Anda di halaman 1dari 71

GAMBARAN NYERI KEPALA PADA PASIEN LANJUT USIA

DI POLIKLINIK NEUROLOGI R.S.U.P HAJI ADAM MALIK


PERIODE JANUARI - DESEMBER 2018

SKRIPSI

OLEH :

TASSA NASIRAH
160100105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
GAMBARAN NYERI KEPALA PADA PASIEN LANJUT USIA
DI POLIKLINIK NEUROLOGI R.S.U.P HAJI ADAM MALIK
PERIODE JANUARI - DESEMBER 2018

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH :

TASSA NASIRAH
160100105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Gambaran Nyeri Kepala pada Pasien Lanjut Usia di


Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik Periode
Januari-Desember 2018
Nama Mahasiswa : Tassa Nasirah
Nomor Induk : 160100105
Program Studi : Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Komisi Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pembimbing

dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked (Neu), Sp.S (K)


NIP. 198307212008012007

Ketua Penguji Anggota Penguji

dr. Flora Marlita Lubis, Sp.KK dr. Cut Adeya Adella, Sp.OG (K)
NIP. 197703232009122002 NIP. 197610082002122001

Medan, 12 Desember 2019


Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Dr. dr Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K)


NIP. 196605241992031002

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
berkat-Nya saya mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi
ini berjudul “Gambaran Nyeri Kepala Pada Lanjut Usia di Pokliklinik Neurologi
RSUP Haji Adam Malik Periode Januari - Desember 2018 ” yang merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, saya mendapat banyak
dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy


Safruddin Rambe, Sp.S (K), yang banyak memberikan dukungan selama
proses penyusunan skripsi.
2. Dosen Pembimbing, dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked (Neu), Sp.S (K) yang
banyak memberikan arahan, masukan, ilmu, dan motivasi kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sedemikian rupa.
3. Ketua Penguji, dr. Flora Marlita Lubis, Sp.KK dan Anggota Penguji, dr.
Cut Adeya Adella Sp.OG (K), untuk setiap kritik dan saran yang
membangun selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Dosen Pembimbing Akademik, dr. Raka Jati Prasetya, M.Ked (An), Sp.An
yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama masa
perkuliahan 7 semester.
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dari
mulai awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh pihak RSUP Haji Adam Malik Medan yang banyak membantu
dalam proses penyelesaian skripsi ini.

ii
7. Bunda tersayang Ir. Hj. Tapi Sonda Sari Lintang dan Alm. Ayah yang
dirindukan Ir. H. Agus Budiarto yang selalu mendukung, memberikan
semangat, kasih sayang, bantuan dan doa yang tidak pernah berhenti
sampai saya menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat - sahabat saya, Annisa Pulungan, Azka Shafa Rizkyna, Berlian
Febia, Dandy Daffa Anwar, Diajeng Putri Dewanti, Feren Hsb, Ghiniazati
H Raditra, Khalisa Moeza, Michelle Aurell, Savira Laniari Putri, Zafira
Kirey Srg dan sahabat terbaik lainnya yang tidak bisa disebut satu per satu
menolong satu sama lain dari awal perkuliahan sampai selesainya skripsi
ini.
9. Kak Epa Danisa Surbakti yang sangat membantu dalam memberikan saran
dalam pengerjaan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh sebab
itu, dengan segala kerendahan hati, saya mengharapkan kritik dan saran agar saya
dapat menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata saya berharap skirpsi ini dapat bermanfaat terutama dalam
bidang pendidikan terkhususnya ilmu kedokteran.

Medan, 12 Desember 2019


Penulis,

Tassa Nasirah
160100105

iii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Pengesahan ......................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................ iv
Daftar Gambar ................................................................................... vi
Daftar Tabel ....................................................................................... vii
Daftar Lampiran ................................................................................ viii
Daftar Singkatan ................................................................................ ix
Abstrak ............................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................... 3
1.3.1. Tujuan Umum .................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus..................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian......................................................... 3
1.4.1. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan......................... 3
1.4.2. Manfaat Bagi Masyarakat................................... 4
1.4.3. Manfaat Bagi Penelitian Lain.............................. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Nyeri Kepala .............................................................. 5
2.1.1. DefInisi ............................................................ 5
2.1.2. Etiologi ............................................................. 5
2.1.3. Epidemiologi .................................................... 5
2.1.4. Patofisiologi ..................................................... 6
2.1.5. Klasifikasi ........................................................ 7
2.1.5.1. Nyeri Kepala Primer............................. 8
2.1.5.2. Nyeri Kepala Sekunder......................... 10
2.1.5.3. Nyeri Neuropati Kranial, Nyeri Wajah
Lainnya dan Nyeri Kepala Lainnya ..... 12
2.1.6 Pemeriksaan ...................................................... 12
2.1.7 Tatalaksana ....................................................... 16
2.2. Nyeri Kepala Pada Lanjut Usia .................................. 18
2.2.1. Migren............................................................... 18
2.2.2. Tension-Type Headache ( TTH ) ..................... 20
2.2.3. Nyeri Kepala Cluster ........................................ 22
2.2.4. Hypnic Headache.............................................. 23
2.2.5. Giant Cell Artetiritis ( GCA ) .......................... 23
2.2.6. Nyeri Kepala Servikogenik .............................. 24

iv
2.3. Kerangka Teori .......................................................... 26
2.4. Kerangka Konsep ....................................................... 27

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1. Jenis Penelitian ........................................................... 28
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................... 28
3.2.1. Lokasi Penelitian .............................................. 28
3.2.2. Waktu Penelitian............................................... 28
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................. 28
3.3.1. Populasi Penelitian ........................................... 28
3.3.2. Sampel Penelitian ............................................. 28
3.4. Teknik Pengambilan Sampel ..................................... 29
3.5. Teknik Pengumpulan Data ......................................... 29
3.6. Pengolahan dan Analisa Data .................................... 29
3.7. Defenisi Operasional................................................... 30

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian ........................................................... 33
4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian............................... 33
4.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian......... 33

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ................................................................ 41
5.2. Saran ........................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 43


LAMPIRAN

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Patofisiologi......................................................... 7
2.3 Kerangka Teori ................................................... 26
2.4 Kerangka Konsep ................................................ 27

vi
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Usia................ 34


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis
Kelamin............................................................................ 34
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Nyeri
Kepala.............................................................................. 35
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Penyebab........ 36
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Durasi............. 37
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Tatalaksana.... 38

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Biodata Penulis


Lampiran B. Surat Izin Survei Awal Penelitian
Lampiran C. Surat Izin Penelitian
Lampiran D. Ethical Clearance
Lampiran E. Data Induk Penelitian
Lampiran F. Pernyataan Orisinalitas

viii
DAFTAR SINGKATAN

CGRP : Calcitonin Gene Related Peptide


CSD : Cortical Spreading Depression
CSF : Cerebrospinal Fluid
EEG : Elektroensefalografi
EMG : Elektromiografi
GCS : Glassglow Coma Scale
ICHD : International Classification Headache Disorders
IHS : International Headache Society
IV : Intravena
MGSO4 : Magnesium Sulfat
NaCl : Natrium Chlorida
NSAIDS : Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SAH : Sub Arachnoid Haemorhage
SSP : Sistem Saraf Pusat
TIA : Transient Ischaemic Attack
TTH : Tension Type Headache
WHO : World Health Organization

ix
ABSTRAK

Latar Belakang. Nyeri kepala diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan sekunder.
Frekuensi nyeri kepala primer menunjukkan tren menurun dengan meningkatnya usia, sementara
nyeri kepala sekunder tampaknya meningkat secara signifikan dengan usia, terutama setelah 50
tahun. Nyeri kepala pada lanjut usia cenderung menjadi penyebab penyakit dibandingkan pada
orang muda. Pengobatan pada orang muda bisa digunakan pada lanjut usia dengan
memperhatikan komorbid. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran nyeri
kepala pada lanjut usia. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan cross-sectional. Hasil. Nyeri kepala ditemukan lebih banyak pada lanjut usia (55,6%)
dibandingkan lanjut usia tua (44,4%). Hasil penelitian ini juga menunjukkan jenis kelamin wanita
lebih banyak mengalami nyeri kepala dibandingkan pria (53,1% vs 46,9%) dan nyeri kepala
sekunder lebih banyak dialami oleh lanjut usia dibandingkan nyeri kepala primer (64,2% vs
35,8%). Berdasarkan penyebab, gangguan non vaskular pada intrakranial berupa malignant
neoplasma paling sering dialami oleh lanjut usia (42%) dibandingkan Tension-type headache
(35,8%), gangguan pada kranial, mata, telinga, rongga sinus, gigi, mulut atau struktur servikal
lainnya (9,9%), gangguan vaskular pada kranial dan servikal berupa hipertensi (4,9%),
substansi/withdrawal (4,9%), migren (1,2%) dan gangguan kejiwaan (1,2%). Durasi nyeri kepala
pada lanjut usia paling sering dialami selama > 3 hari (77,8%) dibandingkan > 4 jam - 3 hari
(11,1%), > 30 menit - 4 jam (7,4%) dan < 30 menit (3,7%). Pemberian tatalaksana berupa
kombinasi terapi paling banyak yaitu Paracetamol dan Na Diclofenac (27,1%) dibandingkan
Ibuprofen dan Amitriptyline (12,3%), Paracetamol, Na Diclofenac dan Amitriptyline (6,1%) dan
hanya (11,1%) yang mendapatkan terapi tunggal yaitu Paracetamol serta tatalaksana lainnya
(43,4%). Kesimpulan. Gambaran nyeri kepala pada lanjut usia di poliklinik neurologi RSUP Haji
Adam Malik periode Januari - Desember 2018 ditemukan lebih banyak pada lanjut usia (60 - 74
tahun) dengan jenis kelamin perempuan, jenis nyeri kepala sekunder, penyebab malignant
neoplasma, durasi nyeri kepala > 3 hari dan tatalaksana farmakologi berupa kombinasi terapi
Paracetamol dan Na diclofenac.

Kata Kunci : Gambaran, Nyeri Kepala, Lanjut Usia

x
ABSTRACT

Background. Headache is usually classified into primary and secondary headaches. The
frequency of primary headache shows a downward trend with increasing age, while secondary
headaches seems increase significantly with age, particularly after 50 years old. Headache in the
elderly tends to be a cause of disease than younger people. The treatment in younger patients
could be given in the elderly with careful assessment of comorbidities. Objective. This study was
conducted to determine the characteristcs of headache in the elderly. Method. This study was
descriptive study with a cross-sectional study approach. Results. Headcahe was found more
common in elderly (54,6%) compared to senility (44,4%). From the results, headaches were
predominated by female than male (53,1% vs 46,9%) and secondary type headaches were more
experienced by the elderly than primary headaches (64,2% vs 35,8%). Based on the etiology, non-
vascular intracranial disorder such as malignant neoplasm are most commonly experienced by
the elderly (42%) compared to Tension-type headaches (35,8%), disorder of the cranium, neck,
eyes, ears, nose, sinuses, teeth, mouth or other facial or cervical structure (9,9%), cranial and/or
cervical vascular disorder such as hypertension (4,9%), substance/withdrawal (4,9%), migraine
(1,2%) and psychiatric disorder (1,2%). Duration of pain in elderly lasted for > 3 days (77,8%)
were most often experienced compared to > 4 hours – 3 days (11,1%), > 30 minutes – 4 hours
(7,4%) and < 30 minutes (3.7%). The most frequent combination therapy for elderly were
Paracetamol and Sodium Diclofenac (27,1%) compared to Ibuprofen and Amitriptyline (12,3%),
Paracetamol, Sodium Diclofenac and Amitrptyline (6,1%), Paracetamol as single therapy (11,1%)
and others were given other treatments (43,4%). Conclusion. Headache among elderly patients at
polyclinic of neurology Haji Adam Malik general hospital in January to Desember 2018, was
mostly occurred on female and elderly aged 60 to 74 years, non-vascular intracranial disorders in
form of malignant neoplasm as the cause of secondary headache, duration of pain lasted for more
than 3 days, and management pharmacology such as combination therapy Paracetamol and
Sodium Diclofenac.

Keywords: Characteristics, Headache, Elderly

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala
( area oksipital dan sebahagian daerah tengkuk )(Sjahrir, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO) nyeri kepala biasanya dirasakan
berulang kali oleh penderita sepanjang hidupnya. Kurang lebih dalam satu tahun
90% dari populasi dunia mengalami paling sedikit satu kali nyeri kepala (Sjahrir,
2008).
Nyeri kepala biasanya diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan
sekunder (White, Duncan & Baumley, 2012). Nyeri kepala primer umumnya
terjadi pada kelompok usia 18-65 tahun (Gorelick et al., 2014). Nyeri kepala
primer merupakan nyeri kepala yang dialami oleh seseorang tanpa adanya
kelainan yang mendasarinya, sedangkan nyeri kepala sekunder terjadi sebagai
akibat adanya kelainan, seperti akibat trauma kepala (Perdossi,2013).
Empat kelompok besar nyeri kepala primer berdasarkan Klasifikasi
Internasional Nyeri Kepala edisi ke-3 yang dibuat oleh Komite Klasifikasi Nyeri
Kepala International Headache Society (IHS) adalah migren, nyeri kepala tipe
tegang (tension-type headache), cefalgias otonom trigeminal, serta nyeri kepala
primer lainnya. Tension-type headache menjadi gangguan nyeri kepala dengan
prevalensi lebih tinggi daripada migren dengan rasio 42:11 (Macgregor et al.,
2011).
Frekuensi nyeri kepala primer menunjukkan tren menurun dengan
meningkatnya usia, sementara nyeri kepala sekunder tampaknya meningkat secara
signifikan dengan usia, terutama setelah 50 tahun (Bahrami,2012).
Walaupun nyeri kepala sekunder sering terjadi pada lanjut usia, nyeri kepala
primer juga terjadi pada kelompok usia ini. Nyeri kepala primer yang paling
umum pada lanjut usia adalah tension type headache (TTH), migren, migraine

1
2

accompaniments, cluster headache dan hypnic headache. Nyeri kepala sekunder


yang meningkat pada lanjut usia adalah giant cell arteritis, neuralgia trigemini,
sleep apnea, neuralgia pasca herpes, spondilosis servikalis, pendarahan
subarahnoid, perdarahan intra serebral, neoplasma intra kranial dan post
concusive syndrome (Lipton et al., 2001). Nyeri kepala sekunder sering didapat
dan gejalanya mirip dengan nyeri kepala primer terutama TTH dan migren,
sehingga pada lanjut usia harus lebih teliti dalam menegakkan diagnosis dan jika
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis
(Adnyana,2016).
Pengobatan migren dengan ergotamin atau triptan, yang digunakan pada orang
muda, bisa digunakan pada lanjut usia dengan memperhatikan komorbid seperti
penyakit arteri koroner. Pada kasus migren dengan kondisi gawat darurat pada
lanjut usia digunakan magnesium intravena, asam valproat dan metoklopramid.
Terapi TTH akut pada lanjut usia adalah dengan NSAIDs dan bila serangannya
berat dan sering serta TTH kronis perlu diberikan terapi profilaksis. Penggunaan
prednison efektif pada kasus giant cell arteritis. Terapi non farmakologi seperti
blokade saraf, diberikan pada kasus khusus seperti cluster headache, nyeri kepala
servikogenik (Friedman et al., 2005).
Berdasarkan penelitian oleh (Ruiz et al., 2014) yang mengumpulkan data
demografis dan klinis dari pasien yang dirawat di unit nyeri kepala rumah sakit
tersier antara Januari 2008 dan Mei 2013 memperoleh hasil dari total 1.868 pasien
yang dirawat, 262 pasien (14%, 189 wanita dan 73 pria) berusia lebih dari 65
tahun. 99 pasien (68 wanita, 31 pria, 5,3% dari total) berusia di atas 75 tahun.
Nyeri kepala dimulai setelah usia 65 tahun hanya pada 136 pasien (51,9%). 362
nyeri kepala dengan hasil sebagai berikut: 23,8% Migren dan 28,7% Nyeri kepala
tipe tegang. Hasil diagnosis 58 (16%) Nyeri kepala sekunder; 26 (7,2%)
digolongkan sebagai Cranial neuralgia dan 23 (6,4%) pada Nyeri kepala
lainnya. Penggunaan obat secara simtomatik terdeteksi pada 38 pasien (14,5%).
Penelitian juga mengidentifikasi nyeri kepala yang dianggap tipikal pada lansia,
termasuk migren kronis (41 kasus), nyeri kepala hipnik (6), oksipital neuralgia
3

(4), SUNCT (2), nyeri kepala servikogenik (1), nyeri kepala batuk primer (1), dan
giant cell arteritis (2).
Berdasarkan uraian diatas penelitian bermaksud untuk mengetahui gambaran
nyeri kepala pada lanjut usia karena nyeri kepala pada lanjut usia cenderung
menjadi penyebab penyakit dibandingkan pada orang muda. Oleh karena itu,
pemeriksaan untuk mendiagnosis nyeri kepala yang baru dirasakan pertama kali
pada lanjut usia sangat penting.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini
adalah : “Bagaimana gambaran nyeri kepala pada pasien lanjut usia?”

.3. TUJUAN PENELITIAN


1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran nyeri kepala pada pasien lanjut usia yang berobat ke
Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik periode Januari-Desember 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui karakteristik demografik pasien lanjut usia yang menderita nyeri
kepala di Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik periode Januari-
Desember 2018.
2. Mengetahui jenis nyeri kepala yang dialami pasien lanjut usia di Poliklinik
Neurologi RSUP Haji Adam Malik periode Januari-Desember 2018.
3. Mengetahui penyebab nyeri kepala pada pasien lanjut usia di Poliklinik
Neurologi RSUP Haji Adam Malik periode Januari-Desember 2018.
4. Mengetahui durasi nyeri kepala pada pasien lanjut usia di Poliklinik
Neurologi RSUP Haji Adam Malik periode Januari-Desember 2018.
5. Mengetahui tatalaksana nyeri kepala pada pasien lanjut usia di Poliklinik
Neurologi RSUP Haji Adam Malik periode Janurari-Desember 2018.

.4. MANFAAT PENELITIAN


1.4.1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan
4

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang


kedokteran khususnya tentang nyeri kepala pada lanjut usia.

1.4.2. Manfaat bagi masyarakat


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat
mengenai berbagai jenis nyeri kepala yang dapat dialami oleh lanjut usia sehingga
masyarakat dapat memeriksakan diri sedini mungkin ke fasilitas pelayanan
kesehatan bila diperlukan.

1.4.3. Manfaat bagi penelitian lain


Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dan
manfaat bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. NYERI KEPALA


2.1.1. Definisi
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala
( area oksipital dan sebahagian daerah tengkuk )(Sjahrir, 2008).
Nyeri kepala adalah kondisi umum yang selalu mengganggu. Gangguan yang
diakibatkan oleh nyeri kepala mulai dari yang ringan seperti gangguan fungsional
sampai yang berat (mengancam nyawa). Dan menurut beberapa ahli dan atau
sumber, nyeri kepala adalah suatu gejala penyerta dari beberapa penyakit
(Hidayati, 2016).

2.1.2. Etiologi
Penyebab nyeri kepala banyak sekali, meskipun kebanyakan adalah kondisi
yang tidak berbahaya (terutama bila kronik dan kambuhan), namun nyeri kepala
yang timbul pertama kali dan akut awas ini adalah manifestasi awal dari penyakit
sistemik atau suatu proses intrakranial yang memerlukan evaluasi sistemik yang
lebih teliti (Bahrudin, 2013).
Nyeri kepala bisa dirangsang karena faktor intra kranial (misalnya: meningitis,
Sub Arachnoid Haemorhage (SAH), tumor otak) atau faktor ekstra kranial yang
umumnya bukan kasus neurologi (misalnya: sinusitis, glaukoma) yang keduanya
digolongkan sebagai nyeri kepala sekunder (Bahrudin, 2013).

2.1.3. Epidemiologi
The Atlas of Headache Disorders menyajikan data yang diperoleh oleh WHO
bekerja sama dengan Lifting The Burden: The Global Campaign againts
headache. Data – data dikumpulkan dalam bentuk survei kuesioner dari ahli saraf,
praktisi umum dan perwakilan pasien dari 101 negara, dilakukan dari Oktober
2006 sampai Maret 2009. Hasil yang diperoleh yaitu gangguan nyeri kepala
termasuk migrain dan nyeri kepala tipe tegang, merupakan gangguan yang paling
sering terjadi. Studi prevalensi memperkirakan setengah sampai tiga perempat
dari orang dewasa berusia 18 - 65 tahun di dunia telah memiliki nyeri kepala pada
tahun lalu. Menurut studi ini, lebih dari 10% memiliki migrain, dan 1,7-4% dari
populasi orang dewasa dipengaruhi oleh nyeri kepala selama 15 hari atau lebih
pada setiap bulannya. Di seluruh dunia, sekitar 50% dari orang-orang dengan
nyeri kepala lebih memilih untuk mengobati dirinya sendiri dan tidak
menghubungi praktisi kesehatan. Sampai dengan 10% populasi dunia
berkonsultasi ke ahli saraf, meskipun hanya sedikit di negara Afrika dan Asia
Tenggara. Tiga penyebab konsultasi untuk nyeri kepala, baik perawatan primer
dan spesialis yaitu migrain, nyeri kepala tipe tegang dan kombinasi keduanya.

2.1.4. Patofisiologi
Menurut Sjahrir (2008), beberapa teori yang menyebabkan timbulnya nyeri
kepala terus berkembang hingga sekarang. Seperti, teori vasodilatasi kranial,
aktivasi trigeminal perifer, lokalisasi dan fisiologi second order trigeminovascular
neurons, cortical spreading depression, aktivasi rostral brainstem.
Rangsang nyeri bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement
maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor-nosiseptor pada
struktur peka nyeri di kepala. Jika struktur tersebut yang terletak pada atau pun
diatas tentorium serebelli dirangsang maka rasa nyeri akan timbul terasa menjalar
pada daerah didepan batas garis vertikal yang ditarik dari kedua telinga kiri dan
kanan melewati puncak kepala ( daerah frontotemporal dan parietal anterior ).
Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf trigeminus (Sjahrir,2008).
Gambar 2.1. Patofisiologi Nyeri Kepala

1. Rangsangan yang menganggu diterima oleh nosiseptor ( reseptor nyeri )


polimodal dan mekanoreseptor di meninges dan neuron ganglion
trigeminal
2. Pada innervasi sensoris pembuluh darah intrakranial ( sebagian besar
berasal dari ganglion trigeminal ) di dalamnya mengandung neuropeptida
seperti CGRP / Calcitonin Gene Related Peptide, Substance P, Nitric
oxide, bradikinin, serotonin yang semakin mengaktivasi / mensensitisasi
nosiseptor.
3. Rangsangan di bawa menuju cornu dorsalis cervical atas.
4. Transmisi dan modulasi nyeri terletak pada batang otak ( periaquaductal
grey matter, nucleus raphe magnus, formasio retikularis ).
5. Hipotalamus dan sistem limbik memberikan respon perilaku dan
emosional terhadap nyeri.
6. Pada talamus hanya terjadi persepsi nyeri .
7. Dan terakhir pada korteks somatosensorik dapat mengetahui lokasi dan
derajat intensitas nyeri (Jatmiputri et al, 2017).
Menurut Bahrudin (2013), banyak faktor yang berperan dalam mekanisme
patofisiologi nyeri kepala primer ini, akan tetapi pada dasarnya secara umum
patofisiologisnya hampir mirip satu sama lainnya dengan disertai adanya sedikit
perbedaan spesifik yang masing-masing belum diketahui dengan benar.

2.1.5. Klasifikasi nyeri kepala


Klasifikasi dan kriteria diagnostik headache dikeluarkan oleh International
Headache Society (IHS) tahun 2019 dalam wujud ICHD-3 (The International
Classification of Headache Disorders 3rd edition). Bagi dokter dan para tenaga
kesehatan, klasifikasi dari nyeri kepala ini merupakan patokan dasar untuk
menganalisa dan membuat diagnostik dari nyeri kepala yang diderita oleh
pasiennya. Oleh IHS, nyeri kepala dikelompokkan menjadi 3 kategori umum,
yaitu Nyeri kepala Primer (Primary Headaches), Nyeri kepala Sekunder
(Secondary Headaches), dan Nyeri kepala dengan neuropati kranial, nyeri wajah
lain dan nyeri kepala lainnya (Painful cranial neuropathies, other facial pains
and other headaches).

2.1.5.1. Nyeri kepala primer


Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala yang tidak diasosiasikan dengan
patologi atau kelainan lain yang menyebabkannya. Nyeri kepala ini masih dibagi
berdasarkan profil gejalanya menjadi:
1. Migren
Migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72
jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang
sampai berat dan diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual, muntah,
fotofobia dan fonofobia (ICHD-3,2018).
Migren memiliki dua subtipe mayor. Migrain tanpa aura dan migrain
dengan aura. Migrain dengan aura terutama ditandai oleh gejala neurologis
yang biasanya mendahului atau kadang-kadang menemani saat nyeri kepala.
Beberapa pasien juga mengalami fase premonitory (fase pertanda), terjadi
beberapa jam atau hari sebelum nyeri kepala, dan fase resolusi. Yg memberi
pertanda dan gejala resolusi seperti menguap berulang, kelelahan dan leher
kaku dan / atau sakit (ICHD-3,2018).
2. Tension Type Headache ( TTH )
Tension type headache sangat umum terjadi, dengan prevalensi seumur
hidup dalam populasi umum berkisar antara 30% dan 78% dalam studi yang
berbeda, dan memiliki dampak sosial-ekonomi yang sangat tinggi (ICHD-
3,2018).
Tiga bentuk TTH adalah : (ICHD-3,2018).
1. Infrequent episodic
Episode nyeri kepala yang jarang, bilateral, menekan atau mengikat dan
intensitas ringan sampai sedang, berlangsung menit sampai hari. Rasa
sakitnya tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin dan tidak
berkaitan dengan mual, tetapi fotofobia atau fonofobia mungkin ada.
2. Frequent episodic
Episode nyeri kepala yang sering, bilateral, menekan atau mengikat dan
intensitas ringan sampai sedang, berlangsung menit sampai hari. Rasa
sakitnya tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin dan tidak
berkaitan dengan mual, tetapi fotofobia atau fonofobia mungkin ada.
3. Kronis
Sebuah gangguan berkembang dari nyeri kepala tipe tegang episode
sering, dengan episode nyeri kepala harian atau sangat sering, bilateral,
kualitas menekan atau mengikat dan intensitas ringan sampai sedang,
berlangsung jam sampai hari, atau tidak ada hentinya. Rasa sakit tidak
memburuk dengan aktivitas fisik rutin, tetapi mungkin terkait dengan
mual ringan, fotofobia atau fonofobia.
3. Cefalgias Otonom Trigeminal
Gangguan nyeri kepala ini memiliki gambaran klinis unilateral dan
biasanya disertai dengan gejala otonom parasimpatis di daerah kepala,
lateralisasi dan pada sisi yang sama dengan nyeri kepala. Studi eksperimental
manusia menunjukkan bahwa sindrom ini mengaktifkan refleks trigemino-
parasimpatis yang normal, sedangkan gejala klinis disfungsi simpatis yang
terlokalisir secara kranial adalah sekunder (ICHD-3,2018).
4. Gangguan Nyeri Kepala Primer Lainnya
Dibagi menjadi empat kategori dan dikodekan dalam urutan yang sesuai di
ICHD-3 :
1. Nyeri kepala terkait aktivitas fisik
2. Nyeri kepala yang disebabkan rangsangan fisik langsung
3. Nyeri kepala epikranial
4. Berbagai gangguan nyeri kepala primer lainnya
Nyeri kepala dengan karakteristik yang serupa karena kelainan ini
mungkin merupakan gejala kelainan lain ( yaitu nyeri kepala sekunder ).
Ketika pertama kali terjadi, nyeri kepala ini membutuhkan penilaian yang
cermat dengan CT-scan dan pengujian yang sesuai. Timbulnya beberapa
nyeri kepala ini mungkin akut ataupun gawat darurat. Pemeriksaan yang
memadai dan lengkap wajib dilakukan dalam kasus ini (ICHD-3,2018).

2.1.5.2. Nyeri kepala sekunder


Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang dikarenakan penyakit
lain sehingga terdapat peningkatan tekanan intrakranial atau nyeri kepala yang
jelas terdapat kelainan anatomi maupun struktur.
Nyeri kepala ini dapat dibagi menjadi :
1. Nyeri kepala karena trauma/cedera pada kepala dan/ leher
Merupakan nyeri kepala sekunder yang paling umum. Selama 3 bulan
pertama sejak dirasakan nyeri maka dianggap akut, jika melebihi periode
tersebut dianggap kronik.
Menurut IHS ( 2019 ) tidak ada gejala khusus yang dapat membedakan
jenis nyeri kepala ini, tetapi nyeri kepala tipe migren dan tension type
headache paling menyerupai. Akibatnya diagnosis dari penyakit ini sangat
bergantung pada kejadian trauma atau cedera pada kepala dan/leher. Nyeri
kepala yang disebabkan oleh trauma atau cedera pada kepala dan/leher
diharuskan merasakan nyeri telah bertambah setelah 7 hari pasca trauma
atau cedera atau dalam 7 hari setelah mendapatkan kesadaran kembali dan
/ dalam 7 hari pulih untuk merasakan dan menjelaskan rasa sakit.
Meskipun interval 7 hari ini sewenang-wenang, dan beberapa ahli
berpendapat bahwa nyeri kepala dapat berkembang setelah interval yang
lebih lama pada sebagian kecil pasien, tidak ada cukup bukti untuk
mengubah persyaratan ini.
2. Nyeri kepala karena gangguan vaskular pada kranial atau servikal
Nyeri kepala jenis ini mudah didiagnosa karena berhubungan dengan
kondisi seperti stroke iskemik atau hemoragik. Timbul secara akut maupun
dengan tanda -tanda neurologis. Pada beberapa orang lain, seperti
perdarahan subaraknoid, nyeri kepala biasanya merupakan gejala yang
menonjol. Dalam sejumlah kondisi lain yang dapat menyebabkan nyeri
kepala dan stroke, seperti diseksi, trombosis vena serebral, giant cell
arteritis, dan angitis system saraf pusat, nyeri kepala merupakan gejala
peringatan awal. Oleh karena itu penting untuk mengenali hubungan nyeri
kepala dengan gangguan vaskular untuk mendiagnosis dengan benar dan
memberikan pengobatan yang tepat sedini mungkin (ICHD-3,2018).
3. Nyeri kepala karena gangguan non vaskular pada intrakarnial
Nyeri kepala yang disebabkan perubahan tekanan intrakranial. Tekanan
cairan serebrospinal (CSF) yang meningkat dan menurun dapat
menyebabkan nyeri kepala. Penyebab lain dari nyeri kepala ini adalah
penyakit inflamasi non-infeksi, neoplasia intrakranial, kejang, kondisi
langka seperti suntikan intratekal dan malformasi Chiari tipe I, dan
gangguan intrakranial non-vaskular lainnya (ICHD-3,2018).
4. Nyeri kepala karena suatu substansi atau withdrawal
Hubungan antara nyeri kepala dan zat seringkali anecdotal, berdasarkan
laporan banyak reaksi obat yang merugikan. Tetapi, hubungan antara nyeri
kepala dan paparan suatu zat mungkin hanya kebetulan. Nyeri kepala
mungkin merupakan gejala penyakit sistemik (ICHD-3,2018).
5. Nyeri kepala karena infeksi
Pada infeksi intrakranial, nyeri kepala biasanya merupakan gejala pertama
dan paling sering dijumpai. Nyeri kepala adalah gejala umum dari infeksi
virus sistemik seperti influenza. Hal serupa juga terjadi pada sepsis
(ICHD-3,2018).
6. Nyeri kepala karena gangguan homeostasis
Mekansime dibalik penyebab nyeri kepala jenis ini beragam. Namun
demikian, dimungkinkan untuk menetapkan kriteria diagnostik umum
(ICHD-3,2018).
7. Nyeri kepala atau nyeri wajah karena gangguan pada kranial, leher,
mata, telinga, hidung, rongga sinus, gigi, mulut, atau struktur wajah
atau servikal lainnya
Gangguan pada tulang belakang leher, struktur leher dan kepala telah
dianggap sebagai penyebab umum nyeri kepala. Perubahan degeneratif
pada tulang belakang leher dapat ditemukan pada hampir semua orang
diatas 40 tahun (ICHD-3,2018).
8. Nyeri kepala karena gangguan kejiwaan
Nyeri kepala tentu saja dapat terjadi dalam hubungan dengan gangguan
kejiwaan, termasuk gangguan depresi, gangguan kecemasan, dan
gangguan terkait trauma dan stress. Dalam kasus seperti itu, tidak ada
hubungan sebab akibat, diagnosis nyeri kepala dan diagnosis psikiatrik
yang terpisah harus dibuat (ICHD-3,2018).

2.1.5.3. Nyeri neuropati kranial, nyeri wajah dan nyeri kepala lainnya
1. Lesi yang nyeri pada saraf kranial dan nyeri wajah lainnya
2. Gangguan nyeri kepala lainnya

2.1.6. Pemeriksaan
Menurut Hidayati (2016) dalam Bahrudin (2013), seperti bidang ilmu
kedokteran lainnya, pertama, tentu saja, secara umum adalah anamnesis dan
pemeriksaan. Pemeriksaan pasien nyeri kepala terdiri dari:
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan obyektif
C. Pemeriksaan dengan alat
D. Pemeriksaan laboratorium
A. Anamnesis
Menurut Bahrudin (2013), anamnesis sangat penting karena pada pasien
nyeri kepala gejala obyektif sering hanya sedikit.
Cara melakukan anamnesis pada pasien nyeri kepala adalah sebagai
berikut :
1. Pertanyaan yang pertama dilakukan adalah tentang menceritakan
mengenai keluhan nyeri kepala pasien. Hal ini penting untuk
mengetahui karakteristik nyeri kepala yang dikeluhkan pasien seperti
apa
2. Pertanyaan selanjutnya adalah tentang bila terjadi serangan nyeri
kepala, apa yang dirasakan oleh pasien tersebut
3. Selanjutnya ada tiga pertanyaan yang harus ditanyakan sehubungan
dengan waktu :
a. Sudah berapa lama pasien menderita nyeri kepalanya (misal, sejak
masih sekolah, dst)
b. Mengenai frekuensi nyeri kepalanya yaitu, apakah nyeri kepala
seperti ini sering dirasakan dan apakah nyeri kepala ini terjadi
sebelum, selama, atau sesudah menstruasi
c. Pada saat terjadi serangan nyeri kepala tersebut, perlu ditanyakan
mengenai berapa lama nyeri kepala tersebut dirasakan (beberapa
detik, menit, jam, atau hari)
4. Mengenai lokasi nyeri kepalanya, ada tiga pertanyaan yang harus
diajukan, diantaranya yaitu:
a. Pada bagian yang mana nyeri kepala tersebut mulai dirasakan dan
apakah mulai dari kening
b. Apakah nyeri kepala yang dirasakan pada bagian dalam (seperti pada
migrain) atau pada permukaan kepala saja
c. Apakah nyeri kepala yang dirasakan pada pasien tersebut ini
berpindah-pindah.
5. Tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri kepala:
a. Apa yang dapat menyebabkan timbulnya serangan nyeri kepala
(misalnya, nyeri kepala timbul setelah minum anggur merah, makan
coklat, dll.)
b. Hal apa saja yang dapat menambah rasa nyeri kepala pada pasien
tersebut (misalnya, batuk, mengejan, sering kali berhubungan
dengan meningkatnya tekanan intrakranial)
c. Obat apa yang dapat mengurangi rasa nyeri tersebut
6. Mengenai sifat (kualitas) nyeri kepala, perlu ditanyakan:
a. Bagaimana sifat nyeri kepala yang pasien rasakan (misalnya, panas,
seperti ditusuk pisau, atau berdenyut)
b. Apabila mengalami serangan nyeri kepala, apakah pasien masih
dapat bekerja, tidur, dan sebagainya (misalnya bila tidak dapat tidur
badan semakin kurus, tidak dapat melihat TV menunjukkan nyeri
kepala hebat)
7. Masih ada empat pertanyaan lain yang perlu diajukan:
a. Apakah yang pasien rasakan selain nyeri kepala (misalnya, selama
serangan nyeri kepala pasien merasakan mual, muntah)
b. Upaya pengobatan yang pasien lakukan sebelumnya dan selain obat
dan suntikan perlu ditanyakan juga tentang akupuntur, pijat, dsb
c. Menurut anda, apa penyebab nyeri kepala anda (misalnya, pasien
takut mengalami perdarahan otak, tumor otak, dsb)
d. Setelah pasien lama menderita nyeri kepala, mengapa baru sekarang
berobat (misalnya, karena mendengar adanya obat baru, dsb)
8. Sebaiknya, pada akhir anamnesis ditanyakan, apakah pasien masih ingin
menambahkan sesuatu.
Jawaban yang diungkapkan pasien dari pertanyaan yang kita barikan
seperti di atas dapat digunakan untuk membedakan jenis nyeri kepala
(Bahrudin, 2013).
B. Pemeriksaan obyektif
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan objektif mencakup pemeriksaan
kesadaran (GCS), pemeriksaan nervus kranialis, dan pemeriksaan neurologis
lainnya. Pemeriksaan ini terutama ditujukan ke arah dugaan tentang tipe nyeri
kepala sesuai dengan anamnesis. Adanya defisit neurologi merujuk kepada
nyeri kepala sekunder.
Apabila dokter umum menemukan tanda bahaya, maka tindakan
selanjutnya adalah segera merujuk pasien ke neurolog. Apabila dokter
neurolog yang menemukan tanda bahaya, maka tindakan selanjutnya adalah
segera melakukan pemeriksaan penunjang dan memberi terapi sesuai dengan
diagnosis yang telah ditetapkan (Hidayati, 2016).
C. Pemeriksaan dengan alat
Pemeriksaan tambahan tidak selalu diperlukan, sangat bergantung pada
hasil pemerikaan klinis dan ada atau tidaknya defisit neurologis.
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Elektroensefalografi (EEG)
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui
lokasi dari proses, bukan untuk mengetahui etiologisnya. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan serial, dan biaya masih dapat dijangkau oleh
sebagaian besar masyarakat. Indikasi untuk EEG:
a. Bila terdapat gangguan lapangan penglihatan
b. Bila terdapat gangguan fungsi saraf otak
c. Bila pasien mengeluh black-out (epilepsi?, sinkope?)
d. Nyeri kepala yang menetap pada satu sisi disertai dengan gangguan
saraf otak ringan
e. Perubahan dari lamanya dan sifat nyeri kepala
f. Bila setelah diberikan pengobatan tidak ada perbaikan dari nyeri
kepala
2. CT scan
Menurut Bahrudin (2013), dengan pemeriksaan ini dapat diketahui
tidak hanya letak dari proses tapi sering juga etiologi dari proses
tersebut. Sayangnya, biaya pemeriksaan masih mahal.
Menurut Bahrudin (2013), indikasi terdapat kejang fokus:
a. Bila terdapat kejang fokal
b. Bila terdapat defisit neurologis yang persisten
c. Nyeri kepala pada satu sisi yang tidak berubah disertai dengan kelainan
neurologis kontralateral dengan adanya suatu bruit
d. Perubahan dari pola nyeri kepala baik mengenai frekuensi, sifat, dan
lamanya
e. Penurunan kesadaran yang lebih lama dari satu jam disertai gangguan
saraf otak
D. Pemeriksaan laboratorium
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan ini dikerjakan hanya bila ada
indikasi :
a. Darah, bila diduga adanya infeksi atau gangguan penyakit dalam
(anemia, gangguan metabolik)
b. Cairan serebro spinal (CSS) bila pada pemeriksaan klinis dicurigai
adanya meningitis
Secara ringkas dapat disimpulkan bila pasien mengeluh nyeri kepala pastikan
ada tanda meningeal atau bila tidak ada tanda meningeal lakukan pemeriksaan CT
scan (Bahrudin, 2013).

2.1.7. Tatalaksana
Menurut Bahrudin (2013), sebelum memberikan terapi pada pasien nyeri
kepala, diagnosis harus ditegakkan lebih dahulu. Pemberian obat-obat simtomatis
kadang-kadang diperlukan untuk meringankan keluhan pasien. Jika nyeri kepala
tersebut merupakan gejala yang berhubungan dengan penyakit yang
mendasarinya, maka pengobatan harus diberikan sesuai dengan etiologinya.
Saat nyeri timbul dapat diberikan beberapa obat untuk menghentikan atau
mengurangi sakit yang dirasakan saat serangan muncul. Penghilang sakit yang
sering digunakan adalah: acetaminophen dan NSAID seperti aspirin, ibuprofen,
naproxen, dan ketoprofen (Akbar, 2010).
Acetaminophen efektif untuk sakit kepala sedang sampai berat dalam dosis
tinggi. Efek samping acetaminophen lebih jarang ditemukan, tetapi penggunaan
dalam dosis besar untuk waktu yang lama bisa menyebabkan kerusakan hati yang
berat (Akbar, 2010).
NSAID efektif dalam dosis yang lebih rendah. Efek samping yang ditemukan
antara lain mual, diare atau konstipasi, sakit perut, perdarahan dan ulkus (Akbar,
2010).
Pengobatan kombinasi antara acetaminophen atau aspirin dengan kafein atau
obat sedatif biasa digunakan bersamaan. Cara ini lebih efektif untuk
menghilangkan sakitnya, tetapi jangan digunakan lebih dari 2 hari dalam
seminggu dan penggunaannya harus diawasi oleh dokter (Akbar, 2010).
Kebanyakan orang dengan nyeri kepala mencoba berbagai langkah non-
farmakologi untuk meredakan nyeri. Namun, masih belum diketahui kebiasaan
apa yang memberi respon yan baik untuk nyeri kepala (Akbar, 2010).
Penggunaan self manipulation pada penanggulangan nyeri kepala primer
misalnya penekanan pada daerah yang sakit, kompres dingin, pijat, serta kompres
panas, dapat mengurangi nyeri secara sementara sekitar 8% saja. Penanganan
nyeri juga dapat melalui biofeedback, terdiri dari EMG (elektromiografi),
temperature measuring sensors, heart rate monitor. Akupuntur, merupakan suatu
ilmu pengobatan tusuk jarum dari Cina yang telah banyak dibuktikan dapat
menyembuhkan suatu nyeri kepala kronis. Acu-points terletak didekat saraf, jika
dirangsang maka akan dikirim ke SSP sehingga melepas endorphin (Akbar, 2010).

2.2. NYERI KEPALA PADA LANJUT USIA


2.2.1. Migren
Migren umumnya dijumpai pada orang muda, tetapi pada lanjut usia
kejadiannya menurun. Gejala klinisnya hampir sama yaitu nyeri kepala berdenyut,
vomitus, foto dan fonofobia. Migren dengan aura sering terjadi pada lanjut usia,
tetapi aura juga bisa tanpa disertai nyeri kepala. Gejala aura tanpa nyeri kepala
pada lanjut usia sering dijumpai dan disebut late-life migraineaccompaniments,
yang ditandai dengan serangan berulang dan stereotipik defisit neurologi oleh
karena efek skunder cortical spreading depression (CSD), yaitu gangguan
hemisensorik, disfungsi berbahasa, abnormal visual. Gejala ini sering sukar
dibedakan dengan TIA (Transient Ischaemic Attack) (Dee et al., 2013) dalam
(Adnyana, 2016).
- Terapi migren
Terapi migren pada lanjut usia sangat sulit dan harus memperhatikan
komorbid. Diagnosis yang akurat, sangat pasti dan pengetahuan yang
memadai mengenai obat dan farmakologi masing-masing obat sangat
diperlukan.
Hal yang harus diperhatikan pada pengobatan migren pada lanjut usia adalah :
1. Dosis yang tepat dan pasti.

2. Naikkan dosis secara perlahan sampai efek terapi dicapai dan gunakan
jenis obat yang sederhana.

3. Jika memungkinkan gunakan terapi non farmakologi


Terapi migren pada lanjut usia umumnya sama seperti orang muda seperti
ergotamin dan sumatriptan bisa digunakan kecuali pada orang dengan
kardiovaskuler. Obat golongan triptan bisa digunakan bila tidak ada atau hanya
satu faktor resiko kardiovaskuler. Pasien yang sudah jelas menderita penyakit
jantung koroner tidak boleh diberikan triptan, dan pasien dengan ≥ 2 faktor
risiko penyakit jantung koroner harus dilakukan evaluasi kardiovaskuler
sebelum diterapi dengan triptan. Penyekat beta dan kalsium bisa memperberat
gagal jantung kongestif dan depresi. Antidepresan trisiklik digunakan dengan
memperhatian adanya gejala pembesaran prostat, glaukoma dan gagal jantung
(Hersey and Bednarczyk, 2013) dalam (Adnyana, 2016).
Obat yang dapat digunakan untuk migren akut pada lanjut usia adalah :
a. Magnesium sulfat IV dengan dosis 2 gr dilarutkan dalam 100 ml NaCl
habis dalam > 10 menit. Hasilnya sebanding dengan metoklopramid IV 10
mg. Kontra indikasi: alergi MGSO4, perubahan status mental, penyakit
jantung/ginjal (Friedman et al., 2005, Dee et al., 2013) dalam (Adnyana,
2016).
b. Ketorolak: 30 mg IV dilarutkan dalam 30 ml NaCl atau dekstrose 5 %
habis dalam > 30 menit.
Kontra indikasi: pasien sedang memakai antikonvulsan, antidepresan atau
transquilizer. Riwayat alergi NSAIDs, kehamilan dan penggunaan alkohol
(Klepper and Staton, 1991, Dee et al., 2013) dalam (Adnyana, 2016).
c. Asam valproat: 500-1000 mg dalam 100 ml NaCl habis > 30 menit.
Kontra indikasi : alergi asam valproat, kehamilan dan penyakit hati. Efek
samping nausea, sedasi dan diare (Leninger et al., 2005) dalam (Adnyana,
2016).
- Terapi profilaksis migren
a. Topiramat 25-200 mg (mulai 25 mg dalam minggu pertama kemudian 2
x 25 mg dalam bulan pertama).
Kontra indikasi : batu ginjal.
Efek samping: parastesi, nausea, anoreksia (Gupta et al., 2007) dalam
(Adnyana, 2016).
b. Metoprolol : 200 mg lebih efektif dibandingkan aspirin.
Kontra indikasi : penyakit paru korinis, asma dan gagal jantung
kongesif.
Efek samping : dizzines, fatigue (Diener et al., 2001) dalam (Adnyana,
2016).
c. Propranolol: 40-80 mg lebih efektif dibandingkan dengan plasebo.
Kontra indikasi : penyakit paru korinis, asma dan gagal jantung
kongesif.
Efek samping : dizzines, fatigue, wheezing (Rao et al., 2008, Dee et al.,
2013) dalam (Adnyana, 2016).
d. Tancetum pathenium (feverfew), magnesium dan riboflavin. Ketiga obat
ini bisa dipakai untuk prevensi, tetapi masih perlu penelitian lebih
lanjut. Penelitian double blind, placebo, dengan menggunakan 25 mg
riboflavin dibandingkan dengan riboflavin 400mg, magnesium 300mg
dan feverfew 100mg, ternyata tidak ada perbedaan bermakna pada
luaran primer. Magnesium, riboflavin dan feverfew tidak
direkomendasikan untuk pencegahan migren, tetapi bisa dicoba bila ada
kontra indikasi terapi profilaksis yang biasa (Boehnke et al., 2004,
MAuskop 2004) dalam (Adnyana, 2016).

2.2.2. Tension type headache ( TTH )


TTH merupakan nyeri kepala yang paling sering dijumpai tanpa kecuali pada
lanjut usia. Prevalensi yang tinggi berhubungan dengan komorbiditas psikiatri.
Prevalensi nyeri kepala sekunder dengan gejala yang mirip dengan TTH juga
meningkat pada lanjut usia, sehingga pada lanjut usia dengan TTH mesti
dievaluasi dengan teliti (Godberg, et al., 2014) dalam (Adnyana, 2016).
- Terapi TTH
Terapi nyeri kepala pada lanjut usia adalah multipel meliputi terapi akut,
profilaksis dan transisional (terapi alternatif). Sebelum memulai terapi
adalah sangat baik untuk mengetahui frekuensi, dan beratnya nyeri kepala
dan jenis obat yang pernah diminum. Penggunaan analgetik berlebihan akan
meperberat TTH dan menyebabkan TTH sangat sulit diobati. Identifikasi
terhadap ko-morbid seperti sleep apnoe, minum kopi belebihan, depresi dan
ansietas akan sangat membantu dalam mengontrol memberatnya nyeri
kepala. Farmakokinetik obat, dan efek sampaing seperti sedatif,
antikolinergik dan aritmia merupakan problem yang mesti diwaspadai pada
lanjut usia (Kristefferson and Lundqvist C. 2014) dalam (Adnyana, 2016).
- Terapi Akut TTH
Di Amerika serikat NSAIDs adalah obat yang paling banyak digunakan.
Untuk nyeri kronis pada lanjut usia, NSAIDs lebih efektif dibandingkan
dengan parasetamol, terutama untuk osteoarthritis dan reumatoid arthritis
(Terri et al., 2014) dalam (Adnyana, 2016). Diantara NSAID tidak ada yang
lebih superior, tetapi yang paling sering digunakan adalah ibuprofen,
merupakan pilihan pertama karena efek samping yang lebih jarang, hal ini
sessuai dengan penelitian oleh Lange dkk (1995) dalam (Adnyana, 2016)
membandingkan ketprofen dosis 12,5 dan 25mg dibandingkan dengan
ibuprofen 200mg dan naproxen 275mg, ternyata tidak ada perbedan
bermakna secara statistik diantara ketiga obat tersebut. Penggunaan NSAIDs
dihindari pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, penyakit
kardiovaskuler, kelaiann hematologi dan ulkus peptikum.
- Terapi profilaksis TTH
Pemilihan obat untuk profilaksis harus sesuai dengan target yang akan
dicapai serta tolerabitas dari pasien. Terapi profilaksis diberikan pada pasien
dengan serangan nyeri paling tidak 2-3 hari per minggu. Progresifitas,
frekuensi dan beratnya nyeri, timbulnya efek samping dengan terapi akut
juga menjadi pertimbangan pemebrian terapi profilaksis (Holroyd et al.,
2001) dalam (Adnyana, 2016).
Obat yang digunakan untuk profilaksis adalah :
A. Antidepresan trisiklik
a. Amitriptilin: efektif untuk terapi TTH kronis. Efeknya dengan cara
memblok pengambilan kembali serotonin dan nor-epineprin.
Pemakaian pada lanjut usia harus hati-hati karena efek
antikolenergiknya menyebabkan kebingungan, hipotensi ortostatik,
meningkatnya risiko jatuh, retensi urine, takikardi, perubahan EKG
yaitu pemanjanggan interval QT. Dosis yang dipakai adalah 10-
100mg/hari (Darwski et al., 2009) dalam (Adnyana, 2016).
b. Nortriptiln. Merupakan metablolit amitriptilin lebih selektif untuk
menghambat ambilan kembali nor adrenergik dan lebih ditoleransi
dibandingkan dengan amitriptilin. Efek samping adalah mulut kering.
Dosisnya: 10-75 mg/hari (Liu et al., 2014) dalam (Adnyana, 2016).
B. Antidepresan lain
Mirtazapin. secara umum lebih ditoleransi diabandingkan dengan anti
depresan trisiklik, dan lebih efektif untuk TTH kronis. Dosis 15-30
mg/hari. Venlafaxin dengan dosis 37,5-150 mg/hari efektif untuk TTH
kronis dengan efek samping yang lebih ringan (Bendsent et al., 2004,
Ozyalcin et al., 2005) dalam (Adnyana, 2016).
C. Terapi alternatif
a. Tizanidine. Suatu pelemas otot, efektif untuk TTH kronis. Penelitian
oleh Betucci et al., (2006) membuktikan tizanidine digabung dengan
amitriptilin lebih baik dibandingkan dengan amitritilin saja. Dosis
tizainidine yang lazim adalah 2-12 mg/hari (Bettucci et al., 2007)
dalam (Adnyana, 2016).
b. Topiramat. Penelitian oleh Lampl et al., (2006) dalam (Adnyana,
2016) untuk mengetahui efektifitas dan keamanan topiramat pada
TTH kronis. Sebanyak 46 pasien ikut dalam peneltian ini. Hasil yang
didapat adalah sebanyak 73% pasien mengalami penurunan 50% nyeri
kepala pada minggu 13-24. Juga terjadi perbaikan terhadap mood,
kualitas tidur dan beratnya nyeri kepala. Dosis yang lazim dipakai
adalah 15-100 mg/hari.

2.2.3. Nyeri kepala cluster


Nyeri kepala cluster pada lanjut usia merupakan kelanjutan dari orang muda.
Gejalanya sama dengan nyeri kepala cluster orang muda. Gejala nyeri kepala
cluster adalah nyeri hebat, unilateral di orbita, supraorbita, temporal, atau
kombinasi tempat tersebut, berlangsung 15-180 menit, dengan frekuensi sekali
tiap 2 hari sampai 8 kali perhari. Serangan disertai lebih dari satu gejala berikut
yang semuanya iposilateral seperti: injeksi konjungtival, lakrimasi, kongesti nasal,
rhinorrhea, berkeringat di kening dan wajah, miosi, ptosis, edema palpebra.
Selama serangan pasien gelisah dan agitasi (Adnyana, 2016).
- Terapi nyeri kepala cluster
Terapi yang diberikan adalah sumatriptan subkutan, tetapi hati-hati pada
pasein dengan penyakit kardiovaskuler. Oksigen dosis tinggi aman dan
efektif. Verapamil dengan dosis 240-320 mg/hari dan prednison dengan
dosis 60-100mg/hari diturunkan 10 mg tiap 5 hari juga efektif. Injeksi
glukokrtikoid untuk memblok nyeri yang refrakter juga direkomendasikan
(Gantenbein et al., 2012, Konsensus Nyeri Kepala Perdossi, 2013).

2.2.4. Hypnic headache


Hypnic headache merupakan nyeri kepala primer yang terjadi saat tidur
terutama pada lanjut usia. Timbul pertama kali pada umur setelah usia 50 tahun.
Serangan terjadi antara jam 1-3 dini hari, sehingga sering disebut alarm clock
headache. Nyeri kepala bilateral dengan intensitas sedang sampai berat. Nyeri
berlangsung 15-180 menit. Gambaran seperti migren yaitu nausea, vomiting, foto
dan fonofobia jarang dijumpai (Adnyana, 2016).
- Terapi Hypnic Headache
Pengobatan dengan asam salisilat memberikan hasil yang moderat. Litium
karbonat efektif untuk pencegahan. Obat lain indometasin, flunarizin,
atenolol, verapamil, prednison dan gabapentin (Konsensus nasional Pokdi
Nyeri Kepala Perdossi, 2013).

2.2.5. Giant cell artertitis ( GCA )


GCA adalah suatu arteritis genaulamatosa sistemik. Paling sering terjadi pada
umur pertengahan. Umur rata-rata kejadiannya adalah 70 tahun, dan jarang pada
umur dibawah 50 tahun. Gejala klinik: nyeri kepala difus atau terlokalisir di
daerah oksiput disertai gejala visual seperti amourosis, diplopia, penurunan visus.
Gejala lainnya yaitu : penurunan berat badan, jaw claudication, polimialgia
reumatik, panas yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Pemeriksaan penunjang
laju endap darah meningkat. Biopsi arteri temporalis merupakan standard emas.
Hasil hitopatologi memperlihatkan inflamasi granulomatus disertai infiltrasi
limposit, makrofag dan multinucleated giant cell. Diagnsosis giant cell arteritis
menurut American College of Rheumatology critteria for classification of giant
cell aretritis adalah sebagai berikut (Bhat et al., 2010) dalam (Adnyana, 2016).
 Gejala-gejala muncul setelah umur 50 tahun
 Gejala awal nyeri kepala
 Pada palpasi arteri temporalis terjadi penebalan dan penurunan pulsasi
 Laju endap darah 50 mm/jam
 Biopsi arteri: tanda -tanda vaskulitis dengan inflitrasi sel mononuklear
atau inflamasi granulomatus, disertai dengan mulinucleated giant cells
- Terapi Giant Cell Ateritis
Steroid adalah obat pilihan untuk giant cell artertis. Efektif untuk
manisfestasi klinik maupun untuk komplikasi iskemik. Tujuan terapi dengan
steroid adalah mengurangi gangguan visus lebih berat, menekan terjadi
penyakit sistemik. Prednison merupakan obat pilihan dengan dosis 40-60
mg. Pasien dengan risiko tinggi terjadi komplikasi iskemik dosis prednison
1mg/kg berat badan /hari, kemudian di turunkan perlahan sesuai dengan
perbaikan gejala klinik (Bath et al., 2010) dalam (Adnyana, 2016).

2.2.6. Nyeri kepala servikogenik


Gejala klinik yang khas adalah nyeri di oksipital dan tengkuk, terbatasnya
gerakan leher, spasme otot servikal. Nyeri menjalar sepanjang radik saraf servikal.
Diagnosisnya sering berlebihan karena pada foto servikal sering dijumpai
spondilosis servikalis pada lanjut usia.
Gejala klinis (Konsensus Nyeri kepala Perdossi, 2013) :
1. Nyeri kepala atau wajah unilateral, (selalu ditempat yang sama) atau
bilateral
2. Lokasi nyeri bersumber di leher, menjalar/dirasakan pada regio kepala
daerah oksipital/suboksipital, frontal, temporal atau orbita
3. Intensitas nyeri sedang, terasa dalam, tidak berdenyut, serta dapat
dicetuskan oleh gerakan leher atau posisi tertentu, atau dengan menekan
jari tangan pada kuduk daerah suboksipital, radik C1, C2, C3 dan C4, atau
dapat juga dicetuskan oleh batuk-bersin, serta dalam kondisi tegang
4. Leher tampak kaku atau berkuranngnya gerakan leher baik secara
katif/pasif
5. Tanda dan gejala ikutan seperti migren dapat dijumpai seperti mual,
muntah, foto/fonofobia, penglihatan kabur, dizziness, edema dan
kemerahan pada konjungtiva
- Terapi Nyeri Kepala Servikogenik
Terapi pada nyeri kepala servikogenik adalah blokade anestesi nervus
oksipitalis mayor atau cabang medial radik C2, C2-3, atau C3-4,
radiofrequensi, analgesi sedrhana, NSAIDs, pelemas otot, fisioterapi
(Dodick and Capobianco. 2002) dalam (Adnyana, 2016).
2.3. KERANGKA TEORI

Lanjut Usia

1. Karakteristik demografik
Nyeri kepala 2. Jenis - jenis
3. Penyebab
4. Durasi
5. Tatalaksana

Nyeri Kepala Primer Nyeri Kepala Sekunder

Migren Trauma
Tension Type Headache ( TTH ) Gangguan vaskular pada kranial atau
Cefalgias Otonom Trigeminal servikal
Nyeri Kepala Primer Lainnya Gangguan non vaskular pada intrakranial
Suatu subtansi atau withdrawal
Infeksi
Gangguan homeostasis
Gangguan pada kranial, leher, mata,
telinga, hidung, rongga sinus, gigi, mulut,
atau struktur wajah atau servikal lainnya
Gangguan kejiwaan

Gambar 2.3. Kerangka Teori


2.4. KERANGKA KONSEP

Lanjut Usia Nyeri Kepala

1. Karakteristik demografik
2. Jenis - jenis
3. Penyebab
4. Durasi
5. Tatalaksana

Gambar 2.4. Kerangka Konsep


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. JENIS PENELITIAN


Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu membuat suatu
gambaran karakteristik penderita nyeri kepala pada lanjut usia di RSUP Haji
Adam Malik periode Januari-Desember 2018, dengan menggunakan desain
penelitian cross sectional yaitu pengambilan data dari rekam medis pasien yang
terdiagnosa menderita nyeri kepala di RSUP Haji Adam Malik periode Januari-
Desember 2018.

3.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


3.2.1. Lokasi penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Poliklinik Neurologi R.S.U.P
Haji Adam Malik Medan.

3.2.2. Waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai November 2019.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


3.3.1. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien lanjut usia yang tercatat
dalam rekam medis sebagai pasien nyeri kepala di Poliklinik Neurologi RSUP
Haji Adam Malik periode Januari-Desember 2018.

3.3.2. Sampel penelitian


Sampel dari penelitian ini adalah pasien nyeri kepala pada lanjut usia di
Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik dengan kriteria pemilihan sampel
adalah sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
Semua pasien nyeri kepala pada lanjut usia (60 tahun) yang berobat di
Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik periode Januari-Desember
2018.
29

b. Kriterika Ekslusi
Rekam medis yang tidak lengkap.

3.4. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL


Besar sampel pada penelitian ini dengan menggunakan Total Sampling.

3.5. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari rekam medis di RSUP Haji Adam Malik periode Januari-
Desember 2018 dan dilakukan pencatatan sesuai variabel yang dibutuhkan.

3.6. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA


a. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian akan diolah :
1. Editing
memeriksa validitas yang masuk
2. Coding
Memberikan tanda atau kode tertentu terhadap data yang telah di edit.
3. Entry
Memasukkan data untuk diolah ke dalam program komputer yang
telah ditetapkan.
4. Cleaning Data
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam computer
guna mengindari terjadinya kesalahan dalam memasukkan data.
b. Analisa Data
Data dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dicari
persentase untuk masing-masing distribusi frekuensi tersebut, kemudian
diberi penjelasan secara deskriptif.
30

3.7. DEFENISI OPERASIONAL


1. Variabel : Nyeri Kepala
Defenisi : Rasa nyeri atau rasa tidak enak pada daerah kepala,
termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher
Cara Ukur : Observasi rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Ukur : - Primer
- Sekunder
Skala Ukur : Nominal
2. Variabel : Usia
Defenisi : Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan sesuatu
yaitu berupa tahun, bulan dan hari
Cara Ukur : Observasi rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Ukur : - Lanjut usia : 60 - 74 tahun
- Lanjut usia tua : 75 - 90 tahun
Skala Ukur : Nominal
3. Variabel : Jenis kelamin
Defenisi : Sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua makhluk
sebagai laki - laki dan perempuan
Cara Ukur : Observasi rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Ukur : - Laki - laki
- Perempuan
Skala Ukur : Nominal
4. Variabel : Durasi nyeri kepala
Defenisi : Rentang waktu atau lamanya nyeri kepala berlangsung
Cara Ukur : Observasi rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Ukur : - 30 menit
- 30 menit - 4 jam
31

- 4jam - 3 hari
- 3 hari
Skala Ukur : Ordinal
5. Variabel : Penyebab nyeri kepala
Defenisi : Hal atau sesuatu yang membuat nyeri kepala terjadi
Cara Ukur : Observasi rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Ukur : - Primer
1. Migren
2. Tension Type Headache
3. Cefalgias Otonom Trigeminal
4. Nyeri Kepala Primer Lainnya
- Sekunder
1. Trauma/cedera pada kepala dan/leher
2. Gangguan vaskular pada kranial atau servikal
3. Gangguan non vaskular pada intrakranial
4. Substansi atau withdrawal
5. Infeksi
6. Gangguan homeostasis
7. Gangguan pada kranial, leher, mata, telinga, hidung,
rongga sinus, gigi, mulut atau struktur wajah/
servikal lainnya
8. Gangguan kejiwaan
Skala Ukur : Nominal
6. Variabel : Tatalaksana nyeri kepala
Defenisi : Perawatan kesehatan untuk mempertahankan dan
memulihkan nyeri kepala dengan cara pencegahan dan
pengobatan
Cara Ukur : Observasi rekam medis
Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Ukur : - Farmakologi
32

- Non-Farmakologi
Skala Ukur : Ordinal
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP
HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik berlokasi di
Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan
Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan
Kategori Kelas A. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan
rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara,
Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar
belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Ri
No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik
Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.1.2 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian


Dengan metode total sampling, didapatkan 81 pasien nyeri kepala pada
lanjut usia yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik Medan selama periode
Januari – Desember 2018. Semua data pasien diambil dari data sekunder yaitu
hasil rekam medis pasien. Dari keseluruhan pasien, variabel yang ditinjau adalah
jenis nyeri kepala, usia, jenis kelamin, durasi, penyebab dan tatalaksana. Berikut
ini adalah tabel distribusi frekuensi pasien berdasarkan usia.
34

Tabel 4.1. Tabel Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Usia


Usia Frekuensi (n) Persentasi (%)
Lanjut Usia 45 55,6
Lanjut Usia Tua 36 44,4
Total 81 100,0

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari total 81 pasien nyeri kepala
didapatkan, 45 pasien (54,9%) berusia 60 - 74 tahun yaitu lanjut usia dan 36
pasien (44,4%) berusia 75 – 90 yaitu lanjut usia tua. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Ruiz et al., (2014) bahwa dari 361 pasien nyeri kepala, 262
pasien lanjut usia dan hanya 99 pasien lanjut usia tua.
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat
23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia atau setara dengan 9,03%
(Kemenkes RI, 2017). Sejalan dengan meningkatnya populasi lansia, maka
meningkat pula jumlah kasus nyeri kepala. Prevalensi kasus nyeri kepala pada
lansia berkisar antara 25-89% (Barus, 2015).
Karakteristik sampel penelitian dapat dibedakan berdasarkan jenis
kelamin, jenis nyeri kepala, penyebab, durasi dan tatalaksana. Berikut ini
merupakan tabel karakteristik sampel penelitian :

Tabel 4.2. Tabel Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentasi (%)
Laki - laki 38 46,9
Perempuan 43 53,1
Total 81 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa nyeri kepala pada lanjut
usia lebih banyak pada perempuan sebanyak 43 pasien (53,1%) dan laki - laki 38
pasien (46,9%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ruiz, et al., (2014)
bahwa lanjut usia dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami nyeri
kepala dibandingkan laki - laki (62,1% dan 36,6%).
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Grosberg BM, et al (2013), bahwa
nyeri kepala lebih banyak dialami oleh perempuan karena diakibatkan oleh faktor
35

psikologis, pengaruh psikososial dan faktor perilaku seperti contohnya,


perempuan sering menghadapi sesuatu kejadian dengan tingkat stress lebih tinggi
dibandingkan pria.

Tabel 4.3. Tabel Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Nyeri Kepala
Jenis Nyeri Kepala Frekuensi (n) Persentasi (%)
Primer 29 35,8
Sekunder 52 64,2
Total 81 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 distribusi frekuensi berdasarkan jenis nyeri kepala


menunjukkan bahwa 29 pasien (35,8%) dengan jenis nyeri kepala primer dan 52
pasien (64,2%) jenis nyeri kepala sekunder. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Adnyana (2016), bahwa prevalensi nyeri kepala primer menurun seiring
dengan bertambahnya usia, tetapi nyeri kepala sekunder lebih sering dijumpai
pada lanjut usia.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ruiz et al., (2014) bahwa
lanjut usia yang mengalami nyeri kepala sekunder lebih banyak dibandingkan
nyeri kepala primer.
Nyeri kepala sekunder lebih banyak dialami oleh lanjut usia dikarenakan
berbagai hal yaitu penyakit yang diderita oleh lanjut usia banyak dan biasanya
kronik, perubahan kondisi tubuh dan serta banyaknya obat yang dikonsumsi
(Setiati et al.,2006).

Tabel 4.4. Tabel Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Penyebab


Penyebab Frekuensi (n) Persentasi (%)
Migren 1 1,2
Tension Type Headache 29 35,8
36

Cefalgias Otonom 0 0
Trigeminal
Primer lainnya 0 0
Trauma pada 0 0
kepala/leher
Gangguan vaskular pada 4 4,9
kranial dan servikal
Gangguan non vaskular 34 42,0
pada intrakranial
Substansi / withdrawal 4 4,9
Infeksi 0 0
Gangguan homeostasis 0 0
Gangguan pada kranial, 8 9,9
mata, telinga, rongga
sinus dll
Gangguan kejiwaan 1 1,2
Total 81 100,0

Berdasarkan tabel 4.4, distribusi frekuensi berdasarkan penyebab


menunjukkan 1 pasien (1,2%) migren, 29 pasien (35,8%) Tension Type Headache,
4 pasien (4,9%) gangguan vaskular pada kranial dan servikal berupa stroke dan
hipertensi, 34 pasien (42%) gangguan non vaskular pada pada intrakranial berupa
malignant neoplasma, 4 pasien (4,9%) substansi / withdrawal, 8 pasien (9,9%)
gangguan pada kranial, mata, telinga, rongga sinus, gigi, mulut atau struktur
servikal lainnya dan 1 pasien (1,2%) gangguan kejiwaan. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Ruiz et al., (2014) yang menyatakan bahwa nyeri kepala
primer pada lanjut usia paling banyak disebabkan oleh Tension-type headache
(28,7%) dibandingkan migren (23,8%).
Hal ini juga sesuai dengan penelitian di Italia yang dilakukan oleh Pascual
J et al., dalam Hershey dan Bednarczyk (2012) bahwa nyeri kepala primer paling
banyak adalah jenis Tension-type headache dan nyeri kepala sekunder adalah
jenis gangguan non vaskular pada intrakranial.
37

Tetapi hasil penelitian ini berbeda dari pernyataan Salomon G et al., dalam
Grosberg BM et al., (2013) bahwa nyeri kepala sekunder pada lanjut usia paling
banyak disebabkan oleh giant cell arteritis (GCA).
Gangguan non vaskular pada intrakranial berupa malignant neoplasma
paling banyak dialami oleh responden lanjut usia pada penelitian ini dikarenakan
kesadaran akan pola hidup sehat pada usia muda sering terabaikan sehingga
beresiko terjadinya penyakit di usia tua serta kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang bahaya penyakit yang mengakibatkan keterlambatan dalam penanganan.

Tabel 4.5. Tabel Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Durasi


Durasi Frekuensi (n) Persentasi (%)
< 30 menit 3 3,7
> 30 menit - 4 jam 6 7,4
> 4jam - 3 hari 9 11,1
> 3 hari 63 77,8
Total 81 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 durasi nyeri kepala pada lanjut usia selama < 30
menit sebanyak 3 pasien (3,7%), > 30 menit - 4 jam sebanyak 6 pasien (7,4%), > 4
jam - 3 hari sebanyak 9 pasien (11,1%), dan > 3 hari sebanyak 63 pasien (77,8%).
%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bunyaratavej et al., (2010)
bahwa durasi nyeri kepala pada lanjut usia sesuai penyebab paling sering
dirasakan selama 1 bulan.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian M Prencipe et al., (2001) bahwa
durasi nyeri kepala selama 15 hari / lebih dilaporkan hanya dialami 37 pasien
(8,7%) dari 425 pasien lanjut usia.
Pada hasil penelitian ini, durasi nyeri kepala pada lanjut usia paling
banyak dirasakan < 3 hari diakibatkan oleh penyebabnya sendiri yaitu Tension-
type headache dan gangguan non vaskular pada intrakranial dengan jenis
malignant neoplasma yang durasi nyerinya bersifat menetap dan berangsur-angsur
memberat selama berhari-hari.

Tabel 4.6. Tabel Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Tatalaksana


38

Tatalaksana Frekuensi (n) Persentasi (%)


Paracetamol dan Na 22 27,1
diclofenac

Ibupofen dan 10 12,3


Amitriptyline

Paracetamol, Na 5 6,1
Diclofenac dan
Amitriptyline

Paracetamol 9 11,1

Lainnya 35 43,4
Total 81 100,0

Berdasarkan tabel 4.6 distribusi frekuensi berdasarkan tatalaksana


menunjukkan bahwa tatalaksana nyeri kepala pada pasien lanjut usia tidak hanya
diberikan terapi tunggal, tetapi juga kombinasi terapi. Kombinasi terapi paling
banyak dari pasien lanjut usia berupa Paracetamol dan Na Diclofenac 22 pasien
(27,1%), Ibuprofen dan Amitriptyline 10 pasien (12,3%), Paracetamol, Na
Diclofenac dan Amitriptyline 5 pasien (6,1%) dan hanya 9 pasien (11,1%) yang
mendapatkan terapi tunggal yaitu Paracetamol serta tatalaksana lainnya sebanyak
35 pasien (43,4%).
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Shapiro R (2008), yang
menyatakan bahwa diantara tatalaksana nyeri kepala pada lanjut usia dapat
diberikan obat golongan Acetaminophen yaitu Paracetamol dan NSAIDs yaitu Na
diclofenac.
Pemberian kombinasi terapi diperbolehkan selama perhitungan efektivitas
dan efek samping diperhatikan dengan baik, namun pemberian kombinasi
analgesik yang berasal dari golongan yang sama harus dihindari (Barus, 2015).
Penelitian Dhusia et al., (2013) menyatakan bahwa kombinasi antara NSAIDs dan
Paracetamol untuk mengatasi nyeri sering digunakan, tetapi masih menjadi
39

kontroversial. Menhinick et al menyatakan bahwa kombinasi antara NSAIDs dan


Paracetamol lebih baik dibandingkan NSAIDs saja. Akan tetapi pada penelitian
Raisan et al menyatakan bahwa terapi kombinasi tidak memberikan efek lebih
dibandingkan NSAID saja. Hasil penelitian Zahra AP et al., (2017) menyatakan
bahwa pemberian obat golongan Acetaminophen yaitu Paracetamol sering
digunakan pada lanjut usia karena diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran
cerna serta golongan NSAIDs yaitu Na diclofenac mempunyai kelebihan utama
yaitu kemampuannya untuk memblokir isoenzim cyclooxygenase-2 (COX-2) 10
kali lipat lebih besar dibandingkan dengan NSAIDs lain. Hal ini menyebabkan
berkurangnya insiden gangguan gastrointestinal, tukak lambung, dan perdarahan
gastrointestinal. Maka dari itu terapi kombinasi Paracetamol dan Na Diclofenac
aman digunakan.
Ibuprofen merupakan golongan NSAIDs turunan asam propionat yang
juga mempunyai kemampuan untuk menghambat COX, suatu enzim yang
mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin, dengan demikian obat ini
berguna sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Obat ini mempunyai
efek samping yang lebih sedikit dibanding NSAIDs lain, tetapi aktivitas anti
inflamasinya lebih lemah (Moore N et al., 2015). Amitriptyline merupakan
golongan Trisiklik antidepresan (TCAs). Obat ini umumnya digunakan untuk
mengatasi kecemasan dan depresi, tetapi pada dosis yang rendah obat ini banyak
digunakan untuk mengatasi nyeri. Golongan Selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs) yang juga digunakan untuk mengatasi depresi, bekerja
menghambat CYP2C9 yaitu sebuah enzim yang berperan dalam metabolisme
NSAIDs, akan tetapi berbeda dengan Amitritptyline yang tidak menghambat
CYP2C9, sehingga kombinasi Ibuprofen dan Amitriptyline aman digunakan
(Moore N et al., 2015).
Menurut hasil penelitian Moore N et al., (2015), dalam mengatasi nyeri
NSAIDs jika dikombinasikan dengan SSRI akan menimbulkan efek samping
berupa perdarahan saluran cerna, akan tetapi hal itu dapat diatasi dengan
mengganti NSAIDs dengan obat seperti Paracetamol yang memiliki waktu paruh
pendek (1-3 jam) dan SSRI diganti dengan golongan TCAs ( dosis yang lebih
40

rendah dibandingkan SSRI ) sehingga dapat mengurangi terjadinya perdarahan


saluran cerna. Sejauh ini tidak ada laporan tentang efek yang merugikan dari
kombinasi ini. Amitriptyline juga merupakan terapi ajuvan untuk mengatasi nyeri
pada malignant neoplasma yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu obat yang bekerja
sebagai ko-analgesik ( meningkatkan kerja analgesik ) dan obat yang bekerja
mengurangi efek samping analgesik. Maka dari itu sesuai beberapa penyataan
diatas, terapi kombinasi antara Paracetamol, Na diclofenac dan Amitriptyline
aman digunakan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian cross-sectional dengan
pengambilan data sekunder dari rekam medis, dimana data yang didapat hanya
menunjukkan kejadian yang terjadi selama proses pengambilan data, sehingga
tidak dapat diketahui apakah terapi tunggal ataupun kombinasi lebih baik dalam
memberikan efek penghilang rasa nyeri kepala ataupun dalam meminimalisir efek
samping yang dialami pasien saat mendapatkan terapi untuk mengatasi nyeri
kepala.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian yang telah


dilakukan pada penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan tentang gambaran
nyeri kepala pada lanjut usia di poliklinik neurologi RSUP Haji Adam Malik
sebagai berikut :
a. Nyeri kepala yang dialami pasien lanjut usia di poliklinik neurologi
RSUP Haji Adam Malik mayoritas pada kelompok lanjut usia 60 -74
tahun (55,6%) dengan jenis kelamin perempuan (53,1%).
b. Jenis nyeri kepala pada lanjut usia di poliklinik neurologi RSUP Haji
Adam Malik mayoritas nyeri kepala sekunder (63,4%).
c. Penyebab nyeri kepala pada lanjut usia di poliklinik neurologi RSUP Haji
Adam Malik mayoritas diakibatkan oleh gangguan non vaskular pada
intrakranial berupa malignant neoplasma (42%).
d. Durasi nyeri kepala pada lanjut usia di poliklinik neurologi RSUP Haji
Adam Malik mayoritas selama > 3 hari (77,8%).
e. Tatalaksana nyeri kepala yang diberikan pada lanjut usia di poliklinik
neurologi RSUP Haji Adam Malik mayoritas berupa terapi kombinasi
yaitu Paracetamol dan Na diclofenac (27,1%).
5.2. SARAN

Dari penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :


1. Bagi Institusi Pendidikan dibidang Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk studi secara
komprehensif dalam mengembangkan strategi kesehatan bagi lanjut usia
dalam menghadapi nyeri kepala yang dialaminya.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
a. Diharapkan dapat memperkuat komunikasi antara tenaga kesehatan
dengan lanjut usia untuk mengetahui tanda - tanda nyeri kepala agar
dapat diatasi sebaik mungkin.
a. Diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat
terutama pada lanjut usia untuk memeriksakan diri sedini mungkin
terkait dengan keluhan nyeri kepala.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan dapat melakukan penelitian yang dapat menilai nyeri kepala
pada lanjut usia yang lebih luas, tidak hanya gambaran pada nyeri
kepala tetapi juga dapat menilai risiko-risiko yang dapat menyebabkan
nyeri kepala pada lanjut usia.
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana IMO., Headache in elderly. Pokdi Nyeri Kepala Perdossi cab. Denpasar.
Akbar, M. Diagnosis Vertigo. 2003. [Acessed 15 December 2016].
Available from: www.goo.gl/yssJbL
Amira Puri Zahra & Novita Carolia | Obat Anti-inflamasi Non-steroid (OAINS):
Gastroprotektif vs Kardiotoksik
Bahrami P, Zebardast H, Zibaei M. Prevalence and Characteristics of Headache in
Khoramabad, Iran. 2012:327-332.
Bahrudin, M. Neurologi Klinis. Malang : UMM Press. 2013.
Barus, J. 2015. Continuing Medical Education Penatalaksanaan Farmakologis
Nyeri pada Lanjut Usia, 42(3), pp. 167-171.
Bendsent L., Jensen R. Mistazapin is effective in the prophylactic treatment of
chronic tension-type headache. Neurology; 62: 1706-171.
Bettucci D., Testa L., Calzoni S., Mantegazza P., Monaco P. 2007. Combination
tizanidene and amitriptyline in the prophylaxis of chronic tension-type
headache: evaluation of efficacy and impact quality of life. J
Headache Pain. 7(1): 34-36.
Boehnke, C., Reuter U, Flach U. 2004. High dose riboflavin is efficatius migren
prophylaxis: an open study. in tertiarycare centre. Eur. J Neurol. 11 (7):
475-477.
Bunyaratavej, Siwanuwatn, Chantra & Khaoroptham, 2010.
Darowski A., Chambers S., A., Chambers D., J. 2009. Antidepresant and fall in
the elderly. Drug Aging; 26 95): 381-394.
Dee B., Jakcson R., C., Hersey L., A. 2013. Managing migraine and other
headache syndrome in thise over 50. Maturitas; 76: 241-246.
Diener H, Hartung E, Chrusbasik J, A. 2001. Comparitive study oral acetylsalisilc
acid and mateprolo for the prophylactic treatment of migraine: a
randomized, controlled, double blind, parallel-group phase-III study.
Cephalalgia.; 21:120-128.
Dodick, D. W., & Capobianco, D. J. (2001). Treatment and management of
cluster headache. Current pain and headache reports, 5, 83-91.
Friedman B., Corbo J., Lipton R. 2005. A trial of metoclopramide vs sumatriptan
for emergency of departement teratment of migraines. Neurology.; 45;
42-46.
Galloway. D. A. et al. 2016 ‘HHS Public Access’, 32(4), pp. 87-92. Doi:
10.1016/j.coviro.2015.09.001.Human.
Gantenbein A., R., Lutz N., J., Riederer F., Sandor P., S. 2012. Efficacy and
safety of 121 Ijnection of the greater occipital nerve in episodic and chronic
cluster headache. Cephalagia; 32(8): 630-634.
Godberg, SW, Silberstein S, Grosberg BM. 2014 ;. Considetarion in the
Treatment of tension type headache in Elderly. Drugs Aging; 31: 797- 804.
Gorelick PB, Scuteri A, Black SE, et al. Vascular Contributions to Cognitive
Impairment and Dementia: A Statement for Healthcare Professionals From
the American Heart Association/American Stroke Association.Stroke.
2011;42(9):2672-2713.
Grosberg BM, Friedman BW, Solomon S. Approach to the Patient with Headache
in Robbins MS, Grosberg BM, Lipton RB (Eds), Headache. Hong Kong,
Wiley Blackwell: 2013. p. 16-25.
Gupta P. Singh S, Shukla G, Behar M. 2007. Low dose topiramate versus
lamotrigine in migraine prophylaxis. Headache.; 402-412.
Hemant L Dhusia., Prasad D Bhange., Mahesh D Sonar., Sanjaykumar H Maroo.,
Ketan R Patel., Rakesg U Ojha. 2013. Combination Of Diclofenac with
Paracetamol Offer Better Pain Relief Than Ibuprofen Alone.
Hidayati, H.B. (2016). The Clinician’s Aprroach to the Management of Headache.
Hersey L., A., Bednarczyk E., M. 2013. Treatment headache in the elderly.
Current Treatment Opinion in Neurology; 15: 56-62.
Holroyd K., Donnel F., Stensland M. 2001. Management of chronic tension-type
headache with tricyclic antidepresant medication, stress management
therapy, and their combination: a randomized controll trial. JAMA; 285:
2208-2215.
IASP. 2011. IASP Taxonomy. Diakses dari International Association for the
Study of Pain IASP Taxonomy.htm: www.iasp-pain.org
Jatmiputri SS., Belladonna M., P. Eka F. 2017. JURNAL KEDOKTERAN
DIPONEGORO Volume 6, Nomor 2, April 2017 Online :
www.ejournals1.undip.ac.id/index.php/medico
Kemenkes RI. 2017. Analisis lansia di Indonesia, Pusat data dan informasi, pp.
1-2.
Klapper J., Staton J. Ketorolac versus DHE and metoclopramid in the treament of
migraine headache. 1991; 31: 523-524.
Konsensus Nasional IV Diagnsotik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala.
Perdossi. 2013.
Kristefferson E.S., Lundqvist C. 2014. Medication-overuse headache:
epidemiology, diagnosis and treatment. Ther Adv Drug Saf; 5(2): 87-99).
Lampl C., marecek S., May A., Bendtsen L., 2006. A prospective, open label, l
ongterm study of the efficacy and tolerability of topiramate in the
prophylaxis of chronic tension-type headache. Cephalalgia; 26(10) 1203-
1208.
Leninger T, Pageler L, Stude P, Diener H, Limmroth V. 2005. Comparison of
intravenous valproate with intravenous lysine-acetylsalicilic acid in acute
migraine attacks. Headache;; 45: 42-46.
Lipton R., Stewart W., Diamond S. 2001.Prevalence and burden of migraine in
the United States: data from the American Migraine study II. Headache.; 41:
646-657.
Liu W., Q., Kanungo A., Toth C. 2014. Equivalency of tricyciclic antidepressant
in open- label neuropathic pain study. Acta Neurol Scand; 129(2): 132-
141.
MacGregor E. A., Jason D. R., Tobias Kurth. 2011. Sex-Related Differences in
Epidemiological and Clinic-Based Headache Studies. Am Head Soc, 51:843-
859.
Mathew NT, Kaup AO, 2002.The use of botulinom toxin type A in headachen
teratment. Curr Treat Options Neurol; 4(5):365-373.
Mauskop A, Alternative therapies in headache: miss the role?. 2004. Med Clin
NorthAm; 11: 1077-1084..
Ozyalcin S., N., Talu G., K., Kiziltan E., Yucel B., Ertas M., Disci R. 2005. The
efficacy and safety of venlafaxine in the prophylaxis of migraine.
Headache; 45: 144-152.
Prencipe, M, Casini A.,R. . 2001 Prevalence of headache in elderly population:
attack frequentcy disability and use medication. J Neurol Neurosurg
Psychiatri; 170: 377-381.
Rao B, Das D, Taraknath V, Sarma Y. 2008. A double-blind controlled study of
propranolol and cyproheptadine in migraine prophylaxis. Neurol India;
223-226.
Ruiz M, Pedraza MI, de la Cruz C, et al. Headache in the elderly: characteristics
in a series of 262 patients. Neurologia. 2014;29:321-326.
Sandor PS, Di Clemente L, Coppola G. 2005.Efficacy of Co-enzym Q in migraine
prophilaxis; a randomized control trial. Neurology. 64(4): 713-715.
Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia. hlm. 1335-1340.
Shapiro R . Caffeine and headaches . Curr Pain Headache Rep 2008 ; 12 ( 4 ): 311
–5.
Sjahrir H. Nyeri Kepala dan Vertigo. Yogyakarta. Pustaka Cendikia Press.
Stanley, M. & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta :
EGC.
Steiner T., J. Lang R., Voleker M. 2003. Aspirin in episodic tension-type
headache: placebo controlled dose-ranging comparison with paracetamol.
Cephalalgia; 23: 59-66.
Terri F., O. Catherine D., Jonathan P., Barbara J. 2014. Use nonsteroid
antiinflamatory drugs inthe older adult. J Am Assoc Nurse Pract; 26(8)
414- 423.
The International Classification of Headache Disorders 3rd edition (Beta Version),
2018, Available from: www.ichd-3.org
White. L., Duncan. G & Baumle. W. 2012. Medical surgical nursing :An
integrated approach 3rd edition. USA : Delmar.
Zahra, A. P. et al. (2017). Obat Anti-inflamasi Non-steroid (OAINS):
Gastroprotektif vs Kardiotoksik Non-steroidal Anti-inflammatory Drugs
(NSAIDs): Gastroprotective vs Cardiotoxic, 6, pp. 153-158.
Lampiran A. Biodata Penulis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Tassa Nasirah


NIM : 160100105
Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 30 Januari 1999
Agama : Islam
Nama Ayah : Alm. Ir.H.Agus Budiarto
Nama Ibu : Ir.Hj.Tapi Sonda Sari Lintang
Alamat : Jl. Eka Rasmi no 39 Medan Johor
Riwayat Pendidikan :
1. SD Sutomo 1 Medan (2004-2010)
2. SMP Negeri 1 Medan (2010-2013)
3. SMA Negeri 1 Medan(2013-2016)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2016-Sekarang)
Riwayat Pelatihan :
1. Peserta PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru)
FK USU 2016
2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2016
3. Seminar Dokter Keluarga dan Workshop Sirkumsisi SCOPH FK USU
2016
Riwayat Kepanitiaan :
1. Panitia Seksi Acara PORSENI FK USU 2017
2. Bendahara Sahur On The Road FK USU 2017
3. Bendahara PORSENI FK USU 2018
Lampiran B. Surat Izin Survei Awal Penelitian
Lampiran C. Surat Izin Penelitian
Lampiran D. Ethical Clearence
Lampiran E. Data Induk Penelitian

Jenis
Jenis nyeri
No Nama Usia Kelamin kepala Diagnosa Durasi Tatalaksana
75 Malignant Paracetamol tab 500mg, Amitripline 25mg, Ranitidine tab 150mg, Vit B
1 FP thn 1 2 neoplasma 5 bulan kompleks, Na diclofenac tab 50 mg
60 Malignant Deksametason tab 0,5mg, Ranitidin tab 150mg, Kodein tab 10mg,
2 BH thn 1 2 neoplasma 3 bulan Parasetamol tab 500mg
63
3 SC thn 2 1 CTTH 3 jam Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
60
4 FT thn 2 1 CTTH 2 tahun Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
68
5 DP thn 1 1 CTTH 1 tahun Na diclofenac 50mg, Ranitidin 150mg, Vit B1 Kompleks
66 Malignant Paracetamol tab 500mg, Amitripline 25mg, Ranitidin tab 150mg, Vit B
6 NW thn 2 2 neoplasma 2 tahun kompleks, Na diclofenac tab 50 mg
Chronic
66 suppurative
7 ERT thn 1 2 otitis media 3 hari Ranitidin tab 150mg, Paracetamol tab 500mg
62
8 KS thn 1 1 CTTH 7 bulan Na diclofenac 50mg, Vit B Kompleks, Betahistine 6mg
67
9 MH thn 2 1 CTTH 3 hari Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
82 1
10 SBM thn 2 2 Psikoterapi minggu Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
60
11 RW thn 2 1 CTTH 4 bulan Ranitidin tab 150mg, Paracetamol tab 500mg
61 2
12 NR thn 2 2 Psikoterapi minggu Ranitidin tab 150mg, Paracetamol tab 500mg
69 Malignant
13 AS thn 1 2 neoplasma 5 menit Ranitidin tab 150mg, Deksametason tab 0,5mg, Paracetamol tab 500mg
73 Malignant
14 DR thn 1 2 neoplasma 1 bulan Betahistine 6mg, Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks
77
15 MSK thn 1 2 Mata 2 tahun Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
69 Paracetamol tab 500mg, Ranitidin tab 150mg, Vit B kompleks, Na
16 RH thn 1 1 CTTH 8 jam diclofenac tab 25mg
70 Paracetamol tab 500mg, Ranitidin tab 150mg, Vit B kompleks, Na
17 TF thn 2 1 CTTH 6jam diclofenac tab 25mg
61
18 NBP thn 2 1 TTH 2 hari Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
63 Paracetamol tab 500mg, Ranitidin tab 150mg, Vit B kompleks, Na
19 RN thn 2 1 CTTH 1 bulan diclofenac tab 25mg
68
20 YA thn 2 2 Rhinitis 5 hari Paracetamol tab 500mg
75
21 RH thn 1 1 CTTH 2 hari Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
71 Malignant
22 SM thn 2 2 neoplasma 1 bulan Paracetamol tab 500mg
68
23 HH thn 1 2 THT 1 tahun Ranitidin tab 150mg, Na diclofenac tab 50mg
68 Paracetamol tab 500mg, Ranitidin tab 150mg, Vit B kompleks, Na
24 TS thn 2 1 CTTH 5 hari diclofenac tab 25mg
72 3
25 LP thn 2 2 HIV minggu Paracetamol tab 500mg
62
26 RK thn 1 1 CTTH 3 hari Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
71
27 ML thn 2 1 CTTH 2 hari Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 25mg
73 Malignant Paracetamol tab 500mg, Amitripline 25mg, Ranitidin tab 150mg, Vit B
28 RT thn 2 2 neoplasma 2 hari kompleks, Na diclofenac tab 50 mg
60 1
29 SH thn 2 1 CTTH minggu Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
70 Low Back Ranitidin tab 150mg, Vit B kompleks, Amitripline 25 mg, Betahistine 6mg,
30 IM thn 2 2 Pain 4 bulan Na diclofenac tab 50mg
70 3
31 IS thn 2 1 CTTH minggu Na diclofenac 50mg, Ranitidin 150mg, Amitriplin 25mg
71
32 ID thn 1 1 CTTH 9 bulan Diazepam tab 5mg, Vit B kompleks, Paracetamol tab 500mg
63
33 JS thn 2 2 Psikoterapi 10 hari Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
69
34 HH thn 1 1 CTTH 10 bulan Diazepam tab 5mg, Vit B kompleks, Paracetamol tab 500mg
35 BBS 91thn 1 2 Hipertensi 2 bulan Vit B kompleks, Paracetamol tab 500mg, Na diclofenac tab 25mg
69
36 IR thn 2 1 CTTH 3 jam Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
72 Hilang
37 LH thn 1 1 CTTH timbul Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
74
38 SB thn 1 1 CTTH 3 bulan Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
Malignant Paracetamol tab 500mg, Amitripline 25mg, Ranitidin tab 150mg, Vit B
39 MBH 91thn 2 2 neoplasma 5 bulan kompleks, Na diclofenac tab 50 mg
75
40 FLL thn 2 2 Post op 1 jam Ranitidin tab 150mg, Asam folat 0,4mg, Paracetamol tab 500mg
41 ES 91thn 1 1 CTTH 1 tahun Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
Malignant
42 HR 92thn 1 2 neoplasma 5 menit Na diclofenac tab 50mg, Amitripline 25mg, Paracetamol tab 500mg
43 MW 91thn 1 1 CTTH 2 bulan Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
75
44 HBM thn 2 1 CTTH 6 bulan Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
75
45 NL thn 2 2 Hipertensi 2 bulan Na diclofenac tab 50mg, Vit B kompleks, diazepam tab 2mg
76 Malignant
46 KL thn 1 2 neoplasma 2 bulan Paracetamol tab 500mg, Vit B Kompleks, Amitripline 25mg
78 2
47 ML thn 1 1 TTH minggu Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
Malignant
48 NA 91thn 2 2 neoplasma 2 jam Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Ranitidin tab !50 mg
Malignant
49 LP 92thn 2 2 neoplasma 4 bulan Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
Malignant
50 SK 91thn 2 2 neoplasma 3 bulan Na diclofenac 50mg, Ranitidin 150mg, Vit B Kompleks
Malignant
51 ME 92thn 2 2 neoplasma 1 bulan Paracetamol tab 500mg, Ranitidin tab 150mg, Na diclofenac tab 25mg
77 Migren
52 SM thn 2 1 tanpa aura 3 jam Paracetamol tab 500mg, Ranitidin tab 150mg, Na diclofenac tab 50mg
Malignant
53 JS 91thn 1 2 neoplasma 1 bulan Betahistine 6mg, Vit B kompleks, Amlodipin 5mg, Paracetamol tab 500mg
Malignant
54 ET 92thn 1 2 neoplasma 40 detik Ranitidin tab 150mg, Deksametason tab 0,5mg, Paracetamol tab 500mg
1
55 AG 92thn 1 2 Hipertensi minggu Ranitidin tab 150mg, Paracetamol tab 500mg
56 MA 91thn 2 2 Hipertensi 2 bulan Ranitidin tab 150mg, Ibuprofen tab 400mg, Paracetamol tab 500mg
62 Malignant
57 DS thn 1 2 neoplasma 5 bulan Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
63 Malignant
58 MM thn 1 2 neoplasma 4 bulan Ranitidin tab 150mg, Vit B kompleks, Asam Mefenamat 500mg
59 NL 90thn 2 2 THT 1 tahun Ranitidin tab 150mg, Na diclofenac tab 50mg
Malignant
60 LM 91thn 2 2 neoplasma 6 bulan Asam Mefenamat 500mg, Ranitidin tab 150mg, Vit B Kompleks
60 Malignant
61 IJ thn 1 2 neoplasma 2 bulan Paracetamol tab 500mg, Vit B Kompleks, Amitripline 25mg
79 Malignant
62 RD thn 2 2 neoplasma 2 tahun Na diclofenac tab 50mg, Dekasametason tab 0,5 mg, Ranitidin tab 150mg
71 Malignant
63 NH thn 2 2 neoplasma 17 jam Na diclofenac 50mg, Vit B Kompleks
66
64 ZK thn 1 1 CTTH 20 tahun Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
68
65 RC thn 2 1 CTTH 4 jam Ibuprofen tab 200mg, Vit B kompleks, Amitripline 25mg
82 Sol
66 NU thn 2 2 Intrakranial 1 tahun Fenitoin inj 100mg, Ranitidine inj 50mg, Dekasametason inj
67 MY 92thn 1 2 THT 10 tahun Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
72 1 Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg, Kodein
68 MR thn 1 1 CTTH minggu tab 10mg
Malignant Vit B kompleks, Deksametason tab 0,5mg, Telmisartan 80mg, Amitripline
69 PR 91thn 1 2 neoplasma 4 bulan 25mg, Paracetamol 500mg, Ranitidine tab 150mg
Malignant Ranitidine tab 150mg, Vit B kompleks, Deksametason tab 0,5mg,
70 GGH 92thn 1 2 neoplasma 8 jam Paracetamol tab 500mg
73 Malignant
71 LS thn 2 2 neoplasma 2 bulan Paracetamol tab 500mg, Vit B Kompleks, Amitripline 25mg
90 Malignant
72 SP thn 2 2 neoplasma 4 bulan Paracetamol tab 500mg, Vit B Kompleks, Amitripline 25mg
71 Malignant 3 Vit B kompleks, Paracetamol tab 500mg, Deksametason Inj, Ranitidine Inj
73 SS thn 1 2 neoplasma minggu 25mg, Ranitidine tab 150mg, Deksametason tab 0,5mg
66 Post op
74 BO thn 2 2 sinus 1 bulan Vit B kompleks, Paracetamol tab 500mg
83 Malignant Vit B kompleks, Furosemid tab 40mg, Deksametason tab 0,5mg,
75 NP thn 1 2 neoplasma 6 bulan Paracetamol tab 500mg
66
76 MN thn 1 2 Depresi 3 tahun Paracetamol tab 500mg, Vit B kompleks, Na diclofenac tab 50mg
Malignant
80 neoplasma Ranitidine tab 150mg, Kodein tab 10mg, Vit B kompleks, Paracetamol tab
77 SC thn 1 2 Paru 2 bulan 500mg, Amitripline 25mg
81
78 STH thn 1 2 Psikoterapi 8 bulan Na diclofenac tab 50mg, Vit B Kompleks, Paracetamol tab 500mg
69 Malignant
79 SS thn 1 2 neoplasma 1 bulan Vit B kompleks, Asam Mefenamat 500mg
89 Malignant 3
80 SD thn 2 2 neoplasma minggu Ranitidin tab 150mg, Paracetamol tab 500mg
70 2
81 EL thn 2 1 CTTH minggu Na diclofenac 50mg, Ranitidin 150mg, Amitriplin 25mg
Lampiran F. Halaman Pernyataan Orisinalitas

PERNYATAAN

Gambaran Nyeri Kepala Pada Lanjut Usia di Poliklinik Neurologi


RSUP Haji Adam Malik Periode Januari – Desember 2018

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai


syarat untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi
Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari
hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian
ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian
skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam
bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar
akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Medan, 12 Desember 2019


Penulis,

Tassa Nasirah
160100105

Anda mungkin juga menyukai