Hukum Pembiayaan
Hukum Pembiayaan
Salah satu kegiatan pada aturan POJK no.13 tahun 2018 Prosedur Perizinan Penyelenggara
Peer to Peer Lending di Indonesia; agustus 5 2019 .
Perkembangan teknologi seringkali melahirkan inovasi yang memudahkan
masyarakat untuk mendapatkan berbagai fasilitas, salah satunya dalam hal peminjaman
uang. Belum lama ini, muncul inovasi baru yaitu layanan pinjam-meminjam uang berbasis
teknologi informasi atau yang biasa disebut Peer to Peer Lending (P2P). Peminjaman uang
dengan cara ini lebih mudah dibandingkan cara peminjaman uang yang telah ada
sebelumnya, sehingga menarik minat masyarakat.
Sejalan dengan itu, semakin banyak pihak yang ingin menjadi penyelenggara
layanan peer to peer lending untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima
pinjaman, karena penyelenggara mendapatkan keuntungan dari kegiatan pinjam
meminjam. Namun untuk menjadi penyelenggara tidaklah mudah. Walaupun sampai
dengan saat ini belum ada undang- undang yang mengatur mengenai Peer to Peer Lending
secara khusus, namun Peraturan Otoritas Jasa Keuangan sudah mengatur secara detail
mengenai hal- hal yang harus dipenuhi oleh Peer to Peer Lending yaitu POJK
No.77/POJK.01/2016 selaku payung hukum P2P di Indonesia.
Adapun syarat dalam menyelenggarakan P2P landing sebagai berikut;
1. Bentuk badan hukum
Penyelenggara dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Badan hukum penyelenggara berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau
Koperasi.
2. Kepemilikan
Penyelenggara berbentuk Badan Hukum Perseroan, dapat didirikan dan
dimiliki oleh:
Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
dan/atau
Warga negara asing dan/atau badan hukum asing. Dengan
kepemilikan saham baik secara langsung maupun tidak langsung
paling banyak 85%.
3. Permodalan
Penyelenggara berbentuk badan hukum perseroan terbatas wajib
memiliki modal disetor paling sedikit satu miliar rupiah pada saat
pendaftaran.
Penyelenggara berbentuk badan hukum koperasi wajib memiliki
modal sendiri paling sedikit satu miliar rupiah pada saat
pendaftaran.
Penyelenggara wajib memiliki modal disetor atau modal sendiri
paling sedikit dua miliar lima ratus juta rupiah pada saat
mengajukan permohonan perizinan.
Peer to peer lending sebagai salah satu yang termasuk dalam ruang lingkup Inovasi
Keuangan Digital dan memenuhi kriteria IKD, maka termasuk hal-hal yang diatur dalam
POJK No.13/POJK.02/2018. Terdapat peraturan tambahan dalam POJK ini terkait
pencatatan dan regulatory sandbox.
Ada pula proses pendapatan izin peer to peer landing sebagai berikut:
1. Permohonan pencatatan;
Sebagaimana diatur dalam POJK No. 13/POJK.02/2018,
kewajiban pencatatan dikecualikan bagi Penyelenggara yang
telah terdaftar dan/atau telah memperoleh izin dari OJK. OJK
melakukan pencatatan atas permohonan pencatatan yang
diajukan oleh Penyelenggara dengan mempertimbangkan
kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh Penyelenggara.
2. Regulatory Sandbox
OJK menyelenggarakan Regulatory Sandbox untuk memastikan
IKD memenuhi kriteria. OJK menetapkan Penyelenggara untuk
diuji coba dalam Regulatory Sandbox.
Regulasi yang Harus Ditaati oleh Peer to Peer Lending Setelah Mengantongi izin OJK.
Setelah mengantongi izin OJK, penyelenggara peer to peer lending tetap harus
mentaati POJK No.77/POJK.01/2016. Pasal 47 ayat (1) mengatur bahwa pelanggaran
kewajiban dan larangan dalam POJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif
terhadap penyelenggara.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf d,
dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa
peringatan tertulis.
Berikut Kegiatan atau pun kaitan yang mencakup pada aturan yang di terapkan pada POJK
NO.13 tahun 2018 dan POJK NO.29/POJK.05/2014 dalam pengaturan yang terkait pelaku
usaha dan aturan nya,