Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

Hygien dan Sanitasi

1. Hygien
hygiene adalah kebersihan dan kesehatan perorangan yang bertujuan untuk
mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri dan orang lain, baik secara fisik maupun
psikologis (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Personal hygiene mencakup perawatan
kebersihan kulit kepala dan rambut, mata, hidung, telinga, kuku kaki dan tangan, kulit,
dan area genital (Kozier dan Erb, 2009; Potter dan Perry, 2006; Tarwoto dan Wartonah,
2006). Personal hygiene yang tidak baik dapat meningkatkan penyakit yang berhubungan
dengan perilaku sehat dan kebersihan diri di kalangan anak sekolah, seperti diare, Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Demam Berdarah Dengue (DBD), cacingan, infeksi
tangan mulut, campak, cacar air, gondong, infeksi mata, dan infeksi telinga (Tarwoto dan
Wartonah, 2006).
Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar
diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitang
dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang, pergantian
udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah/limbah, kamar mandi
dan jamban/wc dan halaman rumah. Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan
anak lebih mudah terserang penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status
gizi (Poedjiadi, 1994). Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air bersih,
ketersediaan jamban, serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin
tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari,makin kecil risiko anak terkena penyakit
kurang gizi. (Soekirman, 2000).
Berdasarkan data tabel frekuensi hygiene berdasarkan kebersihan kulit, dapat
disimpulkan bahwa dari total jumlah balita sebesar 66 balita, 83,3% dinyatakan bersih,
15,2% kurang bersih dan 1,5% missing.
2. SANITASI

Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang
mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama
terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup.

Berdasarkan data tabel frekuensi sanitasi berdasarkan komponen rumah,


disimpulkan bahwa 9,1 balita sehat, 89,4% kurang sehat, dan 1,5 missing.

3. Pola Makan (FFQ)


Pola makan adalahsuatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis
makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan kesehatan, status
nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).
pola makan di definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang berulang kali
makan individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan.
(Sulistyoningsih, 2011).
Berdasarkan pola makan sebagian besar (93,9%) sumber makanan pokok yaitu
beras, selebihnya biskuit, jagung segar, kentang, mie basah, mie kering, roti putih
singkong, sukun, tape beras ketan, sagu. Berdasarkan kebiasaan makan sebagian besar
(89,4%) sumber makanan hewani yaitu ikan segar, selebihnya daging sapi, daging ayam,
ikan teri kering, telur ayam, udang basah, air ikan, cumi-cumi, telur puyuh. Berdasarkan
kebiasaan makan sebagian besar (60,6%) sumber makanan lauk nabati yaitu tahu,
selebihnya kacang hijau, kacang kedelei, kacang merah, kacang mete, tempe.
Berdasarkan kebiasaan makan sebagian besar (74,2) sumber sayuran yaitu bayam,
selebihnya kangkung, sawi, terong, kol, wortel, pare, daun kacang, pepaya muda, labu
putih, daun ubi dan kacang panjang. Untuk kebiasaan makan sebagian besar (63,6%)
sumber buah yaitu pisang, selebihnya alpukat, anggur, durian, jeruk manis, mangga,
nenas, pepaya, semangka, apel.
4. Pengeluaran pangan
Tingkat kesejahteraan suatu daerah merupakan salah satu tolak ukur untuk
mengetahui keberhasilan pembangunan di daerah tersebut dan konsumsi merupakan salah
satu faktor penunjangnya. Makin besar pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi
barang dan jasa, maka semakin tinggi tingkatan kesejahteraan keluarga tersebut.
Konsumsi rumah tangga berbedabeda antara satu dengan lainya dikarenakan tingkat
pendapatan yang diperoleh tiap rumah tangga dan tingkat kebutuhan yang berbeda-beda
pula (Hamiros, 2012).

Berdasarkan data pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran, disimpulkan


bahwa 34,8% dikatakan cukup, 63,7% kurang, dan 1,5% missing.

Anda mungkin juga menyukai