Anda di halaman 1dari 15

Pengertian Bimbingan, Konseling, Psikoterapi, dan Penyuluhan

A. Bimbingan
Menurut Smith (1999:94) “ bimbingan adalah proses layanan yang diberikan
kepada individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rancana, dan interprestasi yang
diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan baik.”
Menurut Miller (1961) bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap
individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Dapat dipahami bahwa bimbingan adalah proses pemberian arahan yang diberikan
konselor kepada kliennya baik secara individu ataupun kelompok baik kepada anak-anak,
remaja, dan orang dewasa dan dilakukan secara sadar sehingga klien dapat
mengembangkan kemampuan, keterampilan, dan bisa memilih keputusan dalam
menentukan tujuan, memahami dan mengenal diri sertamampu beradaptasi dengan
lingkungan dengan baik.
Menurut Arthur J. Jones (1970), bimbingan adalah proses dimana pembimbing
membantu si terbimbing sehingga terbimbing mampu membuat pilihan-pilihan,
menyesuaikan diri, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Di sini,
pembimbing membantu individu agar dapat mengatasi masalah-masalah dengan
memberikan alternatif yang tepat sesuai dengan keadaan dirinya; membantu memahami
permasalahan dan sanggup menerimanya sebagai suatu kenyataan; membantu
membukakan jalan yang bisa jadi tidak disadari oleh si terbimbing bahwa ada jalan yang
bisa diambil; dan mensugesti si terbimbing agar memiliki kemauan menuju jalan
pemecahan, yang bisa jadi karena tekanan emosional, kelelahan, stres, sehingga
kemampuan dan kemauannya menjadi hilang. Sementara Peters dan Shertzer (1974)
mengartikan, bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu agar ia
memahami dirinya dan dunianya, sehingga dengan demikian ia dapat memanfaatkan
potensi-potensinya.
Bimbingan merupakan upaya yang bersifat preventif, dapat dilakukan secara
individual maupun kelompok, dan bisa dilakukan oleh para guru, pemimpin, ketua-ketua
organisasi, dan sebagainya. Yang penting para pembimbing tersebut memiliki
pengetahuan tentang psikologi, sosiologi, budaya, dan berbagai teknik bimbingan seperti
dinamika kelompok, sosio-drama, teknik wawancara, dan sikap-sikap yang menghargai,
ramah jujur, dan terbuka. Bimbingan bisa dilakukan oleh siapa saja yang berminat, asal
mendapat pelatihan terlebih dahulu. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa
bimbingan merupakan salah satu aktifitas bantuan psikologis yang masih bersifat umum
dan memecahkan masalah-masalah kejiwaan individu yang belum bersifat serius dan
mendalam.

B. Konseling
Menurut Kavanagh, konseling merupakan hubungan anatara seorang penolong
yang terlatih dan seorang yang mencari pertolongan, dimana keterampilan si penolong dan
situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan
dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh.
Menurut Pepinsky 7 Pepinsky, konseling merupakan interaksi yang (a) terjadi
antara dua orang individu, yang masing-masing disebut konselor dan klien; (b) terjadi
dalam suasana yang propesional; (c) dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudahkan
perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
Menurut Bernard dan Fullmer (1969), konseling meliputi pemahaman dan
hubungan individu untuk menungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-
potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk
mengapresiasikan ketiga hal tersebut.
Menurut Schertzer dan Stone (1980), Konseling adalah upaya membantu individu
melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli
mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan
tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif
perilakunya.
Menurut Jones (1951), Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta
dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk
diatasi sendiri oleh yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung
dalam pemecahan untuk lkien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang
progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.
Prayitno dan Erman Amti (2004:105), Konseling adalah proses pemberian bantuan
yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Menurut A.C. English dalam Shertzer & Stone (1974), Konseling merupakan
proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang
fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian
yang perlu dibuatnya.
Menurut APGA (American Personel Guidance Association) dalam Prayitno
(1987 : 25), Konseling adalah hubungan antara seorang individu yang memerlukan
bantuan untuk mengatasi kecemasannya yang masih bersifat normal atau konflik atau
masalah pengambilan keputusan.
Menurut Galdding, konseling berlangsung dalam jangka waktu yang relative
singkat,bersifat antar pribadi, sesuai dengan teori-teori yang ada, dilakukan oleh orang
yang ahli di bidangnya serta sesuai dengan etika dan aturan-aturan yang ada yang berpusat
pada pemberian bantuan kepada orang-orang yang pada dasarnya mengalami gangguan
psikologis agar orang-orang yang menyimpang dan mengalami masalah situsional dapat
kembali normal.
Konseling, kadang disebut penyuluhan, adalah suatu bentuk bantuan. Merupakan
suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi layanan. Ia
sekurang-kurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang
sebelumnya merasa ataupun nyata-nyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat
layanan menjadi dapat melakukan sesuatu. Para ahli mendefinisikan konseling sebagai
suatu bantuan seseorang kepada orang lain. Adapun tujuannya, menurut English &
English (1958), membantu orang lain agar memahami masalah dan apat memecahkannya
dalam rangka penyesuaian diri. Sedang menurut Glen E. Smith (1955), adalah agar
individu tersebut bisa melakukan pemilihan, perencanaan dan penyesuaian diri sesuai
dengan kebutuhan. Sementara Milton E. Hahn (1955), adalah agar individu tersebut
mampu memecahkan masalah yang dihadapinya.
Menurut Willis, konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorang
pembimbing yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang
membutuhkannya, agar berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi
masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.
Menurutnya, dalam era global dan pembangunan saat ini, konseling bukan saja bersifat
klinis-psikologis, tapi harus lebih menekankan pada pengembangan potensi individu yang
terkandung didalam dirinya, baik intelektual, afektif, sosial, emosional, dan religius;
menjadikannya sebagai individu yang akan berkembang dengan nuansa yang lebih
bermakna, harmonis, sosial, dan bermanfaat. Dengan demikian, ada perubahan
konsepsional antara pengertian konseling lama dengan konseling baru, dimana konseling
bukan saja bersifat klinis, tapi juga bersifat preventif dan pengembangan individu.
Sementara Mohamad Surya, menyimpulkan beberapa prinsip dalam pengertian
konseling, yaitu:
1. Konseling merupakan alat yang paling penting dalam keseluruhan program
bimbingan.
2. Dalam konseling terlibat adanya pertalian dua orang individu yaitu konselor dan
konseli, dimana konselor membantu konseli melalui serangkaian wawancara dalam
serangkaian pertemuan.
3. Wawancara merupakan alat utama dalam keseluruhan kegiatan konseling.
4. Tujuan yang ingin dicapai dalam konseling adalah agar konseli:
a. memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya.
b. mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya ke arah tingkat
perkembangan yang optimal.
c. mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.
d. mempunyai wawasan yang lebih realistis serta penerimaan yang obyektif tentang
dirinya.
e. memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya dan dapat menyesuaikan diri secara
lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan.
f. mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
g. terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan salah suai (maladjustment).
5. Konseling merupakan kegiatan profesional, artinya dilaksanakan oleh konselor yang
telah memiliki kualifikasi profesional dalam pengetahuan, ketrampilan, pengalaman
dan kualitas pribadinya.
6. Konseling merupakan suatu proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan
yang bersifat fundamental dalam diri konseli terutama perubahan dalam sikap dan
tindakan.
7. Tanggung jawab utama dalam pengambilan keputusan berada pada tangan konseli,
dengan bantuan konselor.
8. Konseling lebih menyangkut masalah sikap dari pada tindakan.
9. Konseling lebih berkenaan dengan penghayatan emosional dari pada maslaah
intelektual.
10. Konseling berlangsung dalam suatu situasi pertemuan yang sedemikian rupa.
Dari uraian tersebut, konseling memiliki fungsi yang sangat luas, bukan saja
bersifat klinis, membantu klien mengatasi permasalahan yang dihadapi, tapi juga
memberikan bantuan klien menjadi individu yang berkembang secara optimal.
Bila dibandingkan dengan bimbingan, konseling lebih membutuhkan landasan
operasional bidang psikologi yang lebih mendalam. Namun dalam perkembangan
selanjutnya, antara bimbingan dan konseling, sebagaimana Sofyan S. Willis yang pada
mulanya menguraikan pengertian bimbingan dan konseling secara terpisah,
menjadikannya sebagai satu kesatuan istilah, yaitu bimbingan dan konseling.
Perkembangan pemahaman konseling di atas sejalan dengan perkembangan
konseling itu sendiri, dimana ruang lingkup konseling juga semakin luas, terlebih jika
antara bimbingan dan konseling menjadi satu kesatuan istilah dan kegiatan. Bimbingan
dan Konseling memiliki ruang lingkup yang sangat luas, yaitu: bidang vokasional
(pekerjaan dan jabatan); bidang pendidikan; bidang kesehatan (psikoterapis, psikoanalitis,
dan klinis); dan bidang keagamaan. Dengan demikian, bimbingan dan konseling memiliki
peran yang penting dalam segenap bidang kehidupan saat ini.
Adapun tujua dari konseling, Prof. Rosjidan menyatakan adanya tiga kategori yang
bisa dicatat dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan sebuah konseling. Tujuan khusus
ini meliputi:
1. Merubah tingkah laku yang terganggu
2. Mempelajari tingkah laku yang terganggu, dan
3. Mencegah problem-problem .
Dalam pelaksanaannya, secara umum, teknik konseling meliputi: Penggunaan
hubungan intim (rapport); Memperbaiki pemahaman diri; Pemberian nasehat dan
perencanaan program kegiatan; dan Menunjukkan kepada petugas lain atau reeral bila
dirasa tidak mampu menangani masalah klien .
Sedangkan menurut Willis, teknik konseling meliputi:
1. Perilaku attending; mencakup kontak mata, bahasa badan, dan bahasa lisan.
2. Empati; merasakan apa yang dirasakan klien.
3. Refleksi; memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran dan
pengalaman klie sebagai hasil pengamatan.
4. Eksplorasi; menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien.
5. Menangkap pesan utama tentang perasaan, pengalaman, atau pikiran klien dan
disampaikan kembali kepada klien.
6. Bertanya untuk membuka percakapan
7. Bertanya tertutup melalui sebuah pernyataan yang membutuhkan tanggapan.
8. Dorongan minimal; upaya konselor secara halus agar klien tetap terlibat dalam
hubungan yang komunikatif.
9. Interpretasi perasaan, pengalaman, atau pikira klien berdasarkan teori-teori yang ada.
10. Mengarahkan agar klien tetap dalam situasi dan hubungan komunikasi yang ideal. 11)
Menyimpulkan
11. sementara secara periodik agar tahapan-tahapan bisa berkesinambungan.
12. Memimpin arah pembicaraan
13. Fokus pada permasalahan.
14. Konfrontasi; kemampuan konselor untuk bisa mengungkapkan adanya inkonsistensi
dalam diri klien.
15. Menjernihkan ucapan klien yang samar-samar.
16. Memudahkan berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan dengan baik.
17. Diam sebagai fariasi komunikasi guna menumbuhkan pemusatan perhatian dan
penekanan.
18. Mengambil inisiatif untuk bisa membuka, mencairkan, mendorong terciptanya
komunikasi yang mandeg.
19. Memberi nasehat dengan mempertimbangkan aspek kemandirian klien
20. Pemberian informasi kemandirian klien untuk mencari informasi sendiri.
21. Merencanakan dengan cara membantu klien menyusun program untuk action.
22. Membantu klien menyimpulkan hasil sebuah pertemuan.

C. Psikoterapi
Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara klien dan terapis yang
menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam
tingkah laku, pikiran dan perasaan klien supaya membantu klien mengatasi tingkah laku
abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembangan sebagai
seorang individu.
Psikoterapi adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan
pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu
"Psyche" yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya
penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut juga
dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran.
Psikoterapi adalah proses difokuskan untuk membantu Anda menyembuhkan dan
konstruktif belajar lebih banyak bagaimana cara untuk menangani masalah atau isu-isu
dalam kehidupan Anda. Hal ini juga dapat menjadi proses yang mendukung ketika akan
melalui periode yang sulit atau stres meningkat, seperti memulai karier baru atau akan
mengalami perceraian (hariyanto, 2010).
Secara terminologis psikoterapi berasal dari kata psiko dan terapi. Psiko artinya
kejiwaan atau mental dan terapi adalah penyembuhan atau usada. Sedangkan pengertian
umum psikoterapi adalah proses formal interaksi antara dua pihak atau lebih. Yang satu
adalah profesional penolong dan yang lain adalah "petolong" (orang yang ditolong),
interaksi ini menuju pada perubahan rasa, pikir, perilaku, kebiasaa yang ditimbulkan
dengan adanya tindakan profesional penolong dengan latar belakang ilmu perilaku dan
teknik-teknik usada yang dikembangkannya. Kegiatan psikoterapi ini harus dilandasi oleh
data yang ditemukan selama proses wawancara atau interaksi . Dari definisi ini bisa
diambil kesimpulan bahwa dalam psikoterapi dibutuhkan adanya profesionalisme serta
tindakan-tindakan yang terprogram, formal serta dengan data-data yang lebih akurat dan
teliti.
Adapun tujuan psikoterapi adalah:
1. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar.
2. Mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang
mendalam.
3. Membantu klien mengembangkan potensinya.
4. Mengubah kebiasaan.
5. Mengubah struktur kognitif individu.
6. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan dengan tepat.
7. meningkatkan pengetahuan diri atau insight.
8. Meningkatkan hubungan antar pribadi.
9. Mengubah lingkungan sosial individu.
10. Mengubah proses somatik supaya mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran
tubuh.
11. Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, kontrol, dan kreatifitas
diri .
Dengan demikian, tujuan psikoterapi jauh lebih spesifik, menyangkut
permasalahan psikologis yang lebih mendalam dan lebih bersifat klinis-psikologis.
Mengatasi gangguan mental yang telah mengganggu perilaku dan struktur fungsi dan
organisasi fisik. Oleh karena itu, teknik-teknik psikoterapi lebih spesfik dan fokus pada
pembedahan psikologis.

D. Penyuluhan
Pengertian penyuluhan berasal dari berasal dari bahasa inggris yaitu counseling
yang berarti perkembangan, pemberian nasehat, penyuluhan penerangan atau informal
(Abu Ahmadi, 1991:21)
Menurut Jones (2001:21) penyuluhan adalah membicarakan masalah dan biasanya
yang diajak bicara memiliki pengalaman, pengertian dan kemampuan yang tidak dimiliki
orang yang ingin membicarakan permasalahannya dengan orang lain yang sedang
dihadapinya.
Menurut James F. Adams dalam Jumhul (1986:29) bahwa penyuluhan adalah
penilaian timbal balik antara 2 individu dimana yang seorang membantu yang lain supaya
ia dapat lebih baik memahami dirinya itu pada waktu yang datang.
Jadi penyuluhan adalah suatu aktivitas wawancara yang dilakukan seorang ahli
kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah untuk membicarakan dan
memecahkan masalah yang sedang dihadapi dan memberikan bantuan sehingga
teratasinya masalah pada klien dan dapat beradaptasi dengan baik dan efektif dengan
lingkungannya.

Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling


Perbedaan antara bimbingan dan konseling terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga
yang menyelenggarakan.
Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut dengan usaha pemberian
informasi dan dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa dan lebih menekankan pada
fungsi pencegahan, sedangakan konseling merupakan bantuan yang dilakukan dalam
pertemuan tatap muka antara dua orang manusia yaitu antara konselor dan klien.
Dari segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala
sekolah, orang dewasa lainnya. Namun, konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga
yang telah terdidik dan terlatih.
Dengan kata lain, konseling merupakan bentuk khusus bimbingan yaitu layanan yang
diberikan oleh konselor kepada klien secara individu.

Perbedaan Antara Konseling Dengan Psikoterapi


Apabila kita tinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut konseling Menurut
Schertzer dan Stone (1980) Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses
interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami
diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai
yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi menurut Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001),
mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap
masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai
pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi
yang positif.
Dari dua definisi di atas kita bisa tarik kesimpulan mengenai dua pembahasan tersebut
bahwa konseling lebih terfokus pada interaksi antara konselor dan konseli dan lebih
mengutamakan pembicaraan serta komunikasi non verbal yang tersirat ketika proses konseli
berlangsung dan semacam memberikan solusi agar konseli dapat lebih memahami lingkungan
serta mampu membuat keputusan yang tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan
tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.
Sedangkan psikoterapi lebih terfokus pada treatment terhadap masalah sifatnya
emosional dan juga lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami penyimpangan dan
juga lebih berusaha untuk menghilangkan simptom-simptom yang di anggap mengganggu dan
lebih mengusahakan agar klien dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian ke arah yang positif.

Perbedaan konseling dan psikoterapi didefinisikan oleh Pallone (1977) dan Patterson
(1973) yang dikutip oleh Thompson dan Rudolph (1983), sebagai berikut:

KONSELING PSIKOTERAPI
   1.    Klien    1.    Pasien
   2.    Gangguan yang kurang serius    2.    Gangguan yang serius
   3.    Masalah: Jabatan, Pendidikan, dsb    3.  Masalah kepribadian dan pengambilan
        keputusan
   4.    Berhubungan dengan pencegahan    4.    Berhubungan dengan penyembuhan
   5.  Lingkungan pendidikan dan non medis    5.    Lingkungan medis
   6.    Berhubungan dengan kesadaran    6.    Berhubungan dengan ketidaksadaran
   7.    Metode pendidikan    7.    Metode penyembuhan

Bimbingan Konseling dan Psikoterapi; Persamaan dan Perbedaannya


Menurut Andi Mappiare, pada dasarnya tujuan-tujuan konseling dan psikoterapi
adalah sama, yaitu eksplorasi-diri, pemahaman-diri, dan perubahan tindakan atau perilaku.
Keduanya, lazim pula mencoba menghilangkan tingkah-laku merusak diri (self-defeating)
pada klien. Baik psikoterapi maupun konseling memberikan penekanan pentingnya
perkembangan dalam pembuatan keputusan dan ketrampilan dalam pembuatan rencana oleh
klien. Pentingnya saling-hubungan antara klien dan psikoterapis ataupun konselor disepakati
sebagai suatu bagian integral dalam proses psikoterapi maupun konseling. Jadi, inti dari
konseling dan psikoterapi adalah bantuan kepada klien melalui hubungan yang bersifat positif
dan membangun.
Sementara, meskipun Prawitasari membedakan antara konseling dan psikoterapi
dalam masalah waktu, namun menurutnya, keduanya bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Sedangkan menurut Carl. R. Rogers, antara konseling dan psikoterapi pada hakekat dan
tujuannya adalah sama. Perbedaannya hanya terletak pada intensitas bantuan yang perlu
diberikan. Pada tingkat terakhir dari keduanya juga akan bertemu dalam proses konseling
intensif karena pada tingkat ini menggunakan pendekatan client-centered yang bersifat non-
direktif, yang menjadi metode pokok dari psikoterapi. Dengan demikian, sebenarnya letak
dari posisi keduanya, dimana psikoterapi merupakan kelanjutan dari konseling.
Dilihat dari problem-problemnya, Rosjidan membedakan bahwa konseling
menyangkut hal-hal seperti: reality-oriented, situasional, lingkungan, spesifik, nonembeded
dan kesadaran. Sedangkan psikoterapi menyangkut interpersonal, mendalam, umum, ganguan
kepribadian, embeded dan unconseious. Mowrer membedakan bahwa konseling bertujuan
membantu seeorang membebaskan diri dari konflik-konflik yang disadari. Sedangkan
psikoterapi menyangkut konflik-konflik unconseious dan kecemasan neurotik. Tyler
membedakannya sebagai berikut: konseling berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan dan
pilihan-pilihan lain, sedang psikoterapi menyangkut sikap, perasaa dan emosi. Namun pada
kenyataan tidaklah mudah untuk membedakan antara problem situasional dan environmental,
antara reality problem dengan problem kerpibadian, antara kecemasan normal dan kecemasan
neurotik. Oleh karena pembedaan antara konseling dan psikoterapi memiliki banyak
kelemahan. Begitu sukarnya melakukan pembedaan sehingga para ahli mengambil jalan
tengah dengan menegaskan bahwa antara konseling dan psikoterapi merupakan suatu
continumn .
Andi Mappaire, membedakan konseling dan psikoterapi sebagai berikut:
1. Koseling dan psikoterapi dapat dipandang berbeda lingkup pengertian antara keduanya.
Istilah "psikoterapi" mengandung arti ganda. Pada satu segi, ia menunjukkan sesuatu yang
jelas yaitu satu bentuk terapi psikologis. Tetapi pada segi lain, ia menunjuk pada
sekelompok terapi psikologis, yaitu suatu rentangan wawasan luas tempat hipnotis pada
satu titik dan konseling pada titik lainnya. Dengan demikian, konseling merupakan salah
satu bentuk psikoterapi.
2. Konseling lebih berfokus pada konseren, ikhwal, masalah, pengembangan-pendidikan-
pencegahan. Sedangkan psikoterapi lebih memokus pada konseren atau masalah
penyembuhan-penyesuaian-pengobatan.
3. Konseling dijalankan atas dasar (atau dijiwai oleh) falsafah atau pandangan terhadap
manusia, sedangkan psikoterapi dijalankan berdasarkan ilmu atau teori kepribadian dan
psikopatologi.
4. Konseling dan psikoterapi berbeda tujuan dan cara mencapainya. Menurut S. Narayana
Rao, tujuan psikoterapi adalah mengatasi kelemahan-kelemahan tertentu melalui beberapa
cara praktis, mencakup "pembedahan-psikis" (psycho-surgery) dan pembedahan otak.
Konselor, pada lain pihak, berurusan dengan identifikasi dan pengembangan kekuatan-
kekuatan positif pada indivdu. Ini dilakukan dengan membantu klien untuk menjadi
seorang yang berfungsi secara sempurna.
Leslie E. Moser dan Ruth Small Moser berpendapat bahwa konseling terbatas pada
pemberian bantuan pemecahan problema pribadi yang tidak sampai pada struktur kepribadian,
hanya sampai pada permasalahan hidup kejiwaan yang normal yang berkaitan dengan
kehidupan masa kini dan masa datang. Sedangkan psikoterapi bertugas melayani problema
kejiwaan yang lebih mendalam lagi (inner-life problems). Sementara Orval H. Mowrer,
membedakan pada tugas pokok keduanya. Konseling memecahkan persoalan hidup kejiwaan
yang masih pada tingkat normal, yang disebabkan oleh perasaan frustasi yang disadari oleh
klien, sedangkan psikoterapi menyembuhkan perasaan cemas yang bersifat mendalam
(neurotic anxiety) yang sumber penyebabnya adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang amat
menekan dan tidak disadari oleh klien. Sementara Dr. Milton E. Hahn, membedakan dari segi
sifat problem yang dialami Klien. Menurutnya, jika persoalan yang dihadapi bersifat normal,
pemecahannya menjadi tugas konseling. Sedangkan jika persoalannya bersifat abnormal maka
psikoterapi yang bertugas menyembuhkannya. Sedangkan menurut Mohamad Surya
perbedaan antara konseling dengan psikoterapi adalah:
1. Konseling umumnya berkenaan dengan orang-orang yang tergolong normal; sedangkan
psikoterap terutama berkenaan dengan orang-orang yang mendapat gangguan psikis.
2. Konseling lebih bersifat edukatif, suportif, berorientasi kesadaran, jangka pendek;
sedangkan psikoterapi lebih bersifat konstruktif, konfrontif, berorientasi ketidaksadaran,
dan jangka panjang.
3. Konseling lebih terstruktur dan terarah kepada tujuan-tujuan yang lebih terbatas dan
konkrit; sedangkan psikoterapi lebih luas dan mengarah kepada tujuan yang lebih jauh.
Dari uraian-uraian beberapa pendapat tentang persamaan dan perbedaan antara
psikoterapi dan konseling tersebut di atas, maka bisa disimpulkan bahwa pada hakekatnya
antara konseling dan psikoterap memiliki pengertian yang sama, yaitu memberikan bantuan
kepada seseorang agar timbul perubahan pada diri individu tersebut ke arah yang positif,
keduanya saling berkaitan dalam proses pemberian bantuan. Sedangkan jika dilihat dari
pelaksanaannya, maka psikoterapi membutuhkan langkah-langkah yang lebih spesifik jika
dibandingkan dengan konseling. Sementara jika dilihat dari landasan operasionalnya,
konseling lebih didasarkan pada permasalahan-permasalahan pandangan hidup, permasalahan
penyesuaian diri, lebih pada pelaksanaan bimbingan dan arahan melalui penanaman
pengertian tentang falsafah hidup, pendidikan dan pemahaman lingkungan. Sedangkan
psikoterapi didasarkan pada aspek-aspek psikopatologi, penyakit-penyakit kejiwaan yang
lebih spesifik, dan membutuhkan langkah-langkah "pembedahan-jiwa" secara lebih spesifik.
Konseling menyangkut permasalahan kejiwaan umum yang cenderung bersifat preventif,
sedangkan psikoterapi sudah menyangkut permasalahan kejiwaan yang spesifik dan
cenderung bersifat kurativ.
Dalam pelaksanaannya, baik bimbingan dan konseling maupun psikoterapi,
menggunakan landasan teori dari beberapa landasan filosofis tentang perilaku. Teori-teori itu,
sebagaimana yang dikemukakan baik oleh Subandi (2002), Arifin (2003), Surya (2003), dan
Willis (2004) adalah: Trait and Factors, Rasional-Emotif, Behavioral, Psikoanalisa, Psikologi
Individual, Analisa Transaksional, Client-Centered, dan Gestalt. Pendekatan Meditasi dan
Relaksasi, serta yang mutakhir adalah logoterapi. Teori-teori itu diterapkan sesuai dengan
orientasinya: Kognitif atau Afektif.
Latar Belakang Perlunya Bimbingan Dan Konseling
Faktor-faktor yang melatarbelakangi muncul dan diperlukannya bimbingan dan
konseling:
1. Latar belakang historis
Sejarah tentang developing one’s potential (pengembangan potensi individu) dapat
ditelusiri masyarakat Yunani kuno. Mereka menekankan tentang upaya untuk
mengembangkan dan memperkuat individu melaui pendidikan, sehingga mereka dapat
mengisi peranannya dimasyarakat. Mereka meyakini bahwa dalam diri individu terdapat
kekuatan-kekuatan yang dapat distimulasi dan dibimbing kearah tujuan-tujuan yang
berguna, bermanfaat atau menguntungkan baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat.
Konselor yang terkenal di Yunani kuno adalah Plato, karena dia telah menaruh perhatian
yang begitu besar terhadap pemahaman psikologis individu, seperti menyangkut aspek
isu-isu moral, pendidikan, hubungan dalam masyarakat, dan teologis. Dia juga menaruh
perhatian terhadap masalah-masalah:
a. Bagaimana membangun pribadi manusia yang baik melalui asuhan atau pendidikan
formal.
b. Bagaimana caranya supaya anak dapat berfikir lebih efektif.
c. Teknik apa yang telah berhasil mempengaruhi manusia dalam kemampuannya
mengambil keputusan dan mengembangkan keyakinannya.
Konselor yang lain diantaranya adalah Aristoteles (murid Plato), Hippocrates dan
para dokter lainnya yang menaruh perhatian pada bidang psikologi.[3]
2. Latar belakang filosofis
Kata filosofis atau filsafat dalam bahasa Arab yang berasal dari kata yunani yang
berarti filosofia (philosophia). Filsafat artinya cinta terhadap kebijaksanaan atu hikmah
atau ingin mengerti segala sesuatu dengan mendalam. John J. Pietrofesa et.al
mengemukakan pendapat James Cribin tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan:
a. Bimbingan hendaknya didasarkan kepada pengakuan akan kemuliaan dan harga diri
individu dan atas hak-haknya untuk mendapat bantuan.
b. Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan artinya bimbingan
merupakan bagian intergal dalam pendidikan.
c. Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta bantuan atau
pelayanan.
d. Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus profesi kesehatan mental. Bimbingan
dilaksanakan melaui kerjasama, dan masing-masing bekerja berdasarkan keahlian atau
kompetensinya sendiri.
e. Fokus bimbingan adalah membantu individu merealisasikan potensi dirinya.
f. Bimbingan merupakan elemen pendidikan yang bersifat individualisme, personalisasi
dan sosialisai.[4]
Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanaan
bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor khususnya yaitu membantu
konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam memberi keputusan yang tepat.[5]
3. Latar belakang sosial budaya
Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan:
a. Perubahan konstelasi keluarga
Terkait dengan masalah keluarga yang disfungsional, Stephen R. Covey
mengemukakan sekitar 30 tahun yang lalu terjadi perubahan situasi keluarga yang
sangat kuat dan dramatis seperti peristiwa berikut ini:
1) Angka kelahiran anak yang tidak sah meningkat menjadi 400%.
2) Persentase orang tua tunggal (single parrent) telah berlipat ganda.
3) Angka perceraian yang terjadi telah berlipat ganda, pernikahan yang berakhir
dengan perceraian.
4) Peristiwa bunuh diri dikalangan remaja meningkat sekitar 300%.
5) Sekor tes bakat skolastik para siswa turun sekitar 73 butir
6) Masalah nomor satu wanita Amerika pada saat ini adalah tindakan kekerasan
(pemerkosaan).
7) Seperempat remaja yang melakukan hubungan seksual telah terkena penyakit
kelamin sebelum menamatkan sekolahnya di SMA.[6]
b. Perkembangan pendidikan
Arah meluas tampak dalam pembagian sekolah dalam berbagai jurusan khusus
dan sekolah kejuruan. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan bimbingan untuk memilih
jurusan yang khusus dan memilih bidang studi yang tepat bagi setiap murid. Arah
mendalam tampak dalam berkembangnya ruang lingkup dan keragaman disertai
dengan pertumbuhan tingkat kerumitan dalam tiap bidang studi. Hal ini menimbulkan
masalah bagi murid untuk mendalami tiap bidang studi dengan tekun. Perkembangan
ke arah ini bersangkut paut pula dengan kemampuan dan sikap serta minat murid
terhadap bidang studi tertentu. Ini semua menimbulkan akibat bahwa setiap murid
memerlukan perhatian yang bersifat individual dan khusus. Dalam hal ini pula terasa
sekali kebutuhan akan bimbingan di sekolah.[7]
c. Dunia kerja
Dalam dunia kerja bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan karena terjadi
berbagai macam perubahan diantaranya sebagai berikut:
1) Semakin berkurangnya kebutuhan terhadap pekerja yang tidak memilki
ketrampilan.
2) Meningkatnya kebutuhan terhadap para pekerja yang profesional dan memiliki
ketrampilan teknik.
3) Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan sebagai dampak dari penerapan
teknologi maju.
4) Berkembangnya perindustrian di berbagai daerah.
5) Berbagai jenis pekerjaan yang baru memerlukan cara-cara pelayanan yang baru.
6) Semakin bertambahnya jumlah para pekerja yang masih berusia muda dalam dunia
kerja.
d. Perkembangan metropolitan
Dampak sosial yang buruk dari pertumbuhan kota di abad-21 terutama di kota-
kota berkembang sebagai berikut:
1) Urbanisasi dilakukan dengan motivasi mengadu nasib.
2) Masalah pengangguran.
3) Banyaknya tenaga kerja yang tidak memenuhi kebutuhan lapangan kerja di kota.
4) Banyaknya pemukiman ilegal didirikan.
5) Terbatasnya fasilitas air bersih dibanding banyaknya jumlah kebutuhan penduduk.
6) Lingkungan semakin buruk yang mengakibatkan meningkatnya angka kematian
anak.
e. Perkembangan komunikasi
f. Seksisme dan rasisme
Seksisme merupakan paham yang mengunggulkan salah satu jenis kelamin
dari jenis kelamin yang lainya. Sedangkan rasisme merupakan paham yang
mengunggulkan ras yang satu dari ras yang lainnya.
g. Kesehatan mental
h. Perkembangan teknologi
Timbul dua masalah penting yang menyebabkan kerumitan struktur dan
keadaan masyarakat:
1) Penggantian sebagian besar tenaga kerja dengan alat-alat mekanis-elektronik.
2) Bertambahnya jenis-jenis pekerjaan dan jabatan baru yang menghendaki keahlian
dan pendidikan khusus.
i. Kondisi moral dan keagamaan
j. Kondisi sosial ekonomi.[8]
4. Latar belakang religius
Landasan religius bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien
sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya
bimbingan dan konseling. Pembahasan landasan religius ini, terkait dengan upaya
mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling. Pendekatan
bimbingan dan konseling yang terintegrasi di dalamnya dimensi agama, ternyata sangat
disenangi oleh masyarakat Amerika sekarang ini. Perlunya pengintegrasian nilai-nilai
agama dalam konseling, Marsha Wiggin Frame mengemukakan bahwa agama sepatutnya
mendapat tempat dalam praktek-praktek konseling atau psikoterapi, yang berdasarkan
alasan:
a. Mayoritas orang Amerika meyakini Tuhan dan mereka banyak yang aktif mengikuti
peribadatan.
b. Terdapat tumpang tindih dalam nilai dan tujuan antara konseling dengan agama,
seperti menyangkut upaya membantu individu agar dapat mengelola berbagai
kesulitan hidupnya.
c. Banyak bukti empirik yang menunjukkan bahwa keyakinan beragama telah
terkontribusi secara positif terhadap kesehatan mental.
d. Agama sudah sepatutnya diintegrasikan ke dalam konseling dalam upaya mengubah
pola pikir yang berkembang di akhir babad-20.
e. Kebutuhan yang serius untuk mempertimbangkan konteks dan latar balakang budaya
klien, mengimplikasikan bahwa konselor harus memperhatikan secara sungguh-
sungguh tentang peranan agama dalam budaya.[9]
5. Latar belakang psikologis
Peserta didik sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses
perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksi dengan lingkungannya.
Di samping itu, peserta didik senantiasa mengalami berbagai perubahan sikap dan tingkah
lakunya. Proses perkembangan tidak selalu berlangsung secara linier (sesuai dengan arah
yang diharapkan atau norma yang dijunjung tinggi), tetapi bersifat fluktuatif dan bahkan
terjadi stagnasi atau diskontinuitas perkembangan.[10]
Kesalahpahaman Dalam Bimbingan Dan Konseling

Prayitno menjelaskan ada beberapa kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan


konseling yang sampai saat ini terjadi dalam pelaksanaan konseling tersebut yakni sebagai
berikut;
1. Bimbingan dan konseling disamakan saja atau dipisahkan sama sekali dengan pendidikan,
BK dianggap sama dengan Pengajaran sehingga tidak perlu pelayanan khusus BK, hal ini
tidak benar karena BK menunjang proses pendidikan peserta didik dan para pelaksananya
(Konselor) juga mempelajari Ilmu Pendidikan pada umumnya sebagai salah satu trilogi
profesi konseling.
2. Konselor sekolah/guru pembimbing dianggap sebagai polisi sekolah, hal ini terjadi karena
konselor/guru pembimbing diserahi tugas mengusut perkelahian, pencurian, mencari
bukti-bukti siswa yang berkasus, jika anak bermasalah, anak akan masuk ke ruang BK
untuk di minta pertanggung jawabannya, ini adalah pelaksanaan yang salah, guru
pembimbing bukanlah polisi sekolah, yang kerjanya hanya memarahi anak-anak
bermasalah.
3. Bimbingan dan konseling semata-mata hanya sebagai proses pemberian nasehat.
Pemberian nasehat memang merupakan bagian dari pelayanan BK, akan tetapi nasehat
bukanlah satu-satunya layanan BK.
4. Bimbingan dan konseling harus aktif dan pihak lain pasif, konselor hendaknya aktif
sebgai pusat penggerak BK namun keterlibatan klien sendiri dan semua pihak adalah
kesuksesan dari usaha pelayanan BK.
5. Menganggap bahwa pelayanan BK bisa dilakukan oleh siapa saja. Ini adalah konsep yang
salah dan sering terjadi dilapangan, banyak guru BK bukan dari ahlinya, ataupun bukan
dari tamatan BK itu sendiri, banyak yang menganggap bahwa pekerjaan BK ini sangat
mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja, dan banyak lagi kesalahpahaman BK yang
terjadi dilapangan hingga saat ini.
Timbul pertanyaan kita bersama, mengapa kesalahpahaman ini terjadi? Ada beberapa
penyebabnya yakni;
1. Kesalahpahaman-kesalahpahaman diatas diakibatkan karena bidang BK masih tergolong
baru dan merupakan produk impor sehingga menyebabkan para pelaksanaannya
dilapangan belum terlalu mengetahui BK secara menyeluruh (Prayitno: Dasar-dasar
bimbingan dan konseling, 2004).
2. Penyebabnya dari konselor itu sendiri. Banyak yang bukan dari tamatan BK itu sendiri
yang menjadi pelaksanan BK, sehingga tidak efesiennya pelaksanaan BK dilapangan, dan
juga pelaksanaan yang belum efesin dari guru BK itu sendiri, tidak jelasnya program yang
akan dijalankan, baik program harian, mingguan, bulanan maupun semesteran, walaupun
dia dari tamatan BK itu sendiri.
3. Masih belum disepakatinya penggunaan istilah Bimbingan dan Konseling itu sendiri, di
Indonesia masih ada yang menggunakan istilah pelayanan BP, BK, dan konseling, dan ini
juga mempengaruhi persepsi masyarakat tentang pelayanan yang dilakukan oleh petugas
BK dilapangan.
Padahal Istilah “konseling” sebagai pengganti “bimbingan dan konseling” semakin
menguat sejak digunakan istilah Konselor dalam UU No. 20/2003 tentang SPN, secara resmi
istilah konseling telah digunakan dalam permendiknas no.22/2006 tentang Standarisasi Untuk
Satuan Dasar Dan Menengah, Rumusan tentang Istilah “Bimbingan dan Konseling” dan
istilah Konseling dapat dilihat sebagai berikut dalam SK Mendiknas no. 25/1995;
“Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok, agar mempu mandiri dan berkembang secara optimal dalam
bidang pribadi, sosial, belajar dan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku”
Sedangkan Dalam Permendiknas No.22/2006:
“Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik baik secara perorangan
maupun kelompok, agar mempu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang
pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan
karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma
yang berlaku”.
Walaupun pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru untuk memperkuat status
BK di indonesia tentang istilah dan pelaksanaan BK, akan tetapi tetap saja belum semaksimal
mungkin pelaksanaan BK dengan semestinya, ini sangat memprihatinkan sekali, padahal
Guru BK bermanfaat sekali bagi perkembangan anak disekolah untuk menjadi lebih bagi.
Baik di bidang Pribadinya, Sosialnya, Belajar dan Karirnya,

Hai teman-teman, apa pandangan masyarakat sudah benar dalam memandang guru BK? Lalu
apa sih yang sudah mengakar dimasyarakat? Oke, saya kembali lagi dengan menulis 15 alasan
yang sudah mengakar di masyarakat terhadap guru BK.

15 alasan kesalahpahaman terhadap guru BK:

1. Bimbingan dan Konseling disamakan saja dengan pembelajaran atau bahkan dipisahkan
secara terpisah dengan pembelajaran.
Pembelajaran mata pelajaran sekolah tidak bisa digabung oleh pembelajaran
bimbingan konseling. Walau, keduanya harus berjalanan beriringan dikarenakan sifat
penjalan yang berbeda.
2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah.
Polisi sekolah yang dimaksud adalah mwnjadi pengingat apabila ada yang
melanggar. Bahkan bisa memberi hukuman apabila dibutuhkan. Namun, seorang konselor
bekerja pada setiap siswa mulai dari pemantauan hingga membentuk siswa sesuai cita-cita
sekolah.
3. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Nasihat bisa diberikan oleh siapa saja. Namun pekerjaan BK bukan hanya sekedar
nasihat. Dikarenakan nasihat belum tentu dapat merubah beberapa anak yang
membutuhkan bimbingan dan konseling.
4. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat
incidental.
Pekerjaan seorang BK bukan dilakukan hanya pada suatu waktu saat permasalahan
muncul. Namun, pekerjaan itu dilakukan secara teratur dan rutin berulang-ulang.
5. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya pada klien-klien tertentu.
Sebagai seorang konselor harus melayani seluruh peserta didik yang
membutuhkan. Tidak menganak tirikan peserta didik yang ada.
6. Bimbingan dan Konseling melayani orang sakit atau kurang normal.
Dibeberapa sekolah apabila ada yang sakit atau bahkan kesurupan yang diberi
tugas adalah guru BK, namun itu tidak sepenuhnya benar.
7. Bimbingan dan Konseling bekerja sendiri.
Guru BK membutuhkan kerjasama dari pihak sekolah dan orang tua dalam
melakukan sesuatu untuk peserta didik. Agar mendapat hasil yang lebih maksimal.
8. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif.
Didalam proses ini diharuskan konselor dan peserta didik harus bersama-sama
memiki sifat aktif. Karena, jika hanya salah satu pihak yang aktif tidak akan
menyelesaikan suatu masalah.
9. Menganggap pekerjaan Bimbingan dan Konseling dapat dilakukan oleh siapa saja.
Pekerjaan Bimbingan dan Konseling membutuhkan orang-orang terlatih untuk
bekerja. Dikarenakan seorang konselor akan menghadapi semua tahap-tahap yang terjadi
tanpa rentang waktu yang dapat ditentukan.
10. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama saja.
Berpusat pada keluhan pertama saja tidak dapat menyelesaikan masalah. Seorang
konselor diharapkan mampu menghadapi setiap proses yang akan ditempuh peserta didik.
11. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling segera dilihat.
Pekerjaan seorang konselor bukan seperti pekerjaan dokter yang setelah
memberikan resep lalu pasien sembuh. Namun, seorang konselor harus sabar dalam
menghadap seluruh tahap perubahan peserta didik.
12. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
Dalam menyelesaikan masalah akan beda penyelesaian masalah apabila ada anak
yang bermasalah di bidang kehidupan rumah dengan permasalahan seorang anak
dibidang teman bermainnya. Jadi seorang konselor harus memiliki berbagai pemecahan
masalah secara tepat.
13. Memastikan usaha Bimbingan dan Konseling hanya penggunaan Instrumen Bimbingan
dan Konseling. (misal: tes, angket, inventori, dan alat pengungkapan lainnya).
Dalam penanganan suatu masalah memerlukan berbagai metode yang tepat dan
menanganinya dan tidak terpaku pada satu metode saja.
14. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya mengalami masalah-maslah yang ringan
saja.
Tidak bisa disimpulkan setiap permasalahan yang ada di peserta didik semuanya
ringan dan setara. Setiap masalah memiliki kadar penyelesaian yang berbeda dan metode
yang berbeda pula.
Ulasan diatas menjelaskan bahwa tugas seorang konselor atau guru BK bukan hal mudah.
Mereka sangat luar biasa dalam membantu peserta didik. Dengan banyak anggapan yang
salah terhadap mereka, mereka tetap menjalankan tugas mereka dengan sepenuh hati.

Anda mungkin juga menyukai