Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-NYA
sehingga laporan pendahuluan ini dapat tersusun.

Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi masalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karna keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Palu, 5 Maret 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................1


DAFTAR ISI.....................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................3
1. Latar Belakang .......................................................................3
2. Rumusan Masalah...................................................................3
3. Tujuan......................................................................................3
BAB II
TINJAUAN TEORI............................................................................4
1. Definisi.....................................................................................4
2. Anatomi fisiologi......................................................................4
3. Etiologi.....................................................................................6
4. Patofisiologi.............................................................................6
5. Manifestasi klinis......................................................................7
6. Penatalaksanaan........................................................................9
7. Komplikasi...............................................................................11
8. Pemeriksaan penunjang...........................................................11
BAB III
PENUTUP...........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan
bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan ( accelerasi – decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan kecepatan, serta mutasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari laporan pendahuluan ini yaitu
bagaimana konsep cedera kepala dan asuhan keperawatan pada cedera
kepala

3. Tujuan
Adapun tujuan dari laporan masalah ini yaitu untuk mengetahui
konsep cedera kepala dan untuk mengetahui asuhan keperawatan pada
cedera kepala

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak


yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak
tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak (bowma,2003). Cedera kepala
yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tenggkorak percepatan dan perlambatan (accelerasi-
descelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan
percepatan,serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh
otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (bajamal,2001).
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang
mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (gernardli and
meany,1996).

2. Anatomi fisiologi
a. Tulang frontal.
Tulang ini adalah tulang dahi. Tulang ini membentuk bagian
rongga orbita ( soket mata) dan cekungan yang menonjol di atas mata,
batas supra – orbita.
b. Tulang frontal.
Tulang ini membentuk sisi dan langit – langit tengkorak. Tulang-
tulang ini berartikulasi disutura sagital, dengan tulang okcipital sutura
lambdoidal dan dengan tulang temporal di sutura skuamosa.
c. Tulang temporal

4
Tulang ini berada di samping kanan dan kiri kepala serta
membentuk sendi fibrosa dengan tulang parietal, oksipital, sfenoid,
serta zigomatik yang tidak dapat digerakkan.
d. Tulang oksipital
Tulang ini membentuk belakang dan bagian basal tengkorak tulang
ini memiliki sendi fibrosa yang tidak dapat digerakkan dengan tulang
parietal, temporal, dan sfenoid. Permukaan dalamnya sangat cekung
dan di tempati oleh lobus oksipital serebrum dan sereblum.

e. Tulang sfenoid
Tulang ini juga berisi bagian tengah basal tengkorak dan
membentuk persendian dan tulang frontal, oksipital, temporal, dan
tulang frontal. Tulang ini menghubungkan tulang kranial dan fasial,
serta menyangga tulang tengkorak.

f. Tulang etmoid
Berada di bagian basal tengkorak dan membantu membentuk
rongga orbita, septum nasal, dan dinding lateral rongga nasal. Di tiap
sisi kiri dan kanan, terdapat dua tonjolan yang menonojol ke rongga
nasal, konka atas, konka tengah, atau prosesus supinasi.

g. Tulang nasal
Tulang ini merupakan tulang pipi yang membentuk bagian terbesar
permukaan lateral dan superior.

h. Tulang lakrimal
Dua tulang kecil ini berada di posterior dan lateral dari tulang
hidung dan membentuk bagian dinding medial rongga orbital. Tiap
tulang memiliki foramen tempat lewatnya duktus nasolakarimal yang
membawa air mata dari kantus medialis mata ke rongga nasal.

5
i. Mandibula
Tulang ini merupakan rahang bawah, satu-satunya tulang
tengkorak yang dapat digerakkan. Tulang ini asalnya terdiri atas dua
bagian, yang kemudian menyatu di garis tengah.
j. Maksila
Tulang ini awalnya memiliki dua tulang tetapi penyatuan
berlangsung sebelum lahir. Maksila membentuk rahang atas, bagian
anterior langit-langit mulut, dinding lateral rongga nasal, dan bagian
dasar rongga orbital. Pangkal gigi atau prosesus.

k. Sutura
Sutura adalah tempat pertemuan antara tulang kranium. Jenis
sutura adalah sebagai berikut :
1) Sutura skuamosa : pertemuan antara tulang parietal dan temporal
2) Sutura koronal : pertemuan antara 2 tulang parietal dan tulang
frontal
3) Sutura lambdoidal : pertemuan antara 2 tulang parietal dan tulang
oksipital
4) Sutura frontal : pertemuan antara tulang frontal
5) Sutura sagital : pertemuan antara 2 tulang parietal

3. Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas (60%
kematian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas merupakan akibat cedera
kepala); faktor kontribusi terjadinya kecelakaan seringkali adalah
konsumsi alkohol, terjatuh, kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, luka
pada persalinan. (Ginsberg, Lionel, 2005).

6
4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak kurangdari 20 mg %,
Karena akan menimbulkan koma.kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosatubuh, sehinggabila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfugsi cerebral.
Pada otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui roses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak, akan terjadi penimbunan asamlaktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini yang meyebabkan asidosis metabolic.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (cbf) adalah 50-60
ml/menit/100 gram jaringan otak,yang merupakan 15 % dari kardiak
output trauma kepala yang menyebabkan perubahan fungsi jantung
sekuncup aktivitas atipikal-miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan
udem paru perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan distrimia vibrilasi atriumdan ventrikel,takikardi.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler dimana penurunan tekanan vaskuler menybabkan pembuluh
darah arteriol akan berkontrksi. Pengaruh persarafan simpatik dan para
simpatik pada pembuluh arah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

7
5. Pathway TIK: - oedem
- hematom

Cidera kepala
Respon biologi
xypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio Kerusakan sel otak


laserasi

Gangguan autoregulasi stress


Rangsangan simpatis

Aliran darah ke otak Tahanan vaskular Katekolamin


Ssistemik dan TD Sekresi asam lambung

O2 gangguan metabolisme Tek. Pembekuan Mual, muntah


darah pulmonal

Asam laktat Tek. hidrostatik Asupan nutrisi


kurang

8
6. Manifestasi klinis

Secara umum tanda dan gejala pada cedera kepala meliputi ada
atau tidaknya fraktur tengkorak, tingkat kesadaran dan kerusakan jaringan
otak.

a. Fraktur tengkorak, ada laserasi, memar.


1) Fraktur tengkorak dapat melukai pembuluh darah dan saraf-saraf
otak, merobek durameter yang mengakibatkan perebesan cairan
serebrospinalis. Jika terjadi fraktur tengkorak kemungkinan yang
terjadi adalah :
a) Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung
(rhinorrhoe) dan telinga (otorrhoe)
b) Kerusakan saraf kranial
c) Perdarahan di belakang membran timpani
d) Ekimosis pada periorbital
2) Jika terjadi fraktur basiler, kemungkinan adanya gangguan pada
saraf kranial dan kerusakan bagian dalam telinga. Sehingga
kemungkinan tanda dan gejalanya :
a) Perubahan tajam penglihatan karena kerusakan saraf optikus
b) Kehilangan pendengaran karena kerusakan pada nervus
auditorius
c) Dilatasi pupil dan hilangnya kemampuan pergerakan beberapa
otot mata karena kerusakan nervus okulomotorius
d) Paresis wajah karena kerusakan nervus fasialis
e) Vertigo karena kerusakan otolith dalam telinga bagian dalam
f) Nigmatus karena kerusakan pada sistem vestibular
g) Warna kebiruan atau hematoma pada periorbital, dan di
belakang telinga di atas mastoid (Battle sign)

b. Kesadaran

9
Tingkat kesadaran pasien tergantung dari berat ringannya cedera
kepala, ada atau tidaknya amnesia retrograt, mual dan muntah.

c. Kerusakan jaringan otak


Manifestasi klinik kerusakan jaringan otak bervariasitergantung dari
cedera kepala. Untuk melihat adanya kerusakan cedera kepala perlu
dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.

7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Tidak mengkonsumsi alkohol
2) Memakai alat pelindung diri di lingkungan yang beresiko
terjadi kecelakaan
3) Mengenakan helm saat berkendara dengan motor
4) Memastikan lantai selalu kering dan tidak licin
5) Memasang penerangan yang baik seluruh rumah
6) Tidak meletakkan barang berat di atas lemari atau tempat tinggi
lainnya agar tidak menimpa kepala

b. Pengobatan
1) Diuretik : untuk mengurangi edema serebral misalnya manitol
20%, furosemid (lasik). Penurunan volume intrakranial dengan
terapi osmotik merupakan dasar dari manajemen tekanan
intrakranial, umumnya agen osmoyic yang dipakai adalah
mannitol, mannitol tidak dapat menembus sawar otak dan
bekerja dengan menarik keluar cairan otak dan dikeluarkan
melalui ginjal.

10
2) Antikonvulsan : untuk menhentikan kejang misalnya dengan
dilantin, tegretol, valium. Obat-obatan sedative juga efektif
dalam menurunkan metabolisme rate serebral dan menurunkan
TIK.
3) Kortokosteroid : untuk menghambat pembentukan edema
misalnya dengan deksametason.
4) Antagonis histamin : mencegah terjadinya iritasi lambung
karena hipersekresi akibat efek trauma kepala misalnya denagn
cemetidin, ranitidin.
5) Antibiotik : jika terjadi luka besar, untuk mencegah terjadinya
infeksi.
c. Rehabilitasi
Perawatan dirumah sakit bila GCS < 13
1) Posisi terlentang kepala miring ke kiri dengan diberi bantal
tipis ( head up 15° - 30 ° ) hal ini untuk memperbaiki venous
return sehingga tekanan intra kranial turun.
2) Beri masker oksigen 6 -8 liter / menit
3) Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg,
jika tidak ada perbaikan dapat diberikan vasopressor
4) Pasang infus D5% ½ saline 1500 – 2000 cc / 24 jam atau 25 –
30 cc / KgBB /24 jam
5) Pada penderita dengan GCS < 9 atau di perkirakan akan
memerlukan perawatan yang lebih lama maka hendaknya di
pasang maagslang ukuran kecil ( 12 Fr ) untuk memberikan
makanan yang di mulai pada hari I di hubungkan dengan 500cc
dextrose 5 %. Gunanya pemberian sedini mungkin adalah
untuk menghindari atrophi villi usus, menetralisasikan asam
lambung yang biasanya Ph sangat tinggi ( stress ulcer )
menambah energi yang tetap di butuhkan sehingga tidak terjadi
mrtabolisme yang negatif, pemberian makanan melalui pipa
lambung ini akan di tingkatkan secara perlahan – lahan sampai

11
di dapatkan volume 2000 cc/24 jam dengan kalori 2000 Kkal.
Keuntungan lain dari pemberian makanan peroral lebih cepat
pada penderita tidak sadar antara lain mengurangi translokasi
kuman di dinding usus halus dan usus besar, mencegah normal
flora usus masuk kedalam system portal.
6) Sedini mungkin penderita di lakukan mobilisasi untuk
menghindari terjadinya statik pneuminia atau dekubitus untuk
menghindari terjadinya statik pneumonia atau dekubitus
dengan cara melakukan miring kekiri dan kekanan setiap 2
jam.
7) Pada penderita yang gelisah harus di cari dulu penyebabnya
tidak boleh langsung di berikan obat penenang seperti
diazepam karena dapat menyebabkan masking efek terhadap
kesadaranya dan terjadinya depresi pernapasan. Pada penderita
gelisa dapat terjadi karena nyeri oleh karena fraktur, kandung
kemih yang penuh, tempat tidur yang kotor, penderita mulai
sadar, penurunan kesadaran,shock, febris.

8. Komplikasi
1. Empedural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
durameter akibat pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang arteri
menigeal media yang yang terdapat di durameter pembuluh darah ini
tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya dapat terjadi
dalam bebrapa jam sampai 1-2 hari lokasi yang paling sering yaitu di
lobus temporalis dan parietalis.
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat
terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena /
jembatan vena yang biasanya terdapay diantara durameter, perdarahan

12
lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 – 2 hari atau 2 minggu
dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

9. Pemeriksaan penunjang
a. Foto tengkorak : Mengetahui adanya fraktur tengkorak (simpel,
depresi, kommunit), fragmen tulang.
b. Foto servikal : Mengetahui adanya fraktur servikal
c. CT Scan : Kemungkinan adanya subdural hematom, intraserebral
hematom, keadaan ventrikel.
d. MRI : sama dengan CT Scan
e. Serum alkohol : Mendeteksi penggunaan alkohol sebelum cedera
kepala
f. Serum obat : Mengetahui penyalahgunaan obat sebelum cedera kepala.
g. Pemeriksaan obat dalam urine : Mengetahui pemakaian obat sebelum
kejadian
h. Serum human chorionic gonado tropin : Mendeteksi kehamilan

13
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan
sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala pada bentuk, lokasi, jenis
injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu di
dapati adalah sebagai berikut:
1. Indetitas klien dan keluarga (penanggung jawab):
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Agama
e. Suku bangsa
f. Status perkawinan
g. Alamt
h. Golongandarah
i. Penghasilan
j. Hubungan klien dengan penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan
a. Tingkat kesadaran/GCS(<15),
b. Konvulsi
c. Muntah
d. Dispnea/takipnea
e. Sakit kepala
f. Wajah simetris/ tidak, lemah
g. Lika di kepala
h. Paraliase
i. Akumulasi sekret pada saluran pernafasan,
j. Adanya liquor dari hidung dan telinga
k. Kejang

14
Riwayat penyakit terdahulu haruslah di ketahui baik yang
berhubungan dengan sistem pernafasan maupun penyakit sistem sistemik
lainnya, demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat di kaji dari klien atau keluarga
sebagai data subjectif. Data data ini sangat beararti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien
3. Pemeriksaan fisik
Aspek neurologis yang di kaji adalah:
a. Tingkat kesadaran, biasanya, GCS <15, diseriontasi orang, tempat dan
waktu
b. Adanya refleks babinski yang positif
c. Perubahan nilai tanda tanda vital
d. Kaku kuduk
e. Hemiparese
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai
batang otak karena udema otak atau perdarahan otak perdarahan otak juga
mengkaji nervus, I, II, III, V, VII, IX, XII.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan: untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilakukan
pada 24-72 jam setelah injuri.
b. MRI: di gunakan sama seperti CT scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif
c. Cerebral angiography: menunjukkan anomali sirkulas cerebral seperti:
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema perdarahan dan
trauma.
d. Serial EGG: dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e. X-ray: mendeteksi perubahan struktur garis (perdarahan/edema),
fragmen tulang.

15
f. BAER: mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
g. PET: mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. CSF, lumbal punksi: dapat di lakukan jika di duga terjadi perdarahan
subarachnoid.
i. ABGs: mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
j. Kadar elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial
k. Screen toxicologi: untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penuruna kesadaran.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran
darah otak sekunder edema serebri, hematom
2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan kerusakan neuromuskular,
kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru – paru
C. Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran
darah otak sekunder edema serebri, hematom
Kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran kompos mentis : orientasi orang, tempat dan memori
baik
b. Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg, tekanan intrakranial < 15 mmHg
c. Fungsi sensori utuh / normal

Rencana tindakan rasional


1. Kaji tingkat kesadaran dengan 1. Tingkat kesadaran
GCS merupakan indikator terbaik
2. Kaji pupil, ukuran, respon adanya perubahan neurologi
terhadap cahaya, gerakan mata 2. Mengetahui fungsi N,II dan

16
3. Kaji refleks kornea dan refleks III
gag 3. Menurunnya refleks kornea
4. Evaluasi keadaan motorik dan dan refleks gag indikasi
sensori pasien kerusakan pada batang otak
5. Monitor tanda vital setiap 1 jam 4. Gangguan motorik dan
6. Observasi adanya edema sensori dapat terjadi akibat
periorbita, ekomosis di atas os edema otak
matoid, rhinorrhea, otorrhea 5. Adanya perubahan tanda
7. Pertahankan kepala tempat tidur vital seperti respirasi
30 – 45 derajat dengan posisi menunjukkan kerusakan pada
leher tidak menekuk batang otak
8. Anjurkan pasien untuk tidak 6. Indikasi adanya fraktur
menekuk lututnya / fleksi, basilar
batuk, bersin, feses yang keras 7. Memfasilitasi drainasi vena
9. Pertahankan suhu normal dari otak
10. Monitor kejang dan berikan 8. Dapat meningkatkan tekanan
obat anti kejang intra kranial
11. Lakukan aktivitas keperawatan 9. Suhu tubuh yang meningkat
dan aktivitas pasien seminimal akan meningkatkan aliran
mungkin darah ke otak sehingga
12. Pertahankan kepatenana jalan meningkatkan TIK
napas, suction jika perlu, 10. Kejang dapat terjadi akibat
berikan oksigen 100 % sebelum iritasi serebral dan keadaan
suction dan suction tidak lebih kejang memerlukan banyak
dari 15 detik oksigen
13. Monitor AGD, PaCO2 antara 11. Meminimalkan stimulus
35 – 45 mmHg dan PaCO2 > 80 sehingga menurunkan TIK
mmHg 12. Mempertahankan adekuatnya
14. Berikan obat sesuai program oksigen, suction dapat
dan monitor efek samping meningkatkan TIK
13. Karbondioksida

17
menimbulkan vasolilatasi,
adekuatnya oksigen sangat
penting dalam
mempertahankan
metabolisme otak
14. Mencegah komplikasi lebih
dini

2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan kerusakan neuromuskular,


kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru – paru

Rencanakan tindakan Rasional


1. Kaji frekwensi napas, 1. Pernapasan yang tidak
kedalaman, irama setiap 1-2 teratur, seperti apnea,
jam pernapasan cepat atau lambat
2. Auskultasi bunyi napas setiap kemungkinan adanya guan
1-2 jam pada pusat pernapasan pada
3. Pertahankan kebersihan jalan otak.
napas, suction jika perlu, 2. Salah satu komplikasi cedera
berikan oksigen sebelum kepala adalah adanya
suction gangguan pada paru- paru
4. Berikan posisi semifowler 3. Mempertahankan adekuatnya
5. Monitor AGD suplay oksigen ke otak
6. Berikan oksigen sesuai 4. Memaksimalkan ekspensi
program paru
5. Mempertahankan kadar
PaO2 dan paCO2 dalam
batas normal
6. Meningkatkan surplay
oksigen ke otak

18
BAB III
PENUTUP

3. Kesimpulan
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa diset perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa di ikuti
terputusnya kontinuitas otak (bowma,2003). Cedera kepala yaitu adanya
deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang
tenggkorak percepatan dan perlambatan (accelerasi-descelerasi) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor
dan penurunan percepatan,serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(bajamal,2001).
4. Saran
Laporan pendahuluan ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, maka
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran baik oleh para pembaca .

19
DAFTAR PUSTAKA

Sudiharto, sartono.2011.“Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life


Suport”.Jakarta : CV sagung seto.

Musliha.2014.” Kepeawatan Gawat Darurat”,Jl.Ringroad


selatan.Yogyakarta:Nuha Medika.

Padila.2012.”Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah” Jl. Sadewa No.1


Sorowarjo Baru.Yogyakarta:CV Haikhi.

Tarwoto.2013.”Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Persarafan”.Jakarta: CV Sagung Seto

Anne waugh,Allison.2011.” Dasar – Dasar Anatomi dan Fisiologi”.Singapure


:Elsevier

20

Anda mungkin juga menyukai