Anda di halaman 1dari 67

Makalah Keperawatan Medikal Bedah

Asuhan Keperawatan pada Pre dan Post Operasi TURP

Pembimbing :

Dr. Tutiany, SKp., M. Kes

Disusun Oleh :

Aldi Romadon : P17120017002

Ayu Supmawati Putri : P17120017008

Ichlasus Amal Fadillah P : P17120017014

Nasrotul Hasanah : P17120017020

Ratunoor Salma K.E : P17120017026

Sinta Alvionita : P17120017032

Wiwik Madani : P17120017038

Program Studi DIII Keperawatan


Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta I
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta nikmat-Nya yang luar biasa sehingga dapat
diselesaikannya Makalah Asuhan Keperawatan Pre dan Post Operasi TUR ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah.
Dapat diselesaikannya Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan
dari semua pihak secara moril maupun materil. Ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya ditujukkan kepada :
1. ALLAH SWT atas nikmat yang telah diberikanNya.
2. Rospa Hetharia, SST., MA. Kes selaku Koordinator Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah.
3. Dr. Tutiany, SKp., M. Kes selaku pembimbing makalah.
4. Kelompok tercinta yang selalu memberikan do’a serta kerja keras, baik secara
moril maupun materil, selama kegiatan penyusunan makalah ini berlangsung.

Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna,
sehingga perlunya kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan khususnya bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 14 Februari 2019

Kelompok 2A

ii
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PEDAHULUAN
A. Latar belakang................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan ( umum dan khusus )
1. Tujuan Penulisan Umum........................................................................ 4
2. Tujuan Penulisan Khusus.......................................................................4
C. Sistematika Penulisan.....................................................................................4
BAB II Tinjauan Teori
A. Konsep BPH..................................................................................................3
B. Konsep TURP..............................................................................................23
C. Konsep Irigasi..............................................................................................46
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................57
B. Saran.............................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Transurethral Resection of Prostate adalah prosedur pembedahan yang
digunakan untuk merawat gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang
sedang hingga parah, juga dikenal sebagai pembesaran prostat. Selama
Transurethral Resection of Prostate, dokter bedah memasukkan resectoscope
(alat visual dan bedah) ke dalam uretra untuk mengikis kelebihan jaringan
prostat, sedikit demi sedikit setiap kali. Pengangkatan jaringan prostatik yang
mengganggu dengan menggunakan Transurethral Resection of Prostate
memungkinkan aliran air kemih dari kantung kemih dipulihkan. Transurethral
Resection of Prostate biasanya dilakukan di bawah pembiusan umum atau
tulang belakang. Diperkirakan 2% dari pasien yang dilakukan TURP
mengalami sindrom TURP dari berbagai tingkat. Suatu penelitian yang
dilakukan difilipina menunjukkan angka kejadian sebesar 6% . penelitian yang
lain menunjukkan frekuensi sindrom TURP sampai 10% . karena itu TURP
hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa operasi pasti dapat
diselesaikan tidak lebih dari 90 menit.
TURP adalah indikasi untuk mengatasi obstruksi yang terjadi, TURP dapat
dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu
secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.
Di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, diderita usia 60 th (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis dalam 10 besar kasus selama 1
tahun terakhir, dari bulan Januari 2013 hingga bulan Maret 2014 di ruang Instalasi
Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi, kasus urologi menempati urutan nomer 4
dengan jumlah pasien 227.Salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai
pada pria diatas 60 tahun adalah Benigna Prostatic Hyperplasia atau BPH,
keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun, dan kurang lebih 80%
pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2009).

1
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa menyelesaikan tugas mata kulia Keperawatan Medikal
Bedah 2.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi TURP
2. Untuk mengetahui etiologi TURP
3. Untuk mengetahui patofisiologi TURP
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala TURP
5. Untuk mengetahui Komplikasi yang ditimbulkan TURP
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan medis TURP

C. Sistematika Penulisan
Untuk memahami lebih jelas makalah ini maka uraian-uraian materi yang
tertera pada makalah yang berjudul Transurethral Resection of Prostate ini
dikelompokkan menjadi beberapa subbab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :
1. Bab 1 Pendahuluan berisi tentang definisi TURP, angka kejadian, tujuan
umum, dan khusus penulisan, dan sistematika penulisan
2. Bab 2 Tinjauan teori bab ini berisikan konsep dasar dari TURP seperti:
definisi, Etiologi, Patofisiologi, Tanda dan Gejala, Komplikasi,
Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan Medis, Persiapan OP dan
Indikasi dilakukanya OP
3. Bab III Konsep asuhan keperawatan bab ini berisikan tentang asuhan
keperawatan pada pasien TURP yang terdiri dari: Pengkajian, Diagnosa,
Intervensi Post OP, dan Evaluasi
4. Bab IV Penutup bab ini berisikan tentang Kesimpulan, dan Saran yang
berkaitan dengan analisan dan optimalisasi system berdasarkan yang telah
diuraikan dibab-bab sebelumnya.
5. Daftar Pustaka

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep BPH
1. Definisi
Pembesaran jinak kelenjar prostat adalah proses yang sangat umum
terjadi pada hampir semua laki-laki dengan testis yang berfungsi. Istilah
pembesaran prostat jinak didefinisikan sebagai pertumbuhan prostat yang
cukup untuk mengobstruksi (menghambat) jalan keluar uretra, yang
menyebaban gejala saluran kemih bawah (LUTS) yang mengganggu,
infeksi saluran kemih (ISK), hematuria atau gangguan fungsi saluran
kemih atas. Namun demikian, istilah hiperplasia prostat jinak (BPH),
yang didefinisikan sebagai pertumbuhan histologis nonmaligna elemen
glanduler prostat. Benigna Prostatic Hyperplasia atau BPH adalah
masalah umum pada sistem genitourinari pada pria dewasa yang
ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah sel-sel epitel dan jaringan
stroma di dalam kelenjar prostat (Andre, Terrence & Eugene, 2011).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat yang mengalami
pembesaran, yang dapat menyumbat uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo
2011).
Bukti histologis pembesaran prostat dimulai sekitar dekade ketiga
kehidupan dan meningkat secara proporsional dengan penuaan. Secara
spesifik, sekitar 43% laki-laki berusia 40-an akan tampak jelas
mengalami BPH, juga 50% laki-laki pada usia 50-an, 75%-88% pada
usia 80-an, dan hampir 100% laki-laki yang mencapai dekade kesembilan
kehidupannya. Orang Eropa dan Afrika Amerika memiliki angka
prevalensi BPH yang serupa, namun Asia Amerika cenderung memiliki
angka BPH yang lebih rendah. Namun, insiden BPH paling rendah di
antara imigran, dan meningkat pada generasi berikutnya, yang
menunjukkan adanya perbedaan lingkungan dan ras.

3
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi BPH hanya dimengerti sebagian. Walaupun pembesaran
prostat hampir pada umumnya dialami oleh laki-laki dengan testis yang
berfungsi, didapatkan bahwa hal ini terjadi setelah orkiektomi bilateral.
Walaupun androgen, dan terutama testosteron, bukan penyebab langsung
BPH, keberadaannya sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan prostat normal serta BPH.
Analisis prospektif terhadap 2115 laki-laki dari Olmstead Country,
Minnesota, menunjukkan bahwa walaupun laki-laki dengan diabetes
melitus cenderung mengalami LUTS yang mengganggu dibandingkan
laki-laki non-diabetes, mereka menunjukkan peningkatan ukuran prostat
yang diragukan. Aktivitas flsik telah diketahui memberikan efek protektif
terhadap pembesaran prostat, kemungkinan karena efek tidak langsung
terhadap obesitas. Penelitian yang dilakukan pada RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou didapatkan bahwa pasien BPH terbanyak pada tahun 2016 yaitu
15 pasien (38,46%), disusul tahun 2014 sebanyak 11 pasien (28,21%),
dan tahun 2017 sebanyak 10 pasien (25,64%), dan yang paling sedikit
tahun 2015 sebanyak 3 pasien (7,69%). Hasil ini menunjukkan bahwa
tahun 2016 dengan angka kejadian BPH tertinggi. Pasien BPH dengan
jumlah tertingg yaitui pada kelompok usia 61-70 tahun 18 pasien
(46,15%). Sekitar 5 juta laki-laki di Indonesia berusia 60 tahun menderita
gejala saluran kemih bagian bawah akibat BPH. Gejala awal BPH

4
meningkat 50% pada usia 60 tahun dan akan sangat tinggi 90% pada usia
>80 tahun.
Etiologi yang belum jelas maka terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi timbulnya BPH meliputi, Teori Dehidrotestosteron
(DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya
kematian sel (apoptosis), teori sel stem. (Purnomo, 2011).
a) Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron
(DHT) di bawah pengaruh enzim 5α -reduktase. DHT adalah bentuk
aktif testosteron yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan
prostat selama kehidupan, dan prostat tetap sensitif terhadap
produksi androgen selama kehidupan untuk mempertahankan ukuran
dan fungsi prostat.
Saat laki-laki menjadi tua dan pembesaran prostat terjadi, kadar
5α - reduktase dan DHT tetap serupa dengan yang tampak pada laki-
laki lebih muda, namun bukti terbaru menunjukkan bahwa
keseimbangan antara kedua bentuk enzim dapat terganggu, yang
berkontribusi terhadap pembesaran prostat. (Brunner & Suddarth,
2002)
b) Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar
testosterone sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi
perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relative
meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan
dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat,
tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga masa prostat jadi lebih besar.

5
c) Faktor interaksi Stroma dan epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
faktor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang
lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. BFGF
dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi
atau infeksi.
d) Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar
prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang
selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada
jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel
dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai
pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan
yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat,
sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
e) Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel
baru. Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel
stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat
ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan

6
hormone androgen, sehingga jika hormon androgen kadarnya
menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

3. Manifestasi Klinis
Obstruki prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih (Arora P. Et al,2006).
a) Gejala iritatif meliputi :
1) Peningkatan frekuensi berkemih
2) Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi)
4) Nyeri pada saat miksi (disuria)
b) Gejala obstruktif meliputi :
1) Pancaran urin melemah
2) Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong
dengan baik
3) Kalau mau miksi harus menunggu lama
4) Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
5) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
6) Urin terus menetes setelah berkemih
7) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
8) Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi
produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin
kronis dan volume residu yang besar.
9) Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual
dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih,

7
kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada
malam hari
Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita
akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing
malam bertambah hebat.
Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini
maka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden
menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis,
hidronefrosis.
Derajat IV : Blass penuh, colic abdomen, overlow incontinence,
teraba tumor, demam 40-41 c, gigil, delirium, come
4. Anatomi

a. Bagian-bagian organ sistem perkemihan ( Ginjal kiri (renalis sinistra),


Ginjal kanan (renalis dektra), Saluran ginjal (ureter), Kandung kemih
(vesika uretra), Saluran kandung kemih (uretra) )
1) Struktur ginjal secara makroskopis dan mikroskopis
Bentuk Ginjal seperti kacang merah, masing-masing ginjal
mempunyai panjang kira-kira 12 cm, lebar 5 cm-7 cm dan tebal 2, 5
cm. Letak ginjal pada bagian belakang abdomen dengan batas atas
ginjal kiri setinggi iga ke XI, batas bawah pada vertebra lumbalis ke III
Sedang ginjal kanan batas atas setinggi iga ke XII, batas bawah pada
vertebra lumbalis ke III. Sisi dalam ginjal menghadap ke ventebra
torakalis, sisi kanan cembung. Di atas kedua ginjal masing-masing
terdapat kelenjar suprarenalis
a) Struktur makroskopis ginjal
Setiap ginjal terbungkus selaput tipis disebut kapsula renalis,
merupakan jaringan fibrus. Warna ginjal akan terlihat merah tua
dan licin:
- Lapisan luar adalah konteks (substantia konteksalis)

8
- Lapisan dalam_adalah medula (substansia medula) berbentuk
seperti kerucut disebut renal piramid. Renal piramid
membentuk lubang-lubang kecil disebut papula renalis
b) Struktur mikroskopis ginjal
Untuk dapat melihat struktur mikroskopis ginjal dapat
menggunakan alat (mikroskop). Satuan fungsional ginjal
dinamakan nefron. Masing-masing ginjal terbentuk dari beberapa
nefron, kira-kira 1,3 juta nefron.
Nefron dibentuk atau terdiri dari
a) Glomerulus, merupakan anyaman kapiler atau gulungan yang
terletak di dalam kapsula Bowman, menerima darah dari
arterior aferen dan meneruskan kesistem vena melalui arteriol
eferen. Glomerulus mempunyai peranan penting untuk
memfiltrasi cairan (menjaring).
b) Tubulus renalis, berbelok-belok langsung berhubungan dengan
kapsula Bowman terdiri dari dua lapis dan saling melilitkan diri
membentuk tubulus konvulta proksimal. Dari tubulus konvulta
proksimal terus ke korteks, ke medula dan kembali ke korteks
dan akhirnya membentuk ansa Henle, dari ansa Henle melilit
lagi dan membentuk tubulus konvulta distal. Panjang tubulus
renalis 15mm, mempunyai peranan penting mereabsorpsi
cairan yang diperlukan tubuh.
c) Ansa Henle (Gelung Henle), bentuknya lurus dengan panjang
12 mm.
d) Duktus kolegentis, saluran ini secara metabolik tidak aktif,
tetapi mempunyai peran mereabsorpsi dan mensekresi kalium.
e) Pembuluh Darah Ginjal
Ginjal merupakan organ filtrasi darah dan cairan tubuh,
mendapat aliran darah dari arteri renalis. Arteri renalis
merupakan cabang arteri abdominalis. Arteri renalis bercabang.
Cabang anterior mensuplai darah (memberikan darah) pada

9
ginjal bagian anterior dan ventral sedangkan cabang posterior
mensuplai darah pada ginjal bagian posterior dan dorsal.
Kedua cabang arteri renalis (anterior, posterior) menyebar
masuk di antara piramid disebut arteri interlobularis dan sampai
pada dasar piramid disebut arteri arkuata.

f) Persarafan ginjal
Saraf ginjal terdiri dari lebih kurang 15 ganglion. Ganglion
ini membentuk pleksus renalis, akan bergabung dengan
pleksus spermatikus dengan cara memberikan beberapa serabut
yang dapat menimbulkan nyeri testis pada kelainan ginjal.

g) Struktur ureter
Ureter terdiri dari dua buah saluran, panjangnya 25-30 cm.
mulai dari ginjal sampai ke vesika urinaria. Lapisan pada
ureter; lapisan bagian luar terbentuk oleh jaringan ikat, bagian
tengah otot polos, sedangkan bagian dalam adalah mukosa.

Lokasi ureter:
- Pars abdominalis ureter
Dalam kavum abdominalis, ureter terletak
dibelakang peritonium bagian anterior muskulus psoas
mayor. Ureter kanan terletak pada pars desendens
duodinum, turun ke bawah sampai bagian akhir ilium.
Ureter kiri disilang oleh vasa kaplika, terus sampai
dibelakang signoid dan mesenterium
- Pars pelvis ureter
Pars pelvis ureter terletak pada dinding lateral
kavum pelvis sampai insisura iskhiadika mayor. Setelah
sampai pada insisura iskhiadika mayor ureter agak ke
medial menuju ke vesika urinaria.
h) Vesika urinaria (kandung kemih)

10
Kandung kemih (vesika urinaria) adalah kantong yang
terbentuk dari otot, tempat urin mengalir dari ureter.
- Letak; kandung kemih saat kosong atau terisi setengahnya
terletak di dalam pelvis, sedangkan saat penuh timbul ke
atas sampai dalam abdomen (di atas pubis). Letak secara
tepatnya di belakang os pubis, dengan apeknya di
belakang pinggir atas simpisis pubis, bagian permukaan
tertutup peritonium.
Lapisan-lapisan otot vesika urinaria Lapisan otot vesika
urinaria terdiri dari otot polos yang tersusun dan saling
berkaitan disebut muskulus dekstrusor vesikae.
- Lapisan otot tersebut : Lapisan membronosa (bagian dalam), Lapisan
submukosa, Lapisan otot, membentuk bagian terbesar dari kandung
vesika urinaria, Fasia peritonium pada sebelah luar.
- Terdapat 3 orifisium (muara), Dua orifisium ureter, Satu orifisium
uretra
i) Struktur uretra pada laki-laki.
Uretra merupakan saluran yang berpangkal pada kandung
kemih, berperan dalam mengeluarkan urine keluar dari tubuh.
Uretra pada laki-laki dimulai dari orifisium uretra interna di
dalam kandung kemih sampai orifisium eksterna pada pelvis.
Panjang uretra laki-laki 17,5-20 cm
- Bagian dari uretra laki-laki
i. Uretra prostatika, merupakan saluran terlebar,
panjangnya 3cm, dimulai dari glandula prostatika
sampai ke bawah dan bergabung dengan pars
membranosa.
ii. Uretra membranosa, merupakan saluran yang pendek
dan paling dangkal, berjalan dari apeks glandula prostat
dan bulbus uretra, panjang uretra membranosa 2 cm.

11
iii. Uretra pars kavernosus/spongiosa, merupakan saluran
terpanjang kira-kira 15 cm, panjangnya, letaknya di
dalam korpus kavirnosus uretra Pars kavernosus uretra
terus menuju bagian depan simpisis pubis. Pada keadaan
penis berkontraksi bagian ini akan membelah ke bawah
dan ke depan. Orifisum uretra eksterna merupakan
bagian erektor yang paling berkontraksi dan panjangnya
6 mm. Menurut anda apakah uretra juga dibentuk otot
(lapisan) seperti pada ureter, pastikan anda menjawab ya
dan uraikan jawaban pada buku lain.
j) Kelenjar Prostat
Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung
kemih, uretra, vas deferens, dan vesikula seminalis. Prostat
terletak di atas diafragma panggul sehingga uretra terfiksasi
pada diafragma tersebut, dapat terobek bersama diafragma
bila terjadi cedera. Prostat dapat diraba pada pemeriksaan
colok dubur (Sjamsuhidajat dkk, 2012).
Kelenjar prostat mengandung cukup banyak jaringan
fibrosa dan jaringan otot polos. Kelenjar ini ditembus oleh
uretra dan kedua duktus ejakulatorius, dan dikelilingi oleh
suatu pleksus vena. Kelenjar limfe regionalnya ialah kelenjar
limfe hipogastrik, sacral, obturator, dan iliaka eksterna
(Sjamsuhidajat dkk, 2012).
Arteri-arteri untuk prostat terutama berasal dari arteria
vesicalis inferior dan arteria rectalis media, cabang arteria
iliaca interna. Vena-vena bergabung membentuk plexus
venosus prostaticus sekeliling sisi-sisi dan alas prostat. Plexus
venosus prostaticus yang terletak antara kapsula fibrosa dan
sarung prostat, ditampung oleh vena iliaka interna. Plexus
venosus prostaticus juga berhubungan dengan plexus venosus
vesicalis dan plexus venosi vertebrales. Pembuluh limfe

12
terutama berakhir pada nodi lymphoidei iliaci interni dan nodi
lymphoidei externi (Moore dan Agur, 2002).
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatis dan
parasimpatis dari plexus prostatikus. Pleksus prostatikus
menerima masukan serabut parasimpatis dari corda spinalis
S2-4 dan simpatis dari nervus hipogastrikus T10-L2.
Stimulasi parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada
epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatis menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior seperti
pada saat ejakulasi.. Sistem simpatis memberikan inervasi
pada otot polos prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli.
Pada tempat tersebut banyak terdapat reseptor adrenergic α.
Rangsangan simpatis mempertahankan tonus otot polos
tersebut. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau
berubah menjadi tumor ganas, dapat terjadi penekanan uretra
posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih. (Cooperberg, 2013).

13
4. Patofisiologi
Bukti histologis pembesaran prostat saja tidak menegakkan
masalah yang relevan secara klinis. Selain itu, gangguan klinis yang
berkaitan dengan BPH terjadi jika pembesaran ini mengobstruksi jalan
keluar kandung kemih, menyebabkan LUTS yang mengganggu,
peningkatan risiko infeksi saluran kemih, dan mengganggu fungsi saluran
kemih atas. Dua proses menyebabkan obstruksi ini: hiperplasia dan
hipertrofi. Hiperplasia berawal pada sel-sel glanduler (stromal) di dekat
uretra-zona transisi. Pada tingkat mikroskopik, hiperplasia prostat tampak
noduler, namun efek pada palpasi adalah pembesaran kelenjar simetris
yang bebas dari karakteristik nodus yang terpalpasi pada kanker prostat.
Obstruksi terjadi saat hiperplasia menyempitkan lumen dari segmen uretra
yang melalui prostat. Obstruksi juga terjadi saat prostat melampaui di atas
leher kandung kemih, menurunkan kemampuannya untuk menyalurkan
urine sebagai respons terhadap miksi, dan saat pertumbuhan dari lobus
median prostat meluas ke dalam uretra prostatika. BPH juga dipengaruhi
oleh kapsul prostat (jaringan ikat yang menutupi kelenjar); pada sebagian
laki-laki kapsul ini memungkinkan hiperplasia meluas keluar,
meningkatkan ukuran prostat, selanjutnya tingkat keparahan kompresi
uretra dan obstruksi urine. Hipertrofi otot polos prostat juga berkontribusi
terhadap obstruksi uretra melalui tekanan aktif dan pasif. Hiperplasia
prostat disertai dengan hipertrofi otot polos kelenjar. Hipertrofi otot polos
memicu obstruksi urine dengan meningkatkan tonus otot pada leher
kandung kemih dan uretra proksimal (prostatika) dan meningkatkan
secara mekanis jaringan yang mengonstriksi lumen uretra.
Respon awal kandung kemih terhadap peningkatan resistensi uretra
terhadap aliran keluar adalah meningkatkan kekuatan kontraksi detrusor.
Strategi ini sering kali berhasil pada awalnya, sehingga banyak laki-laki
yang melaporkan hilangnya LUTS yang mengganggu yang dapat menetap
selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Namun, pertumbuhan
prostat lebih lanjut dan eksaserbasi obstruksi uretra pada akhirnya

14
melampaui kemampuan otot detrusor untuk memastikan evakuasi
kandung kemih yang efektif melalui miksi. Hasilnya dapat berupa
penurunan kekuatan aliran urine, dan perasaan tidak lampias walaupun
setelah berkemih. Selain LUTS ini, laki-laki cenderung memperhatikan
LUTS yang memengaruhi penyimpanan kandung kemih, frekuensi
berkemih pada siang hari, nokturia, dan urgensi. JIika klien tidak mencari
bantuan untuk LUTS ini dan proses pembesaran prostat berlanjut,
detrusor akan berdekompensasi menyebabkan volume residual urine, dan
pada akhirnya kelemahan kontraksi otot, bahkan setelah obstruksi uretra
hilang.
Jika obstruksi yang berkaitan dengan BPH berkepanjangan dan
parah, klien akan mengalami gangguan fungsi ginjal atau gagal ginjal.
Untungnya, kondisi ini, kadang disebut sebagai prostatisme tersembunyi,
hanya menyerang sebagian sangat kecil laki-laki yang mengalami BPH
(yaitu kurang dari 1%).
Infeksi saluran kemih dan hematuria juga dapat berkaitan dengan
BPH. Obstruksi jalan keluar kandung kemih dan retensi urine
meningkatkan risiko ISK. Risiko ini paling besar jika dilakukan
kateterisasi, sistoskopi, atau bedah transuretral, yang memungkinkan
bakteri di dalam asinus prostat mencapai kandung kemih. Retensi dan
obstruksi urine juga dapat mempersulit terapi ISK karena pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap mengganggu evakuasi urine, bakteri,
dan toksin dari kandung kemih.
Patofisiologi dari hematuria oleh BPH tidak sepenuhnya
dimengerti. Diketahui bahwa angiogenesis (pertumbuhan pembuluh
darah) adalah bagian dari hiperplasia dan bahwa pembuluh ini rentan
terhadap kerusakan dan perdarahan. Perdarahan yang berkepanjangan
juga dapat terjadi setelah kateterisasi, sistoskopi, atau bedah prostat
transuretral. Insiden hematuria pada laki-laki dengan BPH tidak diketahui,
namun tercatat bahwa hematuria adalah indikasi utama pembedahan
transuretral pada BPH pada 12% pria yang terdiagnosis BPH.

15
5. Pathway

6. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Data demografi ( Nama,TTL, Pekerjaan, Jenis kelamin: ( Hanya
dialami oleh seorang laki laki )
2) Alasan masuk rumah sakit:
Biasanya pasien mecngeluh nyeri pada saat miksi dan
perasaan ingin miksi yang mendadak saat miksi harus
menunggu lama dan kencing terputus- putus.
3) Keluhan utama:
Nyeri saat miksi
4) Upaya yang dilakukan:
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor
untuk merelaksasikan otot polos prostat dan salura kemih agar
terbuka

16
5) Status kesehatan saat ini
a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang menjadikan alasan pasien
karena biasanya nyeri  saat miksi, pasien juga sering
mengeluh saat miksi, pasien juga sering BAK berulang
ulang (anyang-anyangan), terbangun ingin miksi saat
malam hari, perasaan ingin miksi yang sangat mendesak,
kalau miksi harus menunggu lama, harus mkencing terputus
putus.
b) Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh nyeri saat miksi,pasien merasakan
jika inginmiksi harus menunggu lama, harus mengedan dan
kencing terputus-putus.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan
klien melalui metode PQRST  dalam bentuk narasi
- P (paliatif dan profokatif) : pasien mengeluh sakit pada
saat miksi dan harus menunggu lama dan harus
mengedan.
- Q (Quality atau Quanty): pasien mengatakan tidak bisa
melakukan hubungan seks.
- R (Regio dan Radiasi) :keluhan tersebut tempatnya ,
yaitu di bawah kandung kemih
- S (Saverit atau Scale) : keluhan tersebut mengganggu
aktifitas dan mengeluh sering BAK berulang-ulang.
- T (Timing) : saat pasien ingin miksi dan lebih sering
terbangun pada saat malam hari.
6) Riwayat kesehatan terdahulu
a) Riwayat penyakit sebelumnya :
Klien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah
klien pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya.

17
7) Riwayat penyakit keluarga:
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit sekarang.  
8) Riwayat pengobatan :
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih
akan lebih terbuka.obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor
mampu menurunkan kadar  dehidrotestosteron intraprostat,
sehingga dengan turunya kadar testosteron dalam plasma maka
prostat akan mengecil.
9) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) Kesadaran
Pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia, keluhan
yang sering dialami dikenal dengan istilah LUTS (lower
urunary tract symtoms) yaitu pancaran urin lemah,
intermitensi,ada sisa urin pasca miksi, urgensi, frekuensi
dan disuria.
c) Tanda-tanda vital:
- Tekanan darah : mengalami peningkatan pada tekanan
darah
- Nadi : adanya peningkatan nadi. Hal ini merupakan
bentuk kompensasi dari nyeri yang tibul akibat
opstruksi meatus uretalis dan adanya distensi bladder.
- Respirasi : terjadi peningkatan frekuensi nafas akibat
nyeri yang dirasakan pasien.
- Suhu : terjadi peningkatan suhu akibat retensi urin
berlangsung lama seiring ditemukan adanya tanda
gejala urosepsis.
d) Pemeriksaan body sistem
e) Sistem pernafasan

18
- Inspeksi : biasanya klien terjadi sesak nafas, frekuensi
pernafasan
- Perkusi : biasanya suara paru tetap resonan di kedua
lapang paru
- Palpasi : pada palpasi supra simfisis akan teraba
distensi badder.
- Auskultasi : biasanya terdengar suara nafas tambahan
seperti ronchi,wheezing,suara nafas menurun, dan
perubahan bunyi nafas.
f) Sistem kardiovaskular
- Inspeksi : tidak terdapat sianosis , tidak terdapat
perubahan letak maupun pemeriksaan pada inspeksi.
- Palpasi : biasannya denyut nadi meningkat akral hangat
CRT  detik
- Perkusi : pada pemeriksaan manusia normal
pemeriksaan perkusi yang didapatkan pada thorax
adalah redup.
g) Sistem persyarafan
- Inspeksi : klient menggigil, kesadaran menurun dengan
adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat sampai
pada syok septik.
h) Sistem perkemihan
- Inspeksi : terdapat massa padat dibawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih)
- Palpasi : pada palpasi bimanual ditemukan adanya
rabaan pada ginjal. Dan pada palpasi supra simfisis
akan teraba distensi bladder dan terdapat nyeri tekan.
- Perkusi :dilakukan untuk mengetahui adatidaknya
residual urin terdapat suara redup dikandung kemih
karena terdapat residual (urin).
i) Sistem pencernaan

19
- Mulut dan tenggorokan : hilang nafsu makan mual dan
muntah.
- Abdomen : datar (simetris)
- Inspeksi : bentuk abdomen datar , tidak terdapat masa
dan benjolan.
- Auskultasi : biasanya bising usus normal.
- Palpasi ; tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat
pembesaran permukaan halus.
- Perkusi ; tympani
j) Sistem integumen
- Palpasi : kulit terasa panas karena peningkatan suhu
tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis klien
menggigil , kesadaran menurun.
-
k) Sistem endokrin
- Inspeksi : adanya perubahan keseimbangan hormon
testosteron dan esterogen pada usia lanjut.  
l) Sistem reproduksi
Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak
ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit
penyerta seperti stenosis meatus. Pemeriksaan RC (rectal
toucher) adalah pemeriksaan sederhana yangpaling mudah
untuk menegakan BPH. Tujuannya adalah untuk
menentukan konsistensi sistem persarafan unut vesiko
uretra dan besarnya prostate.
m) Sistem muskuloskletal
Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada
paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi selama
traksi masih diperlukan.
n) Sistem pengindraan

20
- Inspeksi : pada pasien BPH biasanya pada sistem ini
tidak mengalami gangguan
o) Sistem imun
Tidak terjadi kelainan  imunitas pada penderita BPH.
10) Pemeriksaan penunjang (Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI))
Pemeriksaan lainya yang bisa membantu penegakan
diagnosis BPH adalah USG ginjal ( melihat komplikasi) dan
vesika urinaria (tampak pembesaran jaringan prostat).
Pemeriksaan uroflowmetri sangat penting dengan melihat
pancaran urin.berikut penilaian dari pemeriksaan uroflowmwtri :
a) Flow rate maksimal > 15ml/detik = non ostruktif
b) Flow rate maksimal 10-15ml/detik = border line
c) Flow rate maksimal < 15ml/detik = obstruktif.
Pemeriksaan penunjang antara lainnya :
d) BNO/ IVP : untuk menentukan adanya divertikel, penebalan
bladder.
e) USG dengan Transuretral Ultrasonografi prostat (TRUS P)
unruk menentukan volume prostat.
f) Trans-abdomal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang
menonjol ke buli-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan
derajat berat obstruksi apabila ada batu dalam vesika.
g) Dilakukan pemeriksaan colok dubur (rektaltuse) untuk
merasakan / meraba kelenjar prostat. Dengan pemeriksaan
inni bias diketahui adanya pembesaran prostat. Benjolan
keras (menunjukkan kanker) dan nyeri tekan (menunjukan
adanya infeksi).
- Grade 0 : Penonjolan prosrat 0-1 cm ke dalam rectum.
- Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
- Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
- Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
- Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.

21
h) Uretrosistoskopi, pemeriksaan ini secara visual dapat
mengetahui keadaaan uretra prostatika dan buli-buli.
Uretrosistoskopi dilakukan pada saat akan dilakukan
tindakan pembedahan untuk menentukan tindakan yang akan
diambil yakni TUIP, TURP atau prostatektomi terbuka.

Pemeriksaan laboratorium
i) Hasil Pemeriksaan darah lengkap tidak menunjukan adanya
kelainan, kecuali disertai dengan urosepsis yaitu adnya
peningkatan leukosit.
j) Pemeriksaan urin lengkap akan ditemukan adanya bakteri
patogen pada kultur jika ada infeksi dan adanya eritrosit jika
terjadi reptur pada jaringan prostat.
k) Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen)
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan
berdasarkan kadar PSA. Kadar PSA di dalam serum dapat
mengalami peningkatan pada peradangan, setelah
manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada
retensi urin akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia
yang makin tua. Serum PSA meningkat pada saat terjadi

22
retensi urin akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun
terutama setelah 72 jam dilakukan kateterisasi. Rentang
kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah:

- 40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml


- 50-59 tahun : 0-3,5 ng/ml
- 60-69 tahun : 0-4,5 ng/ml
- 70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml
b. Diagnosa Keperawatan
1) Retensi urin b.d Peningkatan tekanan uretra
2) Nyeri Akut b.d agen pencedera biologis
3) Inkontinensia Urin Berlebih b.d ketidakadekuatan destrussor

7. Penatalaksaan berdasarkan Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI)


a. Waiting Watchful,
Waiting artinya klien tidak mendapatkan terapi apapun namun
perkembangan penyakitnya selalu di pantau oleh dokter. Pada
watchful waiting ini, klien diberikan penjelasan mengenai hal yang
dapat memperburuk keluhannya, misalnya mengkonsumsi kopi atau
alkohol setelah makan malam, membatasi konsumsi obat-obatan
influenza yang mengandung fenilpropanolamin, makan makanan
pedas dan asin, dan menahan kencing yang terlalu lama. Setiap 6
bulan, klien diminta untuk memeriksakan diri dan memberitahukan
mengenai perubahan keluhan yang dirasakannya. Watchful waiting
dilakukan jika klien belum bermasalah dengan pembesaran prostat
yang dialami
b. Medikamentosa
Terapi medikasi dilakukan jika BPH mulai bergejala dan
mencapai tahap tertenu. Dalam pengobatan, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan diantaranya jenis obat yang digunakan, pemilihan
obat, dasar pertimbangan terapi, dan evaluasi selama pemberian obat.
Beberapa obat yang biasa digunakan adalah antagonis adregenik α

23
yang bertujuan menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga
mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Beberapa obat
dari golongan antagonis adregenik α diantaranya pirazosin, terazosin
(Hytrin, Hytroz), doksazosin (Cardura), dan tamsulosin (Harnal Ocas,
Flomax). Selain itu ada obat dari golongan inhibitor 5 α-reduktase
yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) contoh obat, Prostacom, Alopros, Finpro.
Phospodhytrase 5 Enzyme Inhibitors diantaranya tadalafil (Cialis,
Slidenafil).

c. Tindakan operasi
1) Transurethral Resection of the Prostate (TURP) prosedur pembedahan
yang dilakukan melalui endoskopi TURP dilaksanakan bila
pembesaran terjadi pada lobus tengah yang langsung melingkari
uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang mengalami
reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan kebutuhan
waktu tidak terlalu lama.
2) Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar prostat dari uretra melalui kandung kemih.
3) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui
suatu insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.
4) Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih.
5) Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan
cara memasukkan instrumen melalui uretra. Keuntungannya berupa
tindakan lebih cepat, morbiditas lebih rendah dengan resiko ejakulasi
retrograde lebih rendah (25%).
6) Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan
melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2
jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas sehingga

24
terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap dijaringan prostat.
(Sjamsuhidajat, 2011).
B. Konsep TURP
1. Pengetian
Suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop. Merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta
tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan.
Transurethral resection of the prostate (TURP) dapat dipakai sebagai
criteria standar untuk mengurangi “bladder outlet obstruction (BOO)
secondary to BPH”. TURP merupakan metode paling sering digunakan
dimana jaringan prostat yang menyumbat dibuang melalui sebuah alat
yang dimasukkan melalui uretra (saluran kencing). Merupakan salah satu
jenis operasi endoskopi yang banyak dilakukan saat ini adalah TURP
(transurethral resection of the prostate) dimana kelenjar prostat dipotong
dengan cara dikerok dengan menggunakan energi listrik. Setelah TURP
dipasang folley kateter tiga saluran ( three way cateter ) ukuran 24 Fr yang
dilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateter
ditarik kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja
sebagai hemostat. Kemudian ditraksi pada kateter folley untuk
meningkatkan tekanan pada daerah operasi sehingga dapat mengendalikan
pendarahan. Ukuran kateter yang besar dipasang untuk memperlancar
membuang gumpalan darah dari kandung kemih.
2. Indikasi TURP
a) Pasien dengan gejala sumbatan menetap
b) Pembesaran prostat yang progesif dan tidak dapat di terapi dengan
obat
c) Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran 30 –
60 gram dan pasien cukup sehat.
3. Dampak TURP
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Timbulnya perubahan
pemeliharaan kesehatan karena tirah baring selama 24 jam pasca turp.

25
Adanya keluhan nyeri karena spasme buli-buli memerlukan
penggunaan antipasmodik sesuai terap dokter.
b) Pola nutrisi dan metabolisme klien yang dilakukan anasthesi SAB
tidak boleh makan dan minum sebelum flatus
c) Pola eliminasi. Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan
TURP. Retensi urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada
kateter. Sedangkan inkontinensia dapat terjadi setelah kateter dilepas.
d) Pola aktivitas dan latihan. Adanya keterbatasan aktivitas karena
kondisi klien yang lemah dan terpasang traksi keteter selama 6-24
jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi
selama traksi masih diperlukan.
e) Pola tidur dan istirahat. Rasa nyeri dan perubahan situasi karena
hospitalisasi dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
f) Pola kognitif dan perseptual. Sistem penglihatan, pendengaran,
pengecap, peraba dan panghidu tidak mengalami gangguan pasca
TURP
g) Pola persepsi dan konsep diri. Klien dapat mengalami cemas karena
kurang pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH pasca
TURP
h) Pola hubungan dan peran karena klien harus menjalani perawatan di
RS, maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam
keluarga, tempat kerja, dan masyarakat.
i) Pola reproduksi sexual. Tindakan TURP dapat menyebabkan
impotensi dan ejakulasi retrograd.
4. Penatalaksanaan Post TURP
Continuous bladder irrigation adalah sebuah prosedur yang
dirancang untuk mencegah formasi dan retensi clot sehubungan dengan
dilakukannya TURP (Christine, Ng, 2001). Afrainin, Syah (2010)
menjelaskan Continuous Bladder Irrigation (CBI) merupakan tindakan
membilas atau mengalirkan cairan secara berkelanjutan pada bladder
untuk mencegah pembentukan dan retensi clot darah yang terjadi setelah

26
operasi transurethral resection of the prostate (TURP). Prosedur ini
dilakukan dengan memasukkan kateter threeway ke dalam uretra hingga
ke kandung kemih. Prosedur ini umumnya dilakukan pada 24 jam
pertama post operasi TURP dan dilakukan sebagai bagian dari perawatan
post operatif post operasi TURP. Irigasi bladder tidak boleh dianggap
remeh oleh perawat karena risiko komplikasi yang dapat timbul seperti
perdarahan, retensi clot, infeksi genitourinari, dan kegagalan untuk
mengosongkan kandung kemih (Mebust, Holtgrewe, Cockett, and Petters,
1989 dalam Afrainin, 2010).Afrainin, Syah (2010) menyatakan bahwa
penggunaan kateter tertutup dengan aliran yang berkelanjutan dapat
digunakan dengan kecepatan aliran yang direkomendasikan 500 ml/jam.
Normal saline juga sangat dianjurkan sebagai cairan irigasi bukan glycine
ataupun air steril, dengan kecepatan yang direkomendasikan untuk
mengurangi terjadinya hematuria. Air sebaiknya tidak digunakan sebagai
cairan irigasi, karena akan menyebabkan osmosis, dan akan mudah
diabsorbsi dan menyebabkan sindrom TUR.
Normal saline merupakan cairan yang paling baik karena
merupakan cairan isotonik dan tidak mudah diabsorbsi. Klien dengan
irigasi kandung kemih harus didokumentasikan intake dan output dalam
sebuah chart irigasi bladder. Selain itu, klien juga harus dipantau untuk
mengetahui ada atau tidak hematuria dengan memantau warna urin dan
konsistensinya (Afrainin, 2010). Jika tidak terdapat komplikasi, kecepatan
aliran dapat dikurangi dan kateter dapat dilepas pada hari pertama atau
hari kedua post operasi. Pemantauan CBI penting untuk dilakukan guna
menghindari risiko yang mungkin terjadi. Risiko tersebut diantaranya
infeksi saluran kemih (Kennedy, 1984 dalam Afrainin, 2010), clot yang
terkumpul yang dapat menimbulkan obstruksi dan menyebabkan nyeri,
kelebihan volume cairan, dan ruptur kandung kemih (Gilbert and Gobbi,
1989 dalam Afrainin, 2010). Perawat bertanggung jawab untuk
memberikan perawatan klien yang efektif yang meliputi pemantauan
aliran berkelanjutan selama 24 jam masa kritis. Selain itu, perawat juga

27
harus mampu mengidentifikasi kateter yang tersumbat dan mengambil
tindakan yang tepat untuk mengatasi hal tersebut. Gilbert and Gobbi
(1989) dalam Afrainin, Syah (2010) menjelaskan tanda dari kateter yang
tersumbat antara lain spasme kandung kemih, kebocoran urin di sekitar
kateter, distensi pada area suprapubik, terdapat clot pada lumen. Selain
itu, jumlah output drainase yang tidak sama dengan intake irigasi atau
klien mengeluh terdapat keinginan yang mendesak untuk BAB (Afrainin,
2010).

28
5. Komplikasi
a. Impotensi (disfungsi ereksi)
Efek dari pembengkakan prostat yang pertama adalah impotensi.
Impotensi atau disebut juga disfungsi ereksi merupakan kesulitan
mencapai atau mempertahankan ereksi (penis mengeras saat
terangsang). Meskipun kondisi ini umumnya disebabkan oleh
masalah kesehatan lain seperti penyakit jantung, diabetes, kadar
testosteron yang rendah, serta masalah psikologis tertentu,
pembengkakan prostat bisa jadi salah satu pemicunya.
Selain itu, kondisi ini biasanya diakibatkan oleh prosedur
transurethral resection of the prostate (TURP). Prosedur bedah ini
memang biasanya dilakukan pada pasien BPH. Dikutip dari
Healthline, sekitar 5-10 pria mengalami impotensi setelah menjalani
pembedahan ini.

29
Selain prosedur TURP, obat untuk mengobati pembengkakan
prostat yakni alpha blocker juga dapat menyebabkan kesulitan
ejakulasi dan disfungsi ereksi. Alpha blocker seperti doxazosin
(Cardura) dan terazosin (Hytrin) membuat pria lebih susah
berejakulasi karena cara kerja obat ini yaitu mengendurkan kandung
kemih dan sel-sel otot prostat. Salah satu komplikasi pasca operasi
yang dapat ditimbulkan setelah TURP yakni dapat menyebabkan
disfungsi ereksi. Sejumlah pasien mengalami DE 3 bulan setelah
TURP (Choi, 2010). TURP yang diikuti terjadinya impotensi
dilaporkan terjadi antara 4% dan 30% (Tanagho and McAnicnh,
1992).
b. Ejakulasi retrograde
Tak hanya itu, prosedur TURP juga menyebabkan ejakulasi
retrogade atau yang disebut juga dengan orgasme kering. Hal ini
membuat air mani (sperma) yang seharusnya keluar saat orgasme
malah masuk kembali ke kandung kemih, bukan keluar melalui penis
seperti seharusnya.
Menurut Harvard Medical School, sebanyak 50-75 persen pria
yang menjalani TURP mengalami ejakulasi retrograde. Kondisi ini
tidak berbahaya, hanya saja bisa membuat pria tidak subur. Selain
itu, hal ini juga bisa mengurangi kepuasan seksual pasangan Anda.
Ejakulasi retrograde tidak berbahaya, tetapi dapat menyebabkan
infertilitas. Ini membuat inseminasi 'alami' menjadi tidak mungkin.
c. Gairah seksual menurun
Inhibitor alpha reductase seperti dutasteride dan finasteride
diresepkan oleh dokter untuk pasien pembengkakan prostat.
Sayangnya, obat ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan
penurunan gairan seksual pada pria. Pria yang mengonsumsi obat-
obatan ini juga dapat mengalami jumlah sperma yang lebih rendah,
volume sperma berkurang, dan gerakan sperma yang lebih lambat.

30
6. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian pre operatif
Kaji pemahaman pasien tentang
a) Penyakitnya
b) Pengalaman operasi sebelumnya
c) Tujuan dan operasi tindakan operasi
d) Persiapan operasi baik fisik maupaun penunjang
e) Situasi dan kondisi kamar operasi dan petugas
f) Latihan yang harus dlakukan sebelum operasi dan yang harus
dijalankan setelahnya, seperti latihan napas dalam, batuk efektif,
ROM, dll
Kaji gejala yang dialami pasien
a) Kaji pola tidur pasien
b) Pemeriksaan fisik
- TTV sebelum masuk kamar operasi
- Kaji jalan napas : daerah kepala dan leher untuk melihat
adanya tismus, keadaan gigi geligi, adanya gig palsu,
gangguan fleksi dan ekstensi leher, devisiasi trachea, adanya
massa.
- Jantung untuk mengevolusi kondisi jantung
- Paru-paru untuk menilai adanya, dispnea, ronci dan mengi
- Abdomen untuk menilai adany distensi, massa, achites, hernia,
tanda regurtitasi, faeses dicolon.
- Punggung untuk melihat deformitas, memar atau infeksi
- Neurologis : status mental, fungsi saraf cranial, kesadaran,
fungsi sensorimotorik
- Ekstrimitas,untuk melihat perfusi distal, jari tubuh, sianosis,
kulit dan vena serta fungsi vena.
c) Perisapan Klien

31
- Bila seorang perokok maka harus berhenti merokok beberapa
minggu sebelum operasi, untuk menghindari gangguan proses
penyembuhan
- Bila menggunakan obat seperti aspirin dan ibuprofen maka
harus berhenti paling tidak 2 minggu sebelu operasi; hal
berhubungan dengan pembekuan darah
- Harus diinformasikan tentang kondisi kesehatan; apakan punya
medikal atau surgucal history, seperti hipertensi, diabetes,
anemia, pernah mengalami operasi apa sebelumnya.
- Harus di informasikan tentang obat dan suplemen yang di
konsumsi; baik yang ada resepnya dari dokter atau non-resep.
- Menelaah identitas pasien (rekam medik)
- Mengkaji daerah pembedahan

d) Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPH kebanyakan
lansia
- Pemeriksaan Radiologi: BNO (puasa minimal 8 jam
sebelumnya), IVP ( sebelumnya pasien diberikan diet bubur
kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi
bicara untuk meminimalkan masuknya udara), Ronten thorax
e) Pemeriksaan laboratorium rutin
- Darah : Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah,
massa pembedahan, dan pembekuan
- Urine : protein, reduksi, sedimen

2) Pengkajian post operasi


a) kaji ttv selama 24 jam pasca operasi
b) kaji kondisi area operasi
- kondisi balutan
- adanya perdarahan
- insisi atau jahitan

32
- kaji tanda-tanda inflamasi
- pertahankan kondisi luka tetap kering
- hindari menyentuh luka dengan tangan atau benda yang tidak
steril
- berikan kondisi tinggi protein, vitamin dan mineral
- kaji kemampuan pasien dalam bernapas dan adanya gangguan
napas
- kaji intake dan output nutrisi dan cairan
- kaji tanda dan gejala infeksi
- kaji respon pasien terhadap pembedahan
- evaluasi efektifitas dari askep diruang operasi
- menentukan status psikologi pasien adakah disorientasi
c) Pengelolaan pasien (Irigasi/Spoling dengan Nacl)
- Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
- Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
- Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
- Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
- Hari ke 4 post operasi diklem
- Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada
masalah (urin dalam kateter bening)
- Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada
masalah (cairan serohemoragis 50cc) ‘
- Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat
injeksi selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan
minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan obat oral.
- Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24
jam post operasi
- Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post
oprasi dengan betadin
- Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)

33
- DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
- Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
- Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
- Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada
kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter.
- Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu
mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat
membantu menghilangkan spasme.
- Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk
berjalan-jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat
meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
- Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai
kembali kontrol berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan
sampai passien mencapai kontrol berkemih.
- Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda
kemerahan kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam
24 jam setelah pembedahan.
- Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat
dan sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri.
Darah vena tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan
vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga
balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan
tekannan pada fossa prostatik.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a) Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra
b) Nyeri ( akut ) berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis, agen pencendera kimiawi, agen pencedera fisik.

34
c) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, krisis
maturasional, ancaman terhadap kematian, kekhawatiran
mengalami kegagalan, kurang terpapar informasi.
d) Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keteratasan kognitif,
gangguan fungsi kognitif, kurang terpapar informasi, kurang
minat dalam belajar, kurang mampu mengingat, ketidaktahuan
menemukan sumber informasi.
2. Post Operasi
a) Nyeri kronis b.d infiltrasi tumor, kondisi pasca trauma,
tekanan emosional.
b) Perdarahan post operasi b.d tindakan operasi
c) Resiko ketidakseimbangan cairan b.d post operasi
d) Resiko tinggi infeksi b.d dengan penyakit kronis, efek
prosedur invasif, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
dan sekunder.
e) Resiko tinggi cidera b.d transportasi, perubahan sensasi.
f) Resiko disfungsi seksual b.d gangguan urologi, ketidak
adekuatan edukas.
g) Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan

35
c. Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
No Tujuan Dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1. Tujuan : 1. Dorong klien 1. Untuk meminimalkan
Klien menu untuk berkemih retensi urin distensi
jukkan tiap 2-4 jam dan berlebihan pada
pengurangan bila tiba-tiba vesika urinari.
penumpukkan dirasakan.
urine pada 2. Observasi aliran 2. Untuk mengevaluasi
bladder dalam urin, perhatian obstruksi dan pilihan
3 x 24 jam jumlah urin dan intervensi
Kriteria hasil: kekuatan 3. Retensi urine
pancarannya. meningkatkan
a. Berkemih
3. Awasi dan catat tekanan dalam
dalam
waktu serta saluran perkemihan
jumlah
jumlah setiap kali yang dapat
yang
berkemih mempengaruhi fungsi
cukup/nor
ginjal
mal
b. Tidak 4. Berikan cairan 4. Untuk meningkatkan
terapa sampai 3000 ml aliran cairan,
distensi sehari dalam meningkatkan perfusi
vesika toleransi jantung. ginjal serta
urinari 5. Berikan obat membersihkan ginjal,
sesuai indikasi vesika urinari dari
(antispamodik) pertumbuhan bakteri.
5. Untuk mengurangi
spasme vesika urinari
dan mempercepat
penyembuhan

36
No Tujuan Dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
2. Tujuan : 1. Kaji nyeri, 1. Untuk menentukan
Klien tidak perhatikan lokasi intervensi selanjutnya
menunjukkan dan intensitas 2. Untuk menurunkan
wajah nyeri (1-10). tegangan otot,
meingis 2. Berikan tindakan memfokusksn
dalam 2 x 24 kenyamanan kembali perhatian
jam (sentuhan dan dapat
Kriteria Hasil terapeutik, meningkatkan
: pengubahan kemampuan koping.
posisi, pijatan 3. Diperlukan selama
a. Menunju
punggung ) dan fase awal dan fase
kkan
aktivitas akut
nyeri
terapeutik.
berkurang
3. Pertahankan tirah
/hilang
baring jika
diindikasikan
b. Ekspresi 4. Pertahankan 4. Mempertahankan
wajah patensi kateter fungsi kateter dan
rileks dan sistem drainase sistem,
drainase. menurunkan resiko
Pertahankan distensi / spasme
selang bebas buli - buli.
dari lekukan dan 5. Untuk
bekuan Menghilangkan
5. Kolaborasi spasme
dalam pemberian
antispasmodik

No Tujuan Dan Intervensi Rasional

37
Kriteria Hasil
3. Tujuan : 1. Pantau keluaran 1. Diuresisi yang cepat
. Klien urin tiap jam bila dapat mengurangkan
menunjukkan diindikasikan. volume total karena
tanda-tamda Perhatikan ketidakcukupan
keseimbangan keluaran 100-200 jumlah natrium
cairan tubuh ml/. diabsorbsi tubulus
dapat dikontrol 2. Pantau masukan ginjal
dalam 2 x 24 dan kaluaran 2. Indikator
jam cairan. keseimangan cairan
Kriteria hasil: 3. Awasi tanda- dan kebutuhan
tanda vital, penggantian.
1. TTV stabil
perhatikan 3. Deteksi dini
2. Membran
peningkatan nadi terhadap
mukosa
dan pernapasan, hipovolemik
lembab
penurunan tekanan sistemik.
3. Keluaran
darah, diaforesis
urin tepat
dan pucat. 4. Menurunkan kerja
4. Tingkatkan tirah jantung
baring dengan memudahkan
kepala lebih hemeostatis
tinggi. sirkulasi.
5. Kolaborasi dalam 5. Berguna dalam
memantau evaluasi kehilangan
pemeriksaan darah / kebutuhan
laboratorium penggantian. Serta
sesuai indikasi. dapat
contoh: Hb / Ht, mengindikasikan
jumlah sel darah terjadinya
merah. komplikasi misalnya
Pemeriksaan penurunan faktor

38
koagulasi, jumlah pembekuan darah,
trombosit.

No Tujuan Dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
4. Tujuan : 1. Dampingi klien 1. Menunjukka
Klien dan bina hubungan perhatian dan
menunjukkan saling percaya. keinginan untuk
keceemasan 2. Memberikan membantu.
berkurang atau informasi tentang 2. Membantu klien
hilang dalam 1 prosedur tindakan dalam memahami
x 24 jam yang akan tujuan dari suatu
Kriteria hasil: dilakukan. tindakan.
3. Dorong klien atau 3. Memberikan
a. Klien tidak
orang terdekat kesempatan pada
cemas lagi
untuk menyatakan klien dan konsep
b. Klien sudah
masalah atau solusi pemecahan
bisa
perasaan. masalah.
menerima
keadaannya
sekarang
c. Klien sudah
memahami
tujuan dari
pembedaha
n

No Tujuan Dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
5. Tujuan : Klien 1. Dorong klien 1. Membantu klien
paham tentang menyatakan rasa dalam mengalami
proses takut persaan dan perasaan.
penyakitnya perhatian. 2. Memberikan dasar

39
dan 2. Kaji ulang proses pengetahuan
prognosisnya penyakit, dan dimana klien dapat
dalam 1x 24 pengalaman klien. membuat pilihan
jam informasi terapi.
Kriteria hasil:

a. Prilaku dan
pola hidup
berubah
menjadi
lebih baik.
b. Berpartisip
asi dalam
pengobatan

2. Post Operasi
No Tujuan Intervensi Rasional
Dan
Kriteri

40
a Hasil
1. Tujuan 1. Jelaskan pada 1. Kien dapat
. klien tentang mendeteksi gajala
:
gejala dini dini spasmus
Klien
spasmus kandung kandung kemih.
mengat
kemih. 2. Menentukan
akan
2. Pemantauan klien terdapatnya
nyeri
pada interval yang spasmus sehingga
berkur
teratur selama 48 obat – obatan bisa
ang/hil
jam, untuk diberikan.
ang
mengenal gejala – 3. Memberitahu klien
dalam
gejala dini dari bahwa
3 x 24
spasmus kandung ketidaknyamanan
jam
kemih. hanya temporer.
Kriteri
3. Jelaskan pada 4. Mengurang
a hasil:
klien bahwa kemungkinan
a. Klien intensitas nyeri spasmus.
mengatak dan frekuensinya 5. Menurunkan
an nyeri akan berkurang tegangan otot,
berkuran dalam 24 sampai memfokuskan
g/hilang. 48 jam. kembali perhatian
b. Ekspresi 4. Beri penyuluhan dan dapat
wajah pada klien agar meningkatkan
klien tidak berkemih ke kemampuan
tenang. seputar kateter. koping.
c. Klien 5. Ajarkan 6. Sumbatan pada
menunju penggunaan selang kateter oleh
kkan teknik relaksasi. bekuan darah dapat
ketrampil 6. Menjaga selang menyebabkan
an drainase urine distensi kandung
relaksasi tetap aman dipaha kemih dengan

41
untuk mencegah peningkatan
peningkatan spasme.
tekanan pada 7. Mengurangi
kandung kemih. tekanan pada luka
Irigasi kateter jika insisi.
terlihat bekuan 8. Menghilangkan
pada selang nyeri dan mencegah
7. Anjurkan pada spasmus kandung
klien untuk tidak kemih.
duduk dalam
waktu yang lama
sesudah tindakan
TUR-P.
8. Kolaborasi
dengan dokter
untuk memberi
obat – obatan
(analgesik atau
anti spasmodik )

No Tujuan Intervensi Rasional


Dan
Kriteri
a Hasil
2. Tujuan 1. Pertahankan 1. Mencegah
. sistem kateter masuknya bakteri
: Klien
steril, berikan dan virus yang
tidak
perawatan kateter menyebabkan
menun
dengan steril. infeksi.
jukkan
.
tanda-
tanda

42
infeksi

Kriteri 2. Anjurkan intake 2. Meningkatkan


a hasil: cairan yang cukup output urine
( 2500 – 3000 ) sehingga resiko
a. Klien tidak
sehingga dapat terjadi ISK
mengalami
menurunkan dikurangi dan
infeksi
potensial infeksi. mempertahankan
b. TTV
3. Pertahankan fungsi ginjal.
normal
posisi urin bag 3. Menghindari
dan tidak
dibawah. refleks balik urine
menunjuk
4. Observasi tanda – yang dapat
kan tanda-
tanda vital, memasukkan
tanda
laporkan tanda – bakteri ke kandung
shock
tanda shock dan kemih.
c. Waktu
demam. 4. Mencegah sebelum
penyembu
5. Observasi urine: terjadi shock.
han sesuai
warna, jumlah, 5. Mengidentifikasi
dengan
bau. adanya infeksi.
yang
6. Kolaborasi 6. Untuk mencegah
direncanak
dengan dokter infeksi dan
an
untuk memberi membantu proses
obat antibiotik. penyembuhan.

43
No Tujuan Intervensi Rasional
Dan
Kriteri
a Hasil
3. Tujuan 1. Jelaskan pada 1. Menurunkan
klien tentang kecemasan klien
:
sebab terjadi dan mengetahui
Klien
perdarahan tanda – tanda
tidak
setelah perdarahan
menun
pembedahan dan 2. Gumpalan dapat
jukkan
tanda – tanda menyumbat
terjadi
perdarahan kateter,
nya
2. Irigasi aliran menyebabkan
pendar
kateter jika peregangan dan
ahan
terdeteksi perdarahan
dalam
gumpalan dalm kandung kemih
1 x 24
saluran kateter 3. Dengan
jam
3. Sediakan diet peningkatan
Kriteri
makanan tinggi tekanan pada fosa
a hasil:
serat dan memberi prostatik yang akan
a. Klien tidak obat untuk mengendapkan
menunjuk memudahkan perdarahan .
kan tanda- defekasi . 4. Dapat
tanda 4. Mencegah menimbulkan
pendaraha pemakaian perdarahan
n. termometer rektal, prostat .
b. TTV pemeriksaan 5. Traksi kateter
dalam rektal atau menyebabkan
batas huknah, untuk pengembangan
normal. sekurang – balon ke sisi fosa

44
c. Urin kurangnya satu prostatik,
lancar minggu . menurunkan
lewat 5. Pantau traksi perdarahan.
kateter kateter: catat Umumnya dilepas
waktu traksi di 3 – 6 jam setelah
pasang dan kapan pembedahan .
traksi dilepas . 6. Deteksi awal
6. Observasi: Tanda terhadap
– tanda vital tiap komplikasi, dengan
4 jam, pemasukan intervensi yang
dan pengeluaran tepat mencegah
dan warna urin. kerusakan jaringan
yang permanen .

No Tujuan Intervensi Rasional


Dan
Kriteri
a Hasil
4. Tujuan 1. Beri kesempatan 1. Untuk mengetahui
pada klien untuk masalah klien.
:
memperbincangk 2. Kurang
Klien
an tentang pengetahuan dapat
dapat
pengaruh TUR – membangkitkan
mempe
P terhadap cemas dan
rtahan
seksual. berdampak
kan
2. Jelaskan tentang : disfungsi seksual.
fungsi
kemungkinan 3. Bisa terjadi
seksual
kembali ketingkat perdarahan dan
dalam
tinggi seperti ketidaknyamanan.
3 x 24
semula dan 4. Untuk
jam.
kejadian ejakulasi mengklarifikasi
Kriteri

45
a hasil: retrograd (air kekhatiran dan
kemih seperti memberikan akses
a. Klien
susu). kepada penjelasan
tampak
3. Mencegah yang spesifik.
rileks dan
hubungan seksual
melaporka
3-4 minggu
n
setelah operasi .
kecemasan
4. Dorong klien
menurun .
untuk
b. Klien
menanyakan
menyataka
kedokter salama
n
di rawat di rumah
pemahama
sakit dan
n situasi
kunjungan
individual
lanjutan .
.
c. Klien
menunjuk
kan
keterampil
an
pemecaha
n masalah.
d. Klien
mengerti
tentang
pengaruh
TUR -P
pada
seksual.

No Tujuan Intervensi Rasional

46
Dan
Kriteri
a Hasil
5. Tujuan 1. Jelaskan pada 1. Meningkatkan
klien dan pengetahuan klien
:
keluarga sehingga mau
Klien
penyebab kooperatif dalam
memili
gangguan tidur tindakan
ki
dan kemungkinan perawatan .
kebutu
cara untuk
han
menghindari.
beristir
ahat/ti
dur
cukup
dalam
1 x 24
jam

Kriteri 2. Ciptakan suasana 2. Suasana tenang


a hasil: yang mendukung, akan mendukung
suasana tenang istirahat
a. Klien
dengan 3. Menentukan
mampu
mengurangi rencana mengatasi
beristiraha
kebisingan gangguan
t/tidur
3. Beri kesempatan 4. Mengurangi nyeri
dalam
klien untuk sehingga klien bisa
waktu
mengungkapkan istirahat dengan
yang
penyebab cukup .
cukup.
gangguan tidur.
b. Klien
4. Kolaborasi
mengungk

47
apan sudah dengan dokter
bisa tidur . untuk pemberian
c. Klien obat yang dapat
mampu mengurangi nyeri
menjelask ( analgesik ).
an faktor
penghamb
at tidur .

d. Evaluasi Keperawatan
1. Pre Operasi
- Klien tidak cemas untuk menghadapi operasi
- TTV
- Klien telah memahami prosedur operasi dan penatalaksanaan Post
Operasi
2. Post Operasi
- Rasa nyeri berkurang sampai hilang
- Tidak ada clot pada selang irigasi
- Pemenuhan kebutuhan tidur klien terpenuhi
- Nutrisi, Mobilisasi adekuat

C. Konsep Irigasi dan Instalasi


1. Data
Tentukan adanya perdarahan aktif (mis. Drainase pekat, merah tua).
a. Catat laju aliran urin dari kandung kemih
b. Nilai untuk kandung kemih buncit
c. Kaji ketidaknyamanan kandung kemih.
2. Rencana
a. Untuk menghapus bekuan darah dari kandung kemih klien
b. Untuk menanamkan obat ke dalam kandung kemih klien
c. Untuk memastikan paten sistem drainase

48
d. Untuk meredakan kejang kandung kemih
3. Tindakan
a. Irrigasi dengan Membuka Sistem Tertutup
b. Membuat Sistem Tertutup
c. Menanamkan Obat
d. Mempertahankan Irigasi Berkelanjutan
4. Evaluasi
a. Gumpalan darah dikeluarkan dari kandung kemih klien.
b. Obat-obatan mudah dimasukkan ke dalam kandung kemih klien.
c. Aliran larutan antibakteri terus menerus ditanamkan ke dalam bladdet
klien untuk mencegah atau mengobati infeksi saluran kemih.
d. Aliran Set steril irigasi (larutan kontinu dipertahankan untuk
mengevakuasi gumpalan dan mencegah penyumbatan kateter. . Kateter
tetap paten dan tidak terhalang oleh sedimen.
5. Irigasi Dengan Membuka Sistem Tertutup

Peralatan :
a. Set baru untuk irigasi yang lain
b. Sarung tangan bersih dan steril
c. Irigasi dengan cairan normal saline (or solution as ordered)
d. Catch basin
e. Antiseptic swab
f. Absorbent pad
Prosedur

a. Periksa pesanan dokter dan perawatan klien.


b. Kumpulkan peralatan.
c. Periksa identitas klien.
d. Menjelaskan prosedur dan alasan untuk klien.
e. Cuci tangan Anda.
f. Berikan privasi, dan tempatkan klien pada posisi yang nyaman. Posisi
telentang punggung adalah yang paling covenient jika klien dapat

49
mentolerir posisi ini. Angkat tempat tidur, dan rel sisi bawah jika perlu.
Kain linen lipat untuk mengekspos kateter.
g. Palpasi kandung kemih klien untuk memeriksa distensi.
h. Buka wadah steril di tempat tidur atau di atas meja tempat tidur.
Pertahankan sterilitas bagian dalam wadah. Jangan membersihkan sarung
tangan.
i. Tempatkan pad penyerap di bawah koneksi tabung dan kateter. Dasar
Pemikiran: Ini akan membentuk bidang kerja untuk mengairi kateter.
j. Tuang irrigant ke dalam wadah larutan.
k. Tempatkan jarum suntik dalam wadah. Jangan mencemari ujung jarum
suntik.
l. Tempatkan baskom pada pad untuk membentuk lapangan kerja. (Selalu
jaga agar ujung jarum suntik dan irrigant tidak terkontaminasi).
m. Putuskan sambungan kateter dari tabung drainase. Tempatkan tutup
pelindung steril di ujung tabung drainase atau pegang Di tangan yang tidak
dominan. Dasar Pemikiran: Ini akan mencegah ujung tabung yang
terkontaminasi.
n. Coil tubing di tempat tidur
o. Tempatkan kateter di tepi tangkapan. Dasar Pemikiran: Jika ujung kateter
menyentuh penutup, underpad, permukaan kulit yang terbuka, atau tabung
drainase, itu akan terkontaminasi.
p. Jangan gunakan sarung tangan steril setelah melepas sarung tangan bersih
q. Tanamkan 3050 mL irigasi ke dalam kateter dengan tekanan lembut
namun tegas.
- Pindahkan jarum suntik dan biarkan larutan mengering
- Turunkan tangkapan untuk memfasilitasi solusi kembali melalui
gravitasi.
- Lanjutkan mengairi kandung kemih klien dengan 30-50 mL Irrigant
sampai cairan kembali jernih atau gumpalan dikeluarkan.
r. Lepaskan tutup pelindung dari tabung drainase dan bersihkan dengan swab
antiseptik.

50
s. Usap ujung kateter dengan spons alkohol, dan hubungkan kateter ke
tabung drainase.
t. Pastikan garis lurus dari tabung ke kantong drainase. Keritingkan tubing
berlebih secara longgar di tempat tidur dan kencangkan pipa ke linen.
u. Pita kateter ke paha bagian dalam untuk perempuan dan ke perut untuk
laki-laki.
v. Rendahkan kasur dan pasang pengaman
w. Lepaskan sarung tangan dan rapikan peralatan.
x. Pastikan klien bersih dan nyaman. Tempatkan lampu panggilan mudah
dijangkau.
y. Cuci tangan Anda.
z. Kurangi solusi irigasi yang masih tersisa di sistem drainase kemih dari
catatan I&O klien.

6. Irrigasi Dengan Sistem Tertutup


Peralatan
a. Irrigation set
b. 30 mL syringe and 21 or 25 gauge 1 inch needle
c. Alcohol or povidone-iodine (Betadine) swab
d. Irrigating solution
e. Catheter clamp
f. CIean gloves
Procedure
a. Periksa pesanan dokter dan perawatan klien.
b. Kumpulkan peralatan.
c. Periksa identitas klien. Jelaskan prosedur dan alasannya kepada klien.
d. Cuci tangan.
e. Berikan privasi, dan tempatkan klien Pada posisi telentang punggung,
Jika ditoleransi

51
f. Angkat tempat tidur, dan rel sisi bawah di sisi tempat tidur yang
berfungsi.
g. Buka wadah steril. Pertahankan kemandulan di bagian dalam wadah
h. Tempatkan pad penyerap di bawah ujung kateter untuk membentuk
bidang kerja.
i. Tuang irrigant ke dalam wadah larutan.Isi jarum suntik 30 mL besar
dengan jumlah larutan irigasi yang dipesan.
j. Tempatkan jarum ke jarum suntik.
k. Jangan membersihkan sarung tangan.
l. Klem tubing hanya distal ke port injeksi.
m. Usap port injeksi kateter dengan alkohol atau larutan Betadine.
n. Masukkan jarum ke dalam port injeksi.
o. menyuntikkan larutan secara perlahan ke port. Dasar Pemikiran: Untuk
mencegah tekanan balik dalam sistem drainase urin.
p. Lepaskan jarum suntik dan jarum dari port injeksi.
q. Buka tabung drainase, dan kateter bawah. Dasar Pemikiran: Ini
memfasilitasi drainase.
r. Ulangi langkah irigasi sampai kembali bebas dari titik dan puing.
s. Turunkan ranjang dan angkat rel samping
t. Lepaskan sarung tangan dan buang peralatan
u. Cuci tangan Anda.
v. Kurangi solusi irigasi dari catatan I&O klien.

7. Instilling Medication
Peralatan :
a. Jarum suntik (ukuran tergantung pada jumlah larutan yang akan
ditanamkan) dan 25 jarum pengukur
b. Alkohol dan larutan swab dan yodium (betadin)
c. Obat yang sesuai untuk irigasi atau penanaman
d. Penjepit untuk kateter
e. Sarung tangan bersih

52
Prosedur

a. Periksa pesanan dokter dan rencana perawatan klien


b. Jelaskan prosedur kepada klien
c. Berikan privasi
d. Pasang peralatan, dan siapkan obat yang dipesan dalam jarum suntik
e. Cuci tangan Anda dan jangan memakai sarung tangan
f. Gosok situs port pada tabung kateter Foley dengan alkohol atau larutan
Betadine.
g. Klem tubing drainase sehingga obat tetap ada di kandung kemih klien.
h. Masukkan jarum secara miring ke dalam port injeksi.
i. Tanamkan obat secara perlahan.
j. Tarik jarum, dan bersihkan lokasi pelabuhan dengan alkohol atau kapas
Betadine.
k. Biarkan tubing dijepit selama 15-20 menit.
l. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan Anda,
m. Amati adanya distensi atau spasme kandung kemih saat kateter dijepit.
n. Buka tabung setelah 15-20 menit.

8. Mempertahankan Irigasi Terus Menerus

Peralatan :
a. lrrigating solution and container
b. Tubing
c. IV pole
d. Alkohol atau swab povidone-iodine (Betadine)
e. Bersihkan sarung tangan
Prosedur
a. Periksa pesanan dokter dan rencana perawatan klien
b. Dapatkan solusi irigasi dari apotek atau pasokan pusat.

53
c. Tempatkan label pada tas irigasi jika tidak berlabel. Sertakan nama klien,
tanggal, nomor kamar, jenis solusi, dan aditif.
d. Periksa identitas klien.
e. Jelaskan prosedur kepada klien dan berikan privasi.
“ Catatan: Prosedur dilakukan untuk membilas gumpalan dan puing-
puing dari kandung kemih setelah operasi prostat, dan untuk memberikan
hemostasis dan menanamkan obat-obatan.”
f. Cuci tangan Anda dan jangan bersihkan sarung tangan.
g. Lepaskan tutup pelindung dari spike pada tabung dan masukkan Spike ke
dalam port penyisipan wadah solusi. Gunakan teknik aseptik.
h. Tempatkan wadah solusi irigasi pada tiang IV dan tabung utama. Tinggi
tiang biasanya 24-36 inci di atas kandung kemih.
- Isi ruang tetes dengan menjepit ruang cairan sampai setengah penuh.
- Lepaskan tutup pelindung dari ujung tabung menggunakan teknik
aseptik.
- Buka roller clamp, dan biarkan larutan irigasi mengalir melalui pipa
sampai semua udara dikeluarkan. Dasar Pemikiran: Ini mencegah
udara memasuki kandung kemih dan menyebabkan ketidaknyamanan.
- Tutup klem rol, dan pasang kembali tutup pelindung di ujung tabung.
i. Hubungkan tubing ke lumen ketiga menggunakan teknik aseptik.
j. Lepaskan sarung tangan.
k. Sesuaikan laju tetesan larutan dengan menyesuaikan penjepit pada tabung
untuk menghasilkan laju irigasi per jam yang ditentukan.
- Dengan drainase yang jernih, laju tetesan harus sekitar 40-60 tetes per
menit.
- Ketika drainase berwarna merah cerah atau mengandung gumpalan
darah, tingkatkan laju tetesan. Dasar Pemikiran: Peningkatan laju
tetesan akan membersihkan drainase dan mengeluarkan gumpalan
darah.
- Ganti botol larutan irigasi menggunakan teknik aseptik.
- Tubing harus diganti minimal setiap 24 jam.

54
l. Pantau keluaran urin setidaknya setiap jam untuk mengamati patensi
sistem.
m. Kantong drainase kosong setidaknya setiap 4 jam. Kurangi jumlah irigasi
yang diinfuskan dari total output untuk mendapatkan output urin.
n. Cuci tangan

9. Bagan Untuk Irigasi Dan Instilasi Bladder

a. Jenis dan jumlah obat yang diberikan


b. Jenis dan jumlah cairan yang diberikan untuk irigasi
c. Tingkat administrasi solusi irigasi
d. Deskripsi keluaran urin, Termasuk warna dan adanya infeksi pada
gumpalan
e. Tanda-tanda ketidaknyamanan atau kram
f. Jumlah output urin aktual (total output urin dikurangi jumlah irigasi yang
ditanamkan)
g. Tanda dan gejala yang mengindikasikan potensi
Masalah Klinis Pilihan Intervensi
Flow Aliran irigasi tidak - Mungkin perlu menaikkan atau menurunkan
diresapi pada kecepatan standar IV dengan kantong irigasi yang terpasang
yang ditentukan. untuk membantu mengatur aliran menjadi
gravitasi.
- Pindahkan klem pengatur aliran ke situs baru di
pipa jika aliran lebih lambat dari yang dipesan.
Tubing dapat runtuh karena tekanan konstan dari
klem.
- Jika laju infus melambat, dapat mengindikasikan
gumpalan menghambat aliran. Irigasi kateter
mengikuti perintah dokter.
Solusi irigasi tidak - Ikuti langkah-langkah ini untuk mendapatkan
dikembalikan karena ada solusi irigasi:Sebuah. Ambil larutan dari kateter,
hambatan dalam sistem dengan menggunakan tekanan "tarik mundur"

55
sedang.
- Jika irrigantinya tidak kembali, palpasi kandung
kemih klien dan tanamkan 30 - 50 mL larutan
irigasi untuk mengaduk dan membersihkan
bekuan.
- Jika irrigantinya tidak kembali, sambungkan
kembali sistem kemih dan amati selama 30
menit. Kejang kandung kemih dapat
menghalangi aliran urin melalui sistem.
- Jika irrigantinya tidak kembali, bersihkan meatus
kemih klien dan tabung kateter dengan larutan
podium¬ - done - iodine (Betadine). Masukkan
kateter Foley lebih jauh ke dalam kandung kemih
klien. Jika bukaan lumen kateter menempel pada
dinding kandung kemih, itu menghalangi aliran
urin.

Masalah klinis Pilihan intervensi


Rasa sakit dan cemas klien - Jika irigasi masih tidak kembali setelah
menyebabkan "menjepit" melakukan prosedur di atas, beri tahu dokter
dan menciptakan untuk pesanan tersebut.
hambatan pada - Klien mengalami kejang kandung kemih yang
pembukaan aliran ke berlebihan. • Bantu klien mempraktikkan teknik
kateter, sehingga solusi relaksasi.
irigasi tidak dikembalikan - Tempatkan handuk hangat di atas perut klien
untuk meredakan kejang kandung kemih.
- Atur ulang posisi klien untuk mengurangi
tekanan pada kateter.
- Jika klien tidak dapat mengeluarkan irigasi,
berikan obat untuk mengurangi rasa sakit klien
atau kejang kandung kemih.

56
- Beri tahu dokter tentang kejang kandung kemih
untuk mendapatkan perintah untuk menempatkan
bantal pemanas di perut klien.
- Ikuti perintah dokter dan berikan antispasmodik
kemih.
Drainase merah cerah - Beri tahu dokter.
terus berlanjut bahkan - Terus berikan larutan dengan kecepatan cepat
ketika laju aliran larutan untuk membersihkan kandung kemih klien
meningkat sampai Anda mendapatkan pesanan dokter.
- Menilai klien untuk tanda-tanda anemia atau
kehilangan darah yang signifikan. Ambil tanda-
tanda vital, amati tekanan pengisian kapiler, dan
amati selaput lendir untuk tanda-tanda anemia.

57
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Benigna Hiperplasia Prostat (BPH) adalah penyakit yang menyerang
saluran kemih bawah dan biasa terjadi pada laki-laki, penyakit ini merupakan
penyakit yang memiliki faktor resiko dua yaitu dapat diubah maupun tidak
dapat diubah. Gejala yang terjadi dibedakan menjadi 4 derajat. BPH memiliki
pengkajian dan pemeriksaan fisik yang tidak hanya mengenai sistem
perkemihan, tetapi terkait juga dengan sistem yang lain. BPH memiliki
penatalaksanaan medikamentosa dan operasi.
Operasi yang biasa dilakukan adalah Trans Urethral Resection Prostat
dimana operasi ini dilakukan dengan cara mengeruk semua tumor jinak di
dalam prostat.
TURP bukanlah kompetensi kita sebagai perawat melainkan kompetensi
dokter, kompetensi kita ialah Irigasi sehingga kita seyogyanya mengetahui
TURP merupakan tindakan Irigasi tertutup dengan peralatan dan prosedur
yang sesuai standar.
B. Saran
Perawat harus memahami bagaimana pengkajian terhadap penyakit
Benigna Hiperplasia Prostat (BPH), dan dilanjutkan dengan observasi yang
dilakukan terutama pada saar pasien akan melakukan operasi. Pada pasien
BPH Diagnosa Keperawatan dapat berubah yaitu saat pasien baru di diagnosa
BPH, saat pasien akan melakukan operasi (Pre Operasi) dan setelah operasi
(Post Operasi).

58
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Rizki. 2007. FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERJADINYA PEMBESARAN


PROSTAT JINAK (Studi Kasus Di RS Dr. Kariadi, RS Roemani Dan RSI
Sultan Agung Semarang). Semarang : UNDIP.
Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi ke-8. Singapore : Elsevier.

Buleheck. 2013. Nursing Intervensions Classification NIC. Jakarta: EGC


De. Jong, Syamsuhidajat. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : ECC

Doenges, Marylnn E., Moorhouse, Mary Frances, Gaissler, Alice C. 2000.


Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Ke-3. Jakarta : EGC

Gatriniggar, Esti. 2013. continuous bladder irrigation (cbi) pada klien benigna
prostate hyperplasia (bph) post transurethral resection prostate (turp) di
ruang anggrek tengah kanan rsup persahabata. Depok : UI

Indah, Puspita. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Benigna Prostat Hiperplasia.


Fakultas Ilmu Kesehatan : UMP.
Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-
2017. Edisi ke-10.Alih bahasa : Prof. Dr. Budi Anna K. Jakarta : EGC

Potter & Perry. 2012. Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

S Bhatia, S Tewari, C Gomez, B Kava, V Sinha, G Narayanan. 2016. Prostate


artery embolization may improve erectile function with no deleterious effect
on ejaculation: a retrospective review of 53 patients. Miami : University of
Miami.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
&Suddarth. Vol 2.  EGC : Jakarta
Suharyanto, Toto, Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : TIM

Setiati, Siti, Idrus Alwi, Aru W. Sudoyo, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ke-6. Jilid II. Jakarta : Internal Publishing

59
LAMPIRAN

1. Pasca Operasi Kelenjar Prostat apa perawatan dirumah ?


a. Setelah proses operasi selesai dengan lancar maka 2 hari pasca operasi kelenjar
prostat dari rumah sakit dinyatakan boleh pulang untuk perawatan jalan maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan pasca operasi kelenjar prostat
yangdilakukan dengan operasi TURP (Transurethral Resection of the Prostate)
diantaranya seperti :
b. Sesampainya di rumah selama dua minggu pasien diharuskan minum cukup air putih
saja untuk membersihkan dari sisa-sisa bekas perdarahan pasca operasi
kelenjarprostat. Biasanya dianjurkan minum paling sedikit sebanyak dua liter dalam
sehari.
c. Disarankan untuk tidak melakukan aktivitas fisik yang berlebihan seperti
mengangkat barang yang berat, mengendarai mobil dan motor juga berhubungan
seksual sebaiknya dihindari terlebih dahulu selama kurun waktu satu bulan pasca
operasikelenjar prostat, hal ini untuk mengantisipasi terjadi perdarahan kembali di
daerah bekas operasi.
d. Apabila sedang buang air besar sebaiknya tidak mengedan karena bisa menyebabkan
terjadi perdarahan yang berulang. Dan apabila mengalami kesulitan untuk berkemih
alangkah baiknya segera kembali ke rumah sakit pada bagian unit gawat darurat atau
berkonsultasi pada dokter yang bersangkutan. Karena dikawatirkan terjadi
perdarahan ulang pasca operasi kelenjar prostat sehingga perlu pemasangan selang
kencing diperlukan lagi dan dipantau sampai air seni bisa berwarna jernih.
e. Mengkonsumsi makanan yang berserat dan buah-buahan papaya seta banyak makan
sayur-sayuran akan membantu mempercepat pemulihan pasca operasi dan
melancarkan buang air besar sehingga tidak sampai mengendan.
f. Hal lainnya yang perlu diperhatikan oleh keluarga yang merawat adalah
memperhatikan kebersihan pakaian, perlengkapan dan peralatan yang digunakan oleh
penderita pascaoperasi kelenjar prostat untuk menghindari terjadinya infeksi yang
tidak dapat dicegah dari akibat kebersihan yang tidak terjaga ketika di rumah. Juga
mengontrol pola tidur yangsehat, nyenyak dan berkualitas serta tidak memberikan
tekanan secara mental misalnya apabila ada permasalahan pada keluarga atau
permasalahan keuangan sebaiknya dibicarakan dengan baik dan apabila
memungkinkan cukup berkonsultasi dengan anak, saudara yang bisa membantu

60
memecahkan permasalahan yang terjadi sehingga tidak mengganggu proses
penyembuhan pasien pasca operasi yang biasanya memerlukan istirahat yang cukup
dan suasana yang rileks, juga keluarga terus menerus memberikan semangat untuk
bisa menerima kondisi pasca operasi kelenjar prostat yang harus dijaga kesehatannya
setiap hari sampai pada masa dinyatakan sembuh dan bisa beraktivitas kembali
normal. Tetapi apabila dari masa dinyatakan sembuh masih merasa ada yangkurang
nyaman sebaiknya segera berkonsultasi lebih lanjut untuk mengantisipasi efek
samping yang bisa terjadi pasca operasi kelenjar prostat dan melakukan control rutin.
Tetapi setelah dinyatakan sembuh sebaiknya terus melakukan pola hidup sehat
dengan mengkonsumsi makanan sehat dan pola tidur yang sehat dan melakukan
rutinitas yangtidak memberatkan terutama pada bagian pinggang dan pinggul.
g. Klien dapat berhubungan seksual kembali setelah 3 bulan,menurut penelitian Choi,
2010 Disfungsi Ereksi setelah TURP terjadi selama 3 bulan. Menurut Black, 2014
Disfungsi Ereksi setelah TURP terjadi selama 1 bulan. Pada prosedur terbaru Prostate
artery embolization Dosfungsi Ereksi tidak terjadi.

2. Kenapa pada klien BPH mengalami Anoreksia ?


Karena klien Klien BPH mungkin mwrasakan strees, dan saat stress tubuh seseorang
akan menjadi lebih sensitif, akibatnya saat asam lambung yang diproduksi sama atau
bahkan lebih sedikit, tetapi tubuh seseorang meresponnya dengan berlebihan sehingga rasa
tidak nyaman di lambung akan lebih terasa. Teori lain mengatakan saat seseorang
mengalami stress, maka lapisan pelindung mukosa lambung akan menjadi lebih rentan,
sehingga asam lambung pun akan lebih mudah mengiritasi lapisan lambung sehingga
menghasilkan rasa nyeri. Lalu mengenai stress dan typhoid tidak ditemukan hubungan
yang berarti. Ketika otak berjuang untuk menahan stres, ia memiliki sedikit energi yang
tersisa untuk mengatur sistem tubuh lainnya. Hal tersebut berdampak pada sistem
pencernaan. Lambung dapat menghasilkan lebih banyak asam ketika seseorang gelisah.

3. Pada Pasien Pasca Operasi TUR Terdapat Komplikasi Salah Satunya Adalah
Hipertensi, Bagaimana Bisa Pasien Pasca Operasi TUR Berkomplikasi Menjadi
Hipertensi? Bagaimana Penatalaksanaan Dan Asuhan Keperawatannya?

61
a. Hipertensi pada pasien pasca operasi TUR disebabkan oleh 2 hal
1) Hiponatremi yg mengakibatkan penyerapan air menurun di sistem sirkulasi
sehingga merubah membran plasma dan terganggunya pemompaan natrium-
kalium. Sehingga berlangsungnya sistem RAA (Renin Angiotensin Aldosteron)
2) Dikarenakan adanya Hiponatremi tersebut, Eksatibilitas dan kontraktilitas
jantung serta otot polos pembuluh darah menyebabkan tekanan darah nya
meningkat. Sehingga menjadikan otot jantung bekerja lebih keras untuk
memompakan darah
b. Untuk penatalaksanaanya, tergantung kepada pasien. Apabila pasien memang
sudah memiliki riwayat hipertensi makan dilakukan penatalksanaan pada pasien
Hipertensi, tetapi jika Hipertensi tersebut terjadi akibat komplikasi pasca operasi
TUR dan mungkin bersifat sementara, dapat diangkat diagnosa ke 3 yaitu Resiko
Gangguan Cairan yang bertujuan untuk meningkatkan natremi pada tubuh.
Dikarekanakan Hipertensi pasca operasi TUR disebabkan oleh Hiponatremi.

4. Apakah colok dubur hanya satu satunya pemeriksaan fisik yang mengidentifikasi
BPH?
a. Colok dubur memang pemeriksaan fisik yang sangat membantu dalam menentukan
derajat stadium bpk. Tapi ada pemeriksaan fisik lainnya dengan cara inspeksi, palpasi
dan perkusi.
o Inspeksi : terdapat massa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih)
o Palpasi : pada palpasi bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal. Dan
pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat nyeri
tekan.
o Perkusi :dilakukan untuk mengetahui adatidaknya residual urin terdapat suara
redup dikandung kemih karena terdapat residual (urin).

5. Apakah pada penderita BPH penangannya sudah pasti harus di lakukan operasi?
apakah Tidak ada alternatif lain?
Penanganan untuk BPH sendiri berbeda-beda sesuai derajat atau tingkat
keparahannya. Derajat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium
beserta penangannya.

62
a. Stadium 1
Adanya obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis. Penanganannya: Pada stadium 1 belum memerlukan tindakan
bedah, di berikan pengobatan konservatif, misalnya dengan menghambat
adrenoreseptor alfa, di berikan obat alfazosin, terazosin, tamulosin yang
berfungsi merelaksasi otot pada prostat dan leher kandung kemih, dan juga
menurunkan hambatan aliran urine. Keutungan obat ini adalah efek positif
segera terhadap keluhan.
b. Stadium 2
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa 50-100 cc. Ada rasa tidak enak BAK/ disuria
dan menjadi nocturia. Penanganannya: Pada stadium 2 merupakan indikasi untuk
melakukan pembedahan biasanya di anjurkan reseksi endoskopi melalui uretra
( trans uretra)
c. Stadium 3
Setiap bak urine tersisa 150 cc. Penanganannya: Pada stadium 3 reseksi
endoskopi dapat dikerjakan dan apabila di perkirakan prostat sudah cukup besar,
sehingga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam, sebaiknya dilakukan
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika
retropubik dan perineal.
d. Stadium 4
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik ( over flow inkotinen ). Penanganannya: Pada stadium 4, yang
harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urine total dengan
memasang kateter atau sistotomi. Kemudian terapi definitif dengan TUR.

63
6. Apa yang disebut perdarahan aktif ?
Karena Prostat memiliki 3 cabang perdarahan besar

64

Anda mungkin juga menyukai