BukuPengantarIlmuHukumrevisi1 PDF
BukuPengantarIlmuHukumrevisi1 PDF
net/publication/327110775
CITATIONS READS
0 83,298
1 author:
Angger Saloko
Universitas Islam Nusantara
10 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Angger Saloko on 20 August 2018.
1
diantaranya yang tidak memuat pendefinisian ilmu hukum dalam karya-
karyanya. (Rasjidi, 1988).
2
Gambar 1.1.
Perbedaan sudut pandang akan berbeda pula suatu penyimpulannya
(sumber:http://www.dennysiregar.com)
3
Kemudian faktor eksternal yaitu adanya hal-hal/kondisi yang
mempengaruhi kesulitan mendefinisikan hukum yang ada di luar hukum,
karena pertama faktor bahasa, yakni adanya kesulitan membahasakan
simbol atau lambang-lambang hukum yang disebabkan beragamnya
bahasa-bahasa di dunia. Artinya, keaneka-ragaman bahasa di dunia
menyebabkan kesulitan untuk melambangkan simbol-simbol hukum
dalam bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia secara
universal. Hal tersebut menunjukkan, bahwa faktor bahasa menjadi salah
satu penyebab hukum didefinisikan yang dapat dimengerti oleh semua
bangsa di dunia. Penyimbolan hukum dalam satu kata oleh satu bahasa,
kemungkinan akan lain maknanya jika diartikan ke dalam bahasa lain,
begitu pula sebaliknya.
Karena suatu definisi harus jelas dan tegas serta bermanfaat bagi
tujuan yang hendak dicapai sehingga bahasa hukum dalam definisi tidak
berarti ganda. Misalnya, kata “hewan” menurut bahasa sehari-hari adalah
semua jenis binatang, baik binatang ternak maupun unggas, dsb.
Sedangkan, pengertian “hewan” menurut hukum (KUHPidana) hanyalah
binatang ternak seperti: sapi, kerbau, domba, kambing, dsb. Kemudian
Belum adanya kesepakatan para ilmuwan hukum dalam menetapkan
4
rumusan definisi hukum, karena dipengaruhi oleh sudut pandang masing-
masing. Sarjana hukum yang melihat hukum dari aspek pidana misalnya,
akan berbeda rumusannya dengan ahli hukum yang melihat hukum dari
aspek perdata, dan ahli hukum yang berkecimpung di dunia peradilan
(hakim), umumnya memandang hukum pada proses/apa yang dilahirkan
oleh pengadilan sebagai salah satu penyebab hukum begitu sulit
didefinisikan. Kesulitan-kesulitan tersebut, jauh sebelumnya telah
diprediksi oleh Emmanuel Kant bahwa “noch suchen die juristen eine
definition zu ihrem begriffe von recht”, artinya “tidak ada seorang juris
pun yang dapat memberi definisi hukum yang paling tepat”, dan sampai
saat ini masih tetap berlaku.
Gambar 1.2.
L.J. van Apeldoorn salah satu ahli hukum yang merasa sulit mendefinisikan ilmu
hukum itu sendiri
(sumber:http://www.biografischpotaal.nl)
5
penggunaan kata tersebut dalam bahasa Perancis dan bahasa Belanda
adalah bukan suatu Ilmu Hukum melainkan suatu putusan hakim yang
telah memiliki kekuatan hukum mengikat. (Marzuki, 2008). Definisi
lainnya bahwa Ilmu Hukum merupakah salah satu dari sembilan
pengertian hukum menurut Purbacara dan Soekanto (1979:12) yaitu:
6
Persepsi hukum sebagai tata hukum, berarti adanya proses
pembentukan dan pemberlakuan hukum dalam ruang lingkup tertentu.
Olehukumarenanya dikenal pula istilah hukum positif, sehingga setalah
adanya proses pemahaman dan penguasaan hukum sebagai tata hukum ini
dapat menentukan suatu keputusan sesuai dengan tatanan mekanisme yang
telah dibentuk.
7
selalu terwujud karena proses rangkaiannya telah terbukti berjalan sesuai
konsep.
8
Obyek PIH: Hukum dalam fenomena kehidupan manusia baik
secara universal, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Di
negara yang menganut sistem hukum Anglo Sakson, ilmu hukum dikenal
dengan istilah:
Hukum sebagai ilmu (ilmu hukum), secara umum terfokus pada tiga
bidang atau obyek kajian, yaitu:
9
1. Metode idealis, yaitu metode yang berpangkal dari suatu
pandangan bahwa hukum itu merupakan perwujudan dari nilai-
nilai tertentu. Metode ini senantiasa mempertanyakan dan menguji
keberadaan hukum dalam mewujudkan nilai-nilai dasar dari tujuan
hukum.
10
6. metode komparatif, yaitu metode yang mempelajari hukum dengan
membandingkan antara tata hukum yang berlaku di suatu negara
tertentu dengan tata hukum yang berlaku di negara lain, baik
hukum pada masa lalu maupun hukum yang berlaku pada masa
kini. Berdasarkan pendekatan metode komparatif atau
perbandingan, diketahui perbedaan dan persamaan hukum yang
berlaku pada negara-negara yang dikaji.
11
mengkaji pertukaran dinamika kehidupan masyarakat dengan hukum itu
sendiri.
12
2. Berguna bagi kalangan yang ingin lebih jauh memperdalam teori
hukum, ilmu hukum, fuilsafat hukum, dan sebagainya.
13
Paham Antropologis
Paham Historis
14
a. Hukum dilihat semata-mata sebagai kaidah bersanksi yang
dibuat dan diberlakukan oleh negara, padahal di dalam
kenyataannya kaidah tersebut belum tentu berlaku.
Paham Sosiologis
15
b. Hukum dalam arti kumpulan dasar-dasar kewenangan dari
putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif.
Pandangan Roscoe Pound tergolong dalam aliran Sosiologis
dan Realis.
Paham Realis
16
Bagian 2
A. Sejarah Singkat
17
peradaban. Negara kota begitu dikenalnya atau secara bahasa Yunani
disebut polis.
18
Gambar 2.1.
Ilustrasi tatanan kehidupan masyarakat Negara Kota (Polis)
(sumber:http://www.slideshare.net/bbednars)
19
Gambar 2.2.
Kekuatan pasukan Romawi yang menginvasi keberbagai tempat
(sumber http://www.wordpress.com)
20
Ketika suatu hukum dipelajari oleh masyarakat menjadi sebuah
keilmuan, dan disebutkan pula bahwa pengkajiannya terpisah dari politik
maupun religi yang merupakan bagian penting di masyarakat pula.
Tentunya perlu kehatia-hatian dalam menentukan batasan-batasan dari
ketiga hal tersebut, hukum-politik-religi sehingga menjadi identitas suatu
bidang ilmu.
Gambar 2.3.
Potret Kaisar Iustinianus di Basilika San Vitale, Ravenna
(Sumber: http://www.wikidepa.org/wikid/Yustinianius_I)
21
suatu peradaban Byzantium. Untuk dapat mengontrol daerah kekuasaan
Romawi yang begitu luasnya, maka di wilayah Eropa Timur pun
ditetapkan daerah ibukota baru dinamakan Konstatinopel sesuai dengan
nama Kaisar Konstantin sebagai penguasa. Pergantian kaisar silih
berganti, beranjak ke Kaisar Theodosius, hingga dinasti Carolingus,
kesemuanya memakai sistem hukum peninggalan Iustinianus. Sehingga
para ahli pembelajar di universitas-universitas Eropa meyakini bahwa
peninggalan sistem hukum tersebut tidak saja berlaku pada masanya,
melainkan dapat diadopsikan pada waktu dan tempat mana pun.
22
yang saat itu ada. Para mahasiswa sedikit demi sedikit menyalin ulang
kata dan bahasa pada Digesta, sedangkan Dosen membacakan dan
mengoreksi ejaan bahasa Romawi kuno tersebut. Sedemikian berari bagi
para pembelajar hukum saat itu, hingga anggapan mereka terhadap Corpus
Iuris Civilis sama agungnya dengan Alkitab dalam agama mereka.
23
Gambar 2.4.
Ilustrasi para ahli hukum Universitas Bologna mengkaji naskah kuno
peninggalan Peradaban Romawi
(sumber: htttp://en.wikipedia.org/wiki/University_of_Bologna
B. Sumber Penemuan
24
masyarakat, lembaga pengadilan yang lebih tinggi, ilmu pengetahuan
hukum, bahkanjuga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Implementasi
pertanggungjawaban hakim sampai di han akherat tersebut disakralkan
bahwa setiap putusan hakim harus bertitel DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA (Pasal 4 ayat (1)
UU No. 4 Tahun 2004).
25
Kebebasan hakim dalam memutus perkara dimaksudkan agar
putusan yang dijatuhkan mencerminkan hukum yang hidup dan rasa
keadilan masyarakat. Kebebasan hakim dalam memutus tidak mutlak atau
tanpa batas, kebebasan tersebut dibatasi oleh Pancasila, undang-undang,
kepentingan para pihak dan ketertiban umum. Patokan pertama yang harus
dipegang hakim adalah undang-undang, kalau undang-undang ternyata
tepat, artinya jelas, rind, mempunyal potensi melindungi kepentingan
umum atau tidak menimbulkan perkosaan dan ketidakpatutan, serta sesuai
dengan peradaban dan kemanusiaan, maka undang-undang haruslah
diterapkan. Sebaliknya kalau undang-undang isinya bertentangan dengan
kepentingan umum, kepatutan, peradaban, dan kemanusiaan, maka hakim
dibenarkan memutus bertentangan atau berbeda dengan ketentuan undang-
undang, atau hakim dibenarkan melakukan tindakan cotra legem
(Harahap, 2005 : 860).
26
melakukan penemuan hukum bahkan mungkin sampai pada pembentukan
hukum.
27
Ada beberapa pasal dalam UU No. 4 Tahun 2004 yang dapat
dijadikan dasar hukum dilakukan penemuan hukum oleh hakim, yaitu:
28
karena penjanjian internasional, maka perjanjian intemasional juga
termasuk sumber penemuan hukum. Untuk perjanjian internasional yang
bersifat umum, setelah ada peraturan pelaksanaannya hakim dapat
menerapkannya, kecuali konvensi atau perjanjian internasional (traktat)
yang bersifat self executing, artinya dinyatakan langsung berlaku tanpa
memerlukan peraturan pelaksanaan (Harahap, 2005 : 850).
29
akibatnya lahirlah aliran-aliran dalam penemuan hukum. Adanya aliran-
aliran tersebut adalah berkaitan dengan hukum yang mana yang diterima
sebagai sumber hukum, yaitu: legisme, begriffsjurisprudenz,
interessenjurisprudenz atau freirechtsschule, soziologische rechtsshule
dan penemuan hukum bebas.
Legisme
Kebaikan atau segi positif dan ajaran legis adalah lebih banyak
menjamin tercapainya kepastian hukum dan memberi jamman yang
maksimal terhadap hak-hak perseorangan dan dapat menghindarkan
30
terjadinya tindakan yang sewenang-wenang dan penguasa. Sedangkan
kelemahan atau segi negatifnya, bahwa ajaran legis bersifat berat sebelah
dan hanya cocok untuk hukum yang berbentuk undang-undang. Adalah
tidak benar, kalau tugas hakim hanya mempelajari, menganalisis dan
dengan menggunakan silogisme, yaitu deduksi yang logis dapat
menyelesaikan peristiwa-peristiwa konkrit yang diajukan kepadanya. Hal
tersebut disebabkan bahwa undang-undang secara relatif adalah terbatas,
dan seringkali tidak jelas, sehingga hakim perlu menafsirkannya.
Begriffsjurisprudenz
31
undang-undang itu hanya sebagai alat, sehingga ajaran ini dapat dikatakan
sebagai ajaran tentang pengertian, sebagai suatu permainan pengertian.
Begriffsjurisprudenz sangat menonjolkan, bahkan dapat dikatakan
mendewa-dewakan ratio dan logika, dan merasa puas dengan terjaminnya
kepastian hukum. Padahal pekerjaan hakim tidak semata-mata logis
ilmiah, namun diperlukan juga pertimbangan-pertimbangan budi yang
sifatnya irasional seperti kebenaran, perasaan keadilan dan kemanfaatan
bagi masyarakat.
32
Soziologische rechtsshule
33
Aliran sistem hukum terbuka mengatakan bahwa tugas hakim
menciptakan hukum. Undang-undang bukan merupakan peranan utama,
tetapi merupakan alat bantu untuk memperoleh pemecahan yang menunit
hukum tepat dan tidak perlu harus sama dengan penyelesaian yang sesuai
undang-undang. Hakim bukan hanya menerapkan undang-undang, tetapi
menciptakan penyelesaian yang tepat untuk peristiwa konkrit, sehingga
peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian dapat diselesaikan dengan
kaidab hukum yang telah diciptakan oleh hakim.
34
pada undang-undang, tetapi hakim juga mempunyai kebebasan.
Dalam melaksanakan tugasnya hakim mempunyai keterikatan
dalam kebebasan (Gebonden-Vrijheid, sebab hakim harus
berusaha menyelaraskan undang-undang dengan tuntutan jaman,
oleh sebab itu hakim mempunyai wewenang untuk menafsirkan
undang-undang dan dibenarkan melakukan argumentasi atau
komposisi dengan analogi, cara berfikir a contrario dan
penghalusan hukum.
35
Bagian 3
A. Sistem Hukum
36
kala terjadi suatu friksi antar komponen tersebut. Timbulnya konflik dari
suatu friksi tersebut adalah puncaknya, perlu dilakukan suatu perlakuan
agar meminimalisir kejadian tersebut diantaranya:
Konflik dalam suatu sistem hukum adalah hal yang bisa ditemui
kapanpun, selama perkembangan sistem hukum terus berlanjut.
Pemecahan masalah terhadap konflik tersebut haruslah berasal dari dalam
sistem hukum itu sendiri. Hingga dirasakan tidak terdapat suatu
pemecahan masalah dari dalam, maka wajib mencari temua di luar sistem
itu sendiri atau akan merusak dan mengacaukan sistem yang telah ada.
Prosesnya pencarian jalan keluar tersebut menggunakan proses
interpretasi, argumentasi hingga mengkontruksi hukum.
37
mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya, sistem hukum
merupakan kesatuan unsur-unsur (yang berupa peraturan dan penetapan)
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, ekonomi, sejarah,
dan sebagainya. Peraturan hukum itu terbuka untuk penafsiran yang
berbeda, oleh karenanya akan terjadi perkembangan.
B. Asas Hukum
38
Asas hukum merupakan alasan umum yang menjadi dasar kelahiran
suatu peraturan hukum. dengan demikian peraturan-peraturan hukum yang
ada, pada akhirnya kembali pada asas-asasnya. Dalam pembentukan
perundang-undangan terdapat beberapa asas yang harus menjadi acuan.
Pertama adalah asas hukum umum, sebagai asas asas kesusilaan yang
tidak terikat tempat dan waktu. Kedua adalah asas hukum sebagai jiwa
kebangsaan, untuk mencapai cita-cita luhur bangsa harus selaras dengan
apa yang menjadi pandangan hidup dasar negara. Ketiga adalah asas
hukum pembentukan perundang-undangan, sebagai pondasi awal
pembentukan maka kesatuan tekad dan kebersamaan yang kuat akan
menjadikan struktur perundang-undangan kokoh dalam menghadapi
berbagai realitas hukum di masyarakat.
39
Selain itu, asas hukum ternyata dapat kita jumpai di berbagai
peraturan hukum konkrit, kemudian secara rinci dijabarkan kedalam pasal-
pasal maupun bagian penjelas umum suatu perundang-undangan. Tetapi
tidak menutup kemungkinan asas hukum juga tidak dimuat secara nyata
dalam perundang-undangan.
C. Tujuan
Gambar 3.1.
Patung Aristoteles sebagai salah seorang filsuf terkenal
40
(sumber: http://www,wikipedia.org)
41
bahwa secara ideal hukum terpancar dari kekuasaan untuk memerintah
guna kebaikan bersama. Hukum adalah sesuatu yang hidup secara batiniah
di masyarakat. Tugas hukum yang memadai, tertulis dalam hati dan
kehendak rakyat karena manusia merupakan makhluk rasional.
Gambar 3.2.
Thomas Hobbes sebagai Tokoh Pemikir Hukum Periode Pertama
42
(Sumber: http://www.d.umn.edu)
Tujuan ilmu hukum tidak terlepas dari periode awal mula abad
modern yang didominasi oleh bentuk baru pandangan hukum alam yang
biasanya disebut sebagai aliran hukum alam klasik. Terdapat tiga periode
yang menjadi rumusan awal tujuan ilmu hukum di masa
perkembangannya. Periode pertama adalah pada sesaat setelah.
Renaissance dan Reformasi merupakan proses emansipasi terhadap
teologi dan feodalis di abad pertengahan. Bangkitnya kepercayaan
masyarakat di bidang religius, munculnya kerajaan-kerajaan yang absolut,
dan ekonomi yang meningkat. Berbagai ahli terlahir dari periode ini
diantaranya Thomas Hobbes, Samuel Pufendorf, dll.
43
egois, suka menyakiti sesamanya, kasar, dan ingin selalu dipenuhi
keinginannya. Hobbes menganggap saat situasi perang semua orang harus
mempunyai kekuatan yang seimbang. Semua orang mempunyai hak yang
sama atas semua benda dan kenikmatan untuk hidup.
(sumber: http://www,kompasiana.com)
D. Klasifikasi Hukum
44
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih konkrit perihal hukum,
maka terhadap hukum yang banyak segi dan demikian luas dilakukan
pengklasifikasian berdasarkan kriteia tertentu. Adanya suatu klasifikasi
hukum akan sangat membantu dan mempermudah dalam mempelajari
hukum. Setidaknya para pembelajar hukum dapat mempeoleh suatu
pengertian yang lebih baik dan mudah dalam menerapkan hukum pada
masyarakat.
45
3. Hukum traktat, yaitu hukum yang dilegalkan oleh pemerintah
berdasarkan suatu perjanjian;
4. Hukum yurisprudensi, hukum yang tercipta dari putusan hakim;
5. Hukum perjanjian, hukum yang berlaku pada pihak yang
melakukan perjanjian;
6. Hukum doktrin, hukum yang terdapat pada pemberian konsep
berfikir masyarakat.
Berdasar Bentuknya
Berdasar Sifatnya
46
bersama, hukum harus diwujudkan dengan usaha yang memaksa. Bebeda
jka berkenaan dengan kepentingan individu atau privat yang biasanya
hanya bersifat mengatur.
Berdasar Fungsinya
47
Bagaimana cara penggunaan suatu hukum, maupun dipandang dari
dari posisinya dibedakan menjadi:
Berdasar Isinya
48
Hukum privat, adalah aturan hukum dengan obyeknya suatu
kepentingan perseorangan atau individu saja tidak termasuk kepentingan
lainnya. Dapat juga diartikan sebagai peraturan yang mengatur hubungan
antar individu, ruang lingkupnya tidak terbatas selama hanya berhubungan
sesama individu. Hukum privat sepenuhnya diatur oleh para pihak
individu yang berkepentingan.
49
Bagian 4
A. Subyek Hukum
50
pengetahuan perbandingan hukum, ilmu pengetahuan filsafat hukum, ilmu
pengetahuan politik hukum dan masih banyak lagi.
51
1. Manusia (natuurlijk persoon) menurut hukum, adalah setiap
orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku
pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya, orang sebagai
subyek hukum dimulai sejak ia lahir dan berakhir setelah
meninggal dunia. Namun, ada pengecualian menurut Pasal 2
KUHPerdata, bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya
dianggap telah lahir dan menjadi subyek hukum, apabila
kepentingannya menghendaki (dalam hal menerima pembagian
warisan). Apabila bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal
dunia, menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia
bukan subyek hukum (tidak menerima pembagian warisan).
52
(2) Pemabuk dan pemboros (ketidakcakapannya khusus
dalam peralihan hak dibidang harta kekayaan).
53
c. Teori pemilikan bersama, yaitu semua harta kekayaan
badan hukum menjadi milik bersama para pengurusnya atau
anggotanya.
B. Obyek Hukum
54
Sudarsono (2004: 285) menyebutkan bahwa obyek hukum
merupakan segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia atau
badan hukum) yang dapat menjadi pokok suatu perhuungan hukum,
karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subyek hukum.
55
(3) Benda bergerak karena penetapan atau ketentuan UU,
yaitu hak pakai atas tanah dan rumah, hak sero, hak
bunga yang dijanjikan, dsb.
(3) Penetapan UU, yaitu hak atas benda tidak bergerak dan
kapal yang tonasenya/beratnya 20 M3.
Dalam kepustakaan ilmu hukum, dikenal dua teori atau ajaran untuk
menjelaskan keberadaan hak, yaitu sebagai berikut:
56
boleh mengacaukan antara hak dan kepentingan. Karena
hukum sering melindungi kepentingan dengan tidak memberi
hak kepada yang bersangkutan”.
Selain kedua teori diatas, dikenal pula “teori fungsi sosial” yang
dikemukakan oleh Leon du Guit (van Apeldoorn, 1985:221) yang
mengatakan sebagai berikut:
57
Hak dapat timbul pada seseorang (subyek hukum) disebabkan oleh
beberapa hal berikut:
58
4. Karena daluarsa (verjaring), misalnya seseorang yang
memiliki sebidang tanah yang tidak pernah diurus, dan tanah
itu ternyata telah dikuasai oleh orang lain selama lebih 30
tahun, maka hak atas tanah itu menjadi hak orang yang telah
mengurus menguasainya selama lebih 30 tahun.
59
d. Commision atau Ommision menyangkut sesuatu yang
disebut obyek hak.
Kewajiban
60
1. Kewajiban Mutlak dan Kewajiban Nisbi
61
Lahir atau timbulnya suatu kewajiban, juga disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut:
62
5. Daluarsa (verjaring) extinctief.
6. Ketentuan undang-undang.
D. Peristiwa Hukum
63
a. Daluarsa acquisitief, yaitu daluarsa atau lewat waktu yang
menimbulkan hak. Misalnya, sewa-menyewa rumah yang
telah selesai masanya maka si pemberi sewa “berhak”
untuk menguasai kembali obyek yang disewakan.
PERISTIWA HUKUM
64
E. Perbuatan Melawan Hukum (Onrechmatigedaad)
65
Pengertian dalam dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu
kejadian, sehingga menurut bahasa peristiwa hukum adalam suatu
kejadian yang menimbulkan suatu danya hukum dapat berlaku atau
kejadian yang berhubungan dengan hukum. aturan hukum terdiri dari
peristiwa dan akibat yang oleh aturan hukum tersebut dihubungkan.
Peristiwa demikian disebut sebagai peristiwa hukum dan akibat yang
ditimbulkan dari peristiwa tersebut sebagai akibat hukum. (Syarifin,
1998:72).
66
dikehendaki oleh subyek hukum. Misalnya, jual-beli, sewa-menyewa,
nikah, dsb.
Akibat hukum adalah akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu
peristiwa hukum atau perbuatan dari subyek hukum. Dalam kepustakaan
ilmu hukum dikenal tiga jenis akibat hukum, yaitu sebagai berikut:
67
a. Sanksi hukum dibidang hukum publik pidana (publik)
yang diatur didalam Pasal 10 KUH-Pidana.
68
waktunya sesuai perjanjian. Melalui hakim, maka A dipaksa
untuk mengembalikan uang yang dipinjam kepada B, sehingga
harta milik B menjadi pulih kembali.
69
Bagian 5
A. Konsep Keadilan
Konsep keadilan dan hukum dapat kita kaji lebih dalam agar
menjadi pembeda dari keduanya. Hukum merupakan suatu kaidah yang
berlaku pada kehidupan masyarakat terlepas dari nilai baik atau buruknya
kesepakatan bersama. Sedangkan keadilan suatu terwujudnya harapan
yang dilandasi nilai dan moral manusia umumnya. Meskipun dari persepsi
antara keadilan dan hukum berbeda, namun keduanya terdapat suatu
hubungan yang berperan besar pembentuk konsep keilmuan.
70
untuk mewujudkan keadilan dalam tatanan masyarakat hukum akan
diperjuangkan bersama. Menurut Paton (1953:69) hukum itu bukanlah
keadilan, namun hukum itu sebuah alat guna terwujudnya suatu nilai
keadilan dalam masyarakat.
71
yang mengejar perampok menggunakan sepeda motor menerobos lampu
merah yang sedang menyala, secara hukum polisi melanggar peraturan
lalu lintas. Namun demi menegakkan hukum, aturan hukum tersebut
sementara dapat menjadi kekhususan untuk dilanggar.
72
keputusan/hakim untuk memberikan hukuman lebih rendah atas dasar
pertimbangan keadilan dan kemanfaatan.
Dalam dunia peradilan kita kenal adanya tokoh Dewi Keadilan, rupa
sesosok wanita yang kedua tangannya memegang pedang dan timbangan,
dengan mata ditutup sehelai kain mencerminkan jaminan pertimbangan
yang tidak memihak dan tidak memandang siapapun yang diadilinya.
Konsep keadilan yang diharapkan terwujud pada dunia peradilan adalah
sikap yang netral, karena semua orang di mata hukum adalah sama dalam
perlakuannya (equality of treatment). Berarti konsep keadilanpun harus
sikap yang tidak memihak dan persamaan dalam perlakuan. Konsep
bahwa hukum menuju suatu keadilan, setidaknya dapat dinilai karena hal
berikut:
B. Konsep Kekuasaan
73
Kekuasaan hanyalah salah satu unsur pendukung apabila terjadi suatu
kondisi dimana suatu akibat hukum tidak berjalan dengan baik, banyak
pertentangan, sehingga perlu adanya kekuatan untuk memastikan
kesesuaian suatu putusan yang bersifat memaksa.
74
sudah tidak ideal dan harus dibentukan sistem hukum baru berdasarkan
konsensus ataupun mayoritas. Masyarakat yang sadar dan tanpa tekanan
merumuskan bersama untuk melakukan suatu revolusi, sehingga revolusi
tersebut akan bersifat legal dan menjadikannya sebagai sumber hukum dan
kemudian dibentuklah peraturan-peraturan hukum baru.
75
Bagian 6
76
Masyarakat terbentuk, apabila sedikitnya ada dua orang atau lebih
yang hidup bersama, mereka saling berhubungan, saling pengaruh-
mempengaruhi, saling tergantung dan saling terikat satu sama lain.
Misalnya, dua orang yang hidup bersama selaku suami istri, seorang ibu
dengan anaknya. Keluarga adalah merupakan suatu bentuk masyarakat
yang paling kecil jumlah anggotanya.
77
dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo bahwa apa yang
mempertemukan manusia antara yang sam dengan yang lain adalah
pemenuhan kebutuhan atau kepentingan mereka. Kehidupan bersama
dalam masyarakat tidaklah didasarkan pada adanya beberapa manusia
yang secara kebetulan bersama, tetapi didasarkan pada adanya
kebersamaan tujuan (Mertokusumo, 1986:2). Dalam hidup bermasyarakat
diantara para manusia sebagai warga masyarakat mengadakan kerjasama
untuk dapat memenuhi kebutuhannya demi kehidupan yang layak sebagai
manusia. Kerja sama yang menguntungkan semua pihak dapat disebut
sebagai kerjasama yang positif.
3. dalam kurun waktu yang cukup lama, artinya tidak hanya sesaat;
78
manajemen yang berlaku, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin, ada
perbedaan atau pembagian tugas. Sebagai contoh organisasi terkecil atau
masyarakat terkecil adalah suami dan istri yang terikat dalam perkawinan
yang sah, suami ditetapkan sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu
rumah tangga. Ada tugas pokok dalam berorganisasi (keluarga), yaitu
sebagai kepala keluarga suami wajib mencari nafkah dan istri sebagai ibu
rumah tangga wajib mengurus rumah. Dikatakan tugas pokok maksudnya
agar tidak disalahartikan, sebab dalam kenyataannya suami bekerja dan
istri juga bekerja, suami mencari nafkah dan istri juga mencari nafkah.
Kalau ada suami tidak bekerja dan hanya tinggal di rumah, sedangkan istri
membanting tulang mencari nafkah, maka dapat dikatakan bahwa itu tidak
sesuai dengan tugas pokoknya, bahkan mungkin ada yang sampai
mengatakan itu tidak sesuai dengan kodratnya. Adanya pembagian tugas
dan luas ruang lingkup dari tugas dan kewenangannya adalah tergantung
bentuk masyarakatnya.
79
hidup di tengah hutan bersama binatang, itu semua adalah merupakan
kekecualian (Kartohadiprodjo, 1977 : 24).
80
lemah, namun manusia dibekali kemampuan dan kepandaian untuk
berbicara. Segala kemampuan dan kepandaiannya itu hanya akan
mempunyai arti, apabila manusia tersebut hidup bermasyarakat. Hal ini
berarti bagaimana pun pandainya seorang manusia, ia mutlak tetap
membutuhkan pertolongan dan bantuan dari manusia yang lain. Adapun
caranya adalah dengan hidup bermasyarakat.
81
terjadi karena alam. Masyarakat, seperti telah diuraikan tersebut, dapat
disebut sebagai bentuk masyarakat merdeka.
82
patembayan (Gesselschaft) yaltu yang hubungan diantara para anggotanya
sudah memperhitungkan untung dan rugi, atau mereka disatukan karena
mempunyai tujuan untuk mencari keuntungan material, seperti Perseroan
Terbatas, Firma, ketiga dilihat dari dasar perikehidupannya atau
kebudayaannya, masyarakat dibedakan menjadi: masyarakat primitif
dibedakan dengan masyarakat modem, masyarakat desa dibedakan dengan
masyarakat kota, masyarakat teritorial yang terbentuk karena mempunyai
tempat tinggal yang sama, masyarakat genealogis disatukan karena
mempunyai pertalian darah, masyarakat teritorial genealogis yang
terbentuk karena diantara para anggotanya mempunyai pertalian darah dan
secara kebetulan juga bertempat tinggal dalam satu daerah.
83
kepentingan masyarakat, hendaknya kepentingan pribadi sedikit banyak
juga harus diperhatikan atau harus ikut dipertimbangkan, artinyajangan
terlalu dikorbankan.
84
tingkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat, yang fungsinya
melindungi kepentingan manusia baik sebagai individu maupun sebagai
makhluk sosial dengan jalan mentertibkan.
85
kehidupan masyarakat yang damai atau tata kehidupan masyarakat yang
tertib dan tenteram.
86
yang terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegang pada kenyataan
tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan berpegang pada ideal yang
harus diwujudkan dalam masyarakat (Rahardjo, 2001).
Kaidah kesusilaan
87
kepentingan din sendiri atau orang lain. Hati nurani manusia sendiri yang
membisikkan untuk berbuat balk atau buruk. Kaidah kesusilaan
mendorong manusia untuk kebaikan akhlak pribadinya guna
penyempumaan manusia. Bagi siapa yang melanggar kaidah kesusilaan
akan mendapatkan hukuman bukan datang dan luar dirinya, melainkan dan
batinnya sendiri yang menghukum yaitu berupa penyesalan. Kaidah
kesusilaan dianggap sebagai kaidah yang paling tua dan paling ash dan
terdapat dalam din sanubari manusia itu sendmi sebagai makhluk
bermoral, dan terdapat pada setiap manusia di manapun ia berada.
Kaidah hukum
88
Kaidah hukum adalah sebagai peraturan hidup yang sengaja dibuat
atau yang tumbuh dan pergaulan hidup dan selanjutnya dipositifkan secara
resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara. Kaidah hukum
diharapkan dapat melindungi dan memenuhi segala kepentingan hidup
manusia dalam hidup bermasyarakat. Kaidah hukum ini pada hakekatnya
untuk memperkokoh dan juga untuk melengkapi pemberian penlindungan
terhadap kepentingan manusia yang telah dilakukan oleh ketiga kaidah
sosial yang lain. Bagi siapa yang melanggar kaidah hukum akan mendapat
sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh suatu instansi resmi.
89
2. Temyata masih banyak kepentingan-kepentingan manusia yang
belum dilindungi oleh kaidah agama, kesusilaan dan
kesopanan.Contoh: Ketiga kaidah sosial tersebut tidak mengatur,
bagaimana cara masuk di perguruan tinggi, bagaimana cara
melangsungkan perkawinan yang menjamm kepastian hukum,
bagaimana cara mengendarai kendaraan bermotor di jalan umum,
dan lain sebagainya.
90
atau denda akibat telah melakukan perbuatan pidana. Sanksi sesuai
dengan kaidah agama, yaitu bahwa si pelanggar adalah berdosa
dan nantinya akan mendapatkan hukuman dan Tuhan di akhirat,
disamping itu juga dapat terjadi akibat pelanggaran tersebut yang
bersangkutan mendapatkan penderitaan batin sewaktu hidup di
dunia.
91
masyarakat yang tidak resmi ini, dapat berupa cemoohan atau yang
bersangkutan dikucilkan.
92
Contoh: kepentingan sama, tetapi alat pemuasnya terbatas, misalnya
berkaitan dengan kebutuhan air di suatu daerah yang tandus dan kering,
lebih-Iebih di musim kemarau panjang, sumber air banyak yang kering,
yang tinggal hanya sam telaga kecil. Semua warga di desa tersebut
menggantungkan pemenuhan kebutuhan air dan telaga tersebut. Semua
warga desa yang datang ke telaga ternyata kepentingan bermacam-macam,
misalnya: ada yang akan mengambil air untuk masak; ada yang untuk
mandi; ada yang untuk mencuci; ada yang untuk menyiram tanaman;
bahkan ada yang datang untuk memandikan sapinya. Kalau semua
kepentingan tersebut dipenuhi dalam waktu yang bersamaan,
kemungkinan yang terjadi: mereka saling berebut untuk mendapatkan
lebih dahulu, persediaan air tidak mencukupi atau kemungkinan
mencukupi tetapi kualitas airnya kurang baik untuk dikonsumsi.
93
Pengetahuan tersebut terjadi karena anggota masyarakat telah
mendapatkan informasi dan sistem petunjuk yang disebut kaidah sosial.
Cara mengorganisasi suatu kehidupan bersama seperti itu disebut sistem
sosial.
94
Suatu pengendalian sosial yang baik dan berdaya guna serta mampu
menjamin pelaksanaan lembaga-lembaga sosial yang ada dalam sistem
sosial, ukuran memerlukan adanya sanksi. Dalam hubungan sosial, sanksi
merupakan mekanisme pengendalian sosial, yang pada hakekatnya
mempunyai fungsi untuk memulihkan kembali keseimbangan tatanan
masyarakat yang terganggu dalam keadaan semula (rest it utio in
integrum). Terganggunya tatanan masyarakat bukan hanya disebabkan
terjadinya pelanggaran hukum, namun juga dapat sebagai akibat adanya
orang yang sangat berjasa, tetapi sama sekali tidak dihargai. Sesuai dengan
fungsinya tersebut, sanksi dapat dibedakan menjadi: sanksi positif sebagai
reaksi terhadap perbuatan-perbuatan yang baik dan diwujudkan dalam
bentuk pemberian hadiah, pemberian piagam atau tanda penghargaan yang
lain; sanksi negatif sebagai reaksi terhadap perbuatan yang negatif atau
suatu bentuk pelanggaran hukum dan diujudkan dalam bentuk hukuman
atau pidana; sanksi responsif yang merupakan reaksi secara spontan dan
keduabelah pihak untuk sesegera mungkin memulihkan ketidak
seimbangan yang terjadi. Bentuk implementasi dan sanksi responsif,
misalnya ada dua orang mengendarai sepeda motor di jalan kampung yang
sempit, mereka bertabrakan tetapi tidak diketahui polisi dan mereka
memang tidak menyerahkan penyelesaiannya kepada pihak yang berwajib,
mereka saat itu juga saling bersepakat untuk menyelesaikan secara
kekeluargaan, biaya perbaikan sepeda motor yang rusak ditanggung
bersama, atau dengan perhitungan tertentu.
95
pertama, diperoleh gambaran adanya hubungan fungsional antara kaidah
hukum dengan ketiga kaidah sosial yang lain. Hal ini berarti juga,
walaupun keempat kaidah sosial itu dapat dibedakan, namun tidak mudah
untuk dipisahkan.
96
oleh instansi resmi, dalam perumusan kaidah hukum juga memperhatikan
apa yang dikehendaki oleh kaidah yang lain.
97
Kaidah hukum memperhatikan apa yang dikehendaki oleh kaidah
kesusilaan, contoh: dalam perjanjian kausa yang halal adalah tidak
dilarang undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan atau
ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata); perjanjian-perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata);
kewajiban penyewa untuk memakai barang yang disewa sebagai seorang
bapak rumah tangga yang baik (Pasal 1360 KUH Perdata). Dalam hal lain,
kaidah kesusilaan melarang orang bicara bohong, tetapi kaidah hukum
tidak melarangnya. Orang berangan-angan melanggar hukum tidak boleh
menurut kaidah kesusilaan, tetapi kaidah hukum tidak mengindahkan
selama hal tersebut tidak dilakukan. Bahkan dalam hal-hal tertentu, ada
perbuatan yang dilarang oleh kaidah kesusilaan, tetapi kaidah hukum
justru membolehkan, contoh: orang mempunyai hutang, tetapi dalam
persidangan pengadilan tidak terbukti, sehingga orang tersebut tidak wajib
membayar hutangnya, padahal menurut kaidah kesusilaan hutang haruslah
dibayar; kaidah hukum membenarkan pmjam uang dengan bunga yang
tinggi asal bukan untuk mata pencaharian, tetapi kaidah kesusilaan bunga
yang tinggi itu tidak boleh.
98
Kaidah kesopanan adalah kaidah yang sangat dekat dengan realita
yang ada dalam masyarakat, sedangkan kaidah hukum sudah mulai
mengambil jarak dengan memperhatikan juga apa yang ideal, sehingga
dalam perkembangan diantara kedua kaidah tersebut sering ada tank
menarik. Dapat terjadi bahwa dahulu sesuatu itu merupakan kaidah
hukum, namun sekarang sesuatu tersebut hanya dianggap sebagai kaidah
kesopanan, contoh lembaga pertonangan yang dahulu sebagai lembaga
hukum, tetapi sekarang hanyalah dianggap sebagai kesopanan atau
kebiasaan atau lebih terkenal dengan sebutan tata cara adat kebiasaan.
Sebaliknya ada yang semula merupakan kesopanan atau kebiasaan, tetapi
dalam perkembangannya oleh masyarakat diyakini dan diterima sebagai
suatu kewajiban yang harus ditaati atau harus dilaksanakan apabila tidak
ada sanksinya, contoh sopan santun berlalu lintas sekarang ada yang sudah
menjadi kaidah hukum.
99
Iaiimya, jadi untuk kepentingan din sendiri dan kepentingan
bersama yang mencakup: kaidah kesopanan yang dimaksudkan
untuk kesedapan hidup bersama; dan kaidah hukum yang tertliju
kepada kedamaian hidup bersama.
100
Kedua kelompok kaidah dengan aspek hidup antar-pribadi, yaitu
kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Isinya ditujukan
kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit.
101
Dilihat dan segi daya kerjanya, kaidah agama, kesusilaan dan
kesopanan Iebih cenderung hanya membebani manusia dengan kewajiban-
kewajiban saja, tanpa membeni hak khususnya bagi orang lain yang
merasa dirugikan untuk menuntut haknya ke pengadilan, sehingga sanksi
yang nyata dan tegas tidak dapat dipaksakan penerapannya. Oleh sebab itu
dapat dikatakan bersifat normatif. Berbeda halnya dengan kaidah hukum,
disamping membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban, juga
memberikan hak untuk menuntutnya atau untuk ditegakkannya peraturan
yang ada. Oleh sebab itu kaidah hukum sering dikatakan bersifat normatif
dan atributif.
Kaidah
Agama Kesusilaan Kesopanan Hukum
Segi
Fungsi Sebagai perlindungan kepentingan manusia
Umat manusia; untuk Pembuatnya yang konkret;
penyempurnaan manusia;
Tujuan untuk ketertiban masyarakat;
jangan sampai manusia
jahat jangan sampai ada korban
102
DAFTAR PUSTAKA
103