Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas perairan pesisir tropik,
yang memiliki peranan yang sangat penting baik secara ekologis maupun ekonomis.
Secara ekologis, terumbu karang menjadi tempat tinggal, berkembang biak dan
mencari makan ribuan jenis ikan, hewan dan tumbuhan yang hidup di laut.
Diperkirakan lebih dari 3.000 spesies biota laut dapat dijumpai pada ekosistem
terum karang. Terumbu karangjuga berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi
dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga
mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti
padang lamun dan magrove. Secara ekonomis, terumbu karang merupakan sumber
perikanan yang tinggi. Dari 132 jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia, 32
jenis diantaranya hidup di terumbu karang, berbagai jenis ikan karang menjadi
komoditi ekspor. Terumbu karang yang sehat menghasilkan 3 - 10 ton ikan per
kilometer persegi pertahun. Keindahan terumbu karang sekaligus menjadi sumber
devisa bagi negara dalam sektor wisata bahari.
Selain itu terumbu karang sangat memberikan peran yang amat penting dalam
kelestarian kehidupan. Terumbu karang menjadi tempat berlangsungnya siklus
biologi, kimiawai dan fisik secara global dengan produktivitas yang sangat tinggi.
Terumbu karang bermanfaat dalam menyerap karbon dioksida (CO2), dan kontribusi
terumbu tersebut terhadap penyerapan CO2 di seluruh dunia mencapai 43,6 persen.
Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan dan industrialisasi, kondisi
terumbu karang dalam kondisi yang memprihatikan. Aktivitas reklamasi pantai,
penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun potasium sianida,
pembangunan pelabuhan, serta pengambilan batu-batu karang sebagai bahan
kontruksi telah mengakibatkan kerusakan yang parah pada ekosistem terumbu
karang. Saat ini, Indonesia yang memiliki luasan areal terumbu karang 85.707 km 2,
hanya 6,20 % yang masih dalam kategori sangat baik, 23,72 % kategori baik, 28,30
% kategori sedang dan 41,78 % dalam kategori buruk atau rusak (Suharsono, 1996).
Upaya rehabilitasi sumberdaya karang terutama memulihkan kembali fungsi
dan peran terumbu kerang perlu dilakukan. Salah satu upaya dalam menanggulangi

1
masalah kerusakan ekosistem terumbu karang dan produksi perikanannya serta
mencari alternatif untuk mengurangi tekanan terhadap perusakan sumberdaya
perikanan dapat dilakukan dengan teknologi transplantasi karang (coral
transplantation). Transplantasi karang merupakan suatu upaya pencangkokan atau
pemotongan karang hidup untuk ditanam di tempat yang mengalami kerusakan.
Keberhasilan transplantasi terumbu karang dipengaruhi faktor-faktor fisika
dan kimia perairan. Keberhasilan transplantasi karang dapat diketahui dengan
melakukan penelitian tentang pertumbuhan terumbu karang yang ditransplantasikan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan laju
pertumbuhan serta menghitung tingkat laju kalsifikasi dari fragmen karang yang
ditransplantasikan.
Metode yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah metode 45CaCl2 yang
mengandung radioaktif untuk menelusuri proses dan kecepatan pengendapan CaCO3
pada karang yang ditransplantasikan. Kecepatan dan jumlah CaCO3 yang
didepositkan bervariasi dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan musim,
siklus bulan dan matahari, akibatnya terjadi perbedaan yang memiliki kemiripan
dengan lingkaran tahun pada tumbuhan. Proses kalsifikasi karang ini sangat
komplek dan dinamis, semua kerangka bergerak dibawah kontrol dari luar seperti
suhu dan cahaya. Proses kalsifikasi ini berhubungan dengan sistem karbonat yang
terjadi di air laut. Sehingga dalam hal ini perlu diketahui laju pengendapan dan
jumlah kalsium karbonat (CaCO3) yang diendapkan oleh karang yang
ditransplantasikan per satuan waktu.
Kondisi terumbu karang yang terdapat di perairan Bangka Belitung dalam
mengalami tingkat kerusakan dan kematian karang yang cukup tinggi. Pulau Burung
yang terletak di lepas pantai Tanjug Binga mengalami tekanan yang berdampak
pada kerusakan terumbu karang. Sehingga perlu dilakukan upaya rehabilitasi dengan
melakukan transplantasi karang.

2
I.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan


laju pertumbuhan serta menentukan laju pengendapan dan jumlah kalsium karbonat
(CaCO3) yang diendapkan oleh karang Acropora formosa dan Acropora nobilis
yang ditransplantasikan di Pulau Burung per satuan waktu. Selain itu juga ditujukan
untuk mengetahui faktor-faktor fisika-kimia perairan yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan karang.

1.3. Manfaat/Luaran Penelitian

Berdasarkan latar belakang faktor ekologi dan ekonomi dari kegiatan


transplantasi dan restorasi di masa mendatang, maka penelitian ini dititik beratkan
pada tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup koloni karang yang
ditransplantasikan. Sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pertimbangan
dalam melakukan proses perbaikan (recovery) ekositem terumbu karang dan
membantu pemilihan spesies transplantasi yang tepat dengan lokasi transplantasi
sebagai upaya pelestarian lingkungan dan ketahanan pangan.

3
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di
laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Terumbu karang terutama disusun
oleh karang-karang jenis anthozoa dari klas Scleractinia (Nybakken, 1992). Struktur
bangunan batuan kapur (CaCO3) tersebut cukup kuat, sehingga koloni karang
mampu menahan gaya gelombang air laut. Asosiasi organisme-organisme yang
dominan hidup disini disamping scleractinian coral adalah alga yang juga
mengandung kapur (Dawes,1981).

Gambar 1. Polip Karang

Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur
(hermatypic coral) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic
coral). Karena dapat membentuk bangunan karang hermatypic coral sering dikenal
pula sebagai reef-building coral seperti pada jenis Scleractinia. Kemampuan
hermatypic coral membentuk bangunan kapur tidak lepas dari proses hidup binatang
ini. Binatang karang ini dalam hidupnya bersimbiose dengan sejenis alga
berfotosintesis (zooxanthellae) yang hidup di jaringan-jaringan polyp karang
tersebut. Hasil samping dari aktivitas fotosintesis ini adalah endapan kapur kalsium
karbonat (CaCO3) yang membentuk struktur dan bangunan yang khas. Ciri ini yang

4
digunakan untuk menentukan jenis dan spesies binatang karang. (Romimohtarto dan
Juwana, 2001)

Berdasarkan proses pembentukannya, terumbu karang dibagi dalam 3 (tiga)


jenis yaitu :
1. Terumbu karang cincin (Atol), biasanya terdapat di pulau-pulau kecil yang
terpisah jauh dari daratan. Pembentukan karang tipe ini memerlukan waktu
beratus-ratus tahun. Contoh terumbu karang cincin dapat ditemui di
Takabonerate, Sulawesi Selatan.
2. Terumbu karang penghalang (Barrier reefs), Terumbu karang penghalang
yang terbesar terdapat di Australia yang dikenal dengan The Great Barrier
Reef.
3. Terumbu karang tepi (Fringing reefs) merupakan jenis yang paling banyak
ditemukan di perairan Indonesia. Terumbu karang ini berada di pesisir pantai
yang jaraknya mencapai 100 meter ke arah laut.

Gambar 2. Tiga tipe terumbu karang dan proses evolusi geologinya

2.2 Transplantasi Karang


2.2.1 Pengertian dan Pemanfaatan Transplantasi Karang
Teknologi transplantasi karang (Coral transplantation) adalah usaha
mengembalikan terumbu karang melalui pencangkokan atau pemotongan karang
hidup untuk ditanam di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami
kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami.
Transplantasi karang adalah metode penanaman dan penumbuhan suatu dari patahan
koloni yang diambil dari induk koloni tertentu, baik pada substrat alam maupun

5
pada substrat buatan (Lindahl et al .,1998). Transplantasi karang bertujuan untuk
mempercepat regenerasi dari terumbu karang yang telah mengalami kerusakan.
Transplantasi karang di msa mendatang akan memiliki banyak kegunaan,
diantaranya untuk melapisi bangunan-bangunan bawah laut agar lebih kokoh, untuk
menambahkan jumlah spesies karang yang langka atau terancam punah serta untuk
mengganti kebutuhan pengambilan karang hidup untuk akuarium (Sadarun, 1999).
Di Taman Laut Great Barrier Reef, misalnya, pencangkokan karang dilakukan untuk
mempercepat regenerasi ekosistem terumbu karang yang rusak akibat serangan
Acanthaster plancii atau bulu babi. Di Teluk Kanehoe, Hawaii, transplantasi karang
digunakan untuk menghadirkan kembali dua jenis ekosistem terumbu karang yang
telah mati akibat limbah cair (Plucer-Rosario dan Randall, 1987)

2.2.2 Metode Transplantasi Karang


Teknik trasplantasi karang dapat dilakuka melalui 2 (dua) cara (Lindahl et al
.,1998), yaitu :
1. Transplantasi karang-karang dari suatu daerah ke daerah yang lain secara
langsung. Pemindahan dari suatu ekossitem terumbu karang dan ditanam
langsung pada substrat alam ataupun buatan.
2. Patahan ditransplantasikan pada lokasi yang terlindungidan dibiarkan
tumbuh menjadi ukuran tertentu sebelum akhirnya dipindahkan ke lokasi
transplan yang sesungguhnya.
Secara biologis, transplantasi dinyatakan berhasil dengan tingkat ketahanan
hidup berkisar 50-100 % ketika karang ditransplantasikan pada habitat yang serupa
dengan habitat dimana mereka dikoleksi.

2.3 Kalsifikasi
2.3.1 Kalsifikasi dan Produksi Kapur Terumbu Karang
Proses kalsifikasi sebenarnya adalah proses mineralisasi yang terjadi diluar
kalikoblas epidermis. Bahan utama yang digunakan untuk proses kalsifikasi
sebenarnya merupakan suatu hasil metabolisme yang disekresikan, dan terdiri dari
beberapa substansi muchopolysacarida, yang memungkinkan karang mengikat
kalsium (Ca2+) dari air laut (Suharsono dan Kiswara, 1984). Di laut kalsium tersedia
dalam jumlah yang tak terbatas sehingga tidak menjadi faktor pembatas untuk

6
pembentukan CaCO3. Kecepatan pembentukan CaCO3, yang merupakan komponen
utama dari kerangka karang, tergantung pada kecepatan pemindahan asam karbonat
pada tempat kalsifikasi. Pemindahan asam karbonat dapat dilakukan oleh enzim
“carbonic anhydrase”. Adanya penghambat “carbonic anhydrase” dapat
menyebabkan berkurangnya kecepatan kalsifikasi, karena terganggunya efisiensi
pemindahan asam karbonat. Disamping itu pemindahan asam karbonat juga
dilakukan melalui proses fiksasi CO2 oleh zooxanthellae pada waktu berfotosintesis
(Bohm, 2005).

Proses kalsifikasi karang sangat kompleks. Semua bahan yang didepositkan


bergerak dibawah kontrol metabolik yang sangat berkaitan, sehingga terjadi
kesesuaian antar pengambilan dan pengendapan (Garison dan Ward, 2008).
Adanya kontrol metabolik ini menyebabkan proses kalsifikasi ini sangat dipengaruhi
oleh lingkungan seperti cahaya dan suhu. Akibatnya kecepatan kalsifikasi sangat
bervariasi dari tahun ketahun, serta terjadi perbedaan densitas pengendapan dengan
kondisi lingkungan yang berpengaruh selama tahun itu. Smith (2004) menyatakan
peranan zooxanthellae dalam kalsifikasi sangat penting. Jika zooxanthellae dicegah
untuk tidak melakukan fotosintesis atau dipindahkan dari jaringan karang maka
reaksi pembentukan CaCO3 menjadi sangat lambat.

Koloni karang dengan zooxanthellae masih dapat mengadakan kalsifikasi yang


lebih cepat dalam keadaan gelap dari pada koloni tanpa zooxanthellae dalam
keadaan ada cahaya. Peranan zooxanthellae dalam mekanisme kalsifikasi adalah
dalam memindahkan hasil buangan yang dihasilkan oleh karang seperti CO2,
nitrogen, fosfor, dan sulfur. Dengan adanya pemindahan zat-zat ini kecepatan
metabolisme karang meningkat (Bohm et al., 2005).

Dalam ekosistem terumbu karang tidak hanya karang sendiri yang memproduksi
CaCO3. Berbagai jenis hewan dan tumbuhan seperti Coralline algae, Moluska,
Echinodermata, dan hewan lainnya membentuk cangkang dari CaCO3. Scoffin et al.
(1980) dalam Nontji (1984) menyatakan produksi CaCO3 di terumbu karang
diperkirakan (206 x 106 g/th)±10 dan bersamaan dengan diproduksinya CaCO3 ini
terjadi juga pemindahan CaCO3 dari terumbu karang sebesar (123 x 106 )±7 g/th.
Pemindahan ini terjadi karena adanya hewan-hewan yang hidup bersama dengan

7
karang dan membuat rumah didalam kerangka karang. Hewan dan tumbuhan ini
termasuk gastropod, cacing, bulu babi, ikan kakaktua, keong, sponge, kerang,
crustacea, dan lain-lainnya.

Persentase dari kerangka kapur berkisar antara 7-38% dari total CaCO3.
Disamping kalsium, unsur-unsur Sr, U, Ba, Cu, B, Li, dan Zn secara umum selalu
ada dalam kerangka karang. Zat-zat ini didepositkan bersama-sama dengan Ca
selama proses kalsifikasi. Unsur pada berbagai jenis karang jumlahnya bervariasi.
Hal ini berkaitan dengan perubahan lingkungan seperti suhu, salinitas, dan
komposisi air (Odum, 1955 dalam Nontji, 1984).

2.3.2 Mekanisme Kalsifikasi

Peran alga dalam proses kalsifikasi sampai saat ini masih belum
teridentifikasi dengan jelas. Menurut Johnston (1980) mengasumsikan bahwa
mekanisme kalsifikasi alga melalui peningkatan cahaya mengikuti mekanisme
kalsifikasi dasar seperti yang terjadi pada karang hermatipik dan ahermatipik. Ada
dua dasar mekanisme kalsifikasi yaitu : (1) kalsifikasi sebagai proses fisika-kimia
biasa, dimana pengendapan anorganik matriks terjadi karena kondisi media yang
supersaturasi; (2) kalsifikasi didasarkan pada pengompleksan ion Ca2+ atau CO32-
oleh material matriks yang bermuatan. Material pengompleksan ini kemungkinan
adalah kelompok amida, seperti kitin dan ikatan peptida protein. Senyawa lainnya
adalah residu protein matriks asam asaparatik dan asam glutamat.

Johnston (1980) juga memberikan 3 hipotesis lain yang menggambarkan peran


alga dalam proses kalsifikasi karang yaitu : (1) sebagai pengambil senyawa yang
mungkin penghambat; (2) sebagai pengatur stimulasi metabolisme; (3) sebagai
penyumbang matriks organik.

(1) Sebagai pengambil senyawa yang mungkin yang mungkin penghambat.

Pengambilan senyawa penghambat dapat meningkatkan kalsifikasi telah


didiskripsikan oleh beberapa peneliti seperti Goreau (1961). Pengambilan ini
biasanya terjadi pada waktu proses fotosintesis, dimana alga akan mengabsorbsi
CO2 dan Posfat dalam perairan. Secara spesifik Chapman (1974) dalam
Johnston (1980) menyimpulkan bahwa pengikatan CO2 oleh alga melalui proses

8
fotosintesis hanya dapat meningkatkan CaCO3, jika konsentrasi ion bikarbonat
(HCO3-) dan kondisi pH air yang tinggi. Borowitzka dan Larkum (1974) dalam
Johnston (1980) menunjukkan bahwa jika CO2 diambil pada waktu proses foto
sintesis, maka pH akan meningkat dan menggeser kesetimbangan HCO3-, seperti
pada persamaan reaksi di bawah ini :

HCO3- H+ + CO32-..................................................................................................(1)

yang berarti akan meningkatkan konsentrasi ion CO32-, dengan meningkatnya ion
CO32- maka akan meningkatkan kalsifikasi, namun hal ini masih belum ada
bukti.

(2) Sebagai pengatur stimulator metabolisme

Hal ini didasarkan pada peran penting alga dalam membantu menyerap sisa–sisa
metabolisme hewan karang seperti Posfat (PO43-), Sulfur (SO42-) dan Nitrat
(NO32-).

(3) Sebagai penyumbang matriks organik

Hal ini didasarkan pada pendapat Wainwright (1963) dalam Johnston (1980)
yang mengusulkan bahwa alga mampu menghasilkan komponen penghambat
kalsifikasi (rate-limiting compound) yang terlibat dalam pembentukan matriks
organik. Komponen tersebut adalah kitin pada jenis Pocilopora damicornis.
Namun demikian peran ini juga belum jelas mengingat matriks ini bukan
merupakan faktor pembatas dalam proses kalsifikasi atau bukan berasal dari
alga (Goreau dan Goreau, 1961).

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sebenarnya peran dari proses


fotosintesis alga pada proses kalsifikasi masih belum jelas dan masih dalam suatu
perdebatan (Adey,2000). Namun demikian karang batu pembentuk terumbu tidak
mengkalsifikasi sangat nyata pada kondisi gelap dan bahwa peran kedua organisme
yang ada yaitu : alga simbion dan alga yang hidup bebas sangat menentukan dalam
proses kalsifikasi (Adey, 2000) . Selanjutnya dikatakan pula bahwa pertumbuhan
alga yang berlebihan karena peningkatan nutrien (eutropkasi) atau pemangsaan yang
turun (karena perikanan) yang kurang melihat atau memperhatikan pertumbuhan

9
alga yang hidup bebas sangat merusak kehidupan atau pertumbuhan karang (Adey,
2000).

2.4 Radioisotop 45CaCl2


Bohm et al. (2005) menyatakan unsur-unsur yang memiliki neutron yang
berbeda pada intinya, sehingga akan memiliki nomor massa, inti, dan nomor atom
berbeda, sehingga sifat kimianya tidak berubah. Unsur-unsur seperti ini memiliki
elemen yang sama, tetapi berat atom atau nomor massanya yang berbeda disebut
isotop. Penambahan awalan Radio- di gunakan untuk menandakan sifat radioaktif,
dengan kata lain radioisotop berbeda dengan isotop-isotop stabil. Bahwa proton dan
netron pada inti membentuk susunan tidak stabil dan karena itulah pemecahan
terjadi secara spontan. Sifat penanda digunakan untuk menggambarkan sebuah
elemen, senyawa, atau organisme mengandung bahan pengganti isotop. Tanda
bintang juga digunakan sebagai penanda untuk radioisotop.

Radioisotop alami ditandai dengan adanya nomor atom yang lebih besar dari
81. Radioisotop 45Ca ini berbentuk cairan dalam bentuk 45CaCl2 dan memiliki waktu
paruh 162,23 hari atau ± sekitar 5 bulan. Radiasi yang dipancarkan adalah sinar Beta
dengan intensitas yang rendah, sehingga dibutuhkan penguat radiasi untuk
memperkuat radiasi yang dipancarkan, agar bisa terbaca pada alat ( Bohm et al.,
2005).

10
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan
November 2009 di perairan Pulau Burung, Bangka Belitung. Tahapan penelitian
terdiri dari :

Tahap 1. Survey stasiun penelitian


Tahap 2. Persiapan fragmen karang
Tahap 3. Penanaman fragmen karang
Tahap 4. Penginkubasian fragmen karang dalam radioisotop
Tahap 5. Analisis fragmen karang
Analisis radioaktivitas dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi (P3TIR), Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN), Jakarta.

Gambar 3. Lokasi Penelitian

11
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : alat selam SCUBA, tang
pemotong, lux meter (Marine Lux Meter), gelas kimia, aluminium foil, hand
refraktometer, lampu fluorescent 500 lux, botol cacah (Counting voil), Liquid
Scantillator (Aloka), timbangan, spektrofotometer, pemanas (hot plate), ayakan besi
(2 mm), filter aquapro 5µ , stopwatch, inkubator, aerator, seichi disc dan Alu kayu,
kerangka besi berukuran 75x75x25 cm, jaring dengan mesh 2,2x2,2 cm, kompresor,
jangka sorong, floating drudge, Global Positionig System (GPS), termometer, dan
kamera bawah air.
45
Bahan-bahan yang digunakan adalah : Radioisotop CaCl2 130µ Ci/10ml,
Aquades sterill (pH7), fragmen karang, kabel tie (sigma tie), substrat penempelan
berbahan dasar semen, kawat tembaga.

3.3 Rancangan Penelitian


3.3.1 Penentuan Stasiun

Stasiun penelitian berada pada gugusan karang tepi (fringing reef) Pulau
Pongok. Pemilihan stasiun didasari oleh daerah bukaan (Wind ward) yang baik
untuk pertumbuha karang dan dilihat dari faktor lingkungan perairannya.

3.3.2 Penentuan Jenis Karang

Jenis karang yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Acropora
formosa dan Acropora nobilis. Spesies ini merupakan karang yang memiliki tentakel
yang panjang, mudah menyerap cahaya dan mudah menyerap radioisotop 45CaCl2..

3.3.3 Penanaman Fragmen Karang

Koloni karang ditanam pada rak-rak yang telah disediakan pada kedalaman 5
dan 10 m. Hal ini dilakukan untuk adaptasi (aklimatisasi) koloni karang yang baru
diambil tersebut terhadap lingkungan sekitarnya. Penanaman ini dilakukan selama 6
bulan, setelah itu koloni karang ini diangkat untuk diinkubasi dalam radioisotop.

12
Gambar 4. Metode Penempatan Koloni Karang pada Kerangka Besi

Gambar 2. Alur Pelaksanaan Transplantasi Karang

13
3.3.4 Prosedur Penelitian

3.3.4.1. Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengamatan parameter lingkungan baik terhadap parameter fisika maupun


kimia dilakukan setiap bulan secara insitu.
Tabel 1. Parameter Fisika-Kimia yang Diukur

Metode
Parameter Satuan Alat
Pengukuran

Parameter Fisika

Intensitas cahaya Lux Lux meter Insitu


o
Suhu C Termometer Insitu

Kecepatan Cm/det Floating drudge, Insitu


stopwatch

Parameter Kimia

Derajat keasaman pH Multimeter Insitu


o
Salinitas /oo Refraktometer Insitu

Tumpukan beban gr/cm2/hari Sedimen trap Insitu


sedimen

Partikel sedimen % Sedimen Trap Insitu

3.3.4.2 Pengukuran Pertumbuhan Karang

Pertumbuhan karang diukur setiap bulan sekali dengan menggunakan jangka


sorong pada ketelitian 0,01 cm. Pengukuran pencapaian pertumbuhan karang yang
ditransplantasikan dengan menggunakan rumus (Sadarun, 1999) :
α = Lt – Lo

Keterangan :

α = Capaian pertambahan tinggi/panjang/lebar frgamen karang transplantasi

Lt = Rata-rata tinggi/panjang/lebar fragmen setelah bulan ke-t

Lo = Rata-rata tinggi/panjang/lebar fragmen setelah bulan ke-o

14
Metode yang digunakan untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup
fragmen karang transplantasi adalah (Ricker, 1975) :
Nt
SR = x100 %
No

Dimana :

SR = Tingkat kelangsungan hidup

Nt = Jumlah idividu akhir

No = Jumlah individu awal

3.3.4.3 Penentuan Laju Kalsifikasi Karang

1. Persiapan dan Perawatan Karang


Koloni karang yang sebelumnya sudah ditanam selama 6 bulan di potong
dengan tang pemotong. Pemotongan ini dilakukan di ruang terbuka, selanjutnya
potongan fragmen karang disimpan di dalam gelas kimia 100 ml yang diisi air laut
yang telah disaring sebanyak 18 fragmen. Kemudian di berikan aerasi dan
pencahayaan dari lampu fluorescent 500 lux, untuk adaptasi dan membantu proses
fotosintesis selama kurang lebih 1 jam (23.00-24.00). Untuk membantu refleksi
cahaya pada karang, bagian atas ditutupi dengan aluminium foil.

2. Inkubasi dalam 45Ca


Sebelum penambahan radioisotop sampel diinkubasi terlebih dahulu dalam
larutan percobaan selama 1 jam, inkubasi dilakukan dengan menambahkan
45
radioisotop dalam bentuk larutan CaCl2 sebesar 13 µci/ml selama 8 jam (Pukul
00.00-08.00). Sebelum diinkubasi di lapangan fagmen karang dicuci berulang-
ulang dalam air laut sampai kadar radioaktivitas di luar fragmen karang dapat
diabaikan.

Fragmen karang yang sudah diinkubasi dalam Radioisotop kemudian dibawa ke


lapangan untuk diinkubasi pada dua kedalaman yang bebeda yaitu kedalaman 5 m
dan 10 m.

15
3. Pengambilan contoh
Pada masing-masing kedalaman ditanam 9 fragmen karang, yang selanjutnya
akan di ambil setiap jam dengan 3 (tiga) kali ulangan. Pengambilan contoh ini
dilakukan dengan menggunakan alat scuba diving pada masing-masing kedalaman
dan di tempatkan pada kantong plastik, kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dianalisis.

4. Prosedur Analisis
a. Persiapan kerangka karang

Setelah percobaan-percobaan kalsifikasi, ujung fragmen karang yang terekspos


dipotong. Sampel potongan kerangka karang dikeringkan sampai berat konstan
dengan timbangan dan ditumbuk dengan alu kayu. Kemudian diayak dengan
ayakan berukuran 2 mm. Karang halus hasil ayakan dimasukkan ke cawan porselin
masing-masing 1gr dan disimpan di dalam furnace selama 12 jam pada suhu 650 0C
sampai menjadi abu.

b. Pengujian Kadar Radioaktif

Untuk pengukuran kadar 45Ca, abu kerangka karang dimasukan ke botol cacah
(counting voil). Abu kemudian dilarutkan dengan 17 ml HCl pekat (0,5 M), dan di
panaskan dengan hot plate pada suhu 100 0C sampai jernih dan didinginkan.
Sebanyak 1 ml sampel ditempatkan pada botol cacah dan ditambahkan 14 ml
aquades (H2O). Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pencacah yaitu liquid
scantillator (aloka). Semua larutan sampel diambil datanya dengan cara mencacah
radiasi sinar beta yang dipancarkan melalui alat liquid scantillator pengukuran
diulang sebanyak 2 kali untuk meminimalkan kesalahan (error) dan satu sampel
sebagai kontrol (standar). Aktivitas sampel ditunjukan sebagai hasil dalam satuan
cacahan per menit per gram berat kering (cpm/gr bk), kemudian di ubah ke dalam
satuan µgCaCO3/gr berat kering/hari.

3.3.5 Analisis Data

a. Hubungan antara Laju kalsifikasi dengan Waktu Inkubasi

16
Analisis hubungan antara laju kalsifikasi dan waktu inkubasi dilakukan
dengan menggunakan anlisis trendline. Data ini dianalisis dengan menggunakan
software Microsoft excel 2000.

Y = a ln( x ) + b

Dimana :y = laju kalsifikasi (µgCaCO3/gr/jam)

x = wsaktu inkubasi (jam)

a,b = konstanta

b. Jumlah mol CaCO3

Analisis jumlah mol dari CaCO3 yang mengendap dihitung dengan rumus
dibawah ini.

m( gr )
mol =
BM

Dimana, BM = bobot molekul

m = massa (gr)

17
BAB IV
PEMBIAYAAN

Penelitian ini akan didanai oleh Dana Hibah Penelitian Strategis Nasional
dapat dilihat pada Tabel 2, sedang perinciannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Komponen Pembiayaan Jumlah Pembiayaan

Honor tim penelitian Rp. 10.300.000


Bahan habis pakai dan peralatan Rp. 59.380.000
penelitian

Perjalanan, Akomodasi Rp. 26.820.000


Laporan, Seminar, dan Jurnal Rp. 3.500.000
Jumlah Keseluruhan Rp. 100.000.000

Terbilang : Seratus Juta Rupiah

DAFTAR PUSTAKA

18
Adey, W., H. 2000. Coral Reef Ecosystems and Human Health: Biodiversity Counts.
Departemen Of Botany. National Museum of Natural History.Smithsonian
Institution. Washington, DC

Bohm, F, N. Gussone, S. Reynaud. 2005. Calcium Isotope in Corals – Influence of


Temperature and Calcification Rate. Geophysics Journal.Vol 7, 05315

Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. John & Sons, Inc. New York,628 p.

Garison, V, G. Ward.2008. Storm – Generated Coral Fragments – A Variable Sorce


of Transplants for Reef Rehabilitation. Elseveier. USA

Goreau, T.F., 1961. Problem of Growth and Calcium Deposition in Coral Reef.
Endeayor, 20:32-40 p.

Johnston, S. I., 1980. The Ultra Structure of Skeletogenesis in Hermatypic Corals.


International Review of cytology. Department of Biology, University of
California, los Angles, California. Vol. 67:171- 213p.

Lindahl, Clark, S., Edward, J. 1990. Coral Transplatation: A Usefull Management


Toolor Misguided. Marine Pollution Bulletin

Nontji. A. 1984. Peranan Zooxanthellae dalam Ekosistem Terumbu Karang.


Oseana. Pusat Penelitian Ekologi Laut.Lon-LIPI 9(3): 74-87.

Nontji. A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Vii+125 h.

Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan Oleh;
Eidmen, M., D. G. Bengen, Koesbiono, M. Hutomo, Sukristijono. PT.
Gramedia. Jakarta, 495p.
Romimohtarto,K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut.Puslitbang Oseanologi LlPI. Jakarta. 527 h.
Sadarun. 1999. Transplantasi Karang Batu di Kepulauan Seribu Teluk Jakarta.
Institut Pertanian Bogor
Smith, W .L. 2004. Influence of Water Motion on Resistance of Corals to High
Temperatures: Evidence from a Field Transplant Experiment. Academic
Press
Suharsono.1996. Jenis-jenis Karang yang Umum di Jumpai di Perairan Indonesia.
P3O-LIPI. Jakarta.

Suharsono dan Kiswara W., 1984. Kematian Karang Alami di Laut Jawa. Oseana.
Pusat Penelitian Biologi Laut. LON-LIPI Jakarta, 9(1): 31-40.

19
Lampiran 1. Perincian Pendanaan

1.1. Anggaran untuk Honor Tim Penelitian

20
No Peneliti Jumlah Gaji Perbulan Jumlah Total (Rp)
Anggota (Rp) Bulan

1 Ketua Peneliti 1 300.000 8 2.400.000

2 Anggota Peneliti 2 200.000 8 3.200.000

3 Diver 4 150.000 6 3.600.000

4 Laboran 2 275.000 2 1.100.000

Total 10.300.000

1.2. Anggaran untuk Komponen Peralatan dan Bahan

Bahan habis Pakai dan Sewa Alat/Upah alat pengukuran

No Nama Alat Satuan Harga (Rp) Jumlah Total


(Rp)

a. Bahan Habis/ Analisis

1. Analisi kadar 54 sampel 650.000 35.100.000 35.100.000


radioaktif

2. Isotop 45Ca 130µCi/10m 4.600.000 4.600.000 4.600.000


l

b. Sewa Alat

1 Alat selam SCUBA 4 set x 6 kali 400.000 9.600.000 9.600.000

2 Hand refraktometer 1 set x 6 kali 50.000 300.000 300.000

3 Kamera bawah air 1 set x 6 kali 250.000 1.500.000 1.500.000

4 Lux meter 1 set x 6 kali 100.000 600.000 600.000

5. Kompresor 1 set x 6 kali 250.000 1.500.000 1.500.000

6 Inkubator 1 kali 200.000 200.000 200.000

c. Alat

21
1 Rak frgmen karang 6 buah 350.000 2.100.000 2.100.000

2 Substrat semen 54 buah 25.000 1.350.000 1.350.000

3 Jangka sorong 1 buah 50.000 50.000 50.000

4 Kompas 1 buah 100.000 100.000 100.000

5 Floating drudge 1 buah 100.000 100.000 100.000

6 Kawat tembaga 10 meter 8.000 80.000 80.000

7 Jaring karang 6 buah 20.000 20.000 120.000

8 Filter aquapro 54 buah 20.000 1.080.000 1.080.000

9 Cool box 3 buah 280.000 840.000 840.000

10 Aerator 2 buah 50.000 100.000 100.000

11 Alumunium foil 1 buah 60.000 60.000 60.000

Total 59.380.000

1.3. Anggaran untuk Perjalanan dan Penginapan

No Tujuan/Keperluan Jumlah Biaya/org Lama Total


orang/ba
rang PP

1 Transportasi lokasi 7 350.000 6 kali 18.900.000

2 Sewa kapal penelitian 1 750.000 6 kali 4.560.000

3 Akomodasi Penginapan 7 80.000 6 kali 3.360.000

T o t al 26.820.000

1.4. Pengeluaran Lain (Laporan, Penulisan ke Jurnal danSeminar)

No Keperluan Jumlah Biaya/org Biaya Total (Rp)

22
(Rp) (Rp)

1 Seminar Internasional 2 1.250.000 2.500.000

2 Perbanyak Makalah 5 20.000 100.000

3 Pembuatan Laporan 10 100.000 1.000.000

4. Jurnal nasional 2 200.000 400.000

Total 3.500.000

Total Biaya Penelitian : Seratus Juta Rupiah

Lampiran 2. Biodata Peneliti

1. Ketua Peneliti

23
2. Anggota Peneliti

a. Nama : T. Zia Ulqodry, ST

b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 11 September 1977

d. Golongan/Pangkat/NIP : Penata Muda/IIIa/132296340

e. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

24
f. Bidang Keahlian : Ekologi Mangrove

h. Riwayat pendidikan : S-1 Ilmu Kelautan Fakultas


Perikanan dan Ilmu kelautan
Univ. Diponegoro Semarang.

i. Pengalaman penelitian :

- Struktur dan Komposisi Vegetasi mangrove di Perairan Tanjung Api-api,


Banyuasin (Ketua)

- Pengaruh Parameter Oseanografi terhadap Kelimpahan Fitoplankton di


Perairan Banyuasin (Anggota)

- Kandungan Nutrien (Nitrat, Fosfat dan Silikat) di Perairan Selat Bangka


(Anggota)

- Kandungan Logam Berat dalam Jaringan Mangrove Sonneratia Alba dan


Avicennia marina di Pulau Ajkwa dan Pulau Kamora (mandiri)

- Perbandingan Kandungan Bahan Organik dalam Air dan Sedimen di


Kawasan Ekosistem Mangrove Banyuasin pada Komunitas Api-Api
(Avicennia Marina) dan Komunitas Nipah (Nypa Fruticans) (Ketua)

- Produktifitas Serasah mangrove dan Potensi Kontribusi Unsur Hara di


Kawasan Mangrove Tanjung Api-api Sumatera Selatan (Mandiri)

- Pendugaan Laju Kalsifikasi dengan Menggunakan Radioisotop CaCl2


sebagai Tracer pada Karang Acropora yang Ditransplantasikan di Pulau
Pongok, Bangka Belitung. 2006 (Hibah Penelitian Dasar - Anggota)

- Kandugan Pestisida Organoklorin dalam Sedimen dan Kerang Darah


(Anadara sp) di Perairan Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan. 2008
(Hibah DIPA UNSRI – Ketua)

3. Anggota Peneliti

a. Nama : Gusti Diansyah, S.Pi

b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. Tempat/Tanggal Lahir : Curup, 5 Agustus 1981

d. Golongan/Pangkat/NIP : Penata Muda/IIIa/132308919

e. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

f. Bidang Keahlian : Kimia Laut

25
h. Riwayat pendidikan : S-1 Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Bogor

i. Pengalaman penelitian :

- Kualitas Perairan Pantai Pulau Batam Berdasarkan Karakteristik Fisika,


Kimia dan Biologi Perairan (Mandiri)

- Kandungan Logam Berat di Perairan Teluk Jakarta (Mandiri)

- Perbandingan Kandungan Bahan Organik dalam Air dan Sedimen di


Kawasan Ekosistem Mangrove Banyuasin pada Komunitas Api-Api
(Avicennia Marina) dan Komunitas Nipah (Nypa Fruticans). 2006 (Hibah
Peneliti Muda –Anggota)

- Studi Resuspensi Kandungan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) di Peraiaran


Muara Banyuasin. 2006(Hibah DIPA UNSRI - Ketua)

- Pendugaan Laju Kalsifikasi dengan Menggunakan Radioisotop CaCl2


sebagai Tracer pada Karang Acropora yang Ditransplantasikan di Pulau
Pongok, Bangka Belitung. 2006 (Hibah Penelitian Dasar - Anggota)

- Kandugan Pestisida Organoklorin dalam Sedimen dan Kerang Darah


(Anadara sp) di Perairan Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan. 2008
(Hibah DIPA UNSRI – Ketua)
-

26

Anda mungkin juga menyukai