Anda di halaman 1dari 6

LATAR BELAKANG

Transaksi antar perusahaan afiliasi yang melibatkan penjualan dan pembelian aktivatetap
menimbulkan laba dan rugi yang belum direalisasi bagi entitas yang
belumdikonsolidasikan. Laba dan rugi tersebut dieliminasi (ditangguhkan) dalam
pelaporan hasiloperasidan posisi keuangan dan hasil operasi induk perusahaan.
Penyesuaian yangdiperlukan dalam mengeliminasi pengaruh laba antar perusahaan atas
aktiva tetap serupa,tapi tidak sama, dengan penyesuaian-penyesuaian untuk laba
persediaan yang belumdirealisasi. Laba persediaan yang belum direalisasi akan menjadi
benar dengan sendirinyaselama lebih dari dua periode, tetapi laba dan rugi yang belum
direalisasi atas aktiva tetapmemengaruhi laporan keuangan sampai aktiva yang
bersangkutan dijual kepada pihak luaratau habis terpakai oleh afiliasi pembeli.

1. Pengertian Aktiva Tetap.


Menurut PSAK (2004) pengertian aktiva tetap adalah aktiva yang
berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih
dahulu yang digunakan dalam operasi perusahaan dan mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun. Sementara tu, Sedangkan pengertian aktiva tetap menurut
Ikatan Akuntansi Indonesia adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk
siap pakai dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi
perusahaan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Adapun jenis-jenis Aktiva Tetap, ialah sebagai berikut:
Menurut S. Munawir (2007) jenis-jenis aktiva tetap adalah sebagai berikut:
1. Tanah yang diatasnya didirikan bangunan atau digunakan operasi,
misalnya sebagai lapangan, halaman, tempat parker dan lain sebagainya.
2. Bangunan, merupakan fasilitas yang digunakan untuk kegiatan operasional
perusahaan, baik bangunan kantor, toko maupun bangunan untuk pabrik.
3. Mesin.
4. Inventaris, atau barang-barang yang menunjang produksi.
5. Kendaran merupakan fasilitas yang digunakan untuk transportasi
perusahaan.
6. Perlengkapan atau alat-alat lainnya, mencakup aset yang digunakan dalam
kegiatan operasional seperti furniture kantor, mesin pabrik, dan lain
sebagainya.
Dari penjabaran jenis-jenis di atas, aktiva tetap juga dapat digolongkan menjadi
aktiva tetap berwujud dan tak berwujud.
Aktiva Tetap Berwujud
Aktiva tetap berwujud adalah aktiva yang memiliki bentuk fisik dan bersifat
relatif permanen. aktiva tetap berwujud juga dapat mengalami penyusutan nilai.
contoh-contohnya:
1. Gedung dan bangunan
2. Tanah
3. Peralatan
4. Kendaraan
5. Mesin
Aktiva Tetap Tak Berwujud
Aktiva tetap tak berwujud biasanya berbentuk hak-hak usaha yang dimiliki
perusahaan antara lain:
1. Lisensi
2. Hak Cipta
3. Merek Dagang
4. Sistem Keamanan
5. Franchise

2. Laba Antar Perusahaan.


Dalam bab terdahulu telah dijelaskan bahwa laporan konsolidasi
memandang seluruh entitas dalam hubungan induk-anak sebagai satu,sehingga
setiap transaksi antarperusahaan harus dieliminasi. Jual-beli antarperusahaan
merupakan salah satu transaksi yang harus dieliminasi dalam kertas kerja
konsolidasi. Dalam sudut pandang konsolidasi, jual-beli antarperusahaan
dipandang sebagai transfer atau pindah tangan saja. Dalam kenyataannya, secara
hukum entitas induk dan anak adalah dua entitas yang berbeda. PSAK 7 tahun
2010 mengenai pengungkapan pihak-pihak berelasi, mensyaratkan transaksi
pohak-pihak berelasi yang meliputi entitas induk dan anak dilakukan menurut
ketentuan yang setara dengan yang berlaku dengan transaksi yang wajar. Dengan
kata lain, prinsip”arms length transaction” juga harus diterapkan dalam transaksi
antara entitas induk dan anak. Dengan prisip ini apabila entitas induk menjual
barang dagang kepada entitas anak atau sebaliknya, harga jual antar entitas induk
dan anak harus sama dengan harga kepada pihak-pihak yang tidak memiliki
hubungan istimewa atau oihak eksternal. Keuntungan penjualan induk-anak harus
sama dengan keuntungan penjualan kepada pihak eksternal. Akan tetepi, untuk
kepentingan penyusunan laporan konsolidasi yang menganggap entitas induk dan
anak satu, laba tersebut dianggap laba atas diri sendiri sehingga harus dieliminasi.
Transfer aset mengharuskan pihak yang menerima mencatat aset itu
sebesar nilai buku yang dicatat pihak yang member. Hal ini berbeda dengan
transaksi jual-beli di mana pihak pembeli akan membukakan aset yang diperoleh
sebesar harga perolehannya, yang bagi penjualan harga tersebut merupakan harga
pokok ditambah keuntungan penjualan. Laporan konsolidasi, yang memandang
transaksi jual-beli sebagai transfer atau pindah tangan aset, mengharuskan laba
pihak penjual yang melekat dalam aset yang terdapat dalam neraca pembelian
harus dieliminasi agar transaksi jual-beli antarperusahaan tersaji sebagai transfer
aset. Laba yang berasal dari jual-beli antarperusahaan yang melekat dalam aset
pembeli selanjutnya disebut laba antarperusahaan ini tidak diakui karena sudut
pandang konsolidasi yang dianggap induk-anak sebagai satu memandang laba
antraperusahaan sebagai laba dari diri sendiri.
Laba antarperusahaan ada sepanjang entitas induk atau anak memiliki aset
yang barasal dari transaksi jual-beli antarperusahaan . Misalkan pada tanggal
1/7/2011 entitas induk menjual aset kepada entitas anak dengan harga Rp10 juta
di mana harga pokoknya bagi penjual adalah Rp6 juta. Entitas anak akan
mencatat nilai aset yang diperoleh sebesar harga perolehannya, yakni Rp10 juta.
1. Apabila dalam tahun berjalan (sebelum tanggal laporan konsolidasi)
entitas anak menjual aset tersebut seluruhnya kepada pihak eksternal, tidak
ada laba antarperusahaan karena aset sudah dimiliki pihak eksternal laba
pihak penjual sebesar Rp4 juta telah terealisasi dari pihak eksternal.
2. Apabila pihak pembeli masih memiliki aset antarperusahaan tersebut pada
tanggal laporan konsolidasi (tanggal 31 Desember), maka laba pihak
penjual sebesar Rp4 juta merupakan laba antra perusahaaan, karena
pembeli dan penjual dalam hubungan induk-anak dianggap satu dari sudut
pandang konsolidasi. Aset entitas anak yang berasal dari entitas induk atau
sebaliknya dianggap sebagai pindah tempat saja, bukan dari pembelian.
Laba pihak penjual tidak diakui dari sudut pandang konsolidasi. Apabila
pada tahun berikutnya (tahun 2012) pihak pembeli menjual aset
antarperusahaan tersebut kepada pihak eksternal, maka laba pihak penjual
sebesar Rp4 juta tersebut tidak lagi dianggap laba antarperusahaan karena
telah terealisasi dengan pihak eksternal.
Transaksi jual-beli aset antarperusahaan dipandang sebagai transaksi dengan diri
sendiri dari sudut pandang konsolidasi karena entitas induk dan anak adalah satu.
Konsolidasi hanya akan menggap sebagai transaksi riil apabila penjualan tersebut
dilakukan kepada pihak eksternal atau pihak-pihak di luar hubungan induk-anak.
Laba antarperusahaan atas aset biasanya tertanam dalam bentuk persediaan dan
aset tetap seperti tanah, bangunan, peralatan, dan lainnya. Persedian merupakan
aset yang dibeli untuk dijual kembali. Bila pada akhir tahun terdapat persediaan
yang merupakan aset antarperusahaan, maka dalam persediaan tersebut terdapat
laba antarperusahaan yang harus dikoreksi. Persediaan merupakan aset lancar
yang dalam satu tahun sudah terjual pada kondisi normal, sehingga laba
antarperusahaan atas persediaan akhir akan terealisasi dalam tahun berikutnya.
Penjualan tahun berjalan pertama kali bersumber dari persediaan awal, baru
kemudian dari pembelian atau produksi selama tahun berjalan. Karena itu, laba
antarperusahaan atas persediaan akhir direalisasi atas persediaan awal tahun
berikutnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa:
• Bila terdapat persediaan akhir antarperusahaan, diperlukan koreksi untuk
menunda laba antarperusahaan karena laba tersebut tidak diakui.
• Bila terdapat persediaan awal, laba antarperusahaan harus direalisasi
karena dalam tahun bejalan persediaan tersebut telah terjual sehingga perlu
dilakukan koreksi. Dalam periode sebelumnya laba tersebut telah ditunda
atau ditangguhkan (persediaan akhir).
Berbeda dengan persediaan, aset tetap pada dasarnya dibeli untuk digunakan
dalam operasi normal dan tidak dijual kembali walaupun dalam prakteknya entitas
karap menjual aset tetapnya. Menurut masa pemakaiannya, aset tetap dibagi dua
yakni aset tetap yang memiliki masa pakai tidak terbatas (tidak memiliki umur
ekonomis) dan aset yang memiliki masa pakai terbatas (aset yang memiliki umur
ekonomis).
Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur tidak terbatas hanya
akan terealisasi apabila aset tetap tersebut telah berpinda tangan ke pihak ke-3
yang biasanya terjadi melalui proses penjualan. Laba antarperusahaan atas aset
tetap yang memiliki umur terbatas dapat terealisasi dengan dua cara:
1. Pindah tangan ke pihak eksternal (biasanya melalui proses penjualan).
2. Masa pemakaian atau umur ekonomis aset tetap tersebut telah habis. Laba
antarperusahaan akan terealisasi selama terdapat aset entitas induk atau
anak yang berasal dari transaksi antar perusahaan. Apabila aset tersebut
sudah tidak lagidimiliki pihak pembeli, laba antarperusahaan sudah
terealisasi. Aset tetap yang sudah habis masa pakainya secara akuntansi
sudah bernilai nol sekalipun secara fisik aset tersebut masih ada. Apabila
nilai buku aset tersebut telah nol, itu berartinya aset tersebut sudah tidak
terdapat lagi dalam hubungan induk-anak melalui proses alamiah
(penyusutan), sehingga laba antarperusahaan juga sudah terealisasi secara
alamiah. Karena proses aset tetap menjadi nol bertahap seiring dengan
umur aset tetap tersebut, laba antarperusahaan juga terealisasi secara
bertahap bertahap berdasarkan umurnya. Misalkan terjadi transaksi jual
beli aset tetap antarperusahaan dengan laba penjualan sebesar Rp50 juta.
Aset tetap tersebut berumur 10 tahun dan tidak dijual hingga habis umur
ekonomisnya.

Apabila jual-beli aset tersebut dilakukan pada akhir tahun, penundaan dan
realisasi laba antarperusahaan ditunjukkan dalam peraga 5-1.
Laba Antar Perusahaan-Aset Tetap
(Penjualan akhir tahun)

Laba Antarperusahaan
Tahun Direalisasi Ditunda
Akhir Tahun 1 - 50.000.000
Akhir Tahun 2 5.000.000 45.000.000
Akhir Tahun 3 5.000.000 40.000.000
Akhir Tahun 4 5.000.000 35.000.000
Akhir Tahun 5 5.000.000 30.000.000
Akhir Tahun 6 5.000.000 25.000.000
Akhir Tahun 7 5.000.000 20.000.000
Akhir Tahun 8 5.000.000 15.000.000
Akhir Tahun 9 5.000.000 10.000.000
Akhir Tahun 10 5.000.000 5.000.000
Akhir Tahun 11 5.000.000 -

Pada tahun transaksi (Tahun 1), laba antarperusahaan belum terealisasi seperti
diperlihatkan dalam peraga 5-1 karena nilai aset belum berkurang melalui proses
penyusutan. Pada akhir tahun ke-2 hingga ke-11, laba antarperusahaan terealisasi
per tahun sebesar Rp5000000 seiring dengan proses penyusutan. Apabila jual-beli
aset dilakukan pada awal tahun, realisasi laba antarperusahaan diperlihatkan
dalam peraga 5-2.
Laba Antar Perusahaan-Aset Tetap
(Penjualan awal tahun)

Laba Antarperusahaan
Tahun Direalisasi Ditunda
Akhir Tahun 1 5.000.000 45.000.000
Akhir Tahun 2 5.000.000 40.000.000
Akhir Tahun 3 5.000.000 35.000.000
Akhir Tahun 4 5.000.000 30.000.000
Akhir Tahun 5 5.000.000 25.000.000
Akhir Tahun 6 5.000.000 20.000.000
Akhir Tahun 7 5.000.000 15.000.000
Akhir Tahun 8 5.000.000 10.000.000
Akhir Tahun 9 5.000.000 5.000.000
Akhir Tahun 10 5.000.000 -

Anda mungkin juga menyukai