Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

KELOMPOK 1 :

1. Alfita Sari
2. Amelia Ulfa
3. Dwifa Maharani
4. Maharani Lubis
5. Novita Mainurhaliza
6. Riyatul Janah
7. Yova Aprilia

Dosen Pembimbing :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDA SAINTIKA


PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Padang, 07 Januari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DIC adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasI 
simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga
selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan faktor
pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma
multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses
koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak
terkendali.  
Koagulasi intravascular diseminata (KID) merupakan salah satu kedaruratan
medis,karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Tetapi tidak
semua KID digolongkan dalam darurat medis,hanya KID fulminan atau akut sedang
KID derajat yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun
perlu di waspadai bahwa KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID
fulminan,sehingga memerlukan pengobatan segera.
Banyak penyakit yang sudah di kenal dan sering mencetuskn KID. Akibat
banyaknya penyakit yang dapat mencetuskannya gejala klinis KID menjadi sangat
bervariasi pula. Hal ini juga mungkin salah satu penyabab mengapa banyak istilah
yang dipakai untuk KID seperti konsumsi koagulopati,hiperfibrinolisis,defibrinasi
dan sindrom trombohemoragik. Istilah yang paling akhir ini lebih menggambarkan
gejala klinis karena dihubungkan dengan patofisiologis. Istilah yang paling umum
diterima sekarang ini adalah KID. Trombohemoragik menggambarkan terjadinya
thrombosis bersamaan dengan perdarahan. Kedua manifestasi klinik ini dapat terjadi
bersamaan pada KID. Tetapi para dokter lebih sering memperhatikan perdarahan
daripada akibat thrombosis padahal morbiditas dan mortalitas lebih banyak
dipengaruhi thrombosi.Keberhasilan pengobatan selain ditentukan keberhasilan
mengatasi penyakit dasar yang mencetuskan KID juga ditentukan oleh akibat KID itu
sendiri.
Dalam makalah ini akan disajikan penanganan yang obyektif mengenai
diagnosis klinis dan laboratorium,etiologi,patofisiologi,menentukan berat
KID,menilai respons terhadap pengobatan,dan tatalaksana pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian DIC ?
2. Bagaimana mekanisme hemostasis normal?
3. Bagaimana etiologi DIC?
4. Bagaimana manifestasi klinis DIC?
5. Bagaimana  patofisiologi DIC?
6. Bagaimana komplikasi DIC?
7. Siapa saja yang resiko tinggi menderita penyakit DIC?
8. Bagaimana pemeriksaan hemostasis DIC?     
9. Bagaimana penatalaksanaan DIC?
10. Bagaimana asuhan keperawatan DIC?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian DIC
2. Untuk mengetahui mekanisme hemostasis normal
3. Untuk mengetahui etiologi DIC
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis DIC
5. Untuk mengetahui patofisiologi DIC
6. Untuk mengetahui komplikasi DIC
7. Untuk mengetahui resiko tinggi yang menderita penyakit DIC
8. Untuk mengetahui pemeriksaan hemostasis DIC                 
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan DIC
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan DIC
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan DIC
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI  DIC
Disseminated Intravascular Coagulation (D.I.C.) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar diseluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya factor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan pendarahan.
D.I.C dikarakteristikkan oleh akselerasi proses koagulasi di mana trombosis dan
hemoragi terjadi secara simultan.
Disseminated intravascular coagulation (D.I.C) adalah suatu keadaan
hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan,
dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh.
Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai satu
sampai dua hari (acute D I C) dan dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan (chronic D I C).
B. Mekanisme Hemostasis normal
Sistem pembuluh darah membentuk suatu sirkuit yang utuh yang
mempertahankan darah dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pada pembuluh
darah, trombosit dan sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau kerusakan
tersebut sampai sel pada dinding pembuluh darah memperbaiki kebocoran tersebut
secara permanen. Proses ini meliputi beberapa tahap/faktor, yaitu;
1. Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnnya
2. Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami
kerusakan
3. Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi
4. Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor
pembekuan dan sistem fibrinolisis
5. Pembentukan kembali (remodeling) tempat yang luka setelah perdarahan
berhenti.
Tahap 1 dan 2 dikenal sebagai hemostasis primer. Sel endotel pada dinding
pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah dengan cara
vasokontriksi atau
vasodilatasi, sedangkan membran basal subendotel mengandung protein-protein
yang berasal dari endotel seperti kolagen, fibronektin, faktor von Willebrand dan lain-
lain, yang merupakan tempat melekatnya trombosit dan leukosit. Trombosit akan
membentuk sumbat hemostasis melalui proses:
1. Adhesi (adhesion), yaitu melekat pada dinding pembuluh darah:
2. Agregasi atau saling melekat di antara trombosit tersebut, yang kemudian
menjadi    dilanjutkan dengan proses koagulasi.
Tahap 2 atau sistem koagulasi melibatkan faktor pembekuan dan kofaktor yang
berinteraksi pada permukaan fosfolipid membran trombosit atau sel endotel yang
rusak untuk membentuk darah yang stabil. Sistem ini dibagi menjadi jalur ekstrinsik
yangn melibatkan faktol jaringan (tissue factor) dan faktor VII, dan jalur instrinsik
(starface-contact factor). Sistem ini diaktifkan jika faktor jaringan, yang
diekspresikan pada sel yang rusak atau teraktivasi (sel pembuluh darah atau monosit)
berkontak dengan faktor VII aktif (a) yang bersikulasi, membentuk kompleks yang
selanjutnnya akan mengaktifkan faktor X menjadi Xa dan seterusnya hingga
membentuk trombus/fibrin yang stabil (fibrin ikat silang /cross-linked fibrin).
Setelah fibrin terbentuk, antikoagulan alamiah berperan untuk mengatur dan
membatasi pembentukan sumbat hemostasis atau trombus pada dinding pembuluh
darah yang rusak tersebut. Sistem ini terdiri dari antirombin (AT)-III, protein S, serta
heparin kofaktor II, alfa-1 antirifsin dan alfa-2 makroglobulin. Antirombin bekerja
menghambat atau menginaktivasi trombin, faktor VIIa, XIIa, Xia, Xa, dan Ixa. Tanpa
adanya heparin, kecepatan inaktivasi ini reelatif lambat. Heparin mengikat dan
mengubah AT dan meningkatkan kecepatan inaktivasi AT. Sedangkan protein C
menghambat faktor Va dan VIIIa, dengan bantuan protein S sebagai kofaktor.
Fibrinolisis atau pemecahan fibrin merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk
mempertahankan patensi pembuluh darah dan menormalkan aliran darah. Enxim
yang berperan dalam sistem ini adalah plasminogen, yang akan diubah menjadi
plasmin dan kemudian akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen(atau
fibrin) degradation product (FDP), sedangkan produk pemecahan fibrin ikat silang
adalah D-dimer.
C. ETIOLOGI
Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut:
1. Hipofibrinogenemia
2. Trombositopenia ( merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal, ini
dapat terjadi akibat terkurangnya produksi trombosit oleh sum-sum tulang
atau akibat meningkatnya penghancuran trombosit).
3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah
4. Fibrinolisis berlebihan.
Penyakit- penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut:
1. Infeksi ( demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria
tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri melepaskan
endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)
2. Komplikasi kehamilan ( solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli
cairan amnion).
3. Setelah operasi (  operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi,
gastrektomi, splenektomi).
4. keganasan ( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukimia akut).
5. Penyakit hati akut ( gagal hati akut, ikterus obstruktif).
6. Trauma berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran
pembuluh darah. Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan
endotel sehingga akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam
jumlah yang besar kemudian mengaktivasi pembekuan darah secara sistemik.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan dari tempat – tempat pungsi, luka, dan membran mukosa pada
klien dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis atau kanker.
2. Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.
3. Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
4. Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan.
5. Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
6. Trombosis dan pra gangrenosa di jari, genetalia, dan hidung
E. PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai berbagai mekanisme untuk mencegah pembekuan darah
dengan terdapatnya kecepatan aliran darah. Selain itu, aktifitas faktor pembekuan
darah bisa dibawah normal hingga tidak menyebabkan pembekuan. Peranan hati
membersihkan faktor-faktor pembekuan dan mencegah pembentukkan trombin,
antara lain dengan anti trombin III. Dalam beberapa keadaan, misalnya aliran darah
yang lambat atau oleh karena syok, kegagalan hati, dan hipoksemia dapat
menyebabkan DIC. Dalam keadaan ini, terjadi fibrinolisis disebabkan plasminogen
diubah menjadi plasmin dan terjadilah penghancuran fibrinogen. Akibatnya, faktor V
dan VII yang menstabilkan darah dalam pembuluh darah tidak aktif, sehingga dapat
terjadi DIC. Pada diatesis hemoragik, seluruh trombosit dan faktor koagulasi
digunakan untuk bembekuan darah, sehingga tidak terdapat faktor yang
mempertahankan integritas pembuluh darah sebagai akibatnya darah menembus
keluar pembuluh darah.
F. Gejala Klinis
Gejala klinis bergantung pada penyakit dasar,akut atau kronik,dan proses
patologis yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau
diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang
berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie,
ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma
akibat perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa
kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia
fokal,dan gangrene pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat
thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia
dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.
G. Komplikasi
1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
2. Penurunan fungsi ginjal
3. Gangguan susunan saraf pusat
4. Gangguan hati
5. Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
6. Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
7. Purpura fulminan
8. Insufisiensi adrenal
9. Lebih dari 50% mengalami kematian
H. Insiden
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
1. Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai
komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
2. Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan
3. Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun
prostat.
Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:
1. Penderita cedera kepala yang hebat
2. Pria yang telah menjalani pembedahan prostat
3. Terkena gigitan ular berbisa.
I. PENATALAKSANAAN

Mengenai pengobatan KID fulminan masih belum ada keseragaman dan kadang
kontrofersial.hal ini disebabkan,sangat sukar untuk melakukan percobaan pengobatan
klinis maupun penilaian hasil percobaan krna etiologi beragam dan beratnya KID
juga bervariasi.dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan,

Khusus     :      pengobatan KID bersifat individual atau kasus demi kasus,
 Umum : mengobati pembekuan darah dalam,dan mengatasi perdarahan.
Walaupun masih controversial tetapi langkah pendekatan penatalaksanaan pada
KID    yang disepakati sekarang ini sebagai berikut:

1. Khusus : pengobatan individu:mengatasi keadaan yang khusus dan yang


mengamcam nyawa
2. Bersifat umum:
a) Mengobati atau menghilangkan proses pencetus
b) Menghentikan proses patalogis pembekuan intravascular
c) Terapi komponen atau substitusi
d) Menghentikan sisa fibrinolisis

Terapi Individu
Berhubung banyak macam penyakit yang mencetuskan KID dan derajat
penyakit maupun KID bervariasi,pengobatan kasus demi kasus perlu mendapat
perhatian yang besar.Mungkin hanya dengan pendekatan pengobatan etiologi saja
untuk satu pasien sudah cukup sedangpasien yang lain tidak.Atau pemberian heparin
pada kasus yang stu sangat diperlukan,sebaiknya pada kasus yang lain sama sekali
tidak.Jadi harus selalu dilihat pada setiap individu keuntungan dan keruggian suatu
pengobatan.
Pengobatan harus didasarkan atas eteologi KID,umur,keadaan  
hemodinamik,tempat dan beratnya pendarahan,tempat beratnya thrombus,dan gejala
klinis yang ada hubungannya.

1. Pengobatan factor pencetus

                  Pengobatan yang sangat penting pada KID fulminan yaitu mengobati secara
progresif dan menghilangkan penyakit pencetus KID. Dengan mengobati factor
pencetus, proses KID dapat dikurangi atau berhenti. Mengatasi renjatan,
mengeluarkan janin mati, memberantai infeksi (sepsis), dan mengembalikan volume
dapat menghentikan proses KID.

2. Meghentikan koagulasi

Menghentikan atau menghambat proses koagulasi dapat dapat dilakukan denga


memberikan antikoagulan misalkan heparin
Indikasi pemberian heparin:

a) Bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat
b) Pasien yang masih disertai perdarahan walaupun penyakit dasar sudah
dihilangkan. Hal ini karena KID sendiri menggangu proses koagulasi
c) Bila ada tanda/ditakutkan terjadi thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal
ginjal, gagal hati, sindrom gagal nafas.

Cara pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis permulaan 100-
200π/kgBB intravena dan dosisi selanjutnya ditentukan berdasarkan APTT atau masa
pembekuan (MP) yang diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin. Target APTT
1,5-2,5 kali control atau masa pembekuan (MP) 2-3 kali control.      Bila APTT
kurang dari 1,5 kali control atau MP kurang dari 2 kali control, dosis heparin
dinaikkan. Bila lebih dari 2,5 kali APTT control atau MP lebih dari 3 kali control
maka diulang 2 jam. Kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari 2,5-3 kali control
maka dosis dinaikkan sedangkan bila kurang, dosis diturunkan. Heparin diberikan
tiap 4-6 jam dan dosis diberikan berkisar 20.000-30.000
µ/hari.                                                                                       

3. Terapi subtitusi

Bila perdarahan masih berlangsung terus sesudah mengobati penyakit dasar dan
sesudah pemberian antikoagulan kemungkinan penyebabnya adalah penurunan
komponen darah yaitu kekurangan factor pembekuan. Untuk ini dapat diberikan
plasma beku segar (Fresh frozen plasma) atau kriopresipitat. Bila trombosit turun
sampai 25.000 atau kurang pemberian trombosit konsentrat perlu diberikan.

4. Antifibrinolisis

Antifibrinolisis seperti asam traneksamik atau epsilon amino caproic acid


(EACA) hanya diberikan bila jelas thrombosis tidak ada dan fibriolisis yang sangat
nyata. Antifibrinolisis tidak diberikan bila KID masih berlangsung dan bahkan
merupakan kontraindikasi.

                   
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.      PENGKAJIAN
1.  Kaji adanya faktor- faktor predisposisi
a.  Septikemia
b.  Komplikasi obstetrik
c.  Sindrom distres pernafasan dewasa / ARDS
d.  Luka bakar berat dan luas
e.  Neoplasia
f.  Gigitan ular
g.  Penyakit hepar
h.  Bedah kardiopulmonal
i.   Trauma

2.   Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan hal-hal dibawah ini


a.  Perdarahan
1) Hematuria
2) Rembesan darah dari sisi pungsi vena dan luka
3) Epistaksis   
4) Perdarahan GI tract ( hematemesis melena)
b. Kerusakan perfusi jaringan
1) Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, atau sakit kepala
2) Ginjal : penurunan pengeluaran urine
3) Paru-paru : dispnea, ortopnea
4) Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan
perifer atau kaki )
3.       Pemeriksaan diagnostic
a.       Jumlah trombosis rendah
b.      PT (Protombin time) dan PTT memanjang
c.       Degradasi produk fibrin meningkat
d.      Kadar fibrinogen plasma darah rendah
B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi
sekunder terhadap     DIC
2. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan status koagulasi, trombositpeni.
3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan defisit volume
intravaskuler, trombosis.
C. INTERVENSI
1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi
sekunder terhadap   DIC.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan dapat adekuat
a) Tidak ada manifestasi syok
b) Tetap sadar dan berorientasi
c) Tidak ada perdarahan
d) Nilai laboratorium dalam rentang normal  
Intervensi Keperawatan
a. Pantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital dan perdarahan baru.
b. Waspadai perdarahan.
c. Kolaborasi pemberian :
1) Terapi heparin à perhatikan pembentukan tanda-tanda antibodi
antitrombosit oleh penurunan tiba - tiba dari jumlah trombosit.
2) Berikan transfusi darah sesuai dengan prosedur dan evaluasi dengan
ketat terhadap manifestasi reaksi transfusi. Hentikan transfusi bila
terjadi reaksi.
d. Jelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang
akan    dilakukan
e. Lakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta
berikan informasi yang dibutuhkan dengan bahasa yang jelas.

2. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan status koagulasi, trombositpeni.


Tujuan :
a) Bleeding precautions & bleeding reduction.
b) Surveillance safety
               
  Intervensi Keperawatan
a. Monitor  perdarahan dan identifikasi penyebab perdarahan.
b. Monitor status cairan
c. Monitor hasil laboratorium untuk PT, PTT, Fibrinogen, FDP, AT
d. Pertahankan tirah baring selama perdarahan aktif
e. Intruksikan klien untuk meningkatkan intake makanan yang mengandung
vitamin K dan menghindari aspirin/antikoagulan lain.
f. Monitor gangguan fisik/kognitif yang dapat mendorong perilaku tidak aman.
g. Tentukan tingkat pengawasan yang dibutuhkan klien.
h. Sediakan pengawasan untuk monitoring klien dan tindakan terapeutik.

3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan defisit volume


intravaskuler, trombosis.
Tujuan :Circulatory care

     Intervensi keperawatan
a. Kaji derajat ketidaknyamanan/ nyeri
b. Lakukan pengkajian komperhensif terhadap sirkulasi perifer ( nadi perifer,
edema, warna, dan temperatur ekstrimitas ).
c. Dorong latihan ROM selama tirah baring
d. Ganti posisi pasien tiap 2 jam
e. Pertahankan hidrasi adekuat
f. Monitor status cairan.  
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan DIC dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai
dengan literature).
E. EVALUASI
Penilaian sesuai dengan criteria standart yang telah ditetapkan dengan
perencanaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal
sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan
pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang
hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya. DIC merupakan
salah satu kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan
penanganan segera.
Dapat disimpulkan bahwa Disseminated intravascular coagulation (D.I.C) adalah
suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit
atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler
diseluruh tubuh. Gangguan DIC ini disebabkan oleh hipofibrinogenemia,
rombositopenia, beredarnya  antikoagulan, dalam sirkulasi darah, fibrinolisis
berlebihan, Infeksi, komplikasi kehamilan, setelah operasi, trauma berat, keganasan.
Bila penyakit sudah parah dapat terbentuk banyak bekuan yang menyebabkan
hambatan aliran darah di semua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang
luas. Angka kematian lebih dari 50 %.
B. Saran
Mengetahui DIC  berbahaya maka  harus sedini mungkin agar tidak menyebabkan
akibat buruk seperti kematian dan tenaga kesehatan harus memberi penyuluhan
tentang penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit
FKUI.Jakarta
Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
 Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
Http:www.google.com

Anda mungkin juga menyukai