Anda di halaman 1dari 5

Hukum Pembiayaan

POJK no.13 tahun 2018 / POJK no 29 tahun 2014


Makassar, Rabu 20 november 2019

Ivan Caesar saputra / 04020170254

Salah satu kegiatan pada aturan POJK no.13 tahun 2018 Prosedur Perizinan Penyelenggara
Peer to Peer Lending di Indonesia; agustus 5 2019 .
Perkembangan teknologi seringkali melahirkan inovasi yang memudahkan
masyarakat untuk mendapatkan berbagai fasilitas, salah satunya dalam hal peminjaman
uang. Belum lama ini, muncul inovasi baru yaitu layanan pinjam-meminjam uang berbasis
teknologi informasi atau yang biasa disebut Peer to Peer Lending (P2P). Peminjaman uang
dengan cara ini lebih mudah dibandingkan cara peminjaman uang yang telah ada
sebelumnya, sehingga menarik minat masyarakat.
Sejalan dengan itu, semakin banyak pihak yang ingin menjadi penyelenggara
layanan peer to peer lending untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima
pinjaman, karena penyelenggara mendapatkan keuntungan dari kegiatan pinjam
meminjam. Namun untuk menjadi penyelenggara tidaklah mudah. Walaupun sampai
dengan saat ini belum ada undang- undang yang mengatur mengenai Peer to Peer Lending
secara khusus, namun Peraturan Otoritas Jasa Keuangan sudah mengatur secara detail
mengenai hal- hal yang harus dipenuhi oleh Peer to Peer Lending yaitu POJK
No.77/POJK.01/2016 selaku payung hukum P2P di Indonesia.
Adapun syarat dalam menyelenggarakan P2P landing sebagai berikut;
1. Bentuk badan hukum
Penyelenggara dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Badan hukum penyelenggara berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau
Koperasi.

2. Kepemilikan
Penyelenggara berbentuk Badan Hukum Perseroan, dapat didirikan dan
dimiliki oleh:
 Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
dan/atau
 Warga negara asing dan/atau badan hukum asing. Dengan
kepemilikan saham baik secara langsung maupun tidak langsung
paling banyak 85%.
3. Permodalan
 Penyelenggara berbentuk badan hukum perseroan terbatas wajib
memiliki modal disetor paling sedikit satu miliar rupiah pada saat
pendaftaran.
 Penyelenggara berbentuk badan hukum koperasi wajib memiliki
modal sendiri paling sedikit satu miliar rupiah pada saat
pendaftaran.
 Penyelenggara wajib memiliki modal disetor atau modal sendiri
paling sedikit dua miliar lima ratus juta rupiah pada saat
mengajukan permohonan perizinan.

Peer to peer lending sebagai salah satu yang termasuk dalam ruang lingkup Inovasi
Keuangan Digital dan memenuhi kriteria IKD, maka termasuk hal-hal yang diatur dalam
POJK No.13/POJK.02/2018. Terdapat peraturan tambahan dalam POJK ini terkait
pencatatan dan regulatory sandbox.

Ada pula proses pendapatan izin peer to peer landing sebagai berikut:
1. Permohonan pencatatan;
Sebagaimana diatur dalam POJK No. 13/POJK.02/2018,
kewajiban pencatatan dikecualikan bagi Penyelenggara yang
telah terdaftar dan/atau telah memperoleh izin dari OJK. OJK
melakukan pencatatan atas permohonan pencatatan yang
diajukan oleh Penyelenggara dengan mempertimbangkan
kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh Penyelenggara.

2. Regulatory Sandbox
OJK menyelenggarakan Regulatory Sandbox untuk memastikan
IKD memenuhi kriteria. OJK menetapkan Penyelenggara untuk
diuji coba dalam Regulatory Sandbox.

3. Rekomendasi dari Asosiasi


Berdasarkan Surat Penunjukan OJK No. S-5/D.05/IKNB/2019,
OJK memberikan mandat kepada Asosiasi Fintech Pendanaan
Bersama Indonesia (AFPI) untuk menjadi mitra OJK dalam
menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan para
penyelenggara Peer to Peer Lending.
4. Prosedur Pendaftaran.
5. Kewajiban setelah pendaftaran;
 Penyampaian laopran berkala
 Mengajukan permhonan izin
6. Prosedur permohonan izin;
Setelah selesai dengan proses pendaftaran, maka
penyelenggara wajib mengajukan permohonan perizinan.
Prosedur perizinan diatur dalam Pasal 11 POJK Nomor
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi.

Regulasi yang Harus Ditaati oleh Peer to Peer Lending Setelah Mengantongi izin OJK.
Setelah mengantongi izin OJK, penyelenggara peer to peer lending tetap harus
mentaati POJK No.77/POJK.01/2016. Pasal 47 ayat (1) mengatur bahwa pelanggaran
kewajiban dan larangan dalam POJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif
terhadap penyelenggara.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf d,
dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa
peringatan tertulis.

Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan menurut POJK NO.29/POJK.05/2014


Peraturan atas kegiatan usaha pembiayaan dapat ditemukan salah satunya dalam pepres
No.9/2009.pasal 1 angka 2 jo.pasal 3 pepres No.9/20009 yang menegaskan bahwakegiatan
usaha perusahaan pembiayaan meliputi empat bidang,yakni;sewa guna usaha,anjak
piutang,pembiayaan konsumen,dan/atau usaha kartu kredit.empat jenis kegiatan usaha
yang dijalankan oleh perusahaan pembiayaan, sebagaimana Pepres No.9/2009, berada
dibawah pengawasan dan pembinaan mentri keuangan republic Indonesia.
OJK mengeluarkan peraturan baru yang mengatur perluasan bidang usaha
Perusahaan Pembiayaan, salah satu aturan itu adalah POJK No.29/POJK0.5/2014.
Pasal 2 (1) POJK No.29/POJK0.5/2014 membagi kegiatan usaha perusahaan
Pembiayaan dalam empat bagian pokok,antar lain;
1. Pembiayaan investasi,yakni Pembiayaan untuk pengadaan barang-barang
modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktifitas
usaha/investasi,rehabilitasi,modernisasi,ekspansi atau relokasi tempat
usaha/investasi yang diberikan kepada debitu dalam jangka waktu dari
dua tahun;
2. Pembiayaan modal kerja, yakni pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan
pengeluaran-pengeluaran yang habis dalam siklus aktifitas usaha debitur
dan merupakan pembiayaan dengan jangka waktu paling lama dua tahun;
3. Pembiayaan Multiguna,yakni pembiayaan untuk Pengadaan Brang
dan/atau jasa yang diperlukan debitur untuk pemakaian/konsumsi dan
bukan untuk keperluan usaha dalam jangka waktu yang
diperjanjikan;dan/atau
4. Kegiatan usaha pembiayaan lain yakni kegiatan pembiayaan yang
menimbulkan piutang pembiayaan dalam neraca perusahaan
pembiayaan,namun tidak dapat diklarifikasikan dalam kategori
pembiayaan investasi,pembiayaan modal kerja dan/atau pembiayaan
multiguna,berdasarkan persetujuan OJK,kegiatan mana wajib
mendapatkan persetujuan OJK.

Pasal 2 ayat 2 POJK NO29/POJK.05/2014 menentukan bahwa selain melakukan


kegiatan usaha sebagaimana empat bgian pokok diatas,perusahaan pembiayaan
dapat melakukan sewa operasi bertendangan dengan peraturan perundang-
undangan disektor jasa keuangan.

Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan yang bersifat pokok,antara


lain;Pembiayaan investasi ,pembiayaan modal kerja dan pembiayaan multiguna
dilakukan dengan mekanisme yang diatur dalam pasal 4 POJK
NO.29/POJK.05/2014,yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pembiayaan investasi wajib dilakukan dengan cara;
a. Sewa Pembiayaan
b. Jual dan sewa balik
c. Anak piutang dengan pemberian jaminan dari penjual piutang
d. Pembelian dengan pembayaran secara angsuran;
e. Pembiayaan proyek
f. Pembiayaan infrastruktur;dan/atau
g. Pembiayaan lain setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
dari OJK
2. Pembiayaan Modal kerja wajib dilakukan dengan cara :
a. Jual dan Sewa balik
b. Anjak piutang dengan Pemberian jaminan dari penjuala piutang
c. Anjak Piutang tanpa pemberian jaminan dari penjual Piutang
d. Fasilitas Modal Usaha;dan/atau
e. Pembiayaan lain setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
dari OJK

3. Pembiayaan Multiguna wajib dilakukan dengan cara :


a. Sewa Pembiayaan
b. Pembelian dengan pembayaran secara angsuran;dan/atau
c. Pembiayaan lain setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
dari OJK.

Berikut Kegiatan atau pun kaitan yang mencakup pada aturan yang di terapkan pada POJK
NO.13 tahun 2018 dan POJK NO.29/POJK.05/2014 dalam pengaturan yang terkait pelaku
usaha dan aturan nya,

Anda mungkin juga menyukai