Anda di halaman 1dari 35

RHEUMATOID ARTRITIS

Dosen Pembimbing :

Septian Galuh W., S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun Oleh :
Fitrianita Ainun Izzah 20161660102
Lufi Safinah 20171660044

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2018-2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul “Rheumatoid Artritis” untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu metode
pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi program studi keperawatan. Ucapan terima
kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan makalah ini.
Penulis menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan
makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi penulis apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini selanjutnya akan
lebih baik dan sempurna.
Demikian akhir kata dari penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak dan pembelajaran budaya khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat
membuka wawasan ilmu budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa
yang akan datang.             

Surabaya, 18 November 2019


Penyusun              
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar belakang.................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................1
1.3 Manfaat Penulisan...........................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Definisi............................................................................................................3
2.2 Etiologi............................................................................................................4
2.3 Patofisiologi....................................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis............................................................................................5
2.5 Klasifikasi.......................................................................................................6
2.6 Pemeriskaan Penunjang...................................................................................6
2.7 Penatalaksanaan ..............................................................................................8
2.8 Prognosis.........................................................................................................18
2.9 Web Of Caution ..............................................................................................20
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................22
3.1 Fokus Pengkajian.............................................................................................22
3.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................24
3.3 Intervensi.........................................................................................................24
3.4 Satuan Acara Penyuluhan ...............................................................................28
BAB 4 ANALISA ARTIKEL JURNAL...............................................................34
4.1 Abstrak............................................................................................................34
4.2 Metodelogi Penelitian......................................................................................35
4.3 Hasil................................................................................................................35
4.4 Kesimpulan.....................................................................................................38
BAB 5 PENUTUP. ...............................................................................................40
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................40
5.2 Saran...............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem imun adalah suatu mekanisme yang melindungi tubuh dari infeksi dengan
cara mengidentifikasi dan membunuh pathogen yang masuk dalam tubuh. Banyak
jenis pathogen dan variasinya yang harus deteksi oleh tubuh dengan ketelitian
absolut di antara sel dan jaringan normal tubuh. Dimana sifat pathogen adalah dapat
mengelabuhi sistem imun, sehingga sistem imun dalam tubuh dapat tertipu dan tidak
dapat memusnahkan mereka. Akibatnya mereka dapat berhasil menginfeksi tubuh,
dan tubuh mendapat serangan penyakit.
Sistem endokrin adalah sistem yang mengatur dan menghasilkan hormon yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sistem endokrin pada manusia memiliki hubungan
yang sangat erat dengan sistem saraf pada manusia, kedua sistem ini berfungsi untuk
mengontrol saraf. Selain itu, kedua sistem ini juga bertugas untuk menjaga
homeostatis dalam tubuh.
Rheumatoid artritis adalah bentuk artritis paling umum setelah osteoarthritis.
Kondisi ini menyerang wanita dua sampai 3 kali lebih beresiko daripada pria dan
biasanya di mulai antara 25 dan 50 tahun. rheumatoid artritis berbeda dengan
gangguan robek dan osteoarthritis.Artritis rheumatoid merupakan penyakit
peradangan pada sistem kekebalan yang mempengaruhi sendi dan jaringan lain.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi rheumatoid artritis
2. Mengetahui penyebab dari masalah rheumatoid artritis
3. Mengetahui patofisiologi rheumatoid artritis
4. Mengetahui manifestasi klinis rheumatoid artritis
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang rheumatoid artritis
6. Mengetahui penatalaksanaan rheumatoid artritis
7. Dapat melakukan pelaksanaan Asuhan Keperawatan rheumatoid artritis
8. Mengetahui focus pengkajian rheumatoid artritis
9. Mengetahui diagnosa keperawatan rheumatoid artritis
10. Mengetahui Intervensi keperawatan rheumatoid artritis
1.3 Manfaat Penulisan
1. Agar pembaca dapat memaknai rheumatoid artritis
2. Agar pasien serta keluarga dapat mengantisipasi dan menanggulangi
terjadinya penyakit rheumatoid artritis
3. Agar bermanfaat untuk kegiatan pembelajaran tentang rheumatoid artritis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Rheumatoid artritis merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada
saat tubuh diserang oleh system kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan
peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian,
biasanya mengenai banyak sendi yang ditandai dengan radang pada membrane
sinoval dan struktur sendi serta atrofi oto dan penipisan tulang.
Dengan adanya peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium) yang mana
menyebabkan sakit, kekakuan, hangat bengkak dan kartilago. Kerusakan kartilago
yang disebabkan inflamasi yang memicu respons imun lebih lanjut termasuk aktivasi
komplemen, sel komplemen menarik leukosit polimorfonuklear dan menstimulasi
pelepasan mediator inflamasi yang memperburuk kerusakan sendi. Penyakit ini
berpotensi menyebabkan kelumpuhan pada penderitanya. Serangan utama pada sendi
perifer dan di sekeliling otot, tendon ligament, dan pembuluh darah.
Penyakit ini menyerang wanita lebih besar daripada pria, dapat terjadi di semua
usia diantara 25-50 tahun. Penyakit ini menyusahkan dan menyulitkan daripada
osteoartitis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menyebabkan
perubahan bentuk tangan, yaitu jari bengkok menjauhi ibu jari. Jenis ini biasanya
menyerang kedua sisi tubuh secara simetris.

2.2 Etiologi
Penyebab rheumatoid artritis belum diketahui dalam beberapa literatur,
kemungkinan yang dapat terjadi dipengaruhi oleh infeksi (virus atau bakteri) ada 2
faktor yaitu:
1. factor hormonal
2. Gaya hidup.
Beberapa sejumlah agen penyebab telah di perkirakan, tetapi bukti yang
meyakinkan apakah agen tersebut atau agen infeksiosa lain menyebabkan AR belum
ada. Sebagai berikut:
1. Mycoplasma
2. Virus Epstein-Barr
3. Sitomegalovirus
4. Parvovirus
5. Virus rubella
Dugaan factor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya penyakit
ini terjadi secara mendadak dan timbul di sertai dengan disertai oleh gambaran
inflamasi yang mencolok. Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering di
jumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya
factor keseimbangan hormonal sebagai salah satu factor yang berpengaruh dalam
penyakit ini.
Beberapa yang di curigainya salah satunya heat shock protein (hsp) adalah
sekelompok protein berukuran sedang yang di bentuk oleh sel seluruh spesies
sebagai respons terhadap stress.
2.3 Patofisiologi
Rheumatoid Artritis merupakan penyakit autoimun yang menyerang pada daerah
persendian. Cedera mikrovaskuler dan peningklatan jumlah sel yang membatasi
dinding sinovium tampaknya merupakan lesi paling dini pada sinovitis
rematoid.Sifat trauma yang menimbulkan respons ini masih belum
diketahui.Kemudian, tampak peningkatan jumlah sel yang membatasi dinding
sinovium bersama sebukan sel mononukleus perivaskuler, seiring dengan
perkembangan proses, sinovium menjadi edematosa dan menonjol ke dalam ronga
sendi sebagai tonjolan-tonjolan vilosa.
Pemeriksaan mikroskop cahaya memperlihatkan sekelompok kelainan khas yang
mencakup hyperplasia an hipertrofi sel pembatas dinding sinovium; perubahan
vaskuler fokal atau segmental, termasuk cedera mikrovaskuler, thrombosis, dan
neovaskularisasi; edema dan infiltrasi sel radang mononukleus, sering berupa agregat
di sekitar pembuluh darah halus.
Pada keadaan normal, sinovium terdiri dari sel synovial seperti fibroblast yang
berasal dari jaringan mesenkimal. Pada RA, terjadi semi-otonomi regulasi FLS
dengan perluasan lapisan membrane, tingginya sitokin dan kemokin terkait, molekul
adhesi, dan tissue inhibitors of metalloproteinase. Keadaan ini menyebabkan
dekstruksi kartilago di area tersebut, memperpanjang inflamasi synovial dan
menimbulkan kondisi yang kondusif dalam pertahanan sel T, sel B, dan sistem imun
adaptif. Perubahan ini diikuti dengan reorganisasi arsitektual synovial yang
mendalam dan aktivasi fibriblas local menyebabkan penumpukkan jaringan
inflamasi pada reumatid artritis. Terjadi hyperplasia sinovium yang sebagai
pembengkakan sendi ke permukaan tulang rawan serta menghalangi masuknya gizi
ke dalam sendi sehingga tulang rawan menjadi menipis dan nekrosis perkembangan
fase RA terbagi dalam lima fase :
1. Fase I : interaksi antara factor genetika dan lingkungan.
2. Fase II : produksi antibody, seperti RF dan anti CCP
3. Fase III : gejala arthlagia dan kekakuan sendi tanpa disertai bukti klinis arthritis.
4. Fase IV : arthritis pada satu atau dua sendi, yang mendapat sifat intermiten dan
disebut sebagai palindromic rheumatism.
5. Fase V : timbulnya tampilan klasik RA
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala ini tidak harus terjadi secara bersamaan karena lazimnya penyakit ini
datang secara tiba-tiba dan berbagai macam gejala yang di alami, karena sifatnya
yang bervariasi. Berbagai macam gejala sebagai berikut :
1. Lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat
terasa begitu hebatnya.
2. Kekakuan di pagi hari selama lebih kurang 1 jam. Dapat bersifat generalisata
terapi terutama menyerang pada sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dari
kekakuan sendi yang di rasakan oleh penderita osteoarthritis, yang biasanya
hanya berlangsung beberapa menit.
3. Deformitas : kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jar, sublukasi sendi melakarpolaliangeal,
deformitas boutonniere. Beberapa deformitas yang di temui di tangan sering di
jumpai pada penderita AR. Pada kaki di temukan benjolan kaput metatarsal yang
timbul sekunder dari subkulasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat
bersarang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama pada
klien usia lanjut.
4. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer , termasuk sendi sendi di tangan,
namun biasanya tidak menyerang pada sendi interfalangs distal. Hampir semua
sendi dapat di serang.
5. Nodula nodela rheumatoid adalah massa subkutan
2.5 Klasifikasi
Beberapa kriteria yang di tulis dalam American College of Rheumatology
dinyatakan mengalami artritis rheumatoid jika pasien mengalami 4 kriteria utamanya
paling sedikitnya 6 minggu, dan harus dalam pantauan dokter. Di tinjau dari stadium
penyakitnya, ada 3 stadium dalam Reumatoid Artritis (Nasution, 2011):
1. Stadium sinovitis
Artritis yang terjadi pada RA di sebabkan oleh sinovitis, yaitu inflamasi pada
membrane synovial yang membungkus sendi. Yang terlibat pada umumnya
simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris. Sinovitis ini dapat
menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan
fungsi (Nasution, 2011). Secara umum sendi bagian tangan selalu terlibat
termasuk sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal (Suarjana, 2009).
2. Stadium destruksi.
Ditandai dengan adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan
synovial (Nasution, 2011).
3. Stadium deformitas.
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas
dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap (Nasution, 2011)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak yang dapat berperan dalam diagnosis artritis rheumatoid, namun
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Tes laboratorium
 Lakukan uji factor reumaotid positif 75% hingga 80% pasien, seperti yang
telah diindikasikan oleh nilai titer 1:160 atau lebih tinggi.
 Analisis cairan synovial menunjukkan peningkatan volume dan turbiditas
tetapi kadar komplemen meningkat, dengan hitung leukosit mungkin lebih
dari 10.000/µl.
 Menghitung laju endap darah yang meningkat.
 Hitung darah lengkap yang menunjukkan anemia sedang dan leukositosis
ringan.
 Hitung peningkatan kadar globulin.
2. Pemeriksaan X-Ray / Rontgen
Sendi yang mungkin terserang adalah sendi metatarsofalang dan biasanya
simetris, namun tidak menutup kemungkinan semua sendi dapat terkena, namun
yang sendi metatrsofalang merupakan yang tersering terdeteksi. Pada tahap awal,
rontgen menunjukkan demineralisasi tulang dan pembengkakan jaringan lunak.
Yang selanjutnya, mebantu menunjukkan sejauh mana kerusakan kartilago dan
tulang. Erosi serta menunjukkan pada karakteristik.
3. Biopsy jaringan synovial yang mebuktikan inflamasi.
 Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit
dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
 Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
 Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan
diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang
ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.
 Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan
factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini
negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan
C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan
hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang
keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel
inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002).
 Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan
memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi
tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam
perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
2.7 Penatalaksanaan
RA harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi penjelasan bahwa
penyakit ini tidak dapat disembuhkan (Sjamsuhidajat, 2010). Terapi RA harus
dimulai sedini mungkin agar menurunkan angka perburukan penyakit. Penderita
harus dirujuk dalam 3 bulan sejak muncul gejala untuk mengonfirmasi diganosis
dan inisiasi terapi DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) (surjana,
2009).Terapi RA bertujuan untuk :
a. Untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien
b. Mempertahakan status fungsionalnya
c. Mengurangi inflamasi
d. Mengendalikan keterlibatan sistemik
e. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular
f. Mengendalikan progresivitas penyakit
g. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi
Pada langkah awal penderita AR adalah pertemuan dengan dokter syaraf. Dokter
dapat meninjau riwayat gejala, dan meneliti radang sendi dan kelainan pada bentuk
tubuh. Setelah dokter memastikan gejala paling sedikitnya 6 minggu berjalan pasien
akan di anjurkan melakukan pemeriksaan lanjut seperti pemeriksaan laboratorium,
test rontgen, dan biopsy. Setelah dilakukan rangkaian pemeriksaan pasien akan
mendapatkan terapi umum, seperti :
1. Pasien akan di sarankan tidur adekuat (deep sleep) 8 hingga 10 jam setiap
malam.
2. Pembengkakan pada tubuh pasien akan dilakukan pembebatan.
3. Melakukan latihan rentang pergerakan sendi dan latihan terapeutik secara
mandiri dengan pantauan.
4. Menggunakan kompres hangat lembab untuk pembengkakan di bagian tubuh.
5. Melakukan istirahat lebih sering dan mengurangi aktivitas yang dapat membuat
shock persendian.
Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year 2000”,
Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu (Symmons,
2006) :
1. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa nyeri
dan kekakuansendi.
2. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan
Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD. Kelompok
obat ini akan berfungsi untuk menurukanproses penyakit dan mengurangi
respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek samping dan harus di monitor
dengan hati-hati.
3. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis
dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang
yang serius.
4. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil
untuk pasien dengan penyakitsistemik.
5. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin inflamasi.
Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam terapiRA.
Terapi yang dikelompokan diatas merupakan terapi piramida terbalik, dimana
pemberian DMARD dilakukan sedini mungkin. Hal ini didapat dari beberapa
penelitian yaitu, kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit, DMARD
terbukti memberikan manfaat yang bermakna bila diberi sedini mungkin, manfaat
penggunaan DMARD akan bertambah bila diberi secara kombinasi, dan DMARD
baru yang sudah tersedia terbukti memberikan efek yang menguntungkan bagi
pasien. Sebelumnya, terapi yang digunakan berupa terapi piramida saja dimana
terapi awal yang diberikan adalah terapi untuk mengurangi gejala saat diganosis
sudah mulai ditegakkan dan perubahan terapi dilakukan bila kedaaan sudah
semakin memburuk (Suarjana,2009).
DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs), pemilihan jenisnya
pada pasien harus mempertimbangkan kepatuhan, berat penyakit, pengalaman
dokter, dan penyakit penyerta. DMARD yang paling sering digunakan adalah
MTX (Metrothexate), hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin,
leflunomide, infliximab dan etarnecept. (Suarjana, 2009).
Dalam pemberian DMARD perlu dilakukan evaluasi dasar terhadap keamanannya.
Rekomendasi evaluasi dasar yang direkomendasikan oleh ACR adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap, kreatini serum, dan transaminase hati (Surjana,
2009).Dalam terapi farmakologi pasien RA, terapi kombinasi memiliki nilai yang
lebih superior dibanding monoterapi. (Suarjana, 2009)
Penderita RA harus diterapi sedini mungkin dengan DMARD untuk
mengontrol gejala dan menghambat perburukan penyakit, NSAID diberikan
dengan dosis rendah dan harus diturunkan setelah DMARD mencapai respon yang
baik, krotikosteroid diberikan dalam dosis rendah dan pemberian dalam waktu
pendek, terapi kombinasi lebih baik dibanding dengan monoterapi
(Suarjana,2009).
NSAID yang diberikan pada RA digunakan sebagai terapi awal untuk
mengurangi nyeri dan pembengkakan. Obat ini tidak merubah perjalanan penyakit.
Penggunaan obat ini harus dipantau dengan ketat karena akan menimbulkan gejala
komplikasi 2 kali lebih buruk dari penderita Osteoarthtritis (Suarjana,2009).
Penggunaan glukokortikoid kurang dari 10 mg per hari cukup efektif untuk
meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Pemberiannya harus
diimbangi dengan pemberian kalsium dan vitamin D. Obat dapat di berikan
melalui injeksi bila hanya mengenai 1 sendi karena akan menyebabkan rusaknya
saraf yg dapat mengakibatkan disabilitas (Suarjana, 2009).
1. Terapi non-Farmakologik rheumatoid artritis
Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi komplementer.
Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya dengan suplementasi minyak
ikan cod).
a. Penatalaksaan keperawatan
1. Meredakan nyeri dan ketidaknyamanan
a) Berikan berbagai upaya kenyamanan(kompres panas/dingin
masase,perubahan posisi,istirahat kasur busa,teknik relaksasi)
b) Berikan obat anti inflamasi,analgesik dan antireumatik
c) Individualisasikan jadwal pemberian obat untuk memenuhi kebutuhan
pasien dalam penatalaksanaan nyeri
d) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai nyeri
e) Kaji perubahan subjektif nyeri
2. Mengurangi keletihan
a) Berikan informasi mengenai keletihan:jelaskan kaitan aktifitas
penyakit dan keletihan
b) ,jelaskan tindakan kenyamanan saat memberikannya tetapkan dan
dorong penetapan rutinitas tidur
c) Jelaskan bagaimana teknik penggunaan hemat energi
d) Identifikasi faktor fisik dan emosional
e) Fasilitasi pembuatan jadwal aktifitas/istirahat yang tepat
f) Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapi
g) Rujuk dan dorong program pengondisian
3. Meningkatkan mobilitas
a) Dorong pasien untuk mengungkapkan mengenai keterbatasan
mobilitas
b) Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasional tau terapi fisik
c) Bantu pasien mengidentifikasi barier/hambatan lingkungan
d) Dorong kemandirian pasien dalam mobilitas dan bantu sesuai
kebutuhan
e) Mulai perujukan ke lembaga kesehatan komunitas
4. Memfasilitasi perawatan diri
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi defisit perawatan diri dan faktor
faktor yang menghambat kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri
b) Buat rencana berdasarkan persepsi pasien dan prioritas tentang
bagaimana menetapkan dan mencapai tujuan guna memenuhi
kebutuhan perawatan diri
c) Konsultasikan dengan lembaga layanan kesehatan komunitas
5. Meningkatkan citra tubuh dan keteramplan koping
a) Bantu pasien mengidentifikasi elemen elemen pengontrolan gejala
penyakit dan pengobatan
b) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,perspsi,dan
ketakutannya.
c) Identifikasi area area dalam hidup yang di pengaruhi oleh
penyakit.jawab pertanyaan dan hilangkan mitos’’ yang mungkin ada.
d) Buat rencana untuk menangani gejala dan dapatkan dukungan dari
keluarga dan teman guna meningkatkan fungsi sehari hari.
6. Memantau dan menangani kemungkinan komplikasi
a) Bantu pasien mengenali dan mengatasi efek samping akibat obat.
b) Pantau efek sampng obat termasuk perdarahan atau iritasi saluran
GI,supresi sumsung tulang belakang toksisitas ginjal atau hati dan
perubahan penglihatan.
c) Pantau secara ketat adanya infeksi sistemik dan lokal yang sering kali
dapat di samarkan oleh dosis kortikosteroid yang tinggi.
7. Meningkatkan asuhan di rumah dan komunitas
a) Mengajarkan pasien tentang perawatan diri
b) Fokuskan pendidikan kesehatan pasien pada penyakit,kemungkinan
perubahan terkait penyakit,regimen terapiotik yang diprogramkan,efek
samping obat,strategi untuk mempertahankan kemandirian dan
fungsi,serta keamanan di rumah.
c) Dorong pasien dan kelurga untuk mengungkapkan ke khawatiran
mereka secara verbal dan ajukan pertanayaan
d) Tangani nyeri,keletihan,dan depresi sebelum memulai program
pendidikan kesehatan.
e) Ajarkan pasien tenntang peatalaksanaan penyakit dasar dan adaptasi
yang di perlukan dalam gaya hidup.
8. Melanjutkan asuhan
a) Rujuk pasien untuk mendapatkan perawatan (home care) sesusai
kebutuhan
b) Kaji lingkungan rumah dan layak/tidaknya lingkungan.
c) identifikasi setiap hal yang menghambat kepatuhan pasien dan buat
rujukan yang tepat.
d) Buat rujukan ke ahli terapi fisik dan okupasional ketika masalah telah
teridentifikasi dan keterbatasan meningkat
e) Kaji kebutuhan pasien untuk mendapatkan bantuan di rumah
f) Kaji status fisik dan psikologi pasien
g) Tekankan pentingnya kunjungan tindak lanjut kepada pasien dan
keluarga
Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan
kerusakan sendi yang ekstensif, dan terjadi ruptur tendo karena dapat
menyebabkan kesulitan bergerak. Metode bedah yang digunakan berupa
sinevektomi bila destruksi sendi tidak luas, bila luas dilakukan artrodesis atu
artroplasti. Pemakaian alat bantu ortopedis digunakan untuk menunjang kehidupan
sehari-hari (Sjamsuhidajat, 2010).

2.8 Prognosis
Prognosis di dasarkan pada beberapa penanda, dengan pasien mendapatkan terapi
dini dan agresif memiliki prognosis RA dapat ditentukan dengan perkembangan
kompliasi ini seperti :
1. Penyakit Jantung Iskemik
Penyakit jantung menjadi penyebab kematian pasien RA terdapat kecurigaan
adanya inflamasi kronik, pada obat anti-TNF dan obat anti inflamasi non-steroid.
2. Infeksi
Dapat disebabkan oleh keterlibatan imun, serta efek medikamentosa dan agen
biologic. Terjadi peningkatan resiko infeksi .
3. Ankilosis fibrosa
4. Kontraktur jaringan lunak
5. Kompresi medulla spinalis.
6. Osteoporosis.
7. Nekrosis sendi pinggul.
Pasien dengan factor rheumatoid memiliki kesakitan(morbiditas) yang lebih
berat. Remisi spontan umum ditemukan dalam dua tahun dalam dua tahun pertama.
Remisi total jarang di temukan dalam dua tahun pertama. Pasien dengan penyakit
progresif dan setelah lima tahun pemberian terapi obat anti-rematik. 50% skor
maksimum untuk penyempitan sendi dan erosi radiografik di temukan dalam 5 tahun
perjalanan penyakit.
Pasien dengan tingkat edukasi formal tinggi memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas yang lebih baik.Penanda prognosis baik adalah :
 Terapi dini dan agresif.
 Respon baik terhadap terapi.
 Pencapaian tujuan terapi dengan remisi total selama 2 tahun.
 Gangguan terbatas pada tangan dan kaki.
Penanda prognosis buruk adalah :
 Antibody anti-CCP.
 Nodul Reumatoid.
 Peningkatan penanda inflamasi seperti LED dan CRP.
 Peningkatan jumlah sendi yang meningkat dan Penurunan kemampuan
fungsional.
 Erosi radiologic dini dan Tingkat sosio ekonomi rendah.
Inflamasi non-bakterial disebabkan oleh infeksi, endokrin, autoimun, metabolic, dan factor genetic, serta factor lingkungan
2.9 Web Of Caution

Artritis Reumatoid

Sinovitis Tenosinovilis Kelainan Tulang Kelainan pada jaringan ekstra-artikular


Gambaran khas nodul subkutan

Hiperemia dan pembengkakan Invasi Kolagen Erosi & kerusakan pada tulang rawan
Miopati Sistemik Kelenjar limfe Saraf
Inflamasi keluar ekstra-artikular

Atrifi otot Splenomegali


Nekrosis dan kerusakan dalam ruang
Ruptur sendi
tendon secara parsial atau total
Instabilitas & deformitas sendi

Anemia Osteoporosis generalisata Neuropati perifer

Ganguan Mekanisme & fungsional pada sendi Ganguan Sensorik


Hambatan Mobilitas fisik Kelemahan fisik
Nyeri 20
Gambaran khas nodul subkutan Defisit perawatan diri Resiko trauma
Gambaran khas nodul subkutan Pericarditis miokarditis, dan radang katup jantung

Gangguan Konsep diri, cintra diri


Ansietas Kebutuhan Informasi

Kegagalan fungsi jantung

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Fokus Pengkajian


1. Riwayat pengkajian
A. Identitas Pasien.
 Nama
 Tanggal Lahir
 Umur  
 Jenis kelamin  
 Alamat
B. Riwayat kesehatan:
 Keluhan utama (mengeluhkan nyeri daerah persendian)
 Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa).
 Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami
penyakit sepertiyang dialaminya sekarang).
 Riwayat  penyakit  keluarga  (adakah  anggota  keluarga  yang 
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien).
 Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien). Klien
mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya.
2. Pengkajian Pola Gordon
a. Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Penjelasan mengenai status kesehatannya, persepsi pasien mengenai
kesehatan secara umum, apa yang diketahui mengenai penyakitnya.
b. Nutrisi dan metabolisme
Tipe makanan dan minuman sehari-hari, frekuensi makanan dan
minuman, suplemen yang digunakan, jumlah liter minuman yang
dikonsumsi selama satu hari
c. Eliminasi
Kebiasaan pola BAK dan BAB, frekuensi, jumlah, warna, bau, alat
bantu

22
d. Aktifitas dan latihan
Aktifitas yang dilakukan setiap hari sebelum masuk rumah sakit dan
selama dirawat dirumah sakit, pola latihan, menggunakan alat bantu
atau tidak
e. Tidur dan istirahat
Kebiasaan tidur sehari-hari, normal jam tidur, jumlah/lama waktu
tidur, lingkungan saat tidur.
f. Kognitif dan persepsi
Menggambarkan penginderaan khusus; penglihatan, penciuman,
perabaan, pendengaran, pengguanaan alat bantu, perubahan dalam
penglihatan atau pendengaran
g. Persepsi diri dan konsep diri
Penampilan dan keadaan, tingkat kecemasan, perubahan pada tubuh
yang tidak dapat diterima, perubahan yang dirasakan diri sendiri
semenjak sakit
h. Peran dan hubungan
Tinggal bersama keluarga/sendiri, status pekerjaan, gambaran yang
berkaitan dengan peran dalam keluarga, teman dan rekan kerja.
i. Seksualitas dan reproduksi
Masalah atau problem seksual, penggunaan kontrasepsi
j. Koping dan manajemen stress
Perubahan besar dalam hidup 1-2 tahun ini, penyebab stress
belakangan ini,tingkat stress saat ini
k. Nilai dan kepercayaan
Agama, latar belakang budaya atau etnik, tujuan kehidupan,
kepercayaan spiritual yang berpengaruh terhadap kesehatan.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan sendi
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
4. Defisit perawat diri berhubungan dengan gangguan muskuluskeletal

23
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan sendi
Intervensi :
Observasi
a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberatan memperingan nyeri
e. Monitor efek samping pengguanaan analgetik
Terapeutik
a. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2. Gangguan mobilitas fisik
Intervensi :
Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Teraputik
a. Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan alat bantu
b. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meingkatkan
ambulasi
Edukasi

24
a. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
b. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
Intervensi :
Observasi
a. identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
b. Identifikasi budaya,agama,jenis kelamin dan umur terkait citra tubuh
c. Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
d. Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
e. Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
Terapeutik
a. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
b. Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh
c. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
Edukasi
a. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
b. Anjurkan menggunakan alat bantu
4. Defisit perawat diri berhubungan dengan gangguan muskuluskeletal
Intervensi :
Observasi
a. Identifikasi kebiasaan aktifitas perawatan diri sesuai usia
b. Monitor tingkat kemandirian
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan yang terapeutik
b. Damping dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
c. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
a. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan

25
SATUAN ACARA PENYULUHAN
RHEUMATOID ARTRITIS

Pokok pembahasan : Pendidikan Kesehatan


Sub pokok pembahasan : Penyuluhan
Topik : Rheumatoid Artritis / Rematik
Waktu / tanggal : 08.00-08.40 / Senin, 18 November 2019
Sasaran : Masyarakat

I. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang penyakit Rheumatoid Artritis
1x30 menit, diharapkan lansia mampu mengetahui tentang penyakit Artritis
Rheumatoid
b. Tujuan Khusus
Setelah diadakan penyuluhan selama 1x30 menit tentang Artritis
Rheumatoid / Rematik,  diharapkan lansia dapat menyebutkan tentang:
1) Pengertian Artritis rheumatoid
2) Penyebab Artritis rheumatoid
3) Tanda dan gejala Artritis rheumatoid
4) Cara pencegahan Artritis rheumatoid
5) Cara pengobatan secara tradisional

II. Materi
a. Pengertian Artritis rheumatoid
b. Tanda dan gejala Artritis rheumatoid
c. Penyebab Artritis rheumatoid
d. Cara pencegahan Artritis rheumatoid
e. Cara pengobatan secara tradisional

III. Strategi Penyampaian Metode

26
a. Ceramah
b. Tanya jawab

IV. Media dan alat


a. Leafled Artritis rheumatoid

V. Penetapan Strategi Pengorganisasian


a. Materi terlampir

VI. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan


a. Langkah-langkah
Tahap dan Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Masyarakat
Pendahuluan (5 Pembukaan 1. Menjawab salam dan
menit) 1. Memberikan salam memperhatikan
dan memperhatikan penyuluh
kesiapan Masyarakat 2. Mendengarkan
terhadap materi yang penyuluh
akan disampaikan 3. Masyarakat menjawab
tentang rheumatoid sesesuai kemampuannya
artritis. tentang materi yang
2. Memperkenalkan diri akan disampaikan
3. Menanyakan persepsi 4. Menyimak dan
masyarakat tentang mendengarkan
materi yang 5. Menyimak dan
disampaikan yaitu mendengarkan
tentang rheumatoid
artritis.
4. Menyampaikan
manfaat penyuluhan
tentang rheumatoid
artritis
5. Menjelaskan tujuan
penyuluhan pada
Masyarakat.
Kegiatan inti (20 Penyajian 1. Mendengarkan dan
menit) 1. Menjelaskan tentang : memperhatikan
a. Pengertian 2. Mendengarkan dan
reumatoid artritis memperhatikan serta
b. Penyebab menjawab pertanyaan
reumatoid artritis msyarakat
c. Tanda dan gejala
reumatoid artritis
d. Pencegahan
reumatoid artritis

27
2. Memeberikan
kesempatan kepada
masyarakat untuk
bertanya mengenai
topik yang
disajikan/dijelaskan
Penutup (5 Penutup 1. Berperan aktif bersama
menit) 1. Bersama dengan menyimpulan seluruh
masyarakat materi
menyimpulkan materi 2. Menjawab dan berespon
penyakit reumatoid sesuai dengan
artritis yang telah kemampuannya
disampaikan 3. Berperan aktif sesuai
2. Mengevaluasi kembali dengan kemampuannya
dengan menanyakan 4. Menerima leaflet yang
pada masyarakat telah diberikan
tentang reumatoid 5. Menjawab salam dan
artritis yang telah berterima kasih
disampaikan
3. Memberi kesempatan
pada masyarakat
untuk menjelaskan
kembali tentang
reumatoid artritis
sesuai kemampuan
dan pengetahuannya.
4. Memberi leaflet pada
masyarakat
5. Memberi salam dan
ucapan terima kasih
pada masyarakat

VII. Evaluasi
Prosedur : memberi pertanyaan selama dan setelah acara enyuluhan dalam
bentuk lisan

VIII. Lampiran
Materi

28
MATERI PENYULUHAN

Konsep Reumatoid Artritis


1. Definisi Reumatoid Artritis
Merupakan peradangan sistemik kronis yang menyebabkan kerusakan pada
tulang dan sendi.
2. Penyebab reumatoid artritis
a. Infeksi
b. Pengaruh hormon dan jenis kelamin
c. Pekerjaan
d. Pengaruh lingkungan
3. Tanda dan gejala reumatoid artritis
a. Nyeri

29
b. Pembengkakan
c. Rasa panas
d. Kaku sendi
4. Pencegahan reumatoid artritis
a. Latihan fisik dan olahraga
b. Mengurangi pekerjaan yang berat
c. Mengurangi makanan yang mengakibatkan rematik, misalnya : kacang
panjang, melinjo, ikan teri, dan jeroan.
d. Minum air putih 8-10 gelas sangat dianjurkan untuk mendukung kelancaran
metabolisme tubuh menghindari gejala rematik yang cukup mengganggu
kesehatan.
5. Pengobatan tradisional reumatoid artritis
a. Kumis kucing, cara pengolahan :
- Seluruh bagian tumbuhan segar secukupnya dicuci bersih lalu di tumbuk
halus. Hasil tumbukan tersebut ditempelkan dibagian yang terasa sakit
atau nyeri, lalu di balut.
- Ramuan lainnya adalah kumis kucing secukupnya direbus dengan air
bersih beberapa menit. Kemudian dalam keadaan hangat di siramkan
sedikit demi sedikit pada bagian yang sakit.
b. Putri malu, akar 154 gram direndam dalam 500 ml air putih selama 2-3
minggu. ramuan tersebut digunakan sebagai obat gosok.
c. Keji beling, cara pengolahan : 7-10 lembar daun keji beling yang tua dicuci
bersih, tanaman putri malu dicuci bersih, kemudian di rebus bersama
tanaman putri malu kemudian direbus dengan 3 gelas air hingga menjadi 2
gelas. Kemudian di minum seperti air putih.
d. Meniran, cara pengolahan : Meniran segar 60 gram dicuci hingga bersih,
lalu direbus dengan 2 gelas air hingga menjadi 1 gelas. Air rebusan
diminum 1 kali sehari sebanyak 1 gelas selama 1 minggu berturut-turut.

Daftar Pustaka Satuan Acara Penyuluhan


Brunner And Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. EGC. Jakarta

BAB IV

30
ANALISA ARTIKEL JURNAL

1.1 Abstract
This study aims to look at the influence of warm lemongrass compress to
decrease theintensity of pain in the elderly rheumatoid arthritis Tarok Dipo
villages community health centers Guguk Panjang Bukittinggi working area.
This study used an experimental metnod of one-group pretest-postest design
using a total sampling with a sample of 20 people, collecting data through
interviews with measuring outcomesassessment using the numeric rating
scale and with observation we can get result with used scale Wong Barker
(Scale Face), mean pain intensity before a warm lemongrasscompress 4,90
and after warm lemongrass compress 2,95. The results abtained rheumatoid
arthritis pain intensity difference before and after warm lemongrass
compress. This is evidenced by the t-test t value obtained at 10,563 with a
significance value = 0,000, with a warm lemongrass compress these results
can be used as an alternative to reduce pain intensity and pain felt by the
elderly suffering rheumatoid arthritis. It was concluded that a warm
lemongrass compress effect on rheumatoid arthritis decrease pain intensity
and can be resumed as intervention can be carried out independently by
people with rheumatoidarthritis.

Keywords: (rheumatoid arthritis, pain intensity, olds, lemongrass compress)

1.1.1 Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kompres serei hangat terhadap
penurunan intensitas nyeri artritis rheumatoid pada lansia. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen one-group pretest- posttets design dengan
menggunakan total sampling dengan sampel sebanyak 20 orang, pengumpulan
data yang dilakukan melalui wawancara dengan penilaian hasil ukur
menggunakan numeric rantingscale (NRS) dan melalui observasi dengan
penilaian hasil ukur menggunakan skala Wong Barker (skala wajah), mean
intensitas nyeri sebelum kompres serei hangat 4,90 dan setelah dilakukan kompres
serei hangat 2,95. Hasil penelitian ini didapatkan perbedaan intensitas nyeri

31
artritis rheumatoid sebelum dan setelah dilakukan kompres serei hangat. Ini
dibuktikan dengan uji t-test didapat nilai t sebesar 10,563 dengan nilai signifikansi
= 0,000, dengan hasil tersebut kompres serei hangat dapat digunakan sebagai
salah satu alternative untuk mengurangi intensitas nyeri dan rasa nyeri yang
dirasakan oleh lanjut usia yang menderita artritis rheumatoid. Dapat disimpulkan
bahwa kompres serei hangat berpengaruh terhadap intensitas nyeri artritis
rheumatoid dan dapat dilanjutkan sebagai intervensi yang dapat dilakukan secara
mandiri oleh penderita artritisrheumatoid.

Kata kunci : (rtritis rheumatoid, intensitas nyeri, lansia, kompres serai hangat)
1.2 Metodelogi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Pra- eksperimendengan desain one group
pretest and postest design. Rancangan ini tidak ada kelompok pembanding
(Kontrol). Sehingga populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua
lanjut usia yang menderitaartritis rheumatoid yang mengalami nyeri artritis.
Jumlah lanjut usia artritis rheumatoidpada bulan September tahun 2014 berjumlah
20 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total
sampling
1.3 Hasil
1. Karakteristik Responden Lanjut Usia Penderita Artritis Rheumatoid
Table 1
Jenis Kelamin Frequency %
Laki-laki 7 35
Perempuan 13 65
Total 20 100
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan hasil penelitian bahwa 65% responden
berjenis kelamin perempuan.

2. Rata-rata Intensitas Nyeri SebelumDilakukanKompresSereiHangat


Table 2
Mean Min Max Standar 95%Ci

32
Nyeri Sebelum Deviasi

4,40 -
5,40
Dari hasil analis diatas didapatkan rata-rata intensitas nyeri atritis
rheumatoid sebelum dilakukan kompres serei hangat dengan nilai intensitas nyeri
maksimal 6 dan nilai intensitas nyeri minimal 3, dengan nilai rata- rata intensitas
nyeri yang dialami keseluruhan responden 4,90 (nyeri sedang)dengan nilai standar
deviasi 1,071. Dari nilai rata-rata tersebut dapat kita ketahui tingkat intensitas
nyeri yang paling banyak dialami lanjut usia dengan kriteria nyeri interval 4-6
atau yang disebut juga dengan kriteria intensitas nyeri sedang. Dengan 95%
tingkat kepercayaan, intensitas nyeri klien sebelum dilakukan kompresserei
hangat sebesar 4,40 – 5,40 (nyerisedang).
3. Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Artritis Rheumatoid Pada
Lanjut Usia Sebelum DilakukanKompresSerei
Table 3
Intensitas Nyeri Frequency %
1-3 3 15%
4-6 17 85%
Total 20 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan kompres serei
hangat sebagian besar lanjut usia mengalami nyeri artritis rheumatoid dengan
intensitas 4-6 (sedang) sebanyak 85%.

4. Rata-rata Intensitas Nyeri Setelah DilakukanKompres Serei Hangat


Table 4
Mean Mean Min Max Standar 95% Cl
Deviasi
Nyeri 2,95 2,95 1 5 1,099 2,44-3,46
setelah

33
Dari analis diatas didapatkan rata-rata intensitas nyeri atritis rheumatoid
setelah diberikan kompres serei hangat pada lanjut usia dengan nilai rata-rata
intensitas nyeri 2,95 (nyeri ringan) sedangkan perbedaan intensitas nyeri artritis
rheumatoid yang dialami setelah kompres serei hangat, lanjut usia lebih banyak
mengutarakan dan merasakan tingkat intensitas nyeri pada interval 1-3 (ringan),
dimana dari hal tersebut dapat diartikan lanjut usia lebih banyak merasakan nyeri
ringan dibandingkan nyeri sedang setelah kompres serei hangat. Dengan nilai
standar devisiasi yang didapat 1,099. Pada tingkat kepercayaan 95%, intensitas
nyeri setelah dilakukan kompres serei hangat sebesar2,44-3,46 (nyeri ringan).
5. Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Artritis Rheumatoid Pada
Lanjut Usia Setelah DilakukanKompres Serei Hangat
Table 5
Intensitas Nyeri Frequency %

1-3 13 65%

4-6 7 35%

Total 20 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa setelah dilakukan kompres serei
hangat sebagian besar lanjut usia mengalami nyeri artritis rheumatoid dengan
intensitas 1-3 (ringan) sebanyak 65%. Rheumatoid adapun hasil analisa bivariate
pada penelitian ini.

6. Pengaruh Kompres SereiHangat terhadap Intensitas Nyeri


Table 6
Mean Min Max Standar 95% Cl
Deviasi
Nyeri 2,95 3 6 1,071 4,40-5,40
setelah

Mean Min Max Standar 95% Cl


Deviasi

34
2,95 1 5 1,099 2,44-3,46

Nyeri
sebelum

Perbedaan Intensitas Nyeri Setelah Perlakuan


Mean T Standar Sig (2-Tailed)
Deviasi
1,95 10,563 0,82 0,000
Hasil penurunan ini juga dapat dilihat pada tabel t-test secara statistik
didapat perbedaan nilai rata-rata intensitas nyeri sebelum dilakukan kompres serei
hangat sebesar 4,90 dan setelah dilakukan kompres serei hangat terdapat
penurunan intensitas nyeri dengan nilai rata-rata 2,95 dengan rata-rata perbedaan
intensitas nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres serei hangat sebesar 1,95.
Sedangkan standar deviasi sebelum dilakukan kompres serei hangat yang didapat
1,071 dan setelah dilakukan kompres serei hangat standar deviasi 1,099 dengan
perbedaan standar deviasi sebesar 0,826 sedangkan nilai t = 10,563 dengan
signifikansi 0,000, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
intensitas nyeri artritis rheumatoid sebelum dan setelah dilakukan kompres serei
hangat. Dapat disimpulkan bahwa ada Pengaruh Kompres SereiHangat terhadap
Intensitas NyeriAtritis Rheumatid Pada Lanjut Usia di Kelurahan Tarok Dipo
Wilayah kerja Guguk Panjang Bukittinggi. Terbukti dengan nilai p=0,000 (p<
0.05).
1.4 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian kompressereihangat iniadalah
ada pengaruh pemberian kompres serei hangat terhadap penurunan intensitas nyeri
artritis rheumatoid pada lanjut usia dengan rata-rata penurunan intensitas nyeri
yang dirasakan setelah dilakukan kompres serei hangat 1,95 dan nilai signifikansi
0,000 <α 0,05. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh kompres
serei hangat terhadap penurunan intensitas nyeri artritis rheumatoid pada lanjut
usia.
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat disosialisasikan kepada masyarakat
dan meningkatkan pelayanan kesehatan terutama kepada lanjut usia yang
mengalami keluhan nyeri sendi dan perlunya peningkatan penyuluhan kesehatan
pada penderita artritis rheumatoid tentang pengobatan non farmokologi berupa

35
tehnik kompres serei hangat untuk pengurangan nyeri penderita artritis
rheumatoid.

BAB V
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit inflamasi sistem kronik yang
melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rheumatoid
terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat
progresifitasnya. Pada umumnya selain gejala articular, AR dapat pula

36
menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau
gangguan non articular lainnya. Penyakit ini dapat di cegah atau di rawat dengan
terapi farmakologi maupun terapi non farmakologi. Penyakit ini sebagian besar
menyerang wanita daripada pria karena perbedaan sistem imun di setiap
individu.Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan
kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala
deformitas/cacat yang menetap. Selain itu karena penyakit ini bersifat kronis dan
sering kambuh, maka penderita akan mengalami penurunan produktivitas
pekerjaan karena gejala dan keluhan yang timbul menyebabkan gangguan
aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas hidup menderita.Meskipun prognose untuk
kehidupan penderita tidak membahayakan, akan tetapi kesembuhan penyakit
sukar tercapai.Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan
remisi atau sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut.
Tujuan utama dari program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan,
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah dan/atau memeperbaiki deformaitas.
1.2 Saran
Dengan di kerjakannya tugas ini di harapkan dapat dijadikan acuan belajar dan
sebagai acuan untuk menciptakan inovasi sebagai perawat kreatif untuk membuat
pengobatan artritis reumatoid menjadi lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk


perawatan pasien-ed.3. Jakarta. EGC
Utami, hediana. 2015. Faktor faktor resiko yang mempengaruhi artritis
reumatoid pada masyarakat semarang barat. Dikutip dari academiaedu.com
Brunner. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC

37

Anda mungkin juga menyukai