DASAR-DASAR AGRONOMI
BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. merril)
Disusun oleh
Nama : Indah Pratiwi
NIM : D1A018081
Dosen Pengampu : 1. Dr. Ir. Nerty Soverda, M.S
2. Dr. Lizawati, S.P., M.Si
Asisten Dosen : Nanda Rahma Sari, S.P
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah Subhanahu wataala karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kita masih diberi kesempatan untuk bekerja bersama
untuk menyelesaikan laporan akhir ini dimana laporan ini merupakan salah satu dari
tugas dari praktikum Dasar-Dasar Agronomi yaitu Budidaya Tanaman Kedelai
(Glycine Max L.Merril). tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir.
Nerty Soverda, M.S dan Ibu Dr. Lizawati, S.P., M.Si selaku dosen pengampu.
Terimakasih pula kepada Kak Nanda Rahma Sari, S.P selaku asisten dosen Dasar-
Dasar Agronomi yang selalu sabar, serius, dan humoris ketika praktikum di lahan dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan akhir
ini. saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan
oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan
semoga dengan selesainya laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-
teman. Aamiin.
Penulis,
Indah Pratiwi
BAB I
PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
1. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
2. Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
kedelai.
3. Pengaruh pemberian pupuk N,P,K terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
kedelai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Botani dan klasifikasi tanaman Kedelai, Kacang Hijau dan atau Kangkung
Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja
atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang dapat
diterima dalam istilah ilmiah yaitu Glycine max (L.) Merril. Menurut Adisarwanto
(2008), klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Papilionaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merill
Tanaman kedelai yang dibudidayakan merupakan tanaman tegak, bersemak dan
berdaun banyak. Apabila tanaman kedelai memiliki ruang tumbuh yang cukup,
tanaman akan membentuk cabang yang sedalam–dalamnya (Phoelman, 1959). Adie
dan Krisnawati (2007) menambahkan bahwa karakteristik kedelai yang
dibudidayakan (Glycine max L. Merril) di Indonesia merupakan tanaman semusim,
tanaman tegak dengan tinggi 40 - 90 cm, bercabang, memiliki daun tunggal dan daun
bertiga, bulu pada daun dan polong tidak terlalu padat dan umur tanaman antara 72 -
90 hari.
Kedelai introduksi umumnya tidak memiliki atau memiliki sangat sedikit
percabangan dan sebagian bertrikoma padat baik pada daun maupun polong. Biji
berkembang dalam waktu yang lama beberapa hari setelah pembuahan. Perpanjangan
dimulai sekitar 5 hari dan panjang maksimum didapatkan setelah 15 – 20 hari.
Pembelahan sel pada kotiledon terjadi dua minggu setelah pembuahan.
Perkembangan kotiledon yang cepat ditandai dengan akumulasi berat protein dan
lemak (Shibels et al., 1975). Biji merupakan komponen morfologi kedelai yang
bernilai ekonomis (Adie dan Krisnawati, 2007). Jumlah biji per polong pada kedelai
berkisar 1 – 5 biji, umumnya varietas kedelai yang dipasarkan memiliki 2 atau 3 biji
per polong. Ukuran biji kedelai sangat bervariasi yang dapat diukur dari bobot 100
biji. Kisaran bobot 100 biji kedelai adalah 5 – 35 g (Phoelman, 1959).
Pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di Indonesia kedelai
dikelompokkan berukuran besar (bobot > 14 g/100 biji), sedang (10 - 14 g/100 biji),
dan kecil (< 10 g/100 biji). Biji sebagian besar dilapisi oleh kulit biji (testa). Antara
kulit biji dan kotiledon terdapat lapisan endosperm (Adie dan Krisnawati, 2007).
Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk
dari calon akar sekunder yang tersusun dalam empat barisan sepanjang akar
tunggang, cabang akar sekunder, dan cabang akar adventif yang tumbuh dari bagian
bawah hipokotil. Bintil akar pertama terlihat 10 hari setelah tanam.
Umumnya sistem perakaran terdiri dari akar lateral yang berkembang 10 - 15 cm
diatas akar tunggang. Dalam berbagai kondisi, sistem perakaran terletak 15 cm di atas
akar tunggang, tetap berfungsi mengapsorpsi dan mendukung kehidupan tanaman
(Adie dan Krisnawati, 2007). Akar lateral kedelai muncul 3 – 7 hari setelah
berkecambah. Sebulan kemudian akar primer muncul sepanjang 45 – 60 cm (Shibels
et al., 1975).
Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak.
Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang berbatasan dengan
bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian kecil dari poros bakal
akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada epikotil yang terdiri dari dua
daun sederhana, yaitu primordial daun bertiga pertama dan ujung batang. Sistem
perakaran di atas hipokotil berasal dari epikotil dan tunas aksilar. Pola percabangan
akar dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan, seperti panjang hari, jarak tanam, dan
kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).
Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu kotiledon atau daun biji, dua helai
daun primer sederhana, daun bertiga, dan profila. Bentuk daun kedelai adalah lancip,
bulat, dan lonjong, serta terdapat perpaduan bentuk daun misalnya antara lonjong dan
lancip. Sebagian besar bentuk daun kedelai yang ada di Indonesia adalah berbentuk
lonjong dan hanya terdapat satu varietas (Argopuro) berdaun lancip (Adie dan
Krisnawati, 2007).
Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang bersifat kleistogami. Polen
dari anter jatuh langsung pada stigma bunga yang sama. Bunga membuka pada pagi
hari tetapi terlambat membuka pada cuaca yang dingin (Phoelman and Sleper, 1996).
Periode berbunga dipengaruhi oleh waktu tanam, berlangsung 3 - 5 minggu. Berbagai
penelitian menyebutkan bahwa tidak semua bunga kedelai berhasil membentuk
polong, dengan tingkat keguguran 20 - 80%.Umumnya varietas dengan banyak bunga
per buku memiliki persentase keguguran bunga yang lebih tinggi daripada yang
berbunga sedikit (Adie dan Krisnawati, 2007).
Pertumbuhan tanaman kedelai selain dibagi atas dasar lamanya periode vegetatif
dan generatif, juga dapat dibedakan berdasarkan batang dan bunga. Maka dari itu tipe
pertumbuhan kedelai terdiri dari tipe determinit, indeterminit dan semi- determiniit.
Pada tipe determinit, pertumbuhan vegetatif berhenti setelah fase berbunga, buku
bagian atas mengeluarkan bunga pertama, batang tanaman teratas cenderung
berukuran sama dengan batang bagian tengah sehingga pada kondisi normal batang
tidak melilit. Tipe indeterminit, pertumbuhan vegetatif berlanjut setelah fase
berbunga, buku bagian bawah mengeluarkan bunga pertama, batang tanaman teratas
cenderung berukuran lebih kecil dengan batang bagian tengah sehingga pada kondisi
normal batang melilit. Varietas kedelai yang ada di Indonesia umumnya bertipe
tumbuh determinit (Adie dan Krisnawati, 2007).
Tumbuhan yang diletakkan ditempat gelap akan tumbuh lebih cepat daripada
yang diletakkan di tempat yang terkenacahaya. Akan tetapi tumbuhan menjadi pucat
karenakekurangan klorofil, kurus, dan dauntidak berkembang. Tumbuhan seperti itu
disebut mengalami etiolasi. Dalam keadaan tidak adacahaya, auksin merangsang
pemanjangan sel-sel sehingga tumbuh lebih panjang.Sebaliknya, dalam keadaan
banyak cahaya auksin mengalami kerusakan sehingga pertumbuhan tumbuhan
terhambat. Cahaya menyebabkan auksin rusak terdispersi ke sisi gelap. Laju tumbuh
memanjang pada tumbuhan dengan segera berkurang sehingga batang lebih pendek,
namun tumbuhan lebih kokoh, daun berkembang sempurna, dan berwarna hijau.
Selain berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, cahaya dibutuhkandalam proses
fotosintesis. Tumbuhan yang tidak terkena cahaya tidak dapat membentuk klorofil
sehingga daun menjadi pucat. Akan tetapi, jika intensitas cahaya terlalu tinggi,klorofil
akan rusak (Silvikutur ,2007:25)
II.4
Perhatian masyarakat terhadap permasalahan pertanian dan lingkungan beberapa
tahun terakhir ini menjadi meningkat (Susantoyo et al., 2010), salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan lingkungan dengan cara penambahan
bahan organik dengan pemupukan tanaman untuk peningkatan produktivitas tanah
(Puspa, 2014), sekaligus untuk pengembangan produktivitas kedelai yang dikenal
dengan semboyan “back to nature”. Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki
sifat fisik tanah seperti memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kandungan lengas
tanah, menyeimbangkan pori-pori tanah dan meningkatkan ketahanan terhadap erosi.
Selain itu pupuk organik juga dapat meningkatkan kualitas sifat kimia dan biologi
tanah seperti meningkatnya ketersediaan kandungan unsur hara dan aktivitas
mikroorganisme tanah (Sukmawati, 2013). Potensi ketersediaan pupuk organik cukup
tinggi (Suparno et al., 2013) sehingga dapat mendukung tersedianya produk pangan
yang aman dikonsumsi dan menjaga keseimbangan ekosistem (Parnata, 2010), serta
mewujudkan pertanian berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah
melalui penggunaan sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian.
Dalam pelaksanaannya, penggunaan pupuk organik bertujuan membatasi
ketergantungan petani pada penggunaan pupuk kimia dan bahan kimia pertanian
lainnya. Pupuk anorganik yang selalu digunakan petani dapat diganti dengan pupuk
organik yang dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan alami seperti penggunaan pupuk
bokashi yang dapat dibuat dari bahan jerami ,sampah rumah tangga (Susantoyo et al.,
2010) dan limbah pertanian yang sering tidak dimanfatkan secara efektif seperti
batang dan bonggol pisang sehingga lebih ramah lingkungan. Kandungan hara yang
tinggi dalam bokashi membuat periode proses tumbuh pada tanaman lebih cepat,
pengaruh terhadap tanah sempurna, energi yang hilang rendah dan populasi
mikroorganisme dalam tanah lebih sempurna (Alex et al., 2015).
Pemupukan tanaman dengan menggunakan bokashi dapat mempercepat
dekomposisi bahan organik dan kesuburan tanah sehingga penggunaan pupuk organik
sangat dianjurkan untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Hasil penelitian
Sedjati (2006) pemberian bokashi dengan dosis 5-7,5 ton/ha dapat meningkatkan
hasil panen (jumlah polong dan bobot biji) tanaman kedelai. Hasil penelitian Nur
(2005) juga menyatakan bahwa pemberian bokashi pada dosis 15 ton/ha mampu
menaikan hasil biji kering kedelai sebanyak 46,16%. Pada tanaman buncis pemberian
bokashi mampu meningkatkan hasil sebanyak 29% dibandingkan tanpa penggunaan
bokashi (Sulistiono, 2000). Menurut Mardiwanto (2012) menyatakan bahwa
pemberian dosis bokashi 20 ton/ha secara nyata meningkatkan jumlah polong bernas
tanaman kacang tanah dengan dosis yang diamati yaitu 0, 10 dan 20 ton/ha.