERNYATAAN BERKUANTOR
Contoh:
1. Misalkan, p x adalah kalimat terbuka x 3 5
Apabila pada kalimat ini dibubuhi kuantor universal maka x p x
berarti x x 3 5 . Ini merupakan kalimat tertutup dan diucapkan,
yaitu “Untuk semua x berlaku x 3 5 ”. Pernyataan ini nilai
kebenarannya salah, sebab dengan pemisalan untuk x 0 , diperoleh
pernyataan yang salah, yaitu 0 3 5 .
3.4 Matematika Dasar 1
Contoh:
1. x R x 2 0 , R = {bilangan real} adalah pernyataan yang benar,
sebab untuk setiap x R jika dikuadratkan akan menghasilkan bilangan
positif atau nol.
2. y A y 0 , A = {bilangan asli} adalah pernyataan yang salah,
sebab bilangan asli memang lebih besar dari nol, tetapi tidak ada yang
sama dengan nol.
3.
x R x 2 1 merupakan pernyataan yang salah, sebab tidak ada
satu pun anggota bilangan real yang jika dikuadratkan sama dengan –1.
Kuadrat dari setiap bilangan real adalah positif.
4. y R xy 0 merupakan pernyataan yang benar, sebab ada anggota
bilangan real yang lebih besar atau sama dengan nol.
Contoh:
1. “Semua bilangan asli adalah bilangan bulat”.
Misalkan,
A = {bilangan asli}.
B = {bilangan bulat}.
R = {bilangan real}.
Apabila pernyataan contoh 1 ini diterjemahkan dalam pernyataan
mengenai himpunan maka didapat A B .
Sedangkan apabila diperhatikan, ternyata bahwa setiap pernyataan yang
berkuantor universal ini ekuivalen dengan pernyataan implikasi:
“Jika x adalah bilangan asli maka x adalah bilangan bulat”.
Jadi, jelaskan bahwa:
A B x A x B atau x R A x B x .
Informasi ini dapat digambarkan dengan diagram Venn, seperti berikut
(Gambar 3.1).
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Contoh:
4. Dengan menggunakan huruf yang disarankan, terjemahkanlah setiap
pernyataan berikut dalam pernyataan mengenai himpunan dan
gambarkan dengan diagram Venn-nya.
a. Beberapa wanita adalah mahasiswa W, M .
b. Semua anjing mempunyai empat kaki A, K .
c. Tidak ada bilangan genap yang mempunyai kuadrat yang ganjil
A, B .
Jawab:
4. a. “Beberapa wanita adalah mahasiswa” W, M .
W = {wanita}
M = {mahasiswa}
Maka, W M
Dengan memisalkan himpunan semestanya
S = {manusia}
Maka, diagram Venn-nya, seperti berikut (Gambar 3.5).
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Contoh:
5. Tulislah pernyataan berkuantor dengan simbol logika dari tiap pernyataan
berkuantor contoh soal nomor 4 di atas.
Jawab:
5. a. “Beberapa wanita adalah mahasiswa”.
W = {wanita}
M = {mahasiswa}
S = {manusia}
Karena W M maka simbol logika pernyataan berkuantornya:
x S W x S(x)
PEMA4102/MODUL 3 3.11
Seperti sudah Anda ketahui dalam uraian modul lain, bahwa untuk
sebuah kalimat terbuka dengan dua variabel, misalnya x dan y, dapat
dinyatakan dengan P x, y , q x, y , dan sebagainya.
Untuk keperluan mengubah suatu kalimat terbuka dengan dua variabel
sehingga menjadi kalimat tertutup yang mempunyai nilai kebenaran,
diperlukan dua buah kuantor. Pada hal ini ada beberapa definisi dari
kombinasi dua buah kuantor yang akan sangat membantu dalam pembicaraan
bagian ini.
Definisi:
x y p x, y x y p x, y , dibaca “Untuk setiap x ada y
sehingga p x, y ”.
Definisi:
y x p x, y y x p x, y , dibaca “Ada y sehingga untuk
setiap x,p x, y ”.
Contoh:
1. Misal p x, y adalah kalimat terbuka: x 2y 7 .
x y x 2y 7
Kalimat tertutup ini benar karena menurut definisi di atas akan ada
sekurang-kurangnya satu bilangan real sebagai pengganti y yang memenuhi
x 2y 7 jika sebarang bilangan real disubstitusikan untuk x sehingga
untuk x dan y yang sesuai akan diperoleh jumlah ruas kiri sama dengan 7.
Dari kedua pernyataan berkuantor di atas nilai kebenarannya sama, yaitu
benar. Akibatnya kedua pernyataan itu merupakan pernyataan-pernyataan
yang ekuivalen logis atau:
x y x 2y 7 x y x 2y 7
2. q x, y 3x 2y 5
x y3x 2y 5 merupakan kalimat tertutup yang benar.
yx x 2y 7 merupakan kalimat tertutup yang salah karena
kalimat ini mempunyai arti bahwa ada sebarang bilangan real y sedemikian
sehingga jika sebarang bilangan real disubstitusikan untuk x maka jumlah
ruas kiri sama dengan 5. Jelas bahwa pernyataan ini tidaklah benar.
PEMA4102/MODUL 3 3.13
Dari contoh dua ini, tadi telah kita lihat bahwa nilai kebenaran dua
pernyataan berkuantornya tidak sama. Berarti kedua pernyataan berkuantor
itu tidak ekuivalen logis atau dengan kata lain:
x y3x 2y 5 y x 3x 2y 5 .
Selanjutnya, marilah kita perhatikan kalimat-kalimat tertutup
x x p x, y , dan x y p x, y dalam bentuk definisi-definisi,
seperti berikut ini.
Definisi:
x y p x, y dibacanya: “Untuk tiap x dan untuk tiap y berlaku
p x, y ”.
Contoh:
1. x y xy 1
Merupakan kalimat tertutup yang benar karena memang ada harga x real
dan y real sehingga xy 1 .
2. x y x 2y x
Merupakan kalimat tertutup yang salah karena tidak ada bilangan x real
untuk setiap y real yang memenuhi x 2y x . Hal ini hanya akan
didapat x real untuk y 0 sehingga memenuhi kalimat terbuka
x 2y x .
3. x y x y
Merupakan kalimat tertutup yang benar karena untuk setiap x sebarang
akan didapat y yang sebarang pula yang memenuhi x y .
4. x y x y x
Merupakan kalimat tertutup yang benar, sebab untuk sebarang x pasti
ada sekurang-kurangnya satu harga y yang memenuhi x y x . Dalam
hal ini kebetulan hanya ada satu harga y yang memenuhi x y x
untuk semua harga x, yaitu y 0 .
5. x y xy yx
Merupakan kalimat tertutup yang benar, sebab untuk sebarang harga x
dan sebarang harga y, pasti akan memenuhi kalimat terbuka xy yx
(sifat komutatif atau sifat pertukaran operasi kali).
3.14 Matematika Dasar 1
LAT IH A N
2) a) Benar, sebab ada beberapa x anggota bilangan real yang lebih kecil
dari 2.
b) Salah, sebab untuk semua x bilangan real berlaku x 2 0 .
c) Benar, sebab untuk setiap x real ada y yang real pula sehingga
x y.
3) a) A B
b) C D
c) E F
4) a) x A x B x atau x A x B x
b) x C x D x
c) x E x F x
5) a)
b)
c)
3.16 Matematika Dasar 1
R A NG KU M AN
Suatu kalimat terbuka dapat menjadi kalimat tertutup yang
mempunyai nilai kebenaran setelah dibubuhi kuantor. Kuantor dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kuantor universal dan kuantor
eksistensial.
Kuantor universal yang dinotasikan “ “ mempunyai arti semua
atau setiap dan kuantor eksistensial yang dinotasikan “ “ mempunyai
arti beberapa atau sekurang-kurangnya satu. Pada dasarnya kuantor itu
hanya ada dua macam, seperti tersebut di atas walaupun muncul dalam
berbagai macam bentuk.
Nilai kebenaran dari suatu kuantor sangat tergantung pada kalimat
terbuka dengan semesta pengganti variabelnya. Selain itu, kalimat
tertutup berkuantor ini dapat pula diterjemahkan dalam bentuk-bentuk
himpunan dan selanjutnya dapat digambarkan diagram Venn-nya.
Diagram Venn ini sangat tergantung pada jenis pertanyaan
berkuantornya, apakah kuantor universal ataukah kuantor eksistensial.
Pembubuhan kuantor tidak hanya pada kalimat terbuka dengan satu
variabel, tetapi dapat pula dibubuhkan pada kalimat terbuka dengan dua
variabel. Sehubungan dengan pembubuhan kuantor pada kalimat
terbuka, didapatkan pula beberapa definisi yang kebenarannya berlaku
umum dan bersifat logis.
Dalam hal definisi ini, ada dua buah definisi yang banyak dipakai
dalam pembahasan kuantor, yaitu:
1. x y p x, y x y p x, y
2. y x p x, y y x p x, y
TES F OR M AT IF 1
Petunjuk:
Berilah komentar atau penjelasan dari setiap pernyataan berikut dan
tentukan pula nilai kebenarannya. Jawaban yang benar skornya 1 dan
jawaban yang salah skornya 0.
Petunjuk:
Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban
yang disediakan!
B. x x 2 4 x 2 x 2 , x R
C. x x 2 4 x 2 x 2 , x R
D. x x 2 4 x 2 x 2 , x R
A. B.
R
R
Q Q
PEMA4102/MODUL 3 3.19
C. D.
Q R= Q
Kegiatan Belajar 2
Contoh:
1. Jika p: “Semua bilangan asli adalah bilangan bulat”. Pernyataan ini
merupakan kalimat tertutup yang mempunyai nilai kebenaran yang
benar untuk semua bilangan asli. Oleh karena itu, negasinya harus
menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada satu bilangan asli yang
bukan bilangan bulat sehingga mempunyai nilai kebenaran yang salah,
yaitu:
p: “Beberapa bilangan asli bukan bilangan bulat”.
Dari kedua contoh di atas dapatlah kita tarik beberapa kesimpulan yang
akan sangat berguna dalam menentukan negasi dari suatu pernyataan
berkuantor, yaitu:
Jika pernyataan : Semua A ialah B,
maka negasinya : Beberapa A bukan B.
Jika pernyataan : Beberapa A ialah B,
maka negasinya : Semua A bukan B,
: Tidak ada A yang merupakan B.
Dua buah kesimpulan di atas dapat pula kita tulis dalam simbol logika
berkuantor sebagai berikut.
x p x negasinya x p x
x p x negasinya x p x
Jika lebih jauh lagi membandingkan di antara kesimpulan dan hal yang
logis tentang negasi, seperti kenyataan-kenyataan di atas maka akan
diperoleh negasi pernyataan yang memuat sebuah kuantor, yaitu:
1. x p x x p x
2. x p x x p x
Contoh:
1. “Tidak semua orang akan mati“ ekuivalen logis dengan “Ada orang yang
tidak akan mati”.
2. “Tidak semua bunga berwarna merah” berarti “Ada bunga yang tidak
berwarna merah”.
3.22 Matematika Dasar 1
Contoh:
1. “Tidak ada orang yang hidup terus” ekuivalen logis dengan “Semua
orang tidak akan hidup terus”.
2. “Tidak ada siswa yang sakit” sama artinya dengan “Semua siswa tidak
ada yang sakit”.
Contoh:
1) x B x 3 0 , B = {bilangan bulat}
2) x R x 2 1 0 , R = {bilangan real}
3) x x 2 1
4) Tidak ada kucing mirip anjing.
5) Beberapa matriks tidak mempunyai invers perkalian.
Jawab:
1) Negasi dari : x B x 3 0
adalah : x B x 3 0
x B x 3 0
x B x 3 0
2) Negasi dari : x R x 2 1 0
adalah : x R x 2 1 0
x R x 1 0
2
x R x 2 1 0
PEMA4102/MODUL 3 3.23
3) Negasi dari : x x 2 1
adalah : x x 2 1
x x 1
2
x x 2 1
4) Negasi dari : “Tidak ada kucing mirip anjing”,
Ekuivalen dengan : “Semua kucing tidak mirip anjing”.
Negasinya : “Beberapa kucing mirip anjing”
Atau : “Ada kucing yang mirip anjing”.
5) Negasi dari : “Beberapa matriks tidak mempunyai invers
perkalian”,
Adalah : “Semua matriks mempunyai invers perkalian”.
Contoh:
Tulislah negasi-negasi dari kalimat tertutup berikut, dengan ketentuan x
dan y adalah bilangan real.
1) x y 2x y 4
2) x y x y y x
3) x y xy yx
Jawab:
1) x y 2x y 4 x y 2x y 4
x y 2x y 4
x y 2x y 4
x y 2x y 4
3.24 Matematika Dasar 1
2) x y x y y x x y x y y x
x y x y y x
x y x y y x
x y x y y x
Seperti sudah Anda ketahui, menurut negasi dari suatu pernyataan bahwa
negasi-negasi dari ketiga pernyataan berkuantor di atas tentunya berturut-
turut adalah sebagai berikut.
1. Beberapa bilangan asli bukan bilangan bulat A,C .
2. Semua bilangan prima tidak ganjil P,H .
3. Beberapa bilangan ganjil adalah genap L,P .
Dengan cara yang sama akan diperoleh pula untuk negasi pernyataan
yang kedua dan yang ketiga, yaitu:
Nilai kebenaran pernyataan kedua benar, negasinya salah.
Pernyataan himpunannya : P G ,
Negasinya : P G P H
Pernyataan kuantornya : x P x G x ,
Negasi berkuantornya : x P x H x .
3.26 Matematika Dasar 1
Diagram Venn pernyataan asal dan negasinya ialah (Gambar 3.10 dan
3.11).
Proposisi:
“Semua bilangan asli adalah bilangan bulat (A, B)”.
Proposisi ini dapat diganti oleh proposisi berikut tanpa mengubah
makna:
“Segala sesuatu demikian rupa, sehingga kalau sesuatu itu bilangan asli
maka sesuatu itu bilangan bulat”.
Proposisi:
“Semua bilangan asli bukan bilangan bulat”.
Lambangnya menjadi:
x A x B x
Bentuk ini adalah proposisi E yang secara umum dirumuskan menjadi:
x x x
Proposisi:
“Beberapa bilangan prima adalah ganjil P,G ”
Proposisi ini dapat dijabarkan menjadi bentuk proposisi berikut.
“Sekurang-kurangnya ada sesuatu demikian rupa sehingga sesuatu itu
adalah bilangan prima dan sesuatu itu bilangan ganjil”.
PEMA4102/MODUL 3 3.29
Proposisi:
“Beberapa bilangan prima tidak ganjil”
Lambangnya:
x P x G x
Proposisi O secara umum dirumuskan:
x x x
Contoh:
Jika P = pedagang dan Q = pembeli maka
1. x P x Q x : Semua hal itu begitu rupa sehingga jika hal
itu adalah pedagang maka hal itu adalah
pembeli = Semua pedagang itu pembeli.
2. x P x Q x : Segala sesuatu itu demikian rupa sehingga
sesuatu itu pedagang atau sesuatu itu
pembeli = Segala sesuatu itu pedagang atau
pembeli.
3. x P x Q x : Beberapa pedagang adalah pembeli.
4. x P x Q x : Semua pedagang bukan pembeli.
5. x P x Q x : Ada sesuatu yang pedagang atau pembeli.
6. x P x x Q x : Ada sesuatu yang pedagang atau ada
sesuatu yang pembeli.
7. x P x Q x : Ada pedagang yang bukan pembeli.
LAT IH A N
1) a) x x 2 4 x 2 x 2 x x 2 4 x 2 x 2
x x 2 4 x 2 x 2
b) x x 2 2x 8 0 x x 2 2x 8 0
x x 2 2x 8 0
c) x x x y x x x x y x
2) a) x M x R x atau x M x R x
b) x H x J x x H x B x
c) x B x L x
3) a) Tidak semua makanan halal.
b) Tidak benar bahwa semua makanan itu halal.
c) Tidak benar ada makanan yang halal.
4) a) Ada kuadrat bilangan negatif yang tidak positif.
b) Semua mahasiswa bukan wanita.
c) Beberapa pegawai korupsi.
3.32 Matematika Dasar 1
R A NG KU M AN
Selain kedua definisi pokok kuantor (dalam Kegiatan Belajar 1
Modul ke-5 ini) juga ada dua buah postulat yang berlaku secara umum
dan dapat diterima pengertiannya secara logis, yaitu:
1. x M x x p x .
2. x p x x p x .
3. Proposisi I : x x x
4. Proposisi O : x x x
TES F OR M AT IF 2
Petunjuk:
Berilah komentar atau penjelasan dari setiap pernyataan berikut, dan
tentukan pula nilai kebenarannya. Jawaban yang benar skornya 1 dan
jawaban yang salah skornya 0.
1) Negasi dari pernyataan berkuantor “Beberapa siswa boleh pulang”
adalah: “Semua siswa tidak boleh pulang”.
2) x y y x 0 merupakan negasi dari pernyataan berkuantor
x y y x 0 .
3) Pernyataan y q y berarti “menerima bahwa ada y yang tidak
termuat dalam q y ”.
4) Negasi dari pernyataan y x 2 0 adalah x x 2 0 .
5) Jika H = hidup, dan M = mati maka pernyataan y H x M x
dibaca “Tidak benar bahwa sesuatu itu hidup dan mati”.
3.34 Matematika Dasar 1
Petunjuk:
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang
disediakan.
6) Simbol logika dari pernyataan “Ada manusia yang pelupa ada yang tidak
(M, L)” adalah ....
A. x M x L x x M x L x
B. x M x L x x M x L x
C. x M x L x x L x
D. x M x L x L x
10) Diagram Venn dari negasi pernyataan “Ada harimau yang jinak H,J ”
dengan B = {binatang} adalah ....
A. B.
B B
~J
H
H
~J
C. D.
B B
~J
~J
H
H
Tes Formatif 1
1) Salah, sebab seharusnya x R x I x .
2) Salah, sebab x y xy yx atau x y x y y x .
3) Salah, sebab seharusnya x K x P , sebab P K .
4) Benar, sebab nilai kebenarannya sama sehingga kedua pernyataan
berkuantor eksistensial itu ekuivalen.
5) Benar, sebab ucapan dan simbolnya sejalan walaupun nilai kebenarannya
salah.
6) D. x y x y 0 , diucapkan “Untuk semua x ada y sehingga
berlaku x y 0 ”.
7) D. Untuk sebarang x anggota bilangan real berlaku x 2 0 .
8) B. Identitas adalah persamaan yang menghasilkan pernyataan yang
benar setelah dibubuhi kuantor universal. Hal ini berarti berlaku
untuk semua variabelnya.
9) B. Q R .
10) C. Untuk setiap x dan y berlaku y x y adalah salah, sedangkan
yang lainnya adalah benar.
Tes Formatif 2
1) Benar, sebab menurut salah satu postulat negasi pernyataan berkuantor
x y y x 0 adalah x p x .
2) Salah, sebab [(x)(y)(y + x = 0)] adalah (x) (y) (y + x = 0).
3) Salah, sebab seharusnya “tidak menerima bahwa ada y yang termuat
dalam q(y)”.
4) Benar, sebab x y x 2 0 adalah x x 2 0 .
5) Salah, sebab x H x M x berarti “Ada sesuatu yang tidak
hidup dan mati”.
6) A. “Ada manusia yang pelupa ada yang tidak” berarti “Ada manusia
yang pelupa dan ada manusia yang bukan pelupa”.
PEMA4102/MODUL 3 3.37
7) A. p q q p 0 q q p 0
p q q p 0
p q q p 0
8) A. “Setidak-tidaknya ada sesuatu sedemikian x , sehingga sesuatu itu
bukan bilangan real R yang disebut bilangan imajiner
I ” berarti x R I x
9) D. Negasi dari pernyataan “Ada bilangan bulat x sehingga
x 2 0 A, B ” ialah pernyataan “Semua bilangan bulat x tidak
memenuhi x20” sehingga pernyataan himpunannya
A B .
10) D “Ada harimau yang jinak H,J ” mempunyai negasi “Semua
harimau tidak jinak”, berarti H J dan diagram Venn-nya
adalah D.
3.38 Matematika Dasar 1
Glosarium
Daftar Pustaka
Irving M.. (1973). Symbolic Logic. Copy. Fourth Edition. New York:
Macmilan Publishing Co.
Robert Sharvy. (1970). Logic on Outline. Totowa, New Jersey: Little Field,
Adam & Co.
PEN D A HU L UA N
Materi modul ini disusun menjadi dua kegiatan belajar sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1 : Validitas Argumen.
Kegiatan Belajar 2 : Penarikan Kesimpulan.
Petunjuk Belajar
Untuk dapat memahami modul ini dengan baik serta mencapai
kompetensi yang diharapkan, gunakanlah strategi belajar yang berikut ini.
1. Sebelum membaca modul ini, cermati terlebih dahulu Glosarium pada
akhir modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
modul ini.
2. Baca materi modul dengan saksama, tambahkan catatan pinggir berupa
tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan lain-lain sesuai
dengan pemikiran yang muncul.
3. Cermati dan kerjakan soal-soal latihan dan tes formatif seoptimal
mungkin dan gunakan rambu-rambu jawaban untuk membuat penilaian
tentang kemampuan pemahaman Anda.
4. Buatlah catatan khusus hasil diskusi dalam tutorial untuk digunakan
dalam pembuatan tugas dan ujian akhir.
5. Usahakanlah Anda mempelajari buku-buku sumber penunjang lainnya.
PEMA4102/MODUL 4 4.3
Kegiatan Belajar 1
Validitas Argumen
A. ARGUMEN
Contoh:
1. a. Semua pegawai negeri dalam Korpri.
b. Semua Korpri adalah penerima gaji.
c. Jadi, semua pegawai negeri penerima gaji.
2. a. Semua pegawai negeri adalah penerima gaji.
b. Semua penerima gaji adalah karyawan.
c. Jadi pegawai negeri adalah karyawan.
4.4 Matematika Dasar 1
Pada contoh (1) dan (2) di atas, pernyataan-pernyataan (a) dan (b)
dinamakan premis-premis, sedangkan pernyataan (c) dinamakan konklusi.
Sedangkan konklusi pada argumen pertama, yaitu pernyataan (c) pada contoh
(1), merupakan premis pada argumen yang kedua, yaitu pernyataan (a) pada
contoh (2).
Selain pengertian premis dan konklusi itu relatif, kita harus berhati-hati
pula mengenai pengertian valid dan invalid dari sebuah argumen. Persoalan
mengenai valid atau invalid sebuah argumen harus dibedakan dengan
persoalan mengenai benar atau salah sebuah pernyataan.
Sebagai contoh, konklusi yang benar dapat ditarik secara valid dari
premis-premis yang salah atau dari campuran premis yang salah dengan yang
benar.
Contoh:
1. Hitler seorang Polandia. (S)
Semua orang Polandia orang Eropa. (B)
Jadi, Hitler orang Eropa. (B)
Dalam contoh yang kedua ini, kebenaran konklusinya salah yang ditarik
secara valid dari dua premis dengan nilai kebenaran yang salah. Sebaliknya,
sebuah argumen tidaklah harus valid, walaupun premis-premisnya serta
konklusinya benar.
Semua pernyataan dalam Contoh 3 ini adalah benar, tetapi semua orang
dapat mengatakan bahwa konklusinya tidak mengikuti secara logis dari
premis-premis. Dengan kata lain, argumen ini adalah invalid.
Jadi, dapatlah kita ketahui bahwa suatu pernyataan dapat merupakan
premis atau konklusi bergantung pada konteksnya. Pernyataan itu merupakan
premis, bila muncul sebagai asumsi dalam argumen untuk kepentingan
pembuktian suatu pernyataan lain, tetapi pernyataan itu merupakan konklusi,
bila dalam argumen tersebut muncul sebagai hal yang diminta untuk
dibuktikan berdasarkan pernyataan-pernyataan lain yang diasumsikan.
Sedangkan valid dan tidak validnya sebuah argumen, tidak hanya
tergantung pada nilai kebenaran dari premis-premis dan konklusinya, tetapi
tergantung pula pada penarikan konklusi dari premis-premisnya. Perhatikan
kembali Contoh (1), (2), dan (3) di atas.
Perlu diketahui pula bahwa ada dua macam argumen, yaitu argumen
deduktif (deductive argument) dan argumen induktif (inductive argument).
Argumen deduktif mempunyai tugas untuk menjelaskan sifat dari hubungan
yang berlaku antara premis dan konklusi dalam sebuah valid argumen, serta
memberikan teknik untuk membedakan valid dan invalid dari argumen
tersebut. Sedangkan dalam argumen induktif hanya memerlukan tuntutan
bahwa premis-premisnya memberikan sesuatu dasar untuk konklusinya.
Khusus dalam modul ini yang akan dibahas hanyalah untuk argumen
deduktif, sedangkan argumen induktif termasuk dalam logika induktif. Untuk
seterusnya yang dimaksudkan dengan argumen adalah argumen deduktif.
atau kesalahan dari proposisi atau pernyataan itu mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan penarikan kesimpulan dalam suatu argumen.
Contoh:
1. Semua bilangan asli adalah bilangan bulat. (B)
Semua bilangan bulat adalah bilangan real. (B)
Jadi, semua bilangan asli adalah bilangan real. (B)
Argumen ini adalah valid dan terdiri dari proposisi-proposisi yang benar
semuanya. Namun, validitas sebuah argumen tidaklah dijamin dari kebenaran
premis dan konklusinya. Dengan kata lain walaupun premis-premis dan
konklusinya benar maka argumen tersebut tidaklah harus valid, misalnya
dalam Contoh 3 bagian (a) Sebaliknya, validitas sebuah argumen tidaklah
menjamin kebenaran kepada konklusinya (Contoh 2 bagian (a).
Sekarang, kita perhatikan dua buah argumen yang sama bentuknya,
tetapi mempunyai nilai kebenaran konklusi yang berlainan, yaitu sebagai
berikut.
Contoh:
2. Semua ikan paus adalah binatang menyusui.
Semua binatang menyusui berparu-paru.
Jadi, semua ikan paus berparu-paru.
Contoh:
3. Semua ikan laut adalah binatang menyusui.
Semua binatang menyusui mempunyai sayap.
Jadi, semua ikan laut mempunyai sayap.
Bentuk argumen Contoh 3 ini pun adalah valid, tetapi premis-premis dan
konklusinya salah.
Dari kedua bentuk argumen yang sama, yaitu Contoh 2 dan 3 di atas,
ternyata bisa didapatkan kesimpulan yang benar dan bisa pula didapatkan
PEMA4102/MODUL 4 4.7
kesimpulan yang salah. Jadi, jelaslah bahwa dalam argumen yang valid dapat
menghasilkan konklusi yang benar, tetapi dapat pula menghasilkan konklusi
yang salah.
Kebenaran atau kesalahan suatu konklusi tidak hanya tergantung pada
validitas argumen saja, tetapi tergantung pula pada kebenaran atau kesalahan
premis-premisnya. Jadi, ada dua syarat yang perlu untuk menentukan
kebenaran sebuah konklusi. Pertama, argumennya harus valid dan kedua,
semua premisnya harus benar. Namun demikian, tentu saja syarat ini tidak
cukup untuk validitas sebuah argumen, sebab walaupun premis-premis dan
konklusinya semuanya benar bisa saja didapatkan argumen yang invalid
(Contoh 3 bagian (a)). Untuk mengungkapkan hubungan di antara kebenaran
dan validitas, akan kita lihat dalam beberapa aturan penarikan konklusi suatu
argumen pada uraian berikut ini.
Contoh:
1. Semua segitiga adalah gambar datar. (B)
Semua segi empat adalah gambar datar. (B)
Jadi, segitiga adalah segi empat. (S)
4.8 Matematika Dasar 1
Semua a adalah b
b adalah c
Jadi, a adalah c
atau
Semua a adalah c
b adalah a
Jadi, b adalah c
konklusinya juga tentu benar. Misalnya, bentuk itu dijadikan kegiatan pola
berpikir berikut.
Contoh:
1. 9 adalah bilangan prima (S)
Semua bilangan prima adalah ganjil (S)
Jadi, 9 adalah bilangan ganjil (S)
Contoh 1 :
Jika Anda menentang rancangan undang-undang maka
Anda tidak setuju dengan hukuman yang lebih keras
terhadap penunggak pajak.
Contoh 2:
Buktikan invaliditas argumen berikut.
AB
C D
BC
A D
A B C D A B C D B C A D
S B S S B B B S
6 16 13 8 7 4 3 9 2 1
S B S S B S S S
10 12 15 14 5 5
S
11
E. BENTUK-BENTUK ARGUMEN
bantuan tabel kebenaran atau dapat pula kita gunakan diagram Venn teori
himpunan.
Misalnya, untuk memeriksa validitas bentuk argumen disjungsi di atas
dapat digunakan tabel kebenaran dengan memasukkan berbagai nilai
kebenaran yang mungkin.
pq [(p q) p] q
p B B B S S B B B
q B B S S S B B S
S B B B B S B B
S S S S B S B S
(1) (3) (2) (5) (4) (1) (6) (2)
pq
p
q
2. p q [ (p q) p] q
p B B B B B B B
q B S S S B B S
S B B S S B B
S B S S S B S
(1) (3) (2) (4) (1) (5) (2)
3. p q [ (p q) q] p
q B B B S S B B S B
p B S S S B S B S B
S B B S S B B B S
S B S B B S B B S
(1) (3) (2) (5) (4) (2) (7) (6) (1)
4. pq
qr
pr
Validitas untuk yang keempat (HS) dapat Anda buktikan dengan bantuan
tabel kebenaran, seperti ketiga validitas lainnya. Dalam hal ini akan
didapatkan tabel kebenaran yang terdiri dari sebelas kolom dengan delapan
pasangan nilai kebenaran yang pada bagian langkah akhirnya akan bernilai B
semua (Silakan Anda kerjakan sebagai latihan).
PEMA4102/MODUL 4 4.17
1. pq [p q) q )] p
q B B B B B B B
p B S S S S B B
S B B B B S S
S B S S S B S
(1) (3) (2) (4) (2) (5) (1)
2. pq [( p q) p] q
p B B B S S B B S B
q B S S S S B B B S
S B B B B S S S B
S B S B B S B B S
(1) (3) (2) (5) (4) (1) (7) (6) (2)
1. pq
q
p
2. pq
p
q
Contoh:
1. Bentuk validitas argumen (MP)
Jika dua sisi sebuah segitiga sama panjangnya maka sudut-sudut di
hadapannya sama besar.
Dua sisi sebuah segitiga sama panjang.
Jadi, sudut-sudut di hadapannya sama besar.
2. Bentuk validitas argumen (MT)
Jika ia orang Indonesia maka ia orang Asia.
Ia bukan orang Asia.
Jadi, ia bukan orang Indonesia.
3. Bentuk validitas argumen (HS)
Semua harimau binatang buas.
Semua binatang buas pemakan daging.
Jadi, harimau adalah pemakan daging.
PEMA4102/MODUL 4 4.19
LAT IH A N
3) PQ Premis
Q R S Premis
R P T Premis
PT Premis
P T Konklusi
R A NG KU M AN
Selain keempat bentuk argumen valid yang elementer, ada pula dua
buah bentuk argumen invalid yang dapat dibuktikan dengan tabel
kebenaran dan diagram Venn himpunan. Dua bentuk argumen invalid ini
sepintas lalu seolah-olah merupakan bentuk argumen yang valid karena
memang konklusinya mempunyai arti yang wajar, demikian pula
argumennya. Namun, kedua bentuk argumen invalid ini tidak melalui
cara-cara penyimpulan yang logis. Kedua bentuk argumen invalid itu
adalah berikut ini.
TES F OR M AT IF 1
Petunjuk:
Berilah komentar atau penjelasan dari setiap pernyataan berikut dan
tentukan pula nilai kebenarannya. Jawaban yang benar skornya 1 dan
jawaban yang salah skornya 0.
Petunjuk:
Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban
yang disediakan!
A. E F G H I E (F G) G (H I) H E I
B S B S S B B B S
B. E F G H I E (F G) G (H I) H E I
B B B S S B B B S
C. E F G H I E (F G) G (H I) H E I
B S S S S B B B S
D. E F G H I E (F G) G (H I) H E I
B B S S S B B B S
Kegiatan Belajar 2
Penarikan Kesimpulan
2. Conjunction (Conj) : p
(Konjungsi) q
p q
4. Addition (Add) : p
Adisi pq
Contoh 1:
Perhatikanlah suatu argumen dengan lima pernyataan tunggal yang
berlainan, seperti berikut.
a. Jaksa Agung mengadakan sensor pos yang keras atau jika Badu
mengirimkan surat yang diterimanya maka Didu menerima peringatan
(A, B, D).
b. Jika garis komunikasi kita tidak putus maka jika Didu menerima
peringatan maka Eni diberi tahu persoalannya (P, D, E).
c. Jika Jaksa Agung mengadakan sensor pos yang keras maka garis
komunikasi kita bisa putus (A, P).
d. Garis komunikasi kita tidak putus (P)
e. Jadi, jika Badu mengirimkan surat yang diterimanya maka Eni diberi
tahu persoalannya (B, E).
1. A B D
2. P D E
3. AP
4. P /B E
5. A 3, 4 MT
6. BD 1, 5 DS
7. DE 2, 4 MP
8. BE 6, 7 HS
Contoh 2:
Jika pacarnya dari Jakarta datang menengok, Leni senang sekali (P, L).
Dari Jakarta pacarnya datang menengok dan menginap di rumah kakaknya.
(P, M). Maka Lani senang sekali (L).
1. P L
2. P M /L
3. P 2 Simp. (Artinya, disimpulkan dari baris 2 melalui simplifikasi).
4. L 1, 3 MP (Dari baris 1 dan 3 melalui modus ponens).
Contoh 3:
Jika A = {bilangan asli} dan B = {bilangan bulat} maka
A B A, B,S .
Jika A B maka A B S,T .
B = {bilangan bulat} tetapi A B .
Jadi, A {bilangan asli}.
1. A B S
2. S T
3. B T / A
4. T 3 Simpl.
5. S 2, 4 MT
6. (A B) 1, 5 MT
7. A B 6. DM (Hukum De Morgan)
8. B 3. Simpl.
9. ( B) 8 DN (Double negation)
10. A 7, 9 DS.
6. (A B) 4, 5 MT.
7. A B 6 DM.
8. B 3 Simpl.
9. (B) 8 DN
10. A 7, 9 DS.
b. Commutation (Com.):
(p q) (q p)
(p q) (q p)
c. Association (Assoc.):
[p (q r)] [(p q) r]
[p (q r)] [(p q) r]
d. Distribution (Dist.):
[p (q r)] [(p q) (p r)]
[p (q r)] [(p q) (p r)]
f. Transposition (Trans.):
(p q) ( q p)
i. Exportation (Exp.):
[(p q) r] [p (q r)]
j. Tautology (Taut.):
ppp
ppp
4.34 Matematika Dasar 1
Contoh 1:
Pembuktian formal untuk argumen elementer.
AB
B
Dapat ditulis:
1. A B / B
2. B A 1. Com.
3. B 2. Simp.
Contoh 2:
1. P / P Q
2. P Q 1 Add.
3. P Q 2 Impl.
Contoh 3:
1. K L / K (L M)
2. K L 1 Impl.
3. ( K L) M 2 Add.
4. K (L M) 3 Assoc.
5. K (L M) 4 Impl.
Contoh 1
Sebuah (CP) dari validitas argumen:
(A B) (C D)
(D E) F
A F
dapat ditulis seperti bentuk berikut.
1. (A B) (C D)
2. (D E) F /A F
3. A /F (CP)
4. A B 3. Add
5. C D 1,4. MP
6. D C 5. Com
7. D 6. Simp
8. D E 7. Add
9. F 2,8. MP
Aturan pembuktian ( CP ) dapat dipakai lebih dari satu kali dalam suatu
deduksi yang sama. Misalnya, dalam pembuktian validitas argumen berikut.
Contoh 2
A(BC)
B(CD)
A(BD)
Argumen ini pembuktiannya sama dengan pembuktian validitas
argumen:
A(BC)
B(CD)
A
BD
PEMA4102/MODUL 4 4.37
Contoh 3
AB
A ( A B)
Contoh 1
Indirect Proof (IP) validitas argumen:
A (B C)
(B D) E
DA
E
dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut.
1. A (B C)
2. (B D) E
3. D A /E
4. E IP
5. (B D) 2,4 MT
6. B D 5 DM
7. D B 6 Com.
8. D 7 Simp.
9. A 3, 8 DS
10. (B C) 1, 9 MP
11. B 10 Simp.
12. B 6 Simp.
13. B B 11, 12 Conj.
PEMA4102/MODUL 4 4.39
Akan tetapi, konklusi argumen yang ketiga ini ekuivalen logis dengan
konklusi yang pertama. Hal ini dapat diperlihatkan, seperti berikut.
CC CC (Imp.)
CC CC (DN)
CC C (Taut.)
Oleh karena argumen yang pertama dan yang ketiga mempunyai premis-
premis identik dan konklusi-konklusi ekuivalen logis maka pembuktian
validitas untuk yang satu adalah pembuktian validitas untuk yang lainnya,
sedangkan pembuktian validitas argumen yang kedua adalah CP yang ketiga
dan IP yang pertama. Jadi, dapat kita lihat adanya hubungan yang erat antara
CP dan IP. Dengan adanya penambahan pembuktian tidak langsung (IP),
telah memperkuat dalam pembuktian lebih lanjut.
Contoh 2:
Argumen
A
B ( B C)
tidak dapat dibuktikan validitasnya dengan cara, seperti dalam kegiatan
sebelumnya validitasnya dapat ditentukan dengan menggunakan IP seperti
berikut.
1. A / B ( B C)
2. [B ( B C)] IP
3. [B ( B C)] 2 Imp.
4. [(B B) C] 3 Ass.
5. (B B) C 4 DM
6. (B B) 5 Simp.
7. B B 6 DM
4. Pembuktian Tautologi
Pembuktian implikasi dan pembuktian tidak langsung tidak hanya
sekadar dipakai untuk membuktikan validitas bentuk-bentuk argumen, tetapi
juga untuk membuktikan bahwa pernyataan-pernyataan tertentu merupakan
PEMA4102/MODUL 4 4.41
Contoh 1:
Pernyataan:
(A B) A dibuktikan sebagai tautologi dengan cara membuktikan
validitas argumen:
AB
A
Contoh 2:
Pernyataan implikasi:
(Q R) [(P Q) (P R)]
dibuktikan dengan tautologi CP secara berulang, yaitu seperti berikut.
1. Q R / (P Q) (P R) CP
2. P Q / P R CP
3. P R 2, 1 HS.
Contoh 3:
Pernyataan:
BB
LAT IH A N
1) a. (1) qt
(2) r t / r
(3) t 1 Simp.
(4) r 2, 3 DS
b. (1) p q
(2) q r
(3) p r / p
(4) r 1, 2 HS
(5) p r 4 Impl.
(6) r 3 Simp.
(7) p 5, 6 DS.
4.44 Matematika Dasar 1
4) a. (1) p q
(2) (q r)/p r
(3) P/ r
(4) q r 2 DM
(5) q 1, 3 MP
(6) ( q) 6 DN
(7) r 4, 6 DS
b. (1) (A B) (C D)
(2) (B D) E
(3) E / (A C)
(4) (A C) IP
PEMA4102/MODUL 4 4.45
(5) (A C) 4 DN
(6) (B D) 1, 5 CD
(7) E 2, 6 MP
(8) E E 7, 3 Conj.
5) Dengan: t = Jika Anda menanam tulip, c = cepat berbunga, dan
a = jika Anda menanam aster
(1) (t c) (a c) /(t a) (c c)
(2) (t a) /(c c)
(3) c c 1, 2 CD
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
5) [(p q) → r] [r → (s t)]
(p q) → (s t)
A. HS
B. MT
C. CD
D. MP
Tes Formatif 1
1) Benar, sebab nilai kebenaran akhirnya sama, yaitu BBSB (berbentuk
argumen invalid).
2) Salah, sebab argumen tidak dapat ditentukan nilai kebenarannya, yang
dapat ditentukan adalah tabel kebenaran argumen tersebut. Argumen
dapat ditentukan valid atau invalidnya.
3) Salah, sebab penalaran adalah memang kegiatan pikiran yang abstrak
dan dinotasikan dengan argumen, tetapi tidak disebut sebagai proposisi
melainkan disusun dari proposisi-proposisi.
4) Benar, sebab penarikan konklusi tergantung pada validitas argumennya
dan pada nilai kebenaran premis-premisnya.
5) Salah, sebab bentuk argumen yang invalid tidak hanya diperoleh dari
proposisi-proposisi yang salah saja, tetapi dapat pula dari proposisi-
proposisi yang benar atau dari campuran yang benar dan yang salah.
6) B. Jika p: Anda yang salah, dan q: Saya yang benar maka bentuk
argumen tersebut dapat dilambangkan menjadi:
pq
q
p
Bentuk terakhir ini adalah modus tollens (MT).
7) C. Sebab dalam suatu bentuk argumen valid dengan premis mayor
benar dan minor benar haruslah konklusinya benar, tidak mungkin
konklusinya salah.
8) B. Jika: p : x2 – 9 = 0, q : (x + 3)(x – 3), dan r : x = -3 atau x = 3 maka
argumen tersebut mempunyai premis mayor p q, premis minor q
r, dan supaya argumennya valid maka konklusinya p r yang
berarti, yaitu jika x2 – 9 = 0 maka x = -3 atau x = 3 (HS).
9) D. E (F G)
G (H I)
H
E I adalah ….
E F G H I E (F G) G (H I) H E I
B B S S S B B B S
7 20 16 12 8 4 3 2 1
B B B S S S S S S B S
19 18 17 15 13 14 10 11 5 6
PEMA4102/MODUL 4 4.53
Tes Formatif 2
1) B. a b
b
a
2) C. Berturut-turut adalah: (1 DM) , (3 Simp.), (2, 4 MT).
3) A. Bentuk: [(p q) r] [r (s t)]
/ (p q) (s t)
Dapat ditulis dalam bentuk:
(p q) r Premis
r (s t) Premis
(p q) (s t) Konklusi adalah bentuk HS.
4) C. Berturut-turut (1 Simp.), (3 Imp.), (2 Trans.), (4, 5 Conj.), (1 Com.),
(7 Simp.), (6, 8 CD).
5) [(p q) → r] [r → (s t)]
(p q) → (s t)
Dapat ditulis dalam bentuk:
(p q) → r Premis
r → (s t) Premis
(p q) → (s t) Konklusi adalah bentuk HS
6) C (1). A B /A (B C)
(2). A / B C CP
(3). B 1, 2 MP
(4). B C 3 Add.
7) C (1). (H I) (M K)
(2). (I K) L
(3). L / (H M)
(4). (H M) IP
(5). H M 4 DN
(6). I K 1, 5 CD
(7). L 2, 6 MP
(8). L L 7, 3 Conj.
4.54 Matematika Dasar 1
Glosarium
Daftar Pustaka
Robert Sharvy. (1970). Logic on Outline. Totowa, New Jersey: Little Field,
Adam & Co.
Himpunan 1
Drs. Rustam, M.Pd.
PEN D A HU L UA N
Materi modul ini disusun menjadi dua kegiatan belajar sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1 : Pengertian Himpunan dan Macamnya.
Kegiatan Belajar 2 : Relasi antar Himpunan.
Petunjuk Belajar
Untuk dapat memahami modul ini dengan baik serta mencapai
kompetensi yang diharapkan, gunakanlah strategi belajar berikut ini.
1. Sebelum membaca modul ini, cermati terlebih dahulu glosarium pada
akhir modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
modul ini.
2. Baca materi modul dengan saksama, tambahkan catatan pinggir berupa
tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan lain-lain sesuai
dengan pemikiran yang muncul.
3. Cermati dan kerjakan soal-soal latihan dan tes formatif seoptimal
mungkin, dan gunakan rambu-rambu jawaban untuk membuat penilaian
tentang kemampuan pemahaman Anda.
4. Buatlah catatan khusus hasil diskusi dalam tutorial untuk digunakan
dalam pembuatan tugas dan ujian akhir.
5. Jangan lupa diskusikan materi-materi yang Anda anggap sulit dengan
sesama teman mahasiswa atau dengan Tutor.
PEMA4102/MODUL 5 5.3
6. Setiap akan ada Tutorial siapkan materi yang telah Anda baca dan catat
yang menurut Anda belum terpecahkan. Siapkan materi tutorial yang
berikutnya dan diskusikan dengan Tutor Anda.
7. Sesampai di rumah usai mengikuti tutorial bacalah ulang segala sesuatu
yang telah didiskusikan. Tujuannya adalah untuk menguatkan memori
Anda.
8. Usahakanlah Anda mempelajari buku-buku sumber penunjang lainnya.
5.4 Pengantar Dasar Matematika
Kegiatan Belajar 1
A. KONSEP HIMPUNAN
Sebenarnya Anda tidak asing lagi tentang materi himpunan ini. Anda
telah mempelajarinya sejak di SD, SMP, SMA atau SLTA Sederajat. Pada
usia sekolah itulah Anda telah mempelajari matematika utamanya konsep
himpunan. Kami berharap Anda mau membaca ulang buku-buku matematika
yang memuat konsep-konsep himpunan. Konsep himpunan mulai diberikan
di sekolah-sekolah di Indonesia sejak tahun 1975 seiring dengan
diperkenalkannya matematika modern (New Mathematics).
1. Pengertian Himpunan
Sudah bertahun-tahun lamanya berbicara tentang “Matematika
Baru” kenyataannya tidak ada yang nyata-nyata matematika itu baru.
Hanya perbedaan cara memandang matematika tradisional dan
matematika baru. Pada pertengahan abad ke-19 matematika baru mulai
tumbuh dan berkembang. Ketika itu para ahli matematika memulainya
dengan sangat hati-hati pada ide dasar dan metode subyek mereka, utamanya
“fondasi” dari matematika. Para ahli memulainya dengan suatu pertanyaan :
Mengapa suatu bilangan? Mengapa terbatas? Bagaimana kita mengetahui
bahwa alasan dan metode kami benar? Selain itu, betul-betul
dipertimbangkan filosofi umumnya, pertanyaan seperti: Mengapa
matematika? Apakah matematika dasar dari sains? Apakah hubungan
matematika dengan “kata-kata real?“ Adakah konsep matematika seperti
“bilangan, titik, lingkaran“ suatu realitas?
Ahli matematika dari Jerman, bernama George Cantor (1845 – 1918)
lahir di Petersburg (sekarang Leningrad). Sebagian besar hidupnya
dihabiskan di Jerman, ia berhasil mengembangkan investigasinya. Ia
menciptakan suatu istilah baru dalam bahasa Jerman yang disebutnya menge
yang dibatasi olehnya sebagai hasil usaha menghimpun beberapa benda yang
memiliki suatu ciri pembeda tertentu menjadi suatu kesatuan. Di dalam
bahasa Inggris menge disebut set, sedangkan kita sering menyebutnya
PEMA4102/MODUL 5 5.5
1)
Roy Hollands. (1991). Kamus Matematika. Penerbit Erlangga. Jakarta,
halaman 49.
5.6 Pengantar Dasar Matematika
Jadi, jelas bahwa sesuatu yang termasuk dalam kumpulan itu harus
dapat didefinisikan dengan tepat. Kumpulan itu harus memiliki anggota-
anggota yang jelas, yang berbeda dengan anggota-anggota dari kumpulan
lainnya. Kumpulan itu harus dapat dibedakan dengan kumpulan yang lainnya
sehingga dapat disebut himpunan.
2. Menyatakan Himpunan
Dari pernyataan-pernyataan di atas himpunan dapat didefinisikan:
Definisi 5.1
Himpunan adalah koleksi bermacam-macam obyek.
Contoh:
a. K = {k , l , m}
b. L = {3 , 5 , 7 , 11}
c. P = 10,11,12,30
d. Q = 2,3,5,7, . . .
Selain kedua cara penulisan himpunan tersebut di atas, ada satu cara lagi
yang biasa disebut cara menggunakan notasi pembentuk himpunan (The
Rule Method). Pada cara ini anggota himpunan yang akan ditulis dinyatakan
dalam variabel, kemudian diikuti tanda slash atau garis miring atau tanda
“ : “, kemudian dilanjutkan dengan menyebutkan syarat keanggotaannya.
Perhatikan contoh berikut yang merupakan cara ketiga dalam penulisan
contoh-contoh di atas.
a. K = {x/x tiga huruf abjad Latin } atau
K = {x:x tiga huruf abjad Latin}
b. L = {x/2 < x < 12, x semua bilangan bulat} atau
L = {x:2 < x < 12, x semua bilangan bulat}
c. P = {y/ y bilangan prima yang banyaknya tak berhingga} atau
P = {y: y bilangan prima yang banyaknya tak berhingga }
Definisi 5.2.
Obyek/benda/barang dalam himpunan dinamakan elemen/anggota dari
himpunan.
Notasi elemen/anggota adalah alfabet Yunani " " dibaca anggota/
elemen dan bukan elemen di lambangkan " " .
PEMA4102/MODUL 5 5.9
4. Macam-macam Himpunan
Definisi 5.3.
Sembarang himpunan yang hanya mempunyai satu anggota dinamakan
himpunan satuan.
Misalnya N 5 ; T p ; Y ;
A semua orang yang beratnya 75kg ; B kerbau jantan ;
C kelereng merah
Contoh:
5 berarti mewakili semua angka 5; p berarti mewakili semua huruf f
abjad Latin, dan bermakna mewakili semua segitiga yang bentuknya
seperti segitiga itu. A, B dan C dapat diwakili oleh berturut-turut: satu orang
yang beratnya 75 kg; satu kerbau jantan dan satu kelereng merah.
Definisi 5.4.
Himpunan yang tidak mempunyai anggota dinamakan nol atau himpunan
kosong, simbolnya atau
Contoh:
A ;P ;R x : x 1, x semua bilangan asli
2
B xx 0, x semua bilangan bulat
C x1 x 2, x semua bilangan asli
5.10 Pengantar Dasar Matematika
5. Himpunan Semesta
Definisi 5.5.
Jika semua himpunan merupakan himpunan bagian dari suatu himpunan
tertentu di notasikan dengan U, maka himpunan itu di sebut himpunan
semesta. Biasanya himpunan semesta ditetapkan sebelum kita membicarakan
suatu himpunan. Dengan demikian seluruh himpunan lain dalam
pembicaraan tersebut merupakan bagian dari himpunan pembicaraan.
Contoh
a. Apabila kita membicarakan himpunan A 2,3,5,7 maka yang dapat
menjadi himpunan semesta adalah:
U x x bilangan asli ,
U x x bilangan prima
U x x bilangan bulat positip atau himpunan lain yang memuat A.
Himpunan A disebut himpunan finit atau terhingga.
b. Apabila kita membicarakan himpunan B = { x | x mahasiswa wanita
D-III Pendidikan Matematika – UT kelompok tutorial A} maka yang
dapat menjadi himpunan semestanya adalah
U = { x | x mahasiswa wanita D-III Pendidikan Matematika UT},
U = { x | x mahasiswa FKIP- UT},
U = { x | x mahasiswa UT}
6. Bilangan Kardinal
Sekarang coba Anda perhatikan beberapa contoh berikut ini.
a. A={ , , }
b. B = {1, 2, 3, … , 10}
c. C = {semua huruf hidup abjad Latin}
PEMA4102/MODUL 5 5.11
Definisi 5.7.
Himpunan berhingga adalah himpunan yang jika kita membilang
anggota –anggota himpunan maka proses pembilangan akan berhenti.
Definisi 5.8.
Himpunan Tak Berhingga adalah himpunan yang jumlah anggotanya tak
berhingga banyaknya.
LAT IH A N
4) Tulislah himpunan P x x2 4 0 !
5) Tuliskan tiga buah himpunan, kemudian periksa apakah himpunan yang
Anda tulis itu merupakan himpunan terhingga, himpunan tak terhingga,
himpunan terbilang, himpunan tak terbilang, himpunan terbatas ataukah
himpunan tak terbatas? Jelaskan!
6) Beri contoh {sepak bola profesional di Indonesia}
7) Elang dan Yumi berdiskusi untuk merencanakan aktivitas besuk hari
Sabtu dan Minggu. Hasil diskusinya sebagai berikut:
R A NG KU M AN
1. Himpunan adalah kumpulan benda-benda real atau abstrak yang
dapat didefinisikan dengan jelas sehingga dapat dibedakan antara
yang satu dengan yang lainnya. Tidak semua kumpulan merupakan
himpunan.
2. Ada tiga cara yang dikenal untuk menyatakan suatu himpunan dan
suatu himpunan dapat dituliskan dengan salah satu atau ketiga cara
tersebut.
a. Metode Rooster, yaitu dengan cara tabulasi atau mendaftar.
b. Metode Deskripsi, yaitu dengan cara menyebutkan syarat
keanggotaannya.
c. Metode Rule, yaitu dengan cara menggunakan notasi
pembentuk himpunan.
3. Jika A a, b maka a adalah anggota A dan b anggota A,
sedangkan c bukan anggota A atau ditulis a A , b A , dan
c A.
4. Bilangan kardinal suatu himpunan adalah bilangan yang
menyatakan banyaknya anggota suatu himpunan.
5. Himpunan kosong yang dinotasikan dengan atau adalah
himpunan yang tidak mempunyai anggota.
6. Himpunan semesta adalah himpunan yang memuat semua anggota
yang sedang dibicarakan.
7. Himpunan hingga adalah himpunan yang banyak anggotanya
terhingga, sedangkan himpunan tak hingga adalah himpunan yang
banyak anggotanya tak terhingga ( ).
8. Himpunan terbilang adalah himpunan yang anggota-anggotanya
dapat ditunjukkan satu per satu, sedangkan himpunan tak terbilang
adalah himpunan yang anggotanya tak dapat ditunjukkan satu per
satu.
9. Himpunan terbatas adalah himpunan yang mempunyai batas atas
(batas kanan) dan batas bawah (batas kiri), sedangkan himpunan
yang tak mempunyai batas atas dan batas bawah disebut himpunan
tak terbatas.
10. Hubungan antara himpunan terhingga, tak terhingga, terbilang, tak
terbilang, terbatas, dan tak terbatas dapat digambarkan dengan
diagram berikut.
5.18 Pengantar Dasar Matematika
Himpunan
Himpunan Terbilang
Himpunan Terbatas
TES F OR M AT IF 1
10) Salah satu contoh himpunan yang tak hingga, tak terbilang, dan tak
terbatas, yaitu bilangan ….
A. asli
B. cacah
C. bulat
D. rasional
Kegiatan Belajar 2
Relasi Antarhimpunan
A. DIAGRAM VENN
Contoh:
a. S x 0 x 10, x bilangan cacah
Menurut ketentuan nomor 1 dan nomor 4 di atas maka bentuk diagram
Vennnya dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 5.1
5.22 Pengantar Dasar Matematika
Contoh
a. Apabila U x1 x 6, x bilangan asli dan A 3, 4 maka
diagram Vennnya adalah
Gambar 5.2
Gambar 5.3
b. S = {guru di Indonesia}
P = {guru yang berada di kota Anda}
A = {guru yang berada di sekolah Anda}
B = {guru yang berada di kelas Anda}
PEMA4102/MODUL 5 5.23
Gambar 5.4
c. A xx n, n 5, n bilangan asli
B 3,5,7
S x 0 x 9, x bilangan cacah
Diagram Venn-nya sebagai berikut.
Gambar 5.5
Gambar 5.6
5.24 Pengantar Dasar Matematika
2. Diagram Garis
Selain dengan diagram Venn Anda dapat pula menggambarkan
himpunan dengan diagram garis. Diagram garis hanya dapat digunakan bila
himpunan yang satu merupakan himpunan bagian dari himpunan yang
lainnya.
Dalam diagram garis, kita menggunakan garis (ruas garis untuk
melukiskan relasi antara suatu himpunan dengan himpunan lainnya.
Misalnya, A merupakan himpunan bagian dari himpunan B maka A
digambarkan di bawah B. Jadi, jika A B maka diagram garisnya adalah
berikut ini.
B
Gambar 5.7
Contoh:
a. P Q, Q R
b. K L, M L, L N
Diagram garisnya berturut-turut adalah sebagai berikut.
R N
Q L
P K M
Gambar 5.8
c. Misal A x, y
B s, x
C r,s, x, y, z
D s, x, y, z
E t,s, x, y, z
PEMA4102/MODUL 5 5.25
C E
A B
Gambar 5.9
3. Diagram Cartesius
Diagram Cartess atau diagram Cartesius dipakai untuk menggambarkan
suatu himpunan bilangan real dan sifat urutan yang terdapat di dalamnya.
Rene Descartes mengemukakan ide yang cukup efisien dalam melukiskan
suatu himpunan, yaitu dengan menggunakan garis lurus dengan titik O
sebagai titik nol (titik pangkal atau titik asal) dan ruas garis sebagai
satuannya (skalanya). Dengan demikian, setiap bilangan real dapat dilukiskan
dalam garis. Garis seperti ini dinamakan garis bilangan Cartess atau kita
singkat garis bilangan (real).
Untuk menggambarkan suatu himpunan yang anggotanya bilangan bulat,
titik pada garis bilangan yang sesuai dengan bilangan bulat yang menjadi
anggota dari himpunan tersebut diberi noktah (bulatan kecil atau titik tebal).
Titik-titik tersebut untuk menunjukkan adanya perbedaan dengan bilangan
lainnya yang bukan anggota bilangan tersebut. Misalnya, diagram Cartess
untuk himpunan A = {2 , 3 , 5 , 7} adalah berikut ini.
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 5.10
Gambar 5.11
Gambar 5.12
PEMA4102/MODUL 5 5.27
B. RELASI ANTAR-HIMPUNAN
1. Himpunan Bagian
Perhatikan: A p,q, r,s, t dan B q,s, r, t
Himpunan bagian (proper subset) dinotasikan dengan “ ”. Himpunan B
disebut himpunan bagian dari himpunan A, Jika setiap anggota B menjadi
anggota A yang dinyatakan dengan B A, atau disebut B tercakup dalam A
atau juga kita dapat menggunakan istilah A memuat B yang dilambangkan
dengan A B.
A p,q, r,s, t dan C s,q, t, p, r
Bila kita temukan suatu himpunan C anggota- anggotanya sama dengan
anggota-anggota himpunan A, maka kita katakan bahwa C merupakan
himpunan bagian dari A. Himpunan seperti ini disebut himpunan bagian
tidak murni (improper subset).
Definisi 5.9. Himpunan B dikatakan himpunan bagian murni dari
himpunan A apabila paling sedikit ada satu unsur dari A yang tidak menjadi
anggota himpunan B. Atau himpunan B merupakan himpunan bagian yang
tidak murni dari himpunan A.
Contoh
Dari himpunan-himpunan berikut, tentukan:
- banyaknya anggota himpunan
- himpunan-himpunan bagiannya
- banyaknya himpunan bagian
a. A
b. B P
c. C 1, 2
d. D a, b,c
5.28 Pengantar Dasar Matematika
Jawab:
a. A
n A 0
himpunan bagiannya
b. banyaknya himpunan bagian adalah 1 yaitu atau sendiri.
c. B P
n B 1
himpunan bagiannya: , P
banyaknya himpunan bagian adalah 2.
d. C 1, 2
n C 2
himpunan bagiannya: , 1 , 2 , 1, 2
banyaknya himpunan bagian adalah 4.
e. D a, b,c
n D 3
himpunan bagiannya: , a , b , c , a, b , a, c , b, c ,
a, b,c
banyaknya himpunan bagian adalah 8
Tabel 5.1
Himpunan A Banyaknya Himpunan Banyaknya
dengan Anggota Anggota Bagian-bagiannya Himpunan Bagian
0 1
{a} 1 , {a} 2
{a, b} 2 , {a}, {b}, {a , b} 4
{a, b, c} 3 , {a}, {b}, {c}, {a, b}, 8
{a, c}, {b, c}, {a, b, c}
{a, b, c, d} 4 , {a}, {b}, {c} , {d}, 16
{a, b}, {a, c}, {a, d},
{b, c}, {b, d}, {c, d},
{a, b, c}, {a, b, d},
{a, c, d}, {b, c, d},
{a, b, c, d}
{a, b, c, d, e} S ………………………… 32
………………. ………………………… ……
………………. …………………………. ……
………………. N ………………………… ……
Kolom 2 Kolom 4
Banyak Anggota Rumus (Banyak Himpunan Bagian)
0
0 (…… ) =1
1
1 (…… ) =2
2
2 (…… ) =4
3 (……3) =8
4
4 (…… ) = 16
5
5 (…… ) = 32
:
:
:
n (……n) ?
5.30 Pengantar Dasar Matematika
Apa yang dapat Anda simpulkan dari hubungan di atas? Titik-titik yang
berada di dalam kurung tentunya harus diisi dengan angka 2. Jadi, banyaknya
himpunan bagian dari himpunan yang bilangan kardinalnya adalah berikut
ini.
Tabel 5.3.
0 2
0 1
1 2
1 2
2 2
2 4
3 2
3 8
4 2
4 16
5 2
5 32
1. Himpunan Kuasa
Masih pula terkait dengan himpunan bagian, Anda perhatikan penjelasan
berikut. Himpunan kuasa (Power set) adalah suatu himpunan yang
anggotanya merupakan himpunan bagian-himpunan bagian dari sebuah
himpunan tertentu. Himpunan kuasa merupakan koleksi himpunan, sebab
anggota-anggotanya merupakan himpunan, yaitu semua himpunan bagian
dari suatu himpunan. Notasi untuk himpunan kuasa dari suatu himpunan A
ditulis dengan P A .
Jika A suatu himpunan yang terhingga dengan n unsur maka himpunan
kuasa P A mempunyai anggota sebanyak 2n buah. Itulah sebabnya,
himpunan kuasa dari A dilambangkan pula dengan 2A .
PEMA4102/MODUL 5 5.31
Contoh:
a. A a, b,c
Karena a A maka a A
b A maka b A
c A maka c A
a, b A maka a, b A
a, c A maka a,c A
b, c A maka b,c A
a, b, c A maka a, b,c A
A
maka himpunan kuasa dari A a, b,c adalah:
A
P A 2 a , b , a, b , b,c , a, b,c ,
b. S a, b,c,d maka
P S 2S a , b , c , a, b , a,c , a,d , b,c , b,d , a, b,c ,
c. Q 1, 2
1 Q maka 1 Q
2 Q maka 2 Q
1, 2 Q maka 1, 2 Q
Namun, tentunya 1, 2 Q maka 1, 2 Q , dan Q , sebab
himpunan bagian dari setiap himpunan.
Jadi, P Q 2Q 1, 2 ,Q
Contoh
a. A 1, 2,3, 4
B 1, 2 maka
B A karena semua anggota B merupakan anggota A
5.32 Pengantar Dasar Matematika
Diagram Venn
B A
Gambar 5.13
Jawab:
Himpunan bagian dari Q adalah , 0 , 1 , 0,1 , 0, 2 , 1, 2 , 0,1, 2
Himpunan kuasa dari himpunan A adalah 2Q = , {0}, {1}, {2 , {0, 1},
{0, 2}, {1, 2}, {0, 1, 2}
3. Himpunan Berpotongan
Himpunan berpotongan dinotasikan dengan “ )( ”. Dua himpunan A dan
B dikatakan berpotongan jika ada anggota A saja, ada anggota B saja dan ada
anggota sekutu A dan B.
Contoh
A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
B = {2, 4, 6, 8} maka A )( B
PEMA4102/MODUL 5 5.33
Diagram Venn
A B
.1 .2
.3 .4 .8
.5 .6
A )( B
Gambar 5.14
Keterangan
ada anggota A saja yaitu 1, 3, 5
ada anggota B saja, yaitu 8
ada anggota sekutu A dan B, yaitu 2, 4, 6
4. Himpunan Lepas
Himpunan lepas dinotasikan dengan “||”. Dua himpunan A dan B
dikatakan saling lepas atau saling asing bila A dan B tidak mempunyai
anggota persekutuan.
Contoh
A = {1,3,5,7} dan B = {2,4,6,8} maka A || B.
Diagram Venn-nya
A B
.1 .3 .2 .4
.5 .7 .6 .8
A || B
Gambar 5.15
5.34 Pengantar Dasar Matematika
5. Himpunan Sama
Himpunan sama dinotasikan dengan “=”.himpunan A sama dengan B
jika setiap anggota himpunan A juga menjadi anggota himpunan B, dan
sebaliknya, setiap anggota himpunan B juga menjadi anggota himpunan A.
Contoh
A = { x | x < 7, x himpunan bilangan asli}
B = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
6. Himpunan Setara/Ekuivalen
Himpunan setara dinotasikan “~”.himpunan A dan B disebut setara “A ~
B” jika bilangan kardinal himpunan A sama dengan bilangan kardinal
himpunan B atau n (A) = n (B).
Dengan kata lain jika setiap anggota dari A dapat dipasangkan satu-satu
ke anggota B, dan sebaliknya, atau antara anggota A dan B dapat
dikorespondensikan satu-satu.
Contoh
Jika A = {a, b, c, d} dan B = {p,q,r,s} maka A ~ B, dan jelas n (A) = n
(B) yaitu 4. Diagram Venn-nya
A~B
Gambar 5.16
PEMA4102/MODUL 5 5.35
7. Himpunan Sama
Cobalah Anda perhatikan dua buah himpunan berikut.
A = {a , b , c}
B = {c , a , b}
Dapat Anda lihat bahwa setiap anggota dari himpunan A adalah anggota-
anggota dari himpunan B juga, hanya urutan penulisan anggotanya saja yang
berbeda. Apabila terjadi kejadian seperti itu maka dapat dikatakan bahwa
himpunan A dan himpunan B merupakan himpunan-himpunan yang sama.
Contoh:
a. P = {1 , 2 , 3, 4 , 5 } dan Q = { 5 , 4 , 3 , 2 , 1}.
Maka P = Q karena setiap anggota di P ada di Q dan setiap anggota Q
juga merupakan anggota P.
b. R = {a , b , c} dan S = {x , y , z}.R tidak sama dengan S dan ditulis R
S karena anggota R tidak merupakan anggota S dan sebaliknya anggota
S tidak menjadi anggota R.
c. R = {a , b , c} dan T = {b , c , d}
R T karena anggota R tidak semuanya menjadi anggota T dan anggota
T tidak semuanya menjadi anggota R walaupun sebagian anggota R ada
yang menjadi anggota T dan sebaliknya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dua himpunan disebut sama
bila keduanya mempunyai anggota yang persis sama, tanpa melihat
urutannya. Dengan kata lain dua himpunan dikatakan sama bila setiap
anggota himpunan yang satu merupakan anggota himpunan yang satunya
lagi, dan sebaliknya.
Contoh 5.20
Jika A = {a, b, c, d} dan B = {p,q,r,s} maka A ~ B, dan jelas n (A) = n
(B) yaitu 4. Diagram Venn-nya
A~B
Gambar 5.17
5.36 Pengantar Dasar Matematika
LAT IH A N
a. diagram Venn-nya
S
R
Q
C B
A
Gambar 5.18
5.38 Pengantar Dasar Matematika
b. diagram garisnya
Gambar 5.19
5)
PEMA4102/MODUL 5 5.39
R A NG KU M AN
1. Himpunan A disebut himpunan bagian dari B, ditulis A B atau
B A jika setiap anggota A merupakan anggota B. Banyaknya
himpunan bagian dari suatu himpunan dengan bilangan kardinalnya
n adalah 2n.
2. Himpunan kuasa adalah himpunan yang anggota-anggotanya
merupakan himpunan bagian-himpunan bagian dari sebuah
himpunan tertentu.
3. Diagram Venn, diagram garis, dan diagram Cartess adalah cara-cara
penyajian suatu himpunan dengan menggunakan gambar (diagram).
4. Dua himpunan A dan B disebut berpotongan dengan lambang
A )( B, bila ada anggota A saja, ada anggota B saja dan ada anggota
A dan B.
5. Himpunan A disebut lepas dari himpunan B yang dilambangkan
A || B, bila tidak ada anggota sekutu antara A dan B.
6. Himpunan A disebut sama dengan himpunan B bila kedua himpunan
memiliki anggota-anggota sama persis atau setiap anggota A juga
menjadi anggota himpunan B, dan sebaliknya setiap anggota
menjadi unsur himpunan A.
7. Dua himpunan A dan B disebut setara / ekuivalen yang dilambangkan
dengan A ~ B, bila n (A) = n (B).
TES F OR M AT IF 2
S
A
r u
x
B
v y z
w
s t
Gambar 5.20
A. {u, v, w, x, y} adalah anggota A yang juga termasuk anggota
himpunan B
B. {x, y} adalah anggota himpunan A yang tidak merupakan anggota
himpunan B
C. {r, s, t} adalah anggota himpunan S yang tidak termasuk himpunan
A dan tidak pula merupakan anggota B
D. {x, y, z} adalah anggota himpunan B dan anggota himpunan A yang
juga merupakan anggota S.
9) Jika U = , V = {x / x – 1 = 0}, W = {x / x + 1 = 0}
X = {x / x2 + 3x + 2 = 0}, Y = {x / x2 – 3x + 2 = 0}
Dan Z = {x / (x2 – 1)(x2 – 4 = 0)} jika himpunan tersebut dinyatakan
dengan diagram garis maka diagram garisnya adalah ….
A.
5.42 Pengantar Dasar Matematika
B.
C.
D.
PEMA4102/MODUL 5 5.43
Tes Formatif 1
1) B. Kumpulan angka bukan merupakan himpunan karena yang
dimaksud dengan angka atau lambang bilangan masih bersifat
relatif, belum jelas, belum bisa dibedakan dengan yang lainnya.
Apakah angka Arab, angka Romawi, angka Mesir, angka Babilonia,
angka Yunani, atau angka lainnya?
2) D. Kumpulan huruf hidup abjad Latin = {vokal} = {a, I, u, e, o}.
3) D. {x/0 < x 2, x bilangan rasional} merupakan himpunan tak hingga,
tak terbilang, tetapi terbatas.
4) C. y – 2 = 7 y = 9.
5) B. {x / x = 2n + 2, n bilangan cacah} = {2, 4, 6, 8, 10, …}
6) B. x2 = 1 x= = 1, 1 A dan –1 A.
7) A. 2 bukan anggota bilangan ganjil.
8) B. {x / 0 < x < 1, x bilangan bulat} = .
9) C. Banyaknya anggota tak hingga, anggotanya kontinu, dan
mempunyai batas atas 1 dan batas bawah 0.
10) D. Bilangan rasional merupakan himpunan tak terhingga karena banyak
anggotanya tak terhingga, merupakan himpunan tak terbilang karena
anggotanya kontinu dan merupakan himpunan tak terbatas karena
tidak ada batas bawah maupun batas atas.
Tes Formatif 2
1) D. Himpunannya hanya dengan satu anggota, yaitu “batu”, sedangkan
lainnya sama karena banyak anggotanya sama yang berbeda hanya
urutannya saja.
2) C. {semua abjad huruf Latin} = {a, b, c, …, z}. Bilangan kardinalnya
adalah 26.
3) D. A, {0} A, 0 A, 0 {0}, {0} A.
4) C. {x / 0 < x 5, x bilangan asli}
n
5) D. 2
6) A. Himpunan bagian dari himpunan Q = {a} adalah {a} dan sehingga
P(Q) = {{a}, }.
7) A. S maka P(S) = {S , }, sehingga S P(S) dan {S} P(S).
PEMA4102/MODUL 5 5.45
Glosarium
Daftar Pustaka
Stoll, R.R. (1976). Theory and Logic. Ram Nagar, New Delhi: Eurasia
Publishing House (PUT) Ltd.
Himpunan II
Drs. Rustam, M.Pd.
PEN D A HU L UA N
Kegiatan Belajar 1
A. GABUNGAN HIMPUNAN
Diagram Venn A B
Gambar 6.1
PEMA4102/MODUL 6 6.3
Contoh 6.1
Jika A a, b,c
B c,d,e
Maka, A B a, b,c,d,e
Diagram Venn
AB
Gambar 6.2
Contoh 6.2.
Pak Erik mempunyai 2 ekor sapi, 5 ekor kambing dan 20 ekor ayam, dan 30
itik. Untuk menambah ternaknya usai panen tanaman buah durian montong
Pak Erik membeli lagi 4 ekor sapi, 2 ekor kambing, 3 ekor angsa, dan 10
ayam. Tunjukkan dengan menggunakan diagram Venn ternak Pak Erik
seluruhnya!
Penyelesaian:
Ternak Pak Erik semula = {sapi, kambing, ayam, itik}.
Ternak hasil beli Pak Erik = {sapi, kambing, angsa, ayam}
Ternak Pak Erik seluruhnya = {sapi, kambing, ayam, angsa, itik}
6.4 Matematika Dasar I
Gambar 6.3
Contoh 6.3.
Jika A 1, 2,3, 4 dan
B 1, 2,3, 4,5,6 berarti A B
Diagram Venn
ABAB=B
Gambar 6.4
Contoh 6.4
Kebun Pak Elang di tanami 100 batang buah durian ponco kusumo, 57
batang buah mangga gadung, 23 batang jambu air, 200 batang buah naga, dan
10 batang buah rambutan. Karena tanah Pak Elang masih luas maka Pak
Elang menanam lagi 63 batang buah durian ponco kusumo, 100 batang buah
naga, dan 33 batang buah mangga gadung.Tunjukkan tanaman buah Pak
Elang dengan diagram Venn.
PEMA4102/MODUL 6 6.5
Diagram Venn
Gambar 6.5
Contoh 6.5.
Jika A 1, 2,3 dan B 4,5,6 maka A B 1, 2,3, 4,5,6
Diagram Venn
AB
Gambar 6.6
Contoh 6.6
Jika A a, b,c maka A A a, b,c
Demikian juga A a, b,c
Jadi, A A = A dan A = A
Contoh 6.7
Jika A a, b,c dan U a, b,c,d,e
U = himpunan semesta
Maka, A U a, b,c,d,e
Jadi A U = U
6.6 Matematika Dasar I
Contoh 6.8
Pak Reza seorang pedagang kecil, dia buka kiosnya di kaki lima depan Plaza
Mall. Barang dagangannya terdiri dari berbagai merek rokok, seperti rokok
cap Gudang Garam 20 bungkus, rokok cap Bentul 9 bungkus, rokok Kudus
15 bungkus, dan rokok Purnama 7 bungkus. Dagangan yang lain berupa 30
bok korek api. 2 toples permen, Karena ada rejeki dia belanja minuman seprit
10 botol, dan aqua 2 karat. Nyatakan barang dagangan Pak Reza dengan
diagram Venn.
Penyelesaian:
Dagangan Pak Reza I = {rokok, korek api, permen}
Dagangan Pak Reza II = {seprit, aqua}
Dagangan Pak Reza I digabungkan dengan Dagangan Pak Reza II = {korek
api, rokok, permen, seprit, aqua}
Diagram Venn
I II
Gambar 6.7
B. IRISAN HIMPUNAN
Gambar 6.8
Contoh 6.9
Jika A 1, 2,3 dan B 3,4,5 maka A B 3
Diagram Venn
Gambar 6.9
Contoh 6.10
Jika A a, b,c dan B d,e,f maka A B
Diagram Venn
Gambar 6.10
6.8 Matematika Dasar I
Contoh 6.11
Jika A 1, 2,3, 4,5 dan B x x bilangan asli 8
Maka, A B 1, 2,3, 4,5 A
Diagram Venn
Gambar 6.11
Contoh 6.12
Jika A a,i, u maka A A a,i, u A dan bila A ,
berarti tidak ada anggotanya.
Jadi A A A dan A
Contoh 6.13
Jika U 1, 2,3, 4,5 dan A 1, 2,3 maka A U 1, 2,3
U = himpunan semesta. Jadi A U A
Contoh 6.14
Ada 2 orang pedagang sayur, yang seorang dagangannya kangkung, bayam,
dan sawi. Pedagang satunya bayam, sawi, dan terung. Sajikan dengan
diagram Venn himpunan dagangan 2 orang padagang itu.
PEMA4102/MODUL 6 6.9
Penyelesaian:
Pedagang I = {kangkung , bayam, sawi}
Pedagang II = {bayam, sawi, terung}
Diagram Venn
I II
Gambar 6.12
C. KOMPLEMEN HIMPUNAN
Gambar 6.13
Perhatikan A ada di luar A.
Jadi A A sehingga A A dan A A U
6.10 Matematika Dasar I
Contoh 6.15
Diketahui U x x bilangan cacah 10
A 1,3,5,7 dan B 4,5,6
Tunjukkan bahwa:
a) (A B) = A B
b) A B = (A B)
dengan menggunakan diagram Venn
Jawab:
Diketahui:
a) A = {1, 3, 5, 7} dan B = {4, 5, 6} maka A = {0, 2, 4, 6, 8, 9} dan
B = {0, 1, 2, 3, 7, 8, 9}
A B = {0, 2, 8, 9}
A B = {1, 3, 4, 5, 6, 7} (A B) = {0, 2, 8, 9}
Jadi, (A B) = A B
Diagram Venn
(A B) = A B
A B A B
b) (A B) = { 5 } (A B) = {0, 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9}
A B = {0, 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9}
Jadi, (A B) = A B
A B
Contoh 6.16
Pada Jurusan PMIPA FKIP- UT Program Setudi Matematika banyaknya
mahasiswa yang mengambil mata kuliah Geometri 35 orang, 25 orang
mengambil Geometri dan Statistika, Topologi dan Geometri 15 orang
Statistika dan Topologi 10 orang. Kuliah Statistik 31 orang, dan yang kuliah
Topologi 25 orang. Sedang yang mengambil ketiga matakuliah itu 7 orang.
Jumlah Mahasiswa seluruhnya 50 orang.
Berapa mahasiswakah yang tidak mengambil mata kuliah – mata kuliah
tersebut di atas?
6.12 Matematika Dasar I
Penyelesaian:
n S 50
n G 35
n St 31
n T 25
n G St 25
n T G 15
n St T 10
n G St T 7
LAT IH A N
b) x, y x 4 x, y y 2, x, y R
2) Jika U 1, 2,3, 4,5,6,7 , A 1, 2,3 , B 4,5,6 , C 1,3,5 , dan
D 2, 4,6 . Tentukanlah:
a) A C
b) A D
c) (C D)
d) (C D)
3) Jika P = {x | x bilangan habis dibagi 2}
Q = {x | x bilangan habis dibagi 3}
R = {x | x bilangan habis dibagi 6}
Tunjukkan bahwa R = P Q
4)
Tentukan: a. n A
b. n A C
c. n B
6.14 Matematika Dasar I
5) Diketahui n A B 60 , n A B 40
n A n B
Tentukan n A n (A).
6) Ketika tahun ajaran baru masuk SMA tiba, Lukman sudah punya buku
Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Lidia Moy
mempunyai buku Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS. Kaharudin sudah beli
buku Bahasa Inggris, Agama, dan Bahasa Indonesia. Nyatakan dalam
diagram Venn keberadaan kepemilikan anak-anak tersebut!
7) Libur panjang sekolah sudah dekat. Anak-anak telah mempersiapkan
diri untuk mengikuti kemping Pramuka di lereng G. Salak.
Satupar Hengky akan membawa bekal alat-alat masak, beras, teh dan
gula. Tong San membeli makanan cepat saji agar tidak repot yaitu Mie
goreng, aqua, dan makanan kecil seperti roti, dan kripik pisang. Jika
kalian sajikan dengan diagram Venn sebutkan apakah himpunan
berpotongan atau himpunan lepas!
8) Pada Jurusan Matematika terdapat 25 orang mahasiswa yang ikut kuliah
Alabar Linear, 16 mahasiswa ikut kuliah Kalkulus Lanjut, dan 20 orang
ikut kuliah Persamaan Diferensial. 9 orang diantaranya mengambil mata
kuliah Aljabar Linear dan Persamaan Diferensial dan 8 orang mengambil
mata kuliah Kalkulus Lanjut dan Aljabar Linier. Sebanyak 6 orang
mengikuti kuliah ke tiga mata kuliah itu.
a) Berapa orang mahasiswa yang kuliah Aljabar Linear dan Kalkulus
saja?
b) Berapa orang yang kuliah Persamaan Diferensial saja?
c) Bila jumlah mahasiswa Jurusan Matematika itu 100 orang, berapa
orang yang tidak mengikuti ke tiga perkuliahan tersebut?
9) Dari 100 orang guru diadakan pendaftaran untuk mengikuti pelatihan
matematika atau IPA atau kedua-duanya. Jika yang mendaftarkan untuk
pelatihan matematika 75% dan pelatihan IPA 40%. Berapa banyak guru
yang mendaftar untuk kedua pelatihan tersebut.
10) Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 300 orang siswa suatu SMP,
menyatakan 60 orang senang olahraga dan 150 orang senang seni musik.
Berapa banyak siswa yang menyenangi kedua-duanya?
PEMA4102/MODUL 6 6.15
2) a) A C 1,3
b) A D 2
c) (C D) = {7}
d) (C D) = U = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7}
4) a) n A 25
b) n A C 18
c) n B 36
d) n A 50 . Jelas.
6.16 Matematika Dasar I
5) n A B 60, n A B 40
n A n B
Tentukan: n A
Penyelesaian:
n A B n A n B 60
n A n B
Jadi n A 60 : 2 30 .
6) Penyelesaian:
Buku Lukman = {Matematika, B. Indonesia, B. Inggris}
Buku Lidia Moy = {B. Indonesia, IPA, IPS}.
Buku Kaharudin = {B. Inggris, Agama, B. Indonesia}
7) Diagram Venn
L M K = {B. Ind}
L M = {B. Ind}
K M = {B. Ind}
PEMA4102/MODUL 6 6.17
7) Penyelesaian:
S H = {alat-alat masak, beras, teh, gula}
TS = {Mie goreng, aqua, roti, kripik pisang}
Sh Rt
Sh Rt = {alat masak, beras, teh, gula, mie goreng, aqua, roti, kripik
pisang}
8) Penyelesaian:
Kalkulus Lanjut = K, n K 16 ; Aljabar Linear = A, n A 25 ;
Persamaan Diferensial = P; n P 20 .
n K A 8 ; n A P 9 ; n K P 13 dan
n K A P n T 6
n K A n E T 8
n E n T 8 n E 6 8.
Jadi n (E) = 2
6.18 Matematika Dasar I
n A P n C T 9
n C n T 9 n C 6 9.
Jadi n (C) = 3
n K P n D T 13
n D n T 13 n D 6 13.
Jadi n (D) = 7
a) Yang kuliah Aljabar L dan Kal saja = n E 2 orang.
b) Yang kuliah Persamaan Diferensial saja =
n G n P n C n T n D 20 16 4 orang.
n H n K n E n T n D 16 15 1 orang
n F n A n E n T n C 25 11 14 orang
c) Yang tidak mengikuti ke tiga perkuliahan tersebut adalah
n U n H n E n F n C n G n D n T
100 24 76 orang
9) Misal, A = {guru yang mendaftarkan ke pelatihan matematika}
B = {guru yang mendaftarkan ke pelatihan IPA}
Perhatikan diagram Venn-nya, maka n A 75 dan n B 40
sehingga:
n A B n A B n A n B
n A B n A n B n A B
n A B 15
R A NG KU M AN
Operasi himpunan adalah suatu cara membentuk himpunan baru dari
himpunan-himpunan yang telah diketahui.
Gabungan dua himpunan A dan B yang dilambangkan dengan
A B , dibaca A gabungan B atau gabungan A dan B adalah himpunan
baru yang anggota-anggotanya terdiri dari semua anggota A atau
anggota B. Dalam notasi pembentuk himpunan ditulis
A B x x A atau x Batau x A dan B .
Irisan dua himpunan A dan B yang dilambangkan dengan A B ,
dibaca A irisan B atau irisan A dan B adalah himpunan baru yang
anggota-anggotanya terdiri dari anggota himpunan A dan himpunan B.
Dalam notasi pembentuk himpunan ditulis A B x x A dan x B.
Komplemen himpunan A adalah himpunan semua anggota U dan
bukan anggota himpunan A dilambangkan dengan “ A ” atau A. Dalam
notasi pembentuk himpunan ditulis A x x U dan x A atau
x x A .
6.20 Matematika Dasar I
TES F OR M AT IF 1
C. x 1 x 2
D. x 3 x 1
6) Untuk menghadapi hari ulang tahun berdirinya SMA BUDI PEKERTI
yang diikuti, sekolah mengadakan perlombaan mengarang dan lomba
pidato yang diikuti 21 orang. Peserta 15 orang diantaranya mengikuti
lomba pidato dan mengarang. Sedang 17 orang mengikuti lomba
mengarang. Berapa orang yang mengikuti lomba pidato saja? Jika
jumlah siswa SMA BUDI PEKERTI 47 orang, berapa orang yang tidak
mengikuti lomba mengarang serta lomba pidato?
A. 4 orang dan 36 orang
B. 4 orang dan 26 orang
C. 5 orang dan 35 orang
D. 5 orang dan 25 orang
A.
B.
PEMA4102/MODUL 6 6.23
C.
D.
Kegiatan Belajar 2
Pada bagian ini kita membicarakan sifat-sifat yang berlaku pada operasi
himpunan, sedangkan operasi-operasi himpunannya, seperti operasi irisan,
operasi gabungan, operasi penjumlahan, operasi pengurangan, operasi
perkalian, dan operasi komplemen masing-masing telah kita definisikan
dalam Kegiatan Belajar 1.
Sifat-sifat operasi himpunan perlu kita ketahui agar penyelesaian soal-
soal yang berkaitan dengan himpunan dapat dikerjakan dengan mudah, cepat,
dan terarah. Sifat-sifat operasi himpunan semuanya merupakan dalil atau
teorema matematika sehingga kebenarannya harus dibuktikan secara
deduktif, tidak cukup dibuktikan hanya dengan memberi contoh-contoh saja
walaupun jumlah contohnya relatif banyak.
Selain membicarakan sifat-sifat operasi himpunan juga akan membahas
aljabar himpunan. Dalam aljabar bilangan real, kita telah mempelajari sifat-
sifat operasi tambah, operasi kali, dan operasi-operasi lainnya serta hubungan
yang ada di antara mereka. Aljabar himpunan, yaitu mempelajari sifat-sifat
dari operasi irisan, gabungan, komplemen, dan himpunan bagian, serta
hubungan yang ada di antara mereka.
Untuk lebih jelasnya, kita pelajari kelompok sifat-sifat tersebut satu per
satu.
1. Sifat Komutatif
a. A B = B A, komutatif irisan.
b. A B = B A, komutatif gabungan.
Untuk membuktikan kedua sifat ini, kita harus ingat definisi kesamaan
dua himpunan (dua himpunan sama), yaitu A B jika dan hanya jika
A B dan B A . Dalam kesempatan sekarang ini, kita hanya akan
membuktikan sifat yang kedua, sedangkan sifat yang kesatu dapat Anda coba
sendiri dengan langkah-langkah yang sama, seperti pembuktian berikut ini.
6.26 Matematika Dasar I
Bukti:
A B B A I. A B B A
II. B A A B
I. Misal, x A B maka x A atau x B .
Oleh karena x A atau x B maka x B atau x A .
Oleh karena x B atau x A berarti x B A .
Oleh karena x A B mengakibatkan x B A , berarti
A B B A .
II. Misal, y B A makay B atau y A .
Oleh karena y B atau y A maka y A atau y B .
Oleh karena y A atau y B , berarti y A B
Oleh karena y B A , mengakibatkan y A B , berarti
B A A B .
Dari I dan II dapat disimpulkan bahwa A B B A .
Cara pembuktian sifat komutatif gabungan dapat pula kita lakukan
dengan bantuan definisi gabungan, yaitu caranya sebagai berikut.
Bukti:
Oleh karena menurut definisi gabungan:
A B x x A atau x B (definisi)
x x Batau x A (penukaran penulisan)
BA (terbukti)
Contoh 2.16
a. P a, b,c dan Q c,d,e maka
P Q c,d dan Q P c,d
P Q a, b,c,d,e dan Q P a, b,c,d,e
Jadi, P Q Q P dan P Q Q P
PEMA4102/MODUL 6 6.27
2. Sifat Asosiatif
a. A B C A B C , asosiatif irisan.
b. A B C A B C , asosiatif gabungan.
Bukti:
A B C A B C I. A B C A B C
II. A B C A B C
II. Untuk membuktikan bagian kedua ini caranya persis sama dengan
pembuktian bagian pertama sehingga kita dapatkan:
(A B) C = A (B C)
Dari I dan II disimpulkan: A (B C) = (A B) C.
6.28 Matematika Dasar I
Contoh:
a. A 1, 2 , B 2,3, 4 dan C 2,3, 4,5,6 maka
A B C 1, 2 2,3, 4 2,3, 4,5, 6
1, 2 2,3, 4
2
A B C 1, 2 2,3, 4 2.3.4.5.6
2 2,3, 4,5, 6
2
Jadi, A (B C) = (A B) C
3. Sifat Distributif
a. A B C A B A C , irisan terhadap gabungan.
b. A B C A B A C , gabungan terhadap irisan.
Bukti:
A B C A B A C I. A B C A B A C
II. A B A C A B C
PEMA4102/MODUL 6 6.29
I. x A B C x A atau x B dan x C
x A atau x B dan x A atau x C
x A B dan x A C
x A B dan x A C
x A B A C
Berarti: A (B C) ((A B) (A C))
II. y A B A C y A B dan y A C
y A atau y B dan y A atau y C
y A atau y Bdan y C
y A B C
Berarti: (A B) (A C) A (B C)
Dari I dan II dapat disimpulkan:
A (B C) = (A B) (A C).
Bukti:
a. A S = A I. (A S) A
II. A (A S)
I. x A S x A dan x S
xA (A S dengan S semestanya)
Berarti: (A S) A
II. y A y A dan y S (A S dengan S semestanya)
yAS
Berarti: A (A S)
Dari I dan II dapat disimpulkan A S A dengan S sebagai himpunan
identitas operasi irisan.
6.30 Matematika Dasar I
Bukti:
b. Dalam keadaan bagaimanapun tidak ada unsur yang termuat sekaligus
dalam kedua himpunan A dan , sebab tidak mempunyai unsur karena
A = .
Bukti:
c. A S = {x/x A atau x S} (menurut definisi )
= {x/x S} (A S himpunan semestanya)
=S
5. Sifat Komplemen
a. A A
b. A A S
c. (A) = A
d. S =
e. = S
Bukti:
a. Menurut definisi A x x A, x S . Dengan demikian, seluruh
anggota di A tidak menjadi anggota A sehingga A A .
b. Menurut definisi komplemen A x x A, x S sehingga tampak A
dan A saling partisi sehingga A A S .
c. Menurut definisi komplemen A ' x x A, x S .
Oleh karena A dan A saling partisi maka himpunan yang dinyatakan
pada ruas kanan di atas sama dengan himpunan A.
Oleh karena itu, (A) = A.
Untuk lebih jelasnya lagi, perhatikan beberapa contoh berikut ini.
Misal, S = {a, b, c, …, h}
A = {a, b, c, d}, dan B = {c, d, f, g} maka:
A = {e, f, g, h}
B = {a, b, h}
A A = {a, b, c, d} {e, f, g, h} = .
A A = {a, b, c, d} {e, f, g, h} = S.
(A) = ({e, f, g, h}) = {a, b, c, d} = A.
(B) = ({a, b h}) = {c, d, f, g}= B.
6. Sifat De Morgan
Sifat De Morgan sebenarnya masih merupakan sifat komplemen yang
berkaitan dengan operasi irisan dan gabungan.
I. (A B) = A B
II. (A B) = A B
Akan dibuktikan sifat De Morgan yang pertama, sedangkan bagian yang
keduanya silakan Anda coba sendiri.
Bukti:
Misalkan, x (A B), berarti x (A B) atau x A dan x B.
Oeh karena x A dan x B maka x A atau x B.
Oleh karena x A atau x B berarti x (A B).
Jadi, (A B) = A B ………………………………………. (I)
Misalkan, y (A B), berarti y A atau y B.
Oleh karena y A atau y B, berarti y A dan y B.
Oleh karena y A dan y B maka y (A B) atau y (A B)
6.32 Matematika Dasar I
Contoh:
a. Jika S = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7}
A = {0, 2 4, 6} dan B = {1, 2, 3, 4, 6} maka:
(A B) = ({0, 2 4, 6} {1, 2, 3, 4, 6})
= ({2, 4, 6})
= {0, 1, 3, 5, 7}
A B = {1, 3, 5, 7 } { 0, 5, 7}
= {0, 1, 3, 5, 7}
Jadi, (A B) = A B
b. Jika S, A, dan B adalah sama dengan himpunan-himpunan di atas maka:
(A B) = ({0, 1, 2, 3, 4, 6})
= {5, 7}
A B = {1, 3, 5, 7} {0, 5, 7}
= {5, 7}
Jadi, (A B) = A B.
7. Sifat Idempoten
a. A A = A, idempoten irisan.
b. A A = A, idempoten gabungan.
Bukti:
a. A A terdiri dari semua unsur yang ada dalam himpunan A dan A. Hal
ini tepat merupakan semua unsur di A. Jadi, A A = A.
Bukti sifat idempoten gabungan dapat Anda coba dengan cara yang
relatif sama seperti di atas atau mungkin dengan cara lain. Untuk lebih
jelasnya lagi, kita perhatikan beberapa contoh berikut ini.
Misal, A = {a, b, c, d}
B = {c, d, e}
S = {a, b, c, … g}
PEMA4102/MODUL 6 6.33
maka:
A A = {a, b, c, d} {a, b, c, d}
= {a, b, c, d} = A.
A A = {a, b, c, d} {a, b, c, d}
= {a, b, c, d}
= A
B B = {c, d, e} {c, d, e}
= {c, d, e}
=B
B B = {c, d, e} {c, d, e}
= {c, d, e }
= B
S S = {a, b, c, … g} {a, b, c, … g}
= {a, b, c, … g}
=S
S S = {a, b, c, … g} {a, b, c, … g}
= {a, b, c, … g}
=S
==
8. Sifat Pengurangan
a. A = S – A
b. A – A =
c. A – = A
d. A – B = A B
e. A – (B C) = (A – B) (A – C)
f. A – (B C) = (A – B) (A – C)
Akan kita buktikan beberapa sifat pengurangan ini yang sebenarnya
merupakan pengembangan dari sifat komplemen.
Bukti:
a. Menurut definisi A x x A, x S , sedangkan menurut definisi
pengurangan S A x x S, x A .
Dari kedua definisi di atas, jelas bahwa A S A .
6.34 Matematika Dasar I
Bukti:
a. Misal, x (A B), berarti x A dan x B
Ini berarti setiap x (A B) mengakibatkan x A yang ekuivalen
dengan A B A.
b. Menurut definisi A – B = {x/x A, x B}
Jadi, setiap x (A – B) maka x A, berarti (A – B) A.
c. Diketahui: A B
Dibuktikan: A B = A
Bukti:
Misalkan, x A. Oleh karena diketahui A B maka x B.
Oleh karena x A dan x B, berarti x (A B).
Berarti A (A B) ……………………………........……………..(I)
PEMA4102/MODUL 6 6.35
Bukti:
Menurut sifat himpunan bagian A B B.
Oleh karena diketahui (A B) = A maka A B.
Jadi, terbukti bahwa: A B A B = A.
e. Menurut definisi:
A B jika dan hanya jika setiap x A maka x B …..................... (I)
Oleh karena A B, menurut definisi:
A’ = {x/x A, x B} …………..................……………….…....... (II)
B’ = {x/x B, x A} ……….................………………….…….. (III)
Dari I, II, dan III didapat B A
Bukti:
a. Diketahui A C = B C
Dibuktikan: A = B
Bukti:
Oleh karena A C = B C I. (A C) (B C)
II. (B C) (A C).
b. Diketahui: A = B
Dibuktikan: A C = B C
Bukti:
Oleh karena A = B I. A B
II. B A.
I. Misal x (A C) maka x A dan x C.
Oleh karena A B maka x B. Jadi, x (B C)
Berarti: (A C) (B C) ……………….............……………… (I)
II. Misal y (B C) maka y B dan y C.
Oleh karena B C maka y A. Jadi, y (A C).
Berarti (B C) (A C) ………....................…………………. (II)
Jadi, dari dua pembuktian itu dapat disimpulkan:
A C = B C A = B.
B. BENTUK ALJABAR
Contoh:
Sederhanakan bentuk aljabar dari himpunan (A B) B!
PEMA4102/MODUL 6 6.37
Penyelesaian:
(A B) B = (A B)) B sifat De Morgan
= A B B sifat komplemen
= A B sifat idempoten
Buktikanlah A (A B) = A B!
Bukti:
A (A B) = (A A) (A B) sifat distributif
= S (A B) sifat komplemen
=AB sifat identitas
Buktikan: Jika A B = S maka A B!
Bukti:
AB=S yang diketahui (premis)
(A B) A = S A sifat kanselasi
( A A) (B A) = A sifat distributif dan identitas
(B A) = A sifat komplemen
B A = A sifat identitas
A B sifat bagian
C. PRINSIP DUALITAS
Contoh:
1. Dual dari A A B A B
adalah A A B A B
2. Dual dari S B A A
adalah B A S A
6.38 Matematika Dasar I
LAT IH A N
1) A – B = A B
Bukti:
Menurut definisi pengurangan
A – B = {x/x A, x B}
= {x/x A, x B}
= A B
2) (A) = A
Bukti:
Misal, x (A) berarti x A
Oleh karena x A maka x A
Jadi, (A) A …………………………………..................………. (I)
Misal, y A berarti y A
Oleh karena y A maka y (A)
Jadi, A (A) ……………………..……………………………… (II)
Dari I dan II: (A) = A
3) A terdiri dari semua objek dalam salah satu dari dua himpunan A
atau , tetapi karena semua unsurnya tidak ada yang termuat dalam ,
(sebab tidak mempunyai anggota), tentunya unsur-unsur hanya termuat
dalam A. Jadi, A = A.
PEMA4102/MODUL 6 6.39
R A NG KU M AN
1. Sifat Komutatif
a. A B = B A, komutatif irisan.
b. A B = B A, komutatif gabungan.
2. Sifat Asosiatif
a. A (B C) = (A B) C, asosiatif irisan.
b. A (B C) = (A B) C, asosiatif gabungan.
3. Sifat Distributif
a. A (B C) = (A B) (A C), irisan terhadap gabungan.
b. A (B C) = (A B) (A C), gabungan terhadap irisan.
5. Sifat Komplemen
a. A A =
b. A A = S
c. (A) = A
d. S =
e. = S
6.40 Matematika Dasar I
6. Sifat De Morgan
Sifat De Morgan sebenarnya masih merupakan sifat komplemen
yang berkaitan dengan operasi irisan dan gabungan.
I. (A B) = A B.
II. (A B) = A B.
7. Sifat Idempoten
a. A A = A, idempoten irisan.
b. A A = A, idempoten gabungan.
8. Sifat Idempoten
a. A A = A, idempoten irisan.
b. A A = A, idempoten gabungan.
9. Sifat Pengurangan
a. A = S – A.
b. A – A = .
c. A - = A.
d. A – B = A B.
e. A – (B C) = (A – B) (A – C).
f. A – (B C) = (A – B) (A – C).
TES F OR M AT IF 2
2) (A B) B’ = ….
A. A
B. B
C. S
D.
4) () = ….
A.
B. S
C.
D. (S)
5) [A (A B)] (A B) = ….
A.
B. S
C. A
D. B
6.42 Matematika Dasar I
10) (A – B) (B – A) = ….
A. (A – B) (B – A)
B. (A B) (B A)
C. (A B) - (B A)
D. (A B) + (B A)
Tes Formatif 1
1) D jelas
2) A B C = {1, 2, 4}
A C = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}
(B C ) (A C) = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8} = {x | 1 x 7,
bilangan asli} {0,8}
3) B {P Q R} = {p, q, r, s}
n(P Q R) = 4
4) B (A B) = A B
= A B
5) B P = { x | - 3 x 1}
Q = { x | -1 x 2}
P Q = { x | - 3 x < - 1}
6) B
7) D
8) D
9) C
10) A.
Tes Formatif 2
1) B. A B B A.
2) D. (A B) B = A (B B) asosiatif.
=A identitas.
= .
3) A. Identitas operasi dalam koleksi himpunan adalah , sebab untuk
setiap himpunan A berlaku (A ) = ( A) = A. Identitas
operasi gabungan untuk himpunan S adalah sebarang himpunan,
sebab S A = S.
4) A. = S komplemen
= komplemen
PEMA4102/MODUL 6 6.45
5) D. {A’ (A B)} (A B)
= { (A’ A) (A’ B)} (A B) distributif
= { (A’ B)} (A B) identitas
= (A B) (A B) identitas
= (B A) (B A) komutatif
= B (A A) distributif
= BS identitas
= B identitas
6) C. (S B) (A ) = A
Dapat dibuktikan dualnya: ( B) (A S) = A
A=A identitas
A=A identitas
7) B. A dan C sifat kanselasi
D sifat bagian
B (P Q) = P P Q sifat bagian
8) A. (A B) (A B’) = A (B B’) distributif
=AS identitas
=A
9) C. A – (B C) = A (B C) sifat pengurangan
= A (B C) hukum De Morgan
= (A B) (A C) sifat distributif
= (A – B) (A - C) sifat pengurangan
10) C. Pergunakan teorema A – B = A B, sifat distributif, dan teorema
De Morgan.
(A – B) (B – A) = (A B) (B A)
= [(A B) B] [(A B) A]
= [(A B) (B B)] [(A A) (B A)]
= (A B) S S (A B)
= (A B) (A B)
= (A B) - (A B)
6.46 Matematika Dasar I
Glosarium
Daftar Pustaka
David M. Burton. (1980). Elementary Number Theory. Ally and Bacon, Inc.
Seymor Lipschuzt. (1980). Set Theory and Related Topics. New York: Mc.
Graw Hill.
Stoll, R.R. (1976). Theory and Logic. Ram Nagar, New Delhi: Eurasia
Publishing House (PUT) Ltd.
PEN D A HU L UA N
Materi modul ini disusun menjadi dua kegiatan belajar sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1: Relasi.
Kegiatan Belajar 2: Fungsi.
7.2 Matematika Dasar 1
Petunjuk Belajar
Untuk dapat memahami modul ini dengan baik agar mencapai
kompetensi yang diharapkan, gunakanlah strategi belajar yang berikut ini.
1. Sebelum membaca modul ini, cermati terlebih dahulu glosarium pada
akhir modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
modul ini.
2. Baca materi modul dengan saksama, tambahkan catatan pinggir, berupa
tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan lain-lain sesuai
dengan pemikiran yang muncul.
3. Cermati dan kerjakan soal-soal latihan dan tes formatif seoptimal
mungkin, dan gunakan rambu-rambu jawaban untuk membuat penilaian
tentang kemampuan pemahaman Anda.
4. Buatlah catatan khusus hasil diskusi pada tutorial untuk digunakan dalam
pembuatan tugas dan ujian akhir.
5. Usahakanlah Anda mempelajari buku-buku sumber penunjang lainnya.
PEMA4102/MODUL 7 7.3
Kegiatan Belajar 1
Relasi
A. PENGERTIAN DASAR
sistematis. Misalnya, jika kita menghadapi suatu masalah maka yang harus
dicari terlebih dahulu adalah perumusan fungsinya, sesudah itu baru kita
selesaikan secara matematis dengan hukum-hukum dan rumus-rumus yang
berlaku. Untuk lebih jelasnya kita akan melihat uraian-uraian berikut.
B. PRODUK CARTESIUS
Sebelum kita membicarakan relasi dan fungsi, terlebih dahulu kita perlu
mengenal pengertian produk Cartesius beserta pasangan terurutnya. Pada
sistem koordinat Cartesius dengan sumbu x, dan sumbu y, kita telah
mengetahui bahwa suatu titik, misal koordinatnya 3,5 tidaklah sama
dengan titik 5,3 . Begitu pula titik 4,7 dengan titik 7, 4 tidak mungkin
berimpit letaknya karena kedua titik ini tidak sama. Dalam hal koordinat titik,
seperti contoh di atas ternyata bahwa urutan pasangan bilangan itu harus
diperhatikan karena urutan yang berlainan akan menentukan posisi atau letak
titik pada bidang XOY.
Sepasang bilangan x dan y dengan x dalam urutan pertama dan y pada
urutan kedua, ditulis x, y , dan dinamakan pasangan terurut. Kita
mempunyai pula tripel bilangan terurut x, y, z dan seterusnya. Jelas bahwa
pasangan terurut a, b dan c,d menyatakan titik yang sama jika dan
hanya jika a c dan b d . Selain itu, perlu pula kita ketahui tentang
perbedaan pasangan terurut x, y dengan himpunan yang anggotanya terdiri
dari unsur x, y . Sebagai himpunan x, y sama dengan y, x karena
dalam himpunan urutan tidak dipentingkan.
Kita perhatikan A dan B sebagai dua himpunan yang diketahui. Dari
kedua himpunan ini kita dapat membentuk suatu himpunan baru yang
anggota-anggotanya merupakan pasangan terurut dengan unsur pertamanya
adalah anggota-anggota A dan unsur keduanya adalah anggota-anggota B.
Himpunan yang baru dibentuk ini dinamakan produk Cartesius (Cartesian
product) dari A ke B atau disebut pula himpunan perkalian dari A ke B
dan ditulis A B , dibaca A cross B atau A kali B atau A silang B.
Berdasarkan pada uraian di atas, kita dapat menentukan definisi produk
Cartesius dari dua himpunan jika A dan B dua himpunan maka produk
PEMA4102/MODUL 7 7.5
Contoh 7.1
Andaikan seseorang membeli suatu sepeda motor dengan warna pilihan
tertentu maka dapat dipandang model dan warna sepeda motor tersebut
sebagai unsur produk Cartesius dua himpunan, yaitu himpunan model sepeda
motor dan warna. Unsur produk Cartesiusnya itu, misalnya (Vespa, biru),
(Honda, merah), (Suzuki, hitam), (Yamaha, kuning) dan seterusnya.
Contoh 7.2
Jika R x x himpunan bilangan real maka RR merupakan
himpunan semua pasangan terurut a, b dengan a R dan b R yang
salah satunya dapat dituliskan oleh salah satu titik P(a, b) pada bidang XOY,
seperti Gambar 7.1.
Gambar 7.1
Contoh 7.3
Misalkan, A 1, 2,3 dan B a,b maka:
A B 1, a , 1, b , 2, a , 2, b , 3, a , 3, b ,
B A a,1 , a, 2 , a,3 , b,1 , b, 2 , b,3 ,
A A 1,1 , 1, 2 , 1,3 , 2,1 , 2, 2 , 2,3 , 3,1 , 3, 2 , 3,3 ,
B B a, a , a, b , b, a , b, b .
7.6 Matematika Dasar 1
C. PENGERTIAN RELASI
1. Konsep Relasi
Istilah relasi atau hubungan tentunya sudah sering Anda dengar,
misalnya hubungan ayah anak, hubungan guru murid, dan sebagainya.
Dalam matematika, untuk mendefinisikan sebuah relasi terlebih dahulu Anda
harus memahami pengertian tentang himpunan, pasangan terurut, perkalian
himpunan (produk Cartesius) dan kalimat terbuka. Materi-materi ini tentunya
telah Anda pelajari.
Untuk mendefinisikan suatu relasi R diperlukan:
1. suatu himpunan A;
2. suatu himpunan B;
3. suatu aturan atau kalimat yang disingkat dengan p x, y .
Agar lebih jelas perhatikan uraian dan contoh dua himpunan berikut.
1. Himpunan 3 orang siswa SMU; A = {Ahmad, Badu, Siti}
2. Himpunan nomor sepatu; B 37,38,39,40,41
Diketahui bahwa:
Ahmad memakai sepatu nomor 40
Badu memakai sepatu nomor 38
Siti memakai sepatu nomor 38
Dari keterangan di atas diperoleh suatu relasi dari himpunan orang (A)
ke himpunan nomor sepatu (B) yang relasinya disebut nomor sepatu atau
memakai sepatu nomor. Apabila relasi tersebut di atas dinyatakan dengan
diagram panah maka bentuknya dapat Anda lihat pada Gambar 7.2.
PEMA4102/MODUL 7 7.7
Gambar 7.2
Contoh 7.4
Gambar berikut berturut-turut menunjukkan diagram panah relasi dari:
a. “setengah dari” dari himpunan K ke himpunan L, lihat Gambar 7.3.
b. “kelipatan dari” dari himpunan P ke himpunan Q, lihat Gambar 7.4.
K L P Q
1• •2 10• •2
2• •4 •4
3• •6 16• •6
Contoh 7.5
Misalkan, A dan B adalah himpunan bilangan asli. Untuk kalimat
terbuka p x, y ditentukan “x membagi y”. Dalam contoh ini, misalnya:
p 3,12 benar. Jadi, berlaku relasi 3 R 12.
p 2,7 salah. Jadi, 2 R 7 dan sebagainya.
Contoh 7.6
Jika A 3, 4,6 , B 2,3,5,6 dan aturan dari relasi R yang
memasangkan anggota-anggota A dengan anggota B adalah “lebih besar
dari” maka:
PEMA4102/MODUL 7 7.9
a. Diagram panah
Gambar 7.5
b. Pasangan terurut
R 3, 2 , 4, 2 , 4,3 , 6, 2 , 6,3 , 6,5
c. Diagram koordinat
Untuk menggambarkan relasi R dengan diagram koordinat, tentukanlah
dua sumbunya, yaitu sumbu x mendatar dan sumbu y vertikal, sedangkan
anggota-anggota R ditandai dengan noktah-noktah, perhatikan
Gambar 7.6 berikut.
Gambar 7.6
Dari Contoh 7.6 di atas jika kita cari domain dan range dari relasi R
maka berturut-turut didapat sebagai berikut.
Domain D = {3, 4, 6} = A
Kodomain K = {2, 3, 5, 6} = B
Range R = {2, 3, 5}.
7.10 Matematika Dasar 1
Contoh 7.7
Misalkan, diketahui himpunan G 1, 2,3,6 dengan relasinya pembagi
dari pada himpunan G. Adapun diagramnya dapat dibuat, seperti berikut.
•1
2• •6
3•
Gambar 7.7
PEMA4102/MODUL 7 7.11
1• •1
2• •2
3• •3
6• •6
Gambar 7.8
Contoh 7.8
Buatlah diagram panah dalam satu himpunan untuk relasi “dua kali”
pada himpunan H 2,3,4,6,8,9 .
“dua kali”
Gambar 7.9 Gambar 7.10
Perhatikan bahwa pada diagram ini hanya ada satu unsur yang tidak
berelasi atau yang tidak mempunyai kawan, yaitu unsur 9.
Jadi, contoh dua ini dapat dinyatakan pula dengan diagram koordinat,
seperti diperlihatkan pada Gambar 7.10.
7.12 Matematika Dasar 1
Contoh 7.9
Misalkan, Q adalah himpunan bilangan rasional. Jika diambil relasi R
dari Q ke Q dengan:
R x, y / x, y Q, p x, y : y x 2
maka diagram koordinatnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.11 berikut
dengan R adalah daerah yang diarsir.
y x2
Gambar 7.11
Contoh 7.10
Diketahui A sebagai himpunan bilangan real. Jika ditentukan relasi R
dari A ke A dengan:
R x, y / x, y Q, p x, y : y x 1
maka diagram koordinatnya, seperti ditunjukkan oleh Gambar 7.12 berikut
dengan R adalah daerah yang diarsir.
y x 1
Gambar 7.12
PEMA4102/MODUL 7 7.13
Catatan:
Jika Contoh 7.9 dan 7.10 dinyatakan dalam bentuk diagram panah,
maupun dalam bentuk pasangan terurut maka akan mengalami kesulitan,
karena jumlah unsur dari kedua relasi R ini sangat banyak (tak terhingga).
3. Relasi Invers
Setiap relasi R dari himpunan A ke himpunan B yang didefinisikan:
R x, y / x A, y B, p x, y benar
Selalu mempunyai relasi invers R-1 dari himpunan B ke himpunan A yang
didefinisikan sebagai berikut.
R 1 y, x / x, y R
Contoh 7.11
Misalkan, A = {1, 2, 3} dan B = {a, b} maka:
R = {(1, a), (1, b), (3, a) }
adalah sebuah relasi dari A ke B. Relasi inversnya, yaitu:
R-1 = {(a, 1), (b, 1), (a, 3)}.
Contoh 7.12
Misalkan, P = {a, b, c} dengan relasi
R = {(a, b), (a, c), (c, c), (c, b)}
adalah sebuah relasi dalam P sehingga inversnya
R-1 = {(b, a), (c, a), (c, c), (b, c)}.
Contoh 7.13
Misalkan, V = {1, 2, 3, 4} dengan
R = {(1, 1), (2, 4), (3, 3), (4, 1), (4, 4)} adalah sebuah relasi dalam V, maka
R-1 = {(1, 1), (4, 2), (3, 3), (1, 4), (4, 4)}.
Jelaslah bahwa titik-titik dalam R-1 adalah peta dari titik-titik dalam R
terhadap refleksi (pencerminan) pada garis dengan persamaan y = x (lihat
Gambar 7.13).
y=x
Gambar 7.13
Contoh 7.14
Jika R = {(x, y)/y x – 2}, bagaimanakah menentukan relasi R-1 beserta
grafiknya? Seperti diutarakan di atas bahwa R-1 adalah himpunan yang terdiri
dari titik-titik yang merupakan peta (bayangan) dari titik-titik pada R
terhadap garis y x . Oleh karena itu, tentukan terlebih dahulu peta batas R
dalam pencerminan terhadap garis y x . Batas tersebut adalah garis
y x 2 , jika dicerminkan terhadap garis y x maka petanya adalah garis
dengan persamaan y x 2 sehingga:
R-1 = {(x, y)/y x + 2}.
PEMA4102/MODUL 7 7.15
Catatan:
Untuk mencerminkan R = {(x, y)/y x – 2} terhadap garis y x secara
praktis dapat ditentukan sebagai berikut.
yx–2
(karena pencerminan terhadap garis y = x)
xy–2
–y –x – 2
yx+2
R-1 = {(x, y)/y x + 2}.
D. SIFAT-SIFAT RELASI
1. Relasi Refleksif
Jika relasi R ditulis R x, y / x, y A, p x, y benar berarti R
merupakan relasi dalam sebuah himpunan A maka R A A .
R dinamakan suatu relasi yang refleksif jika x A maka x, y R .
Artinya untuk setiap x A harus berlaku x R x .
Contoh 7.15
1. Jika A = {1, 2, 3, 4} dan R = {(1, 1), (2, 4), (3, 3), (4, 4)} maka R tidak
refleksif sebab 2 A tetapi (2, 2) R.
7.16 Matematika Dasar 1
Telah kita ketahui bahwa relasi R adalah sebuah himpunan pada bidang
yang ditentukan dalam sebuah sistem koordinat. Hal ini berarti secara
geometris bahwa relasi R adalah refleksif jika R memuat sebagian atau
seluruh garis y x . Jika R tidak memuat sebagian atau seluruh garis y x
maka dapatlah dikatakan bahwa R tidak refleksif. Gambar 7.16 merupakan
gambar relasi yang refleksif, sedangkan Gambar 7.17 melukiskan relasi yang
tidak refleksif.
2. Relasi Simetris
Jika R adalah sebuah relasi dalam A (relasi pada satu himpunan) maka R
disebut relasi yang simetrik, jika (a, b) R mengakibatkan (b, a) R. Secara
geometrik, berarti jika R sebuah relasi yang simetrik pada himpunan A,
hanya jika R letaknya simetrik (setangkup) terhadap garis dengan persamaan
y x.
PEMA4102/MODUL 7 7.17
Contoh 7.16
1. Jika A = {1, 2, 3, 4} dan R = {(1, 3), (4, 2), (2, 4), (2, 3), (3, 1)} maka
relasi R tidak simetrik karena (2, 3) R tetapi (3, 2) R.
2. Misalkan B = {1, 2, 3} dan R = {(1, 1), (1, 2), (2, 1), (3, 3)} maka R
simetrik, sebab (1, 2) R dan (2, 1) R juga.
3. Misalkan C himpunan semua segitiga dalam bidang Euclid. Kemudian
R = { (x, y)/x, y C, (p, x): “x sebangun y”} maka jelas relasi R adalah
relasi yang simetrik, sebab jika x sebangun y maka jelas bahwa y akan
sebangun pula dengan x.
4. Misalkan R suatu relasi dalam himpunan bilangan asli N dengan
R = {(x, y)/x, y N, p(x, y): “x membagi y”} maka relasi R tidak
simetrik, misalnya jika berlaku 2 R 6 jelas bahwa 6 R 2, dengan kata
lain (2, 6) R, tetapi (6, 2) R.
Catatan:
Anda telah mengetahui bahwa (a, b) R dan (b, a) R-1 sedangkan jika
R adalah relasi yang simetrik maka haruslah berlaku R = R-1.
Contoh 7.17
1. Misalkan, A = {1, 2, 3, 4} dan R = {(1, 3), (4, 2), (4, 4), (2, 4)} maka
relasi R tidak antisimetrik dalam A, sebab (4, 2) R, (2, 4) R dan
2 = 4.
2. Misalkan, N adalah himpunan bilangan asli dengan relasi
R = {(x, y)/x, y N, p(x,y): ”x membagi y”} maka relasi R adalah
antisimetrik dalam N, sebab jika a membagi b dan b membagi a maka
haruslah a = b.
3. Misalkan A koleksi himpunan dan R sebuah relasi pada A yang
diakibatkan oleh kalimat terbuka p(x, y): “x himpunan bagian dari y”
maka R adalah relasi antisimetrik pada A, sebab jika x y dan y x
haruslah x = y.
7.18 Matematika Dasar 1
Catatan:
Jika D adalah diagonal A × A, artinya D adalah himpunan pasangan
terurut (a, a) dalam A A maka relasi R dalam A yang antisimetrik bersifat
jika dan hanya jika R R-1 D.
4. Relasi Transitif
Sebuah relasi R dalam himpunan A disebut relasi transitif jika a,b R
dan b,c R mengakibatkan a,c R .
Contoh 7.18
1. Misalkan A = { a, b, c} dan R = {(a, b), (c, d), (b, a), (d, c)} maka relasi
R tidak transitif, sebab (a, b) R dan (b, a) R, tetapi (a, a) R.
2. Misalkan, B = {1, 2, 3, 4} dan R = {(1, 3), (3, 2), (2, 4), (1, 2), (4, 2), (2,
2), (3, 4), (4, 4)} maka R adalah relasi transitif sebab:
(1, 3) R
(1, 2) R
(3, 2) R
(2, 4) R
(2, 2) R
(4, 2) R
(3, 2) R
(3, 4) R, dan sebagainya
(2, 4) R
3. Misalnya, C himpunan semua manusia di bumi dan R relasi dalam A
yang didefinisikan oleh kalimat terbuka “x anak y”. Relasi ini tidak
transitif sebab jika x anak y, dan y anak z maka x bukan anak z.
4. Misalkan, R relasi dalam himpunan bilangan real yang didefinisikan oleh
kalimat terbuka “x kurang dari y”. Relasi R di sini transitif, sebab jika
a < b dan b < c maka a < c.
E. RELASI EKUIVALEN
Contoh 7.19
1. Misalkan, A himpunan segitiga pada bidang Euclid dan R relasi dalam A
yang diakibatkan oleh kalimat terbuka p(x, y): “x sebangun y”. Maka,
jelas bahwa relasi R adalah suatu relasi ekuivalen, sebab memenuhi
ketiga syarat di atas.
2. Relasi R dalam himpunan bilangan real dengan kalimat terbuka p(x, y):
“x sama dengan y”, juga merupakan relasi ekuivalen sebab ketiga syarat
di atas dipenuhi.
3. Misalkan, R adalah relasi dalam himpunan yang anggota-anggotanya
adalah himpunan yang diakibatkan oleh kalimat terbuka p(x, y): maka “x
himpunan bagian dari y”. R jelas relasi refleksif, sebab x x R juga jelas
transitif, tetapi R tidak simetris sebab jika x y belum tentu y x. Jadi,
R bukan relasi yang ekuivalen.
F. KOMPOSISI RELASI
Contoh 7.20
1. Misalkan, A = {1, 2, 3, 4}, B = {x, y, z, w} dan C = {5, 6, 7, 8}.
Misalkan, pula: R1 = {(1, x), (1, y), (2, x), (3, w), (4, w)} dan
R2 = {(y, 5), (y, 6), (7, 8), (w, 7)}
Jelaslah bahwa:
(1, 5) R2 o R1, sebab ada y B sehingga (1, y) R1 dan (y, 5) R2.
(1, 6) R2 o R1, sebab ada y B sehingga (1, y) R1 dan (y, 6) R2.
(3, 7) R2 o R1, sebab ada w B sehingga (3, w) R1 dan (w, 7)
R2.
(4, 7) R2 o R1, sebab ada w B sehingga (4, w) R1 dan (w, 7) R2.
Ternyata tidak ada lagi pasangan terurut yang merupakan anggota dari
R2 o R1 sehingga R2 o R1 = {(1, 5), (1, 6), (3, 7), (4, 7)}.
7.20 Matematika Dasar 1
Gambar 7.18
LAT IH A N
“x kurang dari y”
Gambar 7.19
Gambar 7.20
d. R-1 = {(3, 1), (5, 1), (3, 2), (5, 2), (5, 3), (5, 4)}
e. 1) Relasi R bukan relasi yang refleksif, sebab tidak mungkin x
kurang dari x.
2) Relasi R transitif, sebab
(1, 3) R, (3, 5) R maka (1, 5) R
(2, 3) R, (3, 5) R maka (2, 5) R
3) Relasi R bukan relasi simetrik, sebab tidak mungkin x y
mengakibatkan x y .
f. 1) R-1 bukan relasi refleksif, sebab tidak mungkin x lebih besar
dari x.
2) R-1 bukan relasi simetrik, sebab tidak mungkin x y maka
y x.
3) R-1 transitif, sebab 5,3 R , 3,1 R berakibat 5,1 R .
PEMA4102/MODUL 7 7.23
5)
x + y = -4
Gambar 7.21
R A NG KU M AN
1. Produk Cartesius
A B x, y / x A dan y B .
2. Relasi
Jika A dan B dua himpunan yang diketahui dan ditentukan suatu
relasi R dari A ke B maka relasi R merupakan himpunan bagian dari
A B . Sedangkan daerah definisi atau domain D dari relasi R
adalah himpunan bagian dari A yang terdiri dari semua elemen
pertama dari pasangan terurut anggota R atau
B x x A, x, y R .
Sedangkan daerah hasil (daerah nilai) atau harga E dari relasi R
terdiri dari semua elemen kedua dari pasangan terurut anggota R
atau:
E = {y/y B, (x, y) R}.
3. Pernyataan Relasi
Suatu relasi R dapat dinyatakan dalam beberapa cara, yaitu:
a. pasangan terurut;
b. diagram panah;
c. diagram Cartesius.
4. Relasi Invers
Jika relasi R dari himpunan A ke himpunan B didefinisikan R = (x,
y)/x A, y B, p(x, y) benar} maka himpunan relasi simetriknya,
yaitu R-1 = {(y, x)/(x, y) R}.
7.24 Matematika Dasar 1
TES F OR M AT IF 1
2) Jika relasi R{(1, 5), (4, 5), (1, 4), (4, 6), (3, 7), (7, 6)} maka daerah asal
(daerah definisi) atau domain dari R adalah ….
A. {1, 3, 4, 7}
B. {1, 4, 1, 4, 3, 7}
C. {5, 5, 4, 6, 7, 6}
D. {4, 5, 6, 7}
3) Daerah hasil (range) dari diagram panah dalam satu himpunan pada
Gambar 7.22 adalah ….
A. {0}
B. {- 1, 0}
C. {1, 0, -1}
D. {0, 1}
PEMA4102/MODUL 7 7.25
Gambar 7.22
Gambar 7.23
7.26 Matematika Dasar 1
C. D.
Kegiatan Belajar 2
Fungsi
A. PENGERTIAN FUNGSI
1. Konsep Fungsi
Perlu Anda ketahui bahwa pengetahuan yang mendalam tentang fungsi
dan berbagai sifatnya akan sangat membantu dalam mempelajari konsep-
konsep lainnya pada matematika, terutama dalam belajar kalkulus. Tentunya
kita dapat melihat bahwa semua topik sentral dalam kalkulus melibatkan
fungsi sebagai objeknya. Khusus dalam kesempatan ini akan diperkenalkan
konsep fungsi dengan dua cara, yaitu sebagai pemetaan dan sebagai
himpunan pasangan terurut (lihat pengertian relasi).
Suatu fungsi dapat dikatakan sebagai hal yang khusus dari suatu relasi.
Oleh karena itu, seperti halnya relasi maka untuk mendefinisikan suatu fungsi
diperlukan 3 hal, yaitu:
1. himpunan A.
2. himpunan B.
3. suatu kalimat terbuka f, yang juga disebut aturan yang mengaitkan setiap
elemen x A dengan tepat satu elemen y B .
sedangkan untuk daerah nilai digunakan istilah daerah hasil, jelajah atau
range.
Dari definisi, daerah kawan, dan daerah nilai fungsi f berturut-turut
ditulis dengan lambang:
Df = A, Kf = B dan Rf = {f(x)/x A} Kf
Fungsi f : A B, y = f(x) dapat digambarkan dengan diagram panah
berikut.
A B
f
x• • f(x)
Df = A Rf B
Gambar 7.24
Untuk lebih jelasnya lagi, kita perhatikan beberapa contoh berikut ini.
Contoh 7.21
Misalkan, A dan B adalah himpunan bilangan real dengan kalimat
terbuka “y sama dengan x2” atau “y = x2” yang sering ditulis dalam bentuk
y = f(x) = x2, dan x2 dalam fungsi ini disebut peta dari x.
Contoh 7.22
Misalkan, A himpunan negara di dunia dan B himpunan ibu kota negara
di dunia, kemudian f adalah kalimat terbuka “y ibu kota x” sehingga y B, x
A dan y = f(x) adalah sebuah fungsi. Misalnya f (Indonesia) = Jakarta.
7.30 Matematika Dasar 1
Contoh 7.23
Sering kali sebuah fungsi diberikan dengan menggunakan semacam
diagram Venn, seperti terlihat pada Gambar 7.25 berikut ini, yang disebut
diagram panah. Aturan f dilambangkan dengan anak panah yang berpangkal
pada elemen di himpunan A, sedangkan ujung anak panah tersebut elemen-
elemen di B. Dari diagram panah pada gambar. 2 kita lihat bahwa f(a) = q,
f(b) = p, f(c) = r dan f(d) = q.
Gambar 7.25
Contoh 7.24
Sekarang kita perhatikan empat buah relasi yang ditunjukkan dengan
diagram panah, seperti berikut ini (Gambar 7.26).
a) b)
PEMA4102/MODUL 7 7.31
c) d)
Gambar 7.26
Contoh 7.25
Misalkan, A a, b,c dan B 1, 2,3 , sedangkan
f a, 2 , c,1 , b, 2 maka jelaslah f adalah sebuah fungsi dari A ke B
sebab memenuhi definisi 2 di atas. (Sifat (1) dan (2) dipenuhi).
Contoh 7.26
Misalkan, V 1, 2,3 dan W a,e, I,o, u , sedangkan
f 1, a , 2, e , 3, I , 2, u maka f bukanlah sebuah fungsi karena elemen
2 V terdapat dua kali sebagai elemen pertama dalam pasangan berurutan
yang berbeda, yaitu (2, e) dan (2, u).
PEMA4102/MODUL 7 7.33
Contoh 7.27
Misalkan, S 1, 2,3, 4 dan T 1,3,5 , sedangkan f 1,1 2,5 3,3
maka f bukanlah sebuah fungsi dari S ke T karena f tidak memuat suatu
elemen pasangan terurut dengan 4 S sebagai elemen pertama.
Perlu Anda ketahui bahwa definisi fungsi sebagai pemetaan dan definisi
fungsi sebagai pasangan terurut pada dasarnya adalah setara. Dari definisi
fungsi sebagai pemetaan diperoleh himpunan pasangan terurutnya, sedangkan
dari himpunan pasangan terurut diperoleh suatu aturan fungsi yang berlaku
pada daerah definisinya. Dengan kata lain jika diketahui suatu fungsi dalam
bentuk y f x . Ini berarti bahwa kita mempunyai sebuah aturan fungsi
yang dapat dipandang sebagai pemetaan atau himpunan pasangan terurut.
Pada kasus ini jika fungsinya didefinisikan dari himpunan A ke himpunan B,
yang merupakan himpunan bagian dari A B maka daerah definisi
(domain), daerah kawan (kodomain), dan daerah nilai (range) dari fungsi
tersebut berturut-turut adalah:
Df = {x/x A, (x, y) f} = A, Kf = B dan Rf = {y/y = f(x), x Df} Kf.
Contoh 7.28
Misalkan, fungsi f : A B didefinisikan oleh diagram panah berikut
(Gambar 7.27).
A B
a• •1
b• •2
c• •3
d•
Gambar 7.27
Contoh 7.29
Misalkan, A 1, 2,3, 4 dengan fungsi f : A R didefinisikan oleh
kalimat terbuka f x x 3 maka himpunan F dari fungsi tersebut adalah
pasangan terurut, yaitu:
F = {(1, 4), (2, 5), (3, 6), (4, 7)}, dengan
Df = A = {1, 2, 3, 4}
Kf = R = himpunan bilangan real
Rf = Rf {4, 5, 6, 7} Kf
Contoh 7.30
Misalkan, N himpunan bilangan asli, dan fungsi f : W W yang
didefinisikan oleh kalimat terbuka, yaitu aturan f x x3 . Maka himpunan
pasangan terurut dari fungsi f tersebut adalah F 1,1 , 2,8 , 3, 27, .
Df = N = {1, 2, 3, …}
Kf = N
Rf = {y/y = x3, x Df} Kf
Contoh 7.31
Misalkan, f : A R dengan A x / 2 x 4, x R , sedangkan R
himpunan bilangan real, dan f didefinisikan oleh kalimat terbuka f y x 2
maka grafik F dapat dilihat pada Gambar 7.28 berikut ini .
Df = A (pada gambar adalah ruas yang ditebalkan pada sumbu x).
Kf = R
Rf = {y/0 y 10, y R} Kf
(Pada gambar adalah ruas yang ditebalkan pada sumbu y).
PEMA4102/MODUL 7 7.35
Gambar 7.28
Contoh 7.32
Jika f : A B yang didefinisikan oleh diagram panah pada
Gambar 7.29 maka grafik f dengan diagram koordinat dapat dilihat pada
Gambar 7.30.
A B
a• •1
b• •2
c• •3
d•
Gambar 7.29
3 •
2 • •
1 •
0 a b c d
Gambar 7.30
7.36 Matematika Dasar 1
Contoh 7.33
Lingkaran pada diagram koordinat dengan persamaan x2 + y2 = 4 bukan
grafik fungsi karena tiap garis vertikal untuk titik –2 x 2 memuat dua titik
yang bertalian yang terletak pada lingkaran (Gambar 7.31).
Gambar 7.31
operasi aljabar pada fungsi atau secara singkat kita kenal sebagai aljabar
fungsi.
Definisi
Misalkan f(x) dan g(x) adalah dua fungsi yang diketahui, maka
jumlah, selisih, hasil kali dan hasil bagi fungsi itu berturut-turut adalah:
1. (f + g)(x) = f(x) + g(x) dengan Df + g = Df ∩ Dg
2. (f - g)(x) = f(x) - g(x) dengan Df - g = Df ∩ Dg
3. (f × g)(x) = f(x) × g(x) dengan Df . g = Df ∩ Dg
f f x
4. g x g x dengan D f = Df ∩ Dg dan g(x) ≠ 0
g
Untuk lebih jelasnya lagi, kita lihat beberapa contoh berikut ini.
Contoh 7.34
Diketahui f(x) = 2x – 3 dan g(x) = 5x2 dengan Df = {x/x > 0, x R}
dan Dg = {x/x R}, maka
a) (f + g)(x) = f(x) + g(x)
= 2x – 3 + 5x2
= 5x2 + 2x – 3
Df + g = D f ∩ D g
= {x/x > 0, x R} ∩ {x/x R}
= {x/x > 0, x R}
b) (f - g)(x) = f(x) – g(x)
= 2x – 3 – 5x2
Df - g = D f ∩ D g
= {x/x > 0, x R}
f f x 2x 3
d) x
g g x 5x 2
7.38 Matematika Dasar 1
D f = {x/x > 0, x R}
g
Contoh 7.35
Diketahui f(x) = x2 + 1 dan g(x) = x.
Tentukan a. (f + g)(3)
b. (f – g)(2)
c. (f . g)(x) (-1)
f
d. 2
g
Jawab:
a. (f + g)(3) = f(3) + g(3)
= (9 + 1) + 3
= 13
f f 2
d. 2
g g 2
4 1
2
1
2
2
PEMA4102/MODUL 7 7.39
LAT IH A N
1) Misalkan, f(x) = 4
x 1 dan g(x) = 9 x 2 . Carilah:
a) Df
b) Dg
2) Diketahui f : R R dengan f x x2 1
a) Hitunglah f(2) dan f(–3)
b) Jika f(a) = 50. Carilah f(a)
2) f(x) = x2 + 1
a. f(2) = 22 + 1 = 5
f(–3) = (– 3)2 + 1 = 10
7.40 Matematika Dasar 1
b. f(a) = 50
f(a) = a2 + 1
berarti a2 + 1 = 50 atau a = 7
3) a. f(x) = x2 + 2
f(–2) = f(2) = 6
f(0) = 2
5) a. Df + g = Df ∩ Dg
= {x/x R} ∩ {x ≥ 1, x R}
= {x/x ≥ 1, x R}
b. Df . g = Df ∩ Dg
= {x/x ≥ 1, x R}
R A NG KU M AN
1. Pengertian Fungsi
Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah suatu relasi
yang memasangkan setiap anggota dari A dengan tepat satu anggota
dari B, dan ditulis: f: A B.
3. Daerah-daerah Fungsi
Jika fungsi f: A B maka:
Df = Domain = Daerah asal = {x / x A, (x, y) f}.
Rf =Range=Daerah nilai = Daerah hasil = {y/y B, (x, y) f}= f(A)
Kf = Kodomain = Daerah kawan = B, dengan f(A) B
PEMA4102/MODUL 7 7.41
TES F OR M AT IF 2
A. I saja
B. I dan II saja
C. I dan III saja
D. I, II, dan III
A. x2 + 1
B. 3x + 1
C. x+1
D. 3x – 1
7.42 Matematika Dasar 1
B. D.
III. D g = R – {-1, 0}
f
Pernyataan yang benar
A. I dan II
PEMA4102/MODUL 7 7.43
B. II dan III
C. I dan III
D. I, II, dan III
f
9) Jika f x 2x 2 dan g x 6x 13 , maka -2
g
A. 2
B. 4
C. 6
D. 8
Tes Formatif 1
1) C. Sebab titik-titik 1,0 , 2,1 , 3,2 , dan 4,3 memenuhi
persamaan y x 1 . Silakan dijelaskan!
2) A. Daerah asalnya adalah unsur-unsur pertama pada pasangan terurut,
jadi D = {1, 3, 4, 7}.
3) C. Jika ditulis dalam pasangan terurut maka R = {(1, 0), (0, 1), (0, –1),
(–1, 0)} maka domainnya = D = {1, 0, –1} dan Range-nya
= N = {1, 0, –1}.
4) C. Setiap unsur pertama dalam pasangan terurut di R adalah lebih
kecil dari unsur keduanya.
5) B. Sebab (a, b) R dengan R = {(a, b), (b, a), (b, b), (b, c), (b, d),
(d, a), (d, d)} maka {a, b, d} unsur pertamanya.
6) C. Oleh karena R={(x, y)/2x + y = 0, x, y A} maka
R = { …, (-1, 12), (0, 10), (1, 8), …} dan R–1 = {(x, y)/2y + x =
10, x, y A} yang didapat dari pencerminan 2x + y = 10 terhadap
garis y = x dengan R– 1 = { …, (-1, 5 ), (0, 5), (1, 4 ), …}
7) D. R adalah relasi refleksif karena setiap himpunan adalah himpunan
bagian dari dirinya sendiri atau (x, x) R.
8) C. Sebab pada bidang Euclid:
Kuadran I: R = {(x, y)/x > 0, y > 0} relasi simetrik.
Kuadran II: R = {(x, y)/x < 0, y < 0} bukan relasi simetrik.
Kuadran III: R = {(x, y)/x < 0, y > 0} relasi simetrik.
Kuadran IV: R = {(x, y)/x > 0, y < 0} bukan relasi simetrik.
9) C. Sebab jika x > y dan y > z maka x > z.
10) B. U = {(x, y)/ x2 + y2 = 1} dan V = {(y, z)/2y + 3z = 4)
Tes Formatif 2
1) C. f(2) = 2 . 2 - = 3
2) D. f(1) = 3 . 1 – 1 = 2
3) A. f(0) = b = 4
f(1) = a + b = -4
-a = 8
a = -8
7.46 Matematika Dasar 1
4) B. Sebab untuk suatu harga x didapat dua harga y, berarti satu unsur di
daerah asal dipetakan pada dua unsur yang berbeda di daerah hasil.
5) D. Df = R – {0} dan Df = R – {1}, sebab supaya tidak terjadi
pembagian dengan nol sehingga
1 x
2
f f(x) 1 x
(x) x
2
g g(x) x x
1 x
x
2
f
(x) x x
x
g 1 x 1 x
2
x
Df Df Dg x/g x 0 R 1, 0 1 R 1, 0
g
6) A. g(-3) = 2(-3)2 + 3
=2.9+3
= 21
7) A. f(a) = a2 – 1
15 = a2 – 1
a2 = 16
a=±4
f f -2
9) D. -2
g g -2
2. 4
6 2 13
8
1
8
10) C. Df + g = Df ∩ Dg
= {x/x ≥ 0, x R} ∩ {x/x R}
= {x ≥ 1, x R}
= {x/x ≥ 0, x R}
7.48 Matematika Dasar 1
Glosarium
Daftar Pustaka
PEN D A HU L UA N
Materi modul ini disusun menjadi dua kegiatan belajar sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1: Macam-macam Fungsi dan Fungsi Komposisi.
Kegiatan Belajar 2: Invers Fungsi dan Fungsi Invers.
Petunjuk Belajar
Untuk dapat memahami modul ini dengan baik agar mencapai
kompetensi yang diharapkan, gunakanlah strategi belajar yang berikut ini.
1. Sebelum membaca modul ini, cermati terlebih dahulu glosarium pada
akhir modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
modul ini.
2. Baca materi modul dengan saksama, tambahkan catatan pinggir, berupa
tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan lain-lain sesuai
dengan pemikiran yang muncul.
3. Cermati dan kerjakan soal-soal latihan dan tes formatif seoptimal
mungkin, dan gunakan rambu-rambu jawaban untuk membuat penilaian
tentang kemampuan pemahaman Anda.
4. Buatlah catatan khusus hasil diskusi pada tutorial untuk digunakan dalam
pembuatan tugas dan ujian akhir.
5. Usahakanlah Anda mempelajari buku-buku sumber penunjang lainnya.
PEMA4102/MODUL 8 8.3
Kegiatan Belajar 1
Macam-Macam Fungsi
dan Komposisi Fungsi
A. MACAM-MACAM FUNGSI
Dalam kesempatan bahasan ini kita akan melihat beberapa macam fungsi
atau dikenal pula dengan sifat-sifat fungsi. Dalam hal ini kita akan
memperhatikan hubungan unsur-unsur yang ada pada domain, kodomain, dan
range dari suatu fungsi.
Contoh 8.1
Untuk lebih jelasnya kita perhatikan dua buah fungsi into yang disajikan
dengan diagram panah, seperti berikut ini.
f g
f:AB g:AB
Gambar 8.1
Pada Gambar 8.1, ada anggota B yang tidak mendapat pasangan dari
anggota A sehingga Rf Kf dan Rg Kg. Sebagai akibatnya fungsi f maupun
g merupakan fungsi ke dalam (into).
8.4 Matematika Dasar 1
Contoh 8.2
Kita perhatikan dua buah contoh fungsi kepada yang disajikan dalam
diagram berikut.
f g
f:AB g:AB
Gambar 8.2
Contoh 8.3
Misalkan kita akan memeriksa apakah f x 3x 2 bersifat satu-satu.
Jika kita ambil sebarang bilangan real x1 dan x 2 dengan x1 x 2 , maka
f x1 3x1 2 dan f x 2 3x 2 2 . Dikarenakan 3x1 2 3x 2 2 maka
f x1 f x 2 sehingga f adalah fungsi satu-satu.
f g
a 1• •b1 a 1• •c1
A B •c 3
f:AB
A C
g:AC
Gambar 8.3
f g
•x •f(x) •g(f(x))
h=gof
Gambar 8.4
Contoh 8.4
Misalkan, diketahui dua fungsi f : A B dan g : B C , seperti pada
Gambar 8.5 berikut ini.
Gambar 8.5
Contoh 8.5
Misalkan, R adalah himpunan bilangan real dan f : R R dengan
f x x 2 dan g : R R dengan g x x 3 , maka h 2 f g 2
f g 2 f 2 3 f 5 52 25 . Sedangkan h 2 f g 2
g f 2 g 4 4 3 7 . Jadi, f g dan g f tidak harus sama.
Selanjutnya untuk mencari rumus f g dan g f dari contoh di atas
dapat dihitung seperti berikut.
h1 x f g x f g x f x 3 x 3 x 2 6x 9
2
h 2 x g f x g f x g x 2 x 2 3
Jadi, h1(x) h2(x).
Dari contoh ini jelas bahwa fungsi komposisi tidak memenuhi sifat
komutatif.
Perlu pula diketahui bahwa untuk menentukan nilai h1 2 dan h2 2
dapat dikerjakan dengan bantuan rumus h1 x dan h2 x , yaitu sebagai
berikut.
h1 2 f g 2 22 6.2 9 25
h 2 2 g f 2 22 3 7
Contoh 8.6
Misalkan, g = {(2, 4), (1, 3), (0, 5), (3, 4)} dan
f = {(4, 2), (5, 3), (1, 5)}
h=fog
x g(x) f(g(x))=h
2 4 2
1 3 tak terdefinisi
3 4 2
0 5 3
Jadi, h = f(g(x)) = (f o g)(x) = {(2, 2), (3, 2), (0, 3)} (Perhatikan Gambar 8.6).
8.8 Matematika Dasar 1
Gambar 8.6
Dari Gambar 8.6 ini, jelas bahwa syarat terdefinisinya fungsi komposisi
f g adalah R g D f , sedangkan syarat terdefinisinya g f tentunya
R f Dg .
Perhatikan pula bahwa Df g Dg dan Dg f Df . Misalnya, untuk
Contoh 8.6 di atas Dg 2,1,0,3 sedangkan Df g 2,0,3 berarti
Df g Dg . Demikian pula bahwa R f g R f dan R g f R g . Misalnya
masih pada contoh 23 ternyata Rf g 2,3 , sedangkan R f 2,3,5
sehingga R f g R f . Namun pada contoh 21, Rg f r, t dan R g r, t
sehingga R g f R g .
Untuk lebih jelasnya lagi kita perhatikan penjelasan dari contoh di atas
yang lebih bersifat umum. Misalkan, f dan g adalah 2 buah fungsi maka
g f x,g f x / g f x terdefinisi . Jadi, g f x g f x
terdefinisi apabila x Df dan f x Dg , artinya D g R f (perhatikan
Gambar 8.7).
Gambar 8.7
PEMA4102/MODUL 8 8.9
Contoh 8.7
Misalkan, f x 1 dan
g x x 1 maka Df x x R, x 0
x
R 0 dan D g R . Sedangkan f g x f g x f x 1
1 1 1 x
dan g f x g f x 1
1
x 1
x x x
maka Df g R 1
Dg f R 0
Ternyata Df o g Dg dan Dg o f = Df.
Contoh 8.8
Misalkan, g:R R dan h:R R dengan g x 1 3x dan
h x x 2 1 . Misalkan, kita akan mencari h g 3 dan akan mencari x
jika h g x 3 , caranya sebagai berikut.
a. h g 3 h g 3 h 1 9 h 8 63
b. h g 3 h g 3 h 1 9 h 8 63
3 = 1 + 9x2 – 6x – 1
9x2 – 6x – 3 = 0
3x2 – 2x – 1 = 0
x1 1 dan x 2 1
3
Perlu Anda ketahui bahwa fungsi komposisi ini tidak harus berasal dari
dua fungsi saja. Kita dapat menyusun komposisi fungsi yang berasal lebih
dari dua fungsi.
8.10 Matematika Dasar 1
Contoh 8.9
Misalkan, fungsi f, g, dan h didefinisikan dengan
f x x 1, g(x) 2x , g x 2x , dan h x x . Kemudian, misalkan
2
b. h g x h g x h 2x 4x 2
h g f x h g f x
h g x 1
4. x 1 4x 2 8x 4
2
LAT IH A N
b.
g f 1 dan f g 1
5) Dengan memperhatikan f x x2 1 dan g x x 3 , apakah
f g x g f x ?
y f(x) = x
x2 0 x1 x
Gambar 8.8
Gambar 8.9
4x 2 24x 36 5
4x 2 24x 41
b) f g x f g x
x 2 5
2 x 2 5 6
2x 2 10 6
2x 2 4
9x 2 30x 25
PEMA4102/MODUL 8 8.13
Jadi,
f g h x f s x
f s x
f 9x 2 30x 25
2 9x 2 30x 25 1
18x 2 60x 50 1
18x 2 60x 51
b) Misalkan f g x t x , maka
t x f g x f g x
f x2
2x 2 1
Jadi,
f g h x t h x
t h x
t 3x 5
2 3x 5 1
2
2 9x 2 30x 25 1
18x 2 60x 51
4) f x x2 1
g x x 3
g f 2 g 22 1 g 5 5 3 2
a)
f g 2 f 2 3 f 1 1 1 2
2
g f x g f x g x 2 1 x 2 1 3 x 2 2
5)
f g x f g x f x 3 x 3 1 x 2 6x 10
2
Jadi f g x g f x
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
A.
B.
C.
D.
8.16 Matematika Dasar 1
A.
B.
PEMA4102/MODUL 8 8.17
C.
D.
A. Injektif
B. Surjektif
C. Bijektif
D. A, B, dan C salah
A. x
x 1
B. x
1 x
C. x
1 x
D. -x
1 x
Kegiatan Belajar 2
A. FUNGSI INVERS
Pada kesempatan ini kita akan membahas invers fungsi dan fungsi
invers. Kedua istilah ini perlu dibedakan karena mengandung pengertian
yang berbeda walaupun kedua-duanya memakai kata invers dalam arti yang
sama. Untuk lebih jelasnya tentang makna perbedaan kedua istilah ini kita
perhatikan bahasan berikut ini.
1. Invers Fungsi
Misalkan, diketahui suatu fungsi f : A B , dan misalkan pula b B
maka invers b (terhadap fungsi f) yang dilambangkan dengan f 1 b adalah
himpunan semua anggota dalam A yang unsur pertamanya adalah b. Jadi,
dapat kita tulis:
f 1 b x x A, f x b
Perlu diperhatikan bahwa f 1 b A , sedangkan f 1 dibaca invers
fungsi, dan f 1 1.
f
Contoh 8.10
Misalkan, f : A B yang didefinisikan oleh diagram panah pada
Gambar 8.10. Dari diagram tersebut tampak, misalnya f 1 x b,c , sebab
b dan c dipetakan oleh fungsi f pada elemen yang sama, yaitu x B .
Selanjutnya f 1 y a , sebab:
Gambar 8.10
PEMA4102/MODUL 8 8.21
Contoh 8.11
Misalkan, A a, b,c dan B 1, 2,3 sedangkan
f a, 2 , c,1 , b, 2 , maka f 1
2 a, b .
Gambar 8.11
8.22 Matematika Dasar 1
B A
Gambar 8.12
Contoh 8.12
Misalnya, A 1, 2,3 dan B a,b dengan fungsi
f 1, a , 2, b , 3, a , yang merupakan fungsi onto berarti
f 1 a,1 , b, 2 , a,3 dan ternyata f 1 bukan merupakan fungsi karena
terdapat dua pasangan terurut yang mempunyai unsur pertama sama, yaitu
a,1 dan a,3 . Jadi, f 1 bukan merupakan fungsi invers, dan f 1 hanya
merupakan invers suatu fungsi.
Contoh 8.13
Misalkan, f : A B yang didefinisikan oleh diagram panah pada
Gambar 8.13 yang merupakan fungsi satu-satu maka f 1 y a dan
f 1 z b , tetapi f 1 x , berarti f 1 bukan fungsi invers dari B ke A.
Gambar 8.13
a = g(b) • •b=f(a)
g = f-1
A B
Gambar 8.14
Contoh 8.14
Misalkan diketahui y f x 2x 6 dan akan dicari invers atau
balikan dari fungsi tersebut, yaitu sebagai berikut.
y 2x 6
2x y 6
1
x y3
2
8.24 Matematika Dasar 1
1
x f 1 y y3
2
1
Jadi, f 1 x xx
2
1
Berarti fungsi invers dari y f x 2x 6 adalah f 1 x xx.
2
Gambar 8.15
f g x g 1 f 1 x .
1
PEMA4102/MODUL 8 8.25
Contoh 8.15
Diketahui f x 3x 2 dan g x 2x 5 . Tentukanlah
g f x dan
1
a.
b. f 1 g1 x .
Jawab:
a. g f x g f x
g 3x 2
2 3x 2 5
6x 4 5
6x 1
Misalkan g f x y ,
maka y 6x 1
6x y 1
y 1
x
6
y 1
g f y
1
6
x 1
g f x
1
Jadi, .
6
b. Dari y f x 3x 2
3x y 2
y2
x
3
8.26 Matematika Dasar 1
y2
x f 1 y
3
x2
Jadi, x f 1 x
3
Dari y g x 2x 5
2x y 5
y5
x
2
y5
x g 1 y
2
x 5
Jadi, x g 1 x
2
Selanjutnya:
f 1 g 1 x f 1 g 1 x
x 5
f 1
2
x 5
2
2
3
x 5 41
2 3
x 1
6
x 1
Jadi, f 1 g 1 x
6
Dari jawaban a dan b di atas tampak bahwa
x 1
g f x f 1 g 1 x
1
.
6
PEMA4102/MODUL 8 8.27
LAT IH A N
Gambar 8.16
1
2) Carilah invers (balikan) dari fungsi y f x x 3.
2
1
3) Misalkan f x
x 3 dan g x 2x 6 . Periksa apakah g
2
merupakan invers dari f .
1
x y3
2
x 2y 6
x f 1 y 2y 6
x f 1 x 2x 6
1
Jadi, fungsi invers dari y f x x 3 adalah
2
x f 1 x 2x 6
1
3) Diketahui f x x 3 dan g x 2x 6 dan untuk memeriksa
2
apakah g merupakan invers dari f dilakukan dengan menganalisis apakah
g f x f g x x
g f x g f x
1
g x 3
2
1
2 x 3 6
2
x 66
x
Sedangkan:
f g x f g x
f 2x 6
1
2x 6 3
2
x 33
x
Jadi, g f x f g x x , berarti g merupakan invers dari f dan f
juga invers dari g, dengan kata lain g f 1 dan f g 1 .
PEMA4102/MODUL 8 8.29
f g x x 3
1
f g 6 6 3 9
1
Jadi,
5) Diketahui f x x 2 dan g x x 5 .
Perhatikan y f x x 2
x y2
f 1 y y 2
Jadi, f 1 x x 2 .
Kemudian y g x x 5
x y5
g 1 y y 5
Jadi g1 x x 5
Dari kedua fungsi invers di atas:
f 1 g 1 x f 1 g 1 x
f 1
x 5
x 52
x 3
Jadi, f 1
g 1
4 4 3 7
8.30 Matematika Dasar 1
R A NG KU M AN
1. Invers Fungsi
Misalkan, diketahui suatu fungsi f : A B , dan misalkan pula
b B maka invers b (terhadap fungsi f) yang dilambangkan dengan
f 1 b adalah himpunan semua anggota dalam A yang unsur
pertamanya adalah b. Jadi, dapat kita tulis:
f 1 b x x A, f x b
2. Fungsi invers
Suatu fungsi f : A B mempunyai fungsi invers g : B A , jika f
dan g merupakan fungsi yang bersifat bijektif (korespondensi satu-satu).
Jika g ada, maka g dinyatakan dengan f 1 . Domain bagi f merupakan
range dari f 1 dan range dari f merupakan domain bagi f 1 .
dan
f g x g x
1 1 1
f
TES F OR M AT IF 2
A.
PEMA4102/MODUL 8 8.31
B.
C.
D.
A. f 1 s dan f 1 t p,q, r
B. f 1 u f 1 s
C. f 1 u dan f 1 t p,q, r
D. A, B, dan C benar
x 8
D.
2
2
10) Misalnya, f x x 2 dan g x maka g f 2 ....
1
x
A. f 1
g 1 2 1
B. g 1
f 1 2 2
1
C. f 1
g 1
2
1
D. g 1
f 1
2
1
3
6) A. f g x 10x 5
2 g x 5 10x 5
2 g x 10x
g x 5x
8) B. g f x g f x
2x 3 2x 1 2f x 1
2f x 2x 3 2x
f x x3 x
2
f 1 f 1 1 1 2 1
2
Tes Formatif 2
1) C. f : P Q mempunyai fungsi invers f 1 : Q P , sebab f dan f 1
bersifat bijektif. Dengan kata lain Df R f 1 dan R f Df 1 .
2) B. y x 7
x y7
x f 1 y
y 7 sehingga x f 1 x x 7
PEMA4102/MODUL 8 8.37
Misal f g x y 10x 8
10x y 8
y 8
x
10
y 8
f g y
1
10
y 8
Jadi, f g x
1
10
8) C. D y f x x 3
x y3
f y y 3
1
f x x 3
1
dan y g x 2x 8
2x y 8
1
x y4
2
1
g 1 y y 4
2
1
g x x 4
1
Jadi, f 1 g 1 x f 1 g 1 x
1
f 1 x 4
2
1
x43
2
1
x 1
2
9) A. Sebab, prapeta dari 1 adalah a;
prapeta dari 2 adalah b, c, d dan
prapeta dari 3 adalah e.
PEMA4102/MODUL 8 8.39
2
f 1
2
f 1
1
1 2
1
8.40 Matematika Dasar 1
Glosarium
Daftar Pustaka
Sachrap, M, dkk., (1997). Matematika untuk SMU Kelas 2 Jilid 2A. Bandung:
Grafindo Media Pratama.
Bentuk–Bentuk Fungsi
PEN D A HU L UA N
Petunjuk Belajar
Untuk dapat memahami modul ini dengan baik serta mencapai
kompetensi yang diharapkan, gunakanlah strategi belajar yang berikut ini.
1. Sebelum membaca modul ini, cermati terlebih dahulu glosarium pada
akhir modul yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam
modul ini.
2. Baca materi modul dengan saksama, tambahkan catatan pinggir berupa
tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dan lain-lain sesuai
dengan pemikiran yang muncul.
3. Cermati dan kerjakan soal-soal latihan dan tes formatif seoptimal
mungkin, dan gunakan rambu-rambu jawaban untuk membuat penilaian
tentang kemampuan pemahaman Anda.
4. Buatlah catatan khusus hasil diskusi ketika tutorial untuk digunakan
dalam pembuatan tugas dan ujian akhir.
5. Usahakanlah Anda mempelajari buku-buku sumber penunjang lainnya.
PEMA4102/MODUL 9 9.3
Kegiatan Belajar 1
Fungsi
A. DEFINISI FUNGSI
Diketahui 2 buah himpunan x
dan y. Sebuah fungsi dari x ke y
adalah sebuah aturan atau
korespondensi tiap-tiap elemen x
dengan sebuah elemen unik dari y.
Himpunan x disebut domain dari
fungsi. Tiap-tiap elemen y y ,
yang merupakan pasangan dari
x x disebut nilai dari fungsi pada
Gambar 9.1
x, atau peta atau bayangan dari x.
9.4 Matematika Dasar I
Semua himpunan peta dari elemen domain disebut range dari fungsi.
Perhatikan Gambar 9.1
Tidak semua elemen Y menjadi peta dari x X sehingga range fungsi
itu merupakan himpunan bagian dari Y.
Gambar 9.2
Perhatikan lagi Gambar 9.2, Grafik menunjukkan bahwa tiap waktu pada
garis datar nyata, ternyata dihitung satu produksi vertikal nyata. Jadi grafik
menunjukkan sebuah fungsi, meskipun pada kenyataannya perhitungan
penggunaan waktu tidak diketahui. Grafik sebuah fungsi didefinisikan
sebagai persamaan y f x . Sebuah fungsi akan selalu mempunyai sebuah
PEMA4102/MODUL 9 9.5
Teorema 9.1:
Sebuah himpunan titik-titik pada bidang xy adalah grafik sebuah fungsi
x jika dan hanya jika garis vertikal hanya memuat satu titik dalam himpunan.
Dengan kata lain, jika sebarang garis vertikal berpotongan dengan
sebuah grafik pada lebih dari satu titik, grafik itu bukanlah grafik sebuah
fungsi.
Contoh 9.1
Manakah grafik Gambar 9.3 yang bukan grafik fungsi?
Gambar 9.3
9.6 Matematika Dasar I
Solusi:
Grafik pada Gambar 9.3 (a) dan 9.3 (b) adalah grafik fungsi, sebab garis
vertikal tidak memiliki titik potong lebih dari satu titik untuk masing-masing
grafik
Grafik pada Gambar 9.3 (c) bukan grafik fungsi, sebab garis tegak lurus
memuat 2 titik potong atau lebih dari satu titik potong.
D. PASANGAN BERURUTAN
1 1 2 1 1
2, 2 2
2, 4 , ,
2 2 2 4
Dalam himpunan ini tidak ada pasangan memiliki elemen pertama yang
sama. Himpunan ini adalah fungsi kuadrat yang mengawankan atau
memasangkan tiap-tiap bilangan real x dengan bilangan real x 2 (perhatikan
Gambar 9.3 (a). Selanjutnya pasangan berurutan x, y untuk masing-masing
y 2 x tidak menggambarkan sebuah fungsi sebab pasangan berurutan
dengan elemen pertama sama, tetapi elemen kedua berbeda. Misalnya; 1,1
dan 1, 1 adalah pasangan berurutan yang memenuhi hubungan y 2 x
dengan elemen pertama sama, tapi elemen kedua berbeda (lihat Gambar 9.3
(c)).
Contoh ilustrasi berikut bagaimana menentukan domain dan range
sebuah fungsi jika grafik sudah diketahui.
PEMA4102/MODUL 9 9.7
Contoh 9.2
Diketahui sebuah fungsi f mempunyai grafik tertentu, seperti
Gambar 9.4.
Gambar 9.4
Solusi:
a) Grafik fungsi f melalui 6,0 , 4, 2 , 2,0 , 0, 4 , 3, 4 , dan
6,1 sehingga
f 6 0 atau nilai fungsi x = 6 adalah 0,
f 4 2 atau nilai fungsi untuk x = 4 adalah 2
f 0 4 atau nilai fungsi untuk x = 0, dan
b) Untuk menentukan domain f, kita tulis bahwa semua titik pada grafik f
absis x antara 6 sampai dengan 6; dan tiap-tiap angka x antara 6 dan 6,
adalah sebuah titik x, f x pada grafik. Jadi, domain f adalah
6 x 6 .
c) Titik-titik pada grafik semua memiliki ordinat y antara 2 sampai dengan
4, dan setiap bilangan y, sekurang-kurangnya satu bilangan x dalam
domain. Karena itu range f adalah 2 x 4.
9.8 Matematika Dasar I
Perhatikan lagi grafik pada Gambar 9.4. Jika Anda lihat dari kiri ke
kanan grafik fungsi, Anda akan mencatat bagian dari grafik menunjukkan
grafik menurun, naik dan bagian datar berturut-turut menggambarkan
pertambahan atau peningkatan/pertumbuhan, penurunan dan stationer.
1. Fungsi Naik/tumbuh
Sebuah fungsi f disebut naik/tumbuh pada suatu interval I jika untuk
sebarang pilihan x1 , dan x 2 dalam I, dengan x1 x 2 maka f x1 f x 2 .
2. Fungsi Turun/luruh
Sebuah fungsi disebut turun/luruh pada suatu interval I jika untuk
sebarang pilihan x1 , dan x 2 dalam I, dengan x1 x 2 maka f x1 f x 2 .
3. Fungsi Stationer
Sebuah fungsi f disebut stationer pada suatu interval I jika untuk semua
pilihan x dalam I memuat f x yang sama.
Gambar 9.5
PEMA4102/MODUL 9 9.9
Contoh 9.3
Perhatikan Gambar 9.5 di manakah fungsi f naik, turun, dan stationer?
Solusi:
Grafik naik untuk 4 x 0 , yaitu fungsi naik pada interval 4,0 .
Fungsi turun untuk 6 x 4 , dan 3 x 6 , yaitu pada interval 6, 4
dan 3,6 .
Fungsi stationer untuk 0 x 3 , yaitu pada interval 0,3 .
4. Fungsi Linear
Bentuk umum fungsi linear adalah f x mx b , m dan b bilangan real
Domain fungsi linear f berisi/memuat semua bilangan real. Grafik fungsi
ini sebuah garis lurus dengan kemiringan m dan memotong y di b.
Sebuah fungsi linear naik jika m 0 , turun jika m 0 , dan stationer jika
m0.
Contoh 9.4
Tentukan apakah fungsi linear berikut naik, turun atau stationer, serta
gambar grafiknya.
a. f x 2x 1
b. g x x 2
c. h x 3
9.10 Matematika Dasar I
Solusi:
a. Fungsi linear f naik sebab m 2 0
Untuk menggambar fungsi linear ambil
dua titik sebarang pada fungsi. Untuk
mempermudah ambil titik potong dengan
sumbu x dan titik potong dengan sumbu
y, yaitu:
y = f(x) = 2x + 1 x 0 –1
y 1 0
Gambar 9.6
Dari kedua titik: 0,1 dan 1,0 ,
buatlah sebuah garis.
Garis tersebut menggambarkan fungsi
y = 2x + 1. Lihat Gambar 9.6
b. g x x 2 1 x 2
m 1 0
Jadi, fungsi g merupakan fungsi
turun.
y 2 0
x 0 2
Gambar 9.7
c. h x 3, m 0
Jadi, fungsi h merupakan fungsi
stationer. Lihat Gambar 9.8.
Gambar 9.8
PEMA4102/MODUL 9 9.11
Contoh 9.5.
Ketika termometer Celsius C
0
menunjuk angka 00 , termometer
Fahrenheit (F) menunjuk angka 320 . Jika termometer Celsius menunjuk
angka 1000 termometer Fahrenheit menunjuk angka 212 0 . Tunjukkan
bahwa temperatur Fahrenheit dan Celsius merupakan suatu fungsi!
Penyelesaian:
212 32
F C 32
100
180
F C 32
100
9
F C 32. adalah suatu fungsi linear .
5
1. Fungsi Genap
Sebuah fungsi f disebut sebuah fungsi genap jika semua x di dalam
domain fungsi f, bilangan x juga domain dan
f x f x
2. Fungsi Ganjil
Sebuah fungsi f disebut sebuah fungsi ganjil jika untuk semua x di dalam
domain fungsi f , dan
f x f x
Teorema 9.2
Sebuah fungsi genap jika dan hanya jika grafik fungsi itu simetris
dengan sumbu y.
Sebuah fungsi genap jika dan hanya jika grafik fungsi itu simetris
dengan sumbu x.
9.12 Matematika Dasar I
Contoh 9.6
Sebutkan apakah masing-masing fungsi berikut merupakan fungsi genap,
ganjil atau tak ada yang genap atau ganjil!
a. f x x 2 5
b. g x x3 1
c. f x 5x3 x
x, jika x ³ 0
d. f(x) = |x| dan perlu di ingat bahwa definisi x =
- x, jika x < 0
Solusi:
a. kita ganti x dengan –x menjadi
f x x 5 x 2 5
2
3. Fungsi Konstan
Bentuk umum fungsi konstan:
F x b , b bilangan real
Fungsi konstan f adalah sebuah fungsi linear khususnya dengan m 0 .
Domain fungsi ini adalah himpunan semua bilangan real; range fungsi ini
adalah himpunan yang memuat bilangan b tunggal; grafik fungsi ini sebuah
garis horizontal yang memotong y di b. Fungsi konstan adalah fungsi genap
yang stationer berakhir dengan domain fungsi ini.
PEMA4102/MODUL 9 9.13
b f(x) = b
0 x
Fungsi konstan
Gambar 9.9
4. Fungsi Identitas
Bentuk umum fungsi identitas:
f x x
Gambar 9.10
Fungsi identitas juga sebuah fungsi linear khusus. Domain dan range
fungsi ialah himpunan semua bilangan real. Grafik fungsi ini adalah sebuah
garis yang kemiripannya m = 1 dan yang memotong y di 0. Garis ini memuat
titik-titik dengan koordinat x sama dengan koordinat y.
9.14 Matematika Dasar I
Fungsi identitas yaitu sebuah fungsi ganjil naik sesuai dengan domain dan
range fungsi itu sendiri.
3. Fungsi Kuadrat
Bentuk f x x 2
Domain fungsi pangkat dua f adalah himpunan semua bilangan real,
sedangkan range-nya sebuah bilangan real non negatif. Grafik fungsi ini
sebuah parabola, yang memotong 0,0 .
Fungsi pangkat dua berupa sebuah fungsi genap turun pada interval
,0 dan naik pada interval 0, .
Gambar 9.11
PEMA4102/MODUL 9 9.15
LAT IH A N
1) a. Nilai f 0 ialah 2
b. Nilai f 2 ialah 0
2) Positif
3) x 6, 2, 7
4) x 4 karena 4,1
5) Fungsi naik 4 x 2 dan 4 x 6
1
6) Fungsi turun 6 x 4, 2 x 4, 5 x 8
2
7) Tidak pernah
8) Genap
9) Ganjil
10) Genap
R A NG KU M AN
6. Fungsi genap
Sebuah fungsi f disebut genap jika setiap bilangan x di dalam
domain, bilangan –x jika domain dan f x f x
7. Fungsi ganjil
Sebuah fungsi f disebut ganjil jika setiap bilangan dalam domain,
bilangan –x juga domain dan f x f x
8. Fungsi linear
Bentuk umumnya f x mx b , m dan b R
9. Fungsi konstan f x b, b R
10. Fungsi identitas f x x
11. Fungsi kuadrat f x x2
TES F OR M AT IF 1
1
2) Domain dari f x adalah .…
x2
A. semua bilangan real kecuali nol
B. semua bilangan real
1 1
C. 2, 1, , ,0,1, 2
2 3
1
D. ,1, 4,9, 0,1, 4
4
9.18 Matematika Dasar I
1
3) Grafik f x adalah .…
x2
A. C.
B. D.
4) f x 1 adalah fungsi .…
A. konstan
B. ganjil
C. genap
D. tak dapat diidentifikasi
PEMA4102/MODUL 9 9.19
B. D.
2x jika x 0
A. f(x) =
0 jika x 1
3x 2 jika x 1
B. f(x) =
1 jika x 1
2x 3jika x 0
C. f(x) =
x 3 jika 0 x 5
x 3 jika 2 x 0
D. f(x) = 1 jika x 0
1 2
3 x jika x 0
9) y
10)
y
Dari gambar grafik di atas, fungsi naik, turun dan stationer pada
interval ….
A. naik pada interval ,1 , turun pada interval 1, dan stationer
pada interval 1,1
B. naik pada interval , 1 , turun pada interval 1, dan
stationer pada interval 1,1
9.22 Matematika Dasar I
C. naik pada interval , 1 , turun pada interval 1, dan
stationer pada interval 1,1
D. naik pada interval (-, -1], turun pada interval 1, dan
stationer pada interval 1, 1
Kegiatan Belajar 2
Contoh 9.7
Gambar grafik f x 2x 2
Solusi:
Untuk menggambar grafik f x 2x , pilihlah beberapa nilai x positif
2
x 2 -1 0 1 2
f(x)=2x2 8 2 0 2 8
Kemudian kita plot pasangan titik-titik (-2,8), (-1,2), (0,0), (1,2), (2,8) dan
kita hubungkan titik-titik itu satu dengan yang lainnya.
9.24 Matematika Dasar I
Gambar 9.12
Semua grafik fungsi kuadrat secara umum bentuknya, seperti kurva pada
Gambar 9.12 yang disebut parabola. Kurva di gambar dengan mulus,
memiliki satu sumbu simetri. Jika kertas dilipat tepat pada sumbu simetri
kurva terbagi 2 bagian tepat yang sama. Titik (0,0) adalah titik ekstrim.
Beberapa contoh kebiasaan menggambar kurva/grafik yang salah
Gambar 9.13
PEMA4102/MODUL 9 9.25
1 2
Grafik y x berbentuk parabola yang lebih tumpul daripada grafik
2
y x 2 . Sedang grafik y 2x 2 adalah lancip, tetapi puncak dan sumbu
simetri tidak berubah
Gambar 9.14
Contoh 9.8
Gambar grafik f x 2 x 3
2
.
Kita ambil beberapa nilai x dan hitung f x .
x 0 1 2 3 4 5 6
f((x) 18 8 2 0 2 8 8
9.26 Matematika Dasar I
(3,0)
Gambar 9.15
Contoh 9.9
Gambarlah grafik f x 2 x 3
2
Gambar 9.16
Contoh 9.10
Gambar grafik y 2 x 2
2
x -4 -3 -2 -1 0
y -8 -2 0 -2 -8
Gambar 9.17
f x a x h k ?
2
Catatan:
Apabila parabola terbuka ke atas a 0 nilai fungsi atau nilai y pada
titik ekstrim adalah minimum. Jika parabola terbuka ke bawah a 0 nilai
fungsinya maksimum.
y
y
Gambar 9.18
Contoh 9.11
grafik f x 2 x 3 5 dan tentukan nilai minimum
2
Gambarlah
fungsi.
Kita mengetahui bahwa grafik f x 2 x 3 5 menyerupai grafik
2
bergerak turun 5 langkah. Sedangkan puncaknya adalah 2, 5 , dan nilai
minimum fungsi adalah 5.
f x 2 x 3 2
2
x -6 -5 -4 -3 -2 -1 0
y 13 3 -3 -5 -3 3 13
f x 2 x 3
2
x -6 -5 -4 -3 -2 -1 0
y 18 8 2 0 2 8 18
9.30 Matematika Dasar I
Gambar 9.19
Contoh 9.12
1
Gambar grafik f x x 3 5 dan tentukan nilai minimum.
2
2
1 1
Grafik f x x 3 5 mirip grafik f x x 2 , tetapi grafik
2
2 2
1
f x x 3 5 bergerak ke kanan 3 unit (langkah) dan naik 5 unit.
2
2
Puncaknya 3,5 dan sumbu simetrinya garis x 3 . Kita gambar
1 2
f x x dan kemudian geserlah kurva ke kanan 3 satuan dan ke atas 5
2
satuan. Kita plot beberapa titik untuk penyajian. Nilai minimum fungsi
adalah 5.
PEMA4102/MODUL 9 9.31
y
x f(x)
0 9 12
1 7
2 5 12
3 5
4 5 12
5 7
6 9 12
Gambar 9.20
Contoh 9.13
Gambarlah grafik y 2 x 3 5 dan tentukan nilai maksimum
2
fungsi.
Grafik fungsi ini pun menyerupai f x 2x 2 , tetapi digeser ke kiri 3
unit dan ke atas 5 unit. Kurva terbuka ke bawah. Puncaknya adalah 3,5 .
Nilai fungsi maksimum adalah 5. Kita pilih beberapa nilai x, untuk
mendapatkan f x .
x -6 -5 -4 -3 -2 -1 0
y 13 3 -3 -5 -3 3 13
9.32 Matematika Dasar I
Gambar 9.21
LAT IH A N
2
1
b) f k x 1
2
1) a) b)
9.34 Matematika Dasar I
2) a) b)
3) a) b)
PEMA4102/MODUL 9 9.35
4) a) b)
5) a) b)
9.36 Matematika Dasar I
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
1
3) Kurva fungsi y x 1 memotong sumbu ….
2
2
A. y pada x 1
1
B. y pada titik , 0
2
C. x pada titik 1,0
1
D. x pada y
2
2
1
5) Grafik f x 6 x 19 memiliki ….
4
A. nilai fungsi minimum 19
B. nilai fungsi maksimum 19
C. garis simetri x = 19
1
D. puncak 19,
4
6) Kurva f x 2 x 3 5 ....
2
f1 x 2 x 1 3 f 2 x 2 x 1 3
2 2
8) Grafik dari fungsi dan
berpotongan satu dengan yang lain pada titik ....
A. 1,1
B. 3,3
C. 2, 2
3 1
D. ,3
4 8
1
9) Puncak fungsi f x 6(x ) 2 19 terletak pada ….
4
A. kuadran I
B. kuadran II
C. kuadran III
D. kuadran IV
1 3
10) Puncak fungsi f x (x ) 2 1 ….
2 4
3
A. bergeser ke kanan dari 0,0 sejauh unit dan naik 1 unit
4
3
B. bergeser ke kanan dari 0,0 sejauh unit dan naik 1 unit
4
3
C. bergeser ke kiri dari 0,0 sejauh unit dan naik 1 unit
4
3
D. bergeser ke kiri dari 0,0 sejauh unit dan naik 1 unit
4
Kegiatan Belajar 3
Contoh 9.14
Gambarlah sketsa grafik
f x x 2 6x 4
f x x 2 6x 4
Kita akan melengkapi pangkat dua dalam kurung dengan mengambil
setengah koefisien x:
1
.(6) 3
2
Hasilnya dipangkatkan dua
3 9
2
x 3 5
2
x 0 1 5 6
f(x) 4 -1 -1 4
Gambar 9.22
Contoh 9.15
Gambar grafik f x 2x 2 10x 7
Pertama kita faktorkan 2x 2 10x pada f x 2x 2 10x 7 dengan
dibagi 2 (koefisien x 2 ) sehingga faktor x 2 adalah 1 dan hasilnya
menjadi
f x 2 x 2 5x 7
1 5
Kita ambil dari koefisien x, yaitu dan kemudian dipangkatkan dua,
2 2
25 25 25
didapat . Lalu suku dalam kurung kita tambahkan sehingga
4 4 4
25 25
f(x) = 2(x 2 5x ) 7
4 4
25 25
= 2((x 2 5x ) )7
4 4
9.42 Matematika Dasar I
25 25
= 2(x 2 5x ) 2( ) 7
4 4
25 25
= 2(x 2 5x ) 7
4 2
5 11
= 2(x ) 2
2 2
5 11 5
Puncak , . Persamaan garis simetri x
2 2 2
Karena koefisien x adalah negatif, yaitu 2, jadi kurva terbuka ke
2
bawah. Kita ambil beberapa titik sebagai sajian dan gambar kurvanya.
5
x 0 1 4 5
2
11
f(x) -7 1 1 -7
2
Gambar 9.23
PEMA4102/MODUL 9 9.43
Cara lain untuk menentukan maksimum dan nilai minimum fungsi, yang
disebut juga sebagai nilai ekstrim suatu fungsi kuadrat f x ax 2 bx c
dengan a, b,c R dan a 0 adalah sebagai berikut.
f x ax 2 bx c, a, b, c R dan a 0
b
a x2 x c
a
2
b b2
ax c
2a 4a
2
b b 2 4ac
ax
2a 41 4a
b b 2 4ac
2
ax ; D b 4ac
2
2a 4a
D disebut diskriminan f x ax 2 bx c
2
b D
= a x+
2a 4a
2
b D b
Jika a > 0 maka a x 0, nilai minimum f x untuk x
2a 4a 2a
2
b D b
Jika a < 0 maka a x 0, nilai minimum f x untuk x =
2a 4a 2a
Gambar 9.24
Contoh 916
Tentukan titik potong dengan grafik f x x 2 2x 2 dengan sumbu
x. Kita selesaikan sebagai berikut:
0 x 2 2x 2
2 12
2
22 3
2
2+2 3
x1 = , atau
2
x1 1 3
2-2 3
x2 = , atau
2
x2 1 3
b (2)
Titik ekstrim x 1
2a 2(1)
D (b2 4ac) ((2) 2 4(1)(2))
y 3
4a 4.a 4.1.
yaitu P 1, 3 .
9.46 Matematika Dasar I
Gambar 9.25
Contoh 9.17
Buat sketsa grafik fungsi yang didefinisikan y x 2 x 6 .
Solusi:
Grafik memotong sumbu x, y = 0
0 x2 x 6
0 x 3 x 2
x + 3 = 0 atau x – 2 = 0
x1 3 atau x 2 2
b D 1 25
Titik puncak P , adalah ,
2a 4a 2 4
b 1
Garis simetrinya x = x adalah x =
2a 2
Grafiknya adalah
Gambar 9.26
PEMA4102/MODUL 9 9.49
Contoh 9.18
Gambar sketsa grafik parabola yang dinyatakan dengan persamaan
y 3x 2 8x 5 .
Solusi:
Parabola memotong sumbu x, untuk y = 0
0 3x 2 8x 5
0 3x 2 3x 5x 5
0 3x x 1 5 x 1
0 x 1 3x 5
x + 1 = 0 atau 3x + 5 = 0
x = 1 atau 3x = 5
5
x
3
2
Grafik memotong sumbu x di (1,0) dan 1 , 0
3
Parabola memotong sumbu y, untuk x = 0
y=5
Titik potongnya 0,5
b
Persamaan garis simetri x=
2a
8 1
x 1
6 3
b D
Puncak P ,-
2a 4a
b 1 b2 4ac 64 60 1
1 ;
2a 3 4a 12 3
1 1
Puncak P 1 ,
3 3
9.50 Matematika Dasar I
Grafiknya
Gambar 9.27
Gambar 9.28
PEMA4102/MODUL 9 9.51
Contoh 9.19
Tentukan ukuran terbesar dari empat persegi panjang jika kelilingnya
64 m.
Solusi:
p
Keliling 2p 2l 64
p l 32
l l 32 p
Luas maksimum = p × l
L mak p 32 p
32p p 2
Contoh 9.18
Diketahui berbagai ukuran apem (kue berbentuk lingkaran terbuat dari
beras) dengan daftar harganya.
Diameter Harga
20 cm Rp 500,-
24 cm Rp 750,-
32 cm Rp1.000,-
Penyelesaian:
Kemungkinan ada hubungan antara harga dan diameter, sebab secara
profesional dapat ditunjukkan bahwa harga dikaitkan dengan luas, dan luas
adalah fungsi kuadrat dari diameter. Luas lingkaran (apem):
π
L r 2 atau L d 2 .
4
Gunakan fungsi untuk menentukan harga apem dengan diameter 28 cm.
a) Kita gunakan tiga titik data untuk menentukan a, b, dan c dalam
f x ax 2 bx c .
500 a 20 b 20 c
2
750 a 24 b 24 c
2
1000 a 32 b 32 c
2
Jadi hubungan antara diameter kue dengan harga kue dimodelkan dengan
fungsi kuadrat yaitu:
f x 2,604x 2 177,076x 2000,52
f 28 916, 072
PEMA4102/MODUL 9 9.53
Contoh 9.20
Sebuah bola dilempar ke atas dengan kecepatan V0 , tingginya diketahui
dalam bentuk fungsi kuadrat:
S 49t 2 V0 t h
Gambar 9.29
Tentukan:
a) Tinggi maksimum (S) dan kapan dicapainya?
b) Bilamana jatuh ke tanah (mencapai tanah)?
Solusi:
Kita akan menghitung mulai dari permulaan hingga pada akhir jatuh
terbenam.
V0 49 m / det
H 0 155 m
S 4,9 t 2 V0 t h
9.54 Matematika Dasar I
49
4,9 t 2 t 155
4,9
4,9 t 2 10t 155
4,9 t 2 10t 25 25 155
4,9 t 2 10t 25 4,9 25 155
49, t 5 277,5
2
277,5
t 5
2
4,9
277,5
t 5
4,9
t 5 7,525
t 12,525
Peluru turun ke bawah kira-kira pada detik ke-12,525 (12,525 detik dari
awal peluru di tembakkan).
Gambar 9.30
PEMA4102/MODUL 9 9.55
LAT IH A N
Tentukan:
sebuah persamaan berbentuk f x a x h k
2
a)
b) titik puncak
c) nilai maksimum atau minimum fungsi
4) f x x 2 2x 3
5) f x x 2 x 1
6) f x 3x 2 x 4
7) Gambarkan grafik fungsi y 2x 2 5x 1
8) Berapakah hasil kali maksimum dua bilangan yang jumlahnya 22?
9) Tentukan fungsi kuadrat dari data titik-titik: 1, 4 , 1, 2 ,
2,13 !
10) Sebuah roket meluncurkan peluru kendali ke atas. Ketinggian peluru
pada detik ke t adalah S 4,9t 2 V0 t h . Kecepatannya 147 m/det
dan tinggi pada detik ke nol t 0 adalah h = 560 m
a) Tentukan tinggi maksimum dan kapan tercapainya!
b) Bilamana peluru kendali itu meluncur ke bawah?
9.56 Matematika Dasar I
Petunjuk Penyelesaian
1) a) Puncak P 9,0
b) Persamaan garis simetri x 9
c) Nilai maksimum fungsi 0
2) a) Puncak P 0,0
b) Persamaan garis simetri x 0
c) Nilai maksimum fungsi 0
f x x x 1 4
2
4) a)
b) Titik puncak 1, 4
c) Nilai maksimum fungsi 4
5) a) f x x 2 x 1
1 1
x2 x 1
4 4
1 3
(x ) 2
2 4
1 3
b) Puncak = ,
2 4
3
c) Nilai minimum fungsi
4
PEMA4102/MODUL 9 9.57
6) a) f x 3x 2 x 4
1
3 x2 x 4
3
1 1 1
3 x2 x 4
3 36 36
2
1 1
3 x 4
6 12
1 1
b) Puncak = , 4
6 12
1
c) Nilai minimum fungsi 4
12
8) Jumlah 2 bilangan 22
Misalkan bilangan I = x dan bilangan II = 22 – x
Hasil kali bilangan itu x 22 x .
22x x 2
x 2 22x
x 2 22x 121 121
x 2 11 2 121
x 11
2x II 4 = 2a 2b + 2c
III 13 = 4a + 2b + c
+
9 = 6a + 3c atau 3 = 2a + c …. V
PEMA4102/MODUL 9 9.59
3 = 2a + c …. V
1 = a + c …. IV
-
2 = a
a + c = 1
c = -1
4=a + b + c
4=2 + b - 1
b=3
f(x) = 2x2 + 3x – 1
10)
S 4,9t 2 V0 t h
4,9t 2 147t 560
4,9 t 2 30t 225 225 560
4,9 t 15 1662,5
2
Puncak 15,1662,5
a) Tinggi maksimum 1662,5 m
b) Mencapai puncak maksimum pada detik ke-15 setelah ditembakkan
c) Peluru meluncur ke bawah S = 0
4,9 t 15 1662,5 0
2
1662,5
t 15
2
4,9
1662,5
t 15 18, 42
4,9
t 33, 42 det
Jadi peluru meluncur ke bawah dan mencapai tanah pada detik ke-33,42.
9.60 Matematika Dasar I
R A NG KU M AN
2. f x ax 2 bx c
2
b
Jika a 0 a x 0
2a
D b
Nilai minimum f x , untuk x
4a 2a
2
b
Jika a 0 a x 0
2a
D b
Nilai maksimum f x , untuk x
4a 2a
b D
Titik puncak parabola P ,
2a 4a
b
Persamaan garis simetri x .
2a
3. Grafik f x ax 2 bx c
memotong sumbu x, jika y = 0, atau f x 0
memotong sumbu y, jika x = 0
TES F OR M AT IF 3
1) f x 5x 2 ....
A. fungsi memiliki titik potong dengan sumbu x di dua tempat
B. grafik fungsi menghadap ke atas
C. persamaan garis simetri berimpit dengan sumbu y
D. titik puncaknya berada di kuadran I
2) f x x 2 8x 7 ....
A. sama dengan f x x 4 23
2
A. 625 m2
B. 900 m2
9.62 Matematika Dasar I
C. 1000 m2
D. 1200 m2
5) Dari soal nomor 4 maka ukuran panjang dan lebar permukaan kolam itu
adalah .…
A. 25 m2
B. 30 m2
C. 100 m2
D. 120 m2
10) Hasil kali minimum dua bilangan yang mempunyai beda 5 adalah ....
25
A.
4
5
B.
2
C. 8
5
D.
4
Tes Formatif 1
1) C sesuai dengan bentuk umumnya, yaitu f x mx b
2) A jika x = 0 fungsi tak terdefinisi
3) D
4) A dengan b = 1
5) B
6) C
7) B f terputus pada x 1
8) C ada titik yang mempunyai dua pasangan, misal 0, 1 dan 0,1
9) A
10) B
Tes Formatif 2
1) D sebab a 0 .
2) B
3) C sebab, kurva memotong sumbu x, y = 0.
4) A sebab titik puncak P 5, 3 .
1
5) A sebab titik puncak P ,19 .
4
6) A sebab, digeser ke atas 5.
7) C
8) D diperoleh dari f1 x f 2 x .
9) A
10) D
Tes Formatif 3
b
1) C sebab x 0.
2a
2) A
b
3) A persamaan garis simetri x .
2a
4) B
PEMA4102/MODUL 9 9.65
5) B
6) D sebab setelah dicari nilai A, B dan C kemudian dieliminasikan
f x 3x2 13x 5
7) C
8) B
9) A
10) A
9.66 Matematika Dasar I
Glosarium
f x a x h k ,
2
grafik perbedaannya
bahwa grafik f x a x h k naik atau
2
Daftar Pustaka
David M. Burton. (1980). Elementary Number Theory. Ally and Bacon, Inc.