Anda di halaman 1dari 2

BAB II

PEMBAHASAN

Adrekortikosteroid
A. Biosintesis dan Kimia
Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolesterol yang kemudian dengan
bantuan berbagai enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom
karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. Androgen ini juga merupakan
sumber estradiol.
Sebagian besar kolesterol yang digunakan untuk steroidogenesis ini berasal dari
luar, baik pada keadaan basal maupun setelah pemberian ACTH (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik, 2007).
Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus
menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saj, jumlah
yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan normal.
Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepta sekresinya
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007).

B. Pengaturan Sekresi
Fungsi sekresi korteks adrenal sangat dipengaruhi oleh ACTH. Sistem saraf
tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap fungsi sekresi korteks adrenal. Ini
terbukti pada percobaan transpalntasi kelenjar adrenal dimana fungsi sekresinya tetap
normal (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007).
Akibat pengaruh ACTH, zona fasikulata korteks adrenal akan mensekresi kortisol dan
kortikosteron. Bila kadar kedua hormon tersebut dalam darah menignkat, terutama
kortisol, maka akan terjadi pengahmbatan sekresi ACTH. Keadaan ini tidak berlaku
untuk aldosteron, yang disekresikan oleh zona glomerulosa.
Peninggian kadar aldosteron dalam darah tidak menyebabkan penghambatan
sekresi ACTH (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007).

C. Mekanisme Kerja
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di
jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam
sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami
perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.
Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis
protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid (Departemen Farmakologi
dan Terapeutik,2007). Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid
merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik, pada jaringan lain. Misalnya sel
limfoid dan fibrolas hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya
menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007).

D. Farmakodinamik
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan
organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatis, artinya penting bagi organisme
untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan. Dengan
demikian, hewan tanpa korteks adrenal hanya dapat hidup apabila diberikan makanan
yang cukup banyak dan temperatur sekitarnya dipertahankan dalam batas-batas
tertentu. Fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007).
Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin
besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Tetapi disamping itu juga ada
keterkaitan kerja kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Dalam klinik umumnya
kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid adalah penyimpanan glikogen hepar
dan efek antiinflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit
kecil. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol. Sebaliknya, golongan
mineralokortikoid efek utamanya adalah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya pada penyimpanaan glikogen hepar sangat kecil. Prototipe
untuk golongan ini adalah desoksikortikosteron (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik, 2007).

Anda mungkin juga menyukai