DISUSUN OLEH :
PENDAHULUANA
A. LATAR BELAKANG
Asma pada anak merupakan masalah bagi pasien dan keluarga, karena asma pada anak
berpengaruh terhadap berbagai aspek khusus yang berkaitan dengan kualitas hidup, termasuk
proses tumbuh kembang baik pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007). Asma
merupakan suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dengan manifestasi mengi
kambuhan, sesak nafas, dan batuk terutama pada malam hari dan pagi hari. Asma merupakan
penyakit yang umumnya mempengaruhi orang-orang dari semua usia, dan dapat mempengaruhi
psikologis serta sosial yang termasuk domain dari kualitas hidup. Penyakit ini pada umumnya
dimulai sejak masa anak-anak (Wong, 2009).
Menurut Wong (2009) dampak penyakit kronis dan ketidakmampuan pada anak cukup luas.
Anak mengalami gangguan aktivitas dan gangguan perkembangan. Serangan asma menyebabkan
anak dapat tidak masuk sekolah berhari-hari, berisiko mengalami masalah perilaku dan
emosional, dan dapat menimbulkan masalah bagi anggota keluarga lainnya, orang tua sulit
membagi waktu antara kerja dan merawat anak, masalah keuangan, fisik dan emosional.Keadaan
ini berdampak pada pola interaksi orang tua dan anak serta upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan dan kualitas hidup anak.
Global initiative for asthma (GINA) memperkirakan 300 juta penduduk dunia menderita
asma (GINA, 2011).Prevalensi asma pada anak di Amerika Serikat mencapai 9,4% (National
Centerfor Health Statistics, 2008). World Health Organization (WHO) memperkirakan angka ini
akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Prevalensi total asma di
dunia diperkirakan 6% pada dewasa dan 10% pada anak (Depkes RI, 2009). Menurut Depkes
(2009) angka kejadian asma pada anak dan bayi sekitar 10-85%. Departemen Kesehatan juga
memperkirakan penyakit asma termasuk 10 besar penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian di Rumah Sakit serta diperkirakan 10% dari 25 juta penduduk Indonesia menderita
asma. Apabila tidakdilakukan pencegahan prevalensi asma akan semakin meningkat pada masa
yang akan datang (Depkes RI, 2009).
B. TUJUAN PENULIS
C .MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam memepelajari lebih dalam ilmu
keperawatan khususnya pada penyakit Asma.
2.Bagi Institusi Pendidikana.
a. Dapat sebagai wacana bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan
mutu pendidikan di masa yang akan datang dan dapat dipakai sebagai salah satu bahan
bacaan kepustakaan.
b. Mengetahui tingkat kemampuan dan sebagai cara untuk mengevaluasi materi yang
telah diberikan kepada mahasiswa.
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronispada jalan napas tempat banyak sel (sel
mast, eosinofil, dan limposit T) memegang peranan. Adapun pengertian asma menurut
Wong (2004 : 475) meupakan proses obstruktif reversible yang ditandai dengan
peningkatan responsivitas dan inflamasi jalan napas, terutama napas bagian bawah.
Asma disebut juga sebagai reactive airway disease (RAD) adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan nafas secara reversible yang ditandai dengan inflamasi, dan
peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan (Suriadi & yuliani, 2010 : 14).
B. Etiologi
Penelitian tentang anak yang menderita asma menunjukan bahwa alergi
mempengaruhi persistensi dan keparahan penyakit. Akan tetapi pada bayi, terdapat
hubungan yang kuat antara infeksi virus dan asma. Alergen tidak begitu berperan
menyebabkan asma karena terjadinya sensitivitas alergi memerlukan waktu. Terdapat
juga factor predisposisi genetic untuk terjadinya respons alergi terhadap allergen yang
banyak terdapat di udara (Nation Asthma Education and Prevation Program, 1997).
Selain allergen, zat dan kondisi lain juga dapat mencetus episode asma.
Meskipun allergen berperan penting untuk terjadinya asma, pada beberapa kasus
tidak ada proses alergi yang dapat dideteksi. Teori – teori lain seperti (1) defek dasar
pada reseptor adrenergic B terhadap leukosit dan (2) peningkatan aktivitas kolinergik
telah dimunculkan. Akan tetapi, sebagian besar ahli menyetujui bahwa asma melibatkan
faktor – faktor biokimia, imunologik, infeksius, endokrin, dan psikologik.
C. Patofisiologi
Terdapat persetujuan umum bahwa inflasi berperan dalam peningkatan reaktifitas
jalan nafas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan nafas cukup beragam, dan
peran setiap mekanisme tersebut berpareasi dari satu anak keanak lain serta selama
perjalanan penyakit. Akan tetapi, pengetahuan mengenai pentingnya inflamasi telah
membuat penggunaan agens anti-inflamasi sebagai komponen inti dalam terapi asma
terbaru.
Komponen penting asma lainnya adalah bronkospasme dan obstruksi. Meliputi :
Inflamasi dan edema membrane mukosa
Akumulasi sekresi yang berlebihan dari kelenjar mukosa
Spasme otot-otot halus bronkus dan brokeolus yang menurunkan diameter
bronkiolus
Konstriksi bronsuk merupakan reaksi normal terhadap stimulus asing, namun
pada anak yang menderita asma biasanya sangat parah hingga menyebabkan gangguan
fungsi pernafasan. Otot halus berbentuk kumparan spiral disekeliling jalan nafas,
menyebabkan penyempitan dan pemendekan jalan nafas, yang secara signifikan
meningkatkan resistensi jala nafas terhadap aliran udara. Secara normal, bronkus
berdilatasi dan memanjang pada saat inspirasi dan berkontraksi serta memendek selama
ekspirasi. Oleh karena, itu kesulitan bernafas lebih berat terjadi selama fase ekspirasi.
Peningkatan tahanan dalam jalan nafas menyebabkan eksprasi yang dipaksakan
melewati lumen sempit. Volume udara yang terjebak dalam paru meningkat pada jala
nafas secara fungsional menutup di titik antara alveoli dan bronkus lobules. Gas yang
terjebak ini mendorong individu bernafas ada volume paru yang semakin tinggi.
Akibatnnya, orang yang menderita asma harus berjuang untuk menginspirasi jumlah
udara yang cukup. Upaya keras untuk bernafas ini akan mengakibatkan keletihan,
penurunan efektivitas pernafasan, dan peningkatan konsumsi oksigen. Inspirasi yang
terjadi ketika volume paru lebih tinggi akan menginplasi alveoli secara berlebi dan
menurunkan efektivitas batuk. Jika obsturksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi
alveolus disertai retensi karbondioksida, hipoksemia, asidosis pernafasan, dan akhirnya
gagal nafas.
D. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkan kelainan. Selain
itu perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling
sering ditemukan adalah wheezing (mengi) tetapi pada sebagian pasien asma tidak didapatkan
mengi diluar serangan. Pada serangan asma umumnya terdengar mengi, disertai tanda-tanda
lainnya, pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (sillent chest) dan pasien
dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun. (Depkes, 2009) Pasien yang mengalami
serangan asma, dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan (sesuai derajat serangan): (Depkes,
2009)
a. Infeksi : pasien terlihat gelisah, sesak ( napas cuping hidung, napas cepat, reflaksi
sela iga, refraksi epigastrium, refleksi suprasternal), sianosis.
b. Palpasi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan berat dapat terjadi
pulsus paradoksus).
c. Perkusi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata
d. Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing, suara lender.
E. Periksaan Penunjang
1. Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulazer/inhaler),
positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%
2. Sputum : eosinofil meningkat
3. Eosinofil darah meningkat
4. Uji kulit
5. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
6. AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia
(PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).
7. Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada
poto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
F. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : Alergen (hawa dingin) Bersihan jalan nafas
- Dispnea ↓ tidak efektif
- Sulit berbicara Hipersensivitas
- Ortopnea ↓
Stimulasi Ig E
Do : (immunoglobulin alergi)
- Batuk tidak efektif ↓
- Tidak mampu Pemecahan sel mast
batuk ↓
- Sputum berlebih Melepaskan histamine
- Mengi, wheezing ↓
dan ronchi kering Stimulasi sel goblet
- Meconium jalan ↓
nafas Mukosa meningkatkan
- Gelisah sekresi mucus berlebih
- Sianosis yang sangat lengket
- Bunyi nafas ↓
menurun Merangsang batuk
- Prekuensi nafas ↓
berubah Ketidak efektifan jalan
- Pola nafas berubah napas
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi mukus
2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
4. Defisit nutrisi b.d intake yang tidak adekuat
BAB III
TINJAUAN KASUS
An. B usia 42 bulan dirawat di RS Hidayah. Klien mengeluh sesak nafas 2 hari SMRS, klien
tidak batuk, terdapat tarikan dinding dada ke dalam, dan terdengar bunyi wheezing. Klien
tampak pucat dan tampak gelisah. Ibu klien mengatakan klien ada alergi terhadap udara dingin.
Klien dan ibu klien tampak cemas. Ibu klien belum mengetahui tentang penyakit asma. TTV ;
TD : 100/70 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Suhu : 37˚C, dan RR : 38 x/menit.
A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : An. B
Umur : 42 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Pemuda No.1 Kebumen
No.RM : 20605
Tanggal masuk RS : 11 November 2015 pukul 09.30 WIB
Dx. Medis : Asma
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny.N
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Pemuda No.1 Kebumen
Hubungan dengan klien : Ibu
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan klien sesak nafas sejak 1 hari sebelum ke puskesmas, klien tidak batuk,
klien ada alergi dingin kemudian oleh ibunya diperiksakan di Puskesmas, menurut hasil dari
pemeriksaan, klien didiagnosa asma sehingga klien harus menjalani pengobatan dan dokter
menganjurkan agar klien dibawa ke RS Hidayah. Pada tanggal 11 November 2015 pukul 09.30
WIB oleh keluarga klien dibawa ke IGD RS Hidayah. Ibu klien mengatakan klien sesak nafas
sejak 2 hari SMRS, klien tidak batuk, terdapat tarikan dinding dada ke dalam, dan terdengar
bunyi wheezing. Klien tampak pucat dan gelisah. Ibu klien mengatakan klien ada alergi terhadap
udara dingin. Di IGD TTV ; TD : 100/70 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Suhu : 37˚C, dan RR : 38
x/menit. Terapi : Oksigen 3 liter/ menit,infus RL 20 tpm, dan nebulizer. Saat dikaji pada tanggal
11 November 2015 pukul 11.00 WIB Ibu klien mengatakan klien sesak nafas sejak 2 hari SMRS,
klien tidak batuk, terdapat tarikan dinding dada ke dalam, dan terdengar bunyi wheezing. Klien
tampak pucat dan nafsu makan klien menurun. Ibu klien mengatakan klien ada alergi terhadap
udara dingin. Klien dan ibu klien tampak gelisah dan cemas. Ibu klien belum mengetahui tentang
penyakit asma.
F. Terapi
- IVFD RL = 20 tetes/menit
- Oksigen 2 L/menit nasal kanul
- Nebu : Ventolin 4x2,5 mg
- L Bio 2x1 sac
- Diet Gizi seimbang
G. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : ketidak mampuan Ketidak efektifan
- Ibu klien mengeluarkan secret pada jalan bersihan jalan nafas
mengatakan klien nafas
sesak nafas
- Tidak ada batuk
- Terdapat secret yang
berlebih
Do :
- RR : 36 x/menit
- Terdengar suara
wheezing
- Terdapat suara
pernafasan cuping
hidung
- Terdapat tarikan
dinding dada ke
dalam
2 Ds : perubahan status kesehatan Ansietas
- Klien dan ibu klien
mengatakan cemas
- Klien sulit tidur
- Klien susah makan
Do :
- Klien tampak gelisah
dan rewel
3 Ds : Kurang informasi tentang kurang pengetahuan
- Klien mengatakan proses penyakit dan perawatan
klien dan keluarga dirumah
belum mengetahui
tentang penyakit
asma
- Klien dan keluarga
tampak cemas
Do :
- Keluarga tampak
bingung
- Ibu klien bertanya-
tanya tentang
penyakit asma
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d ketidak mampuan mengeluarkan secret
pada jalan nafas
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
3. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang proses penyakit dan
perawatandi rumah