PENDAHULUAN
1
masalah kerusakan ekosistem terumbu karang dan produksi perikanannya serta
mencari alternatif untuk mengurangi tekanan terhadap perusakan sumberdaya
perikanan dapat dilakukan dengan teknologi transplantasi karang (coral
transplantation). Transplantasi karang merupakan suatu upaya pencangkokan atau
pemotongan karang hidup untuk ditanam di tempat yang mengalami kerusakan.
Keberhasilan transplantasi terumbu karang dipengaruhi faktor-faktor fisika
dan kimia perairan. Keberhasilan transplantasi karang dapat diketahui dengan
melakukan penelitian tentang pertumbuhan terumbu karang yang ditransplantasikan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan laju
pertumbuhan serta menghitung tingkat laju kalsifikasi dari fragmen karang yang
ditransplantasikan.
Metode yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah metode 45CaCl2 yang
mengandung radioaktif untuk menelusuri proses dan kecepatan pengendapan CaCO3
pada karang yang ditransplantasikan. Kecepatan dan jumlah CaCO3 yang
didepositkan bervariasi dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan musim,
siklus bulan dan matahari, akibatnya terjadi perbedaan yang memiliki kemiripan
dengan lingkaran tahun pada tumbuhan. Proses kalsifikasi karang ini sangat
komplek dan dinamis, semua kerangka bergerak dibawah kontrol dari luar seperti
suhu dan cahaya. Proses kalsifikasi ini berhubungan dengan sistem karbonat yang
terjadi di air laut. Sehingga dalam hal ini perlu diketahui laju pengendapan dan
jumlah kalsium karbonat (CaCO3) yang diendapkan oleh karang yang
ditransplantasikan per satuan waktu.
Kondisi terumbu karang yang terdapat di perairan Bangka Belitung dalam
mengalami tingkat kerusakan dan kematian karang yang cukup tinggi. Pulau Burung
yang terletak di lepas pantai Tanjug Binga mengalami tekanan yang berdampak
pada kerusakan terumbu karang. Sehingga perlu dilakukan upaya rehabilitasi dengan
melakukan transplantasi karang.
2
I.2. Tujuan Penelitian
3
BAB II
STUDI PUSTAKA
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di
laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Terumbu karang terutama disusun
oleh karang-karang jenis anthozoa dari klas Scleractinia (Nybakken, 1992). Struktur
bangunan batuan kapur (CaCO3) tersebut cukup kuat, sehingga koloni karang
mampu menahan gaya gelombang air laut. Asosiasi organisme-organisme yang
dominan hidup disini disamping scleractinian coral adalah alga yang juga
mengandung kapur (Dawes,1981).
Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur
(hermatypic coral) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic
coral). Karena dapat membentuk bangunan karang hermatypic coral sering dikenal
pula sebagai reef-building coral seperti pada jenis Scleractinia. Kemampuan
hermatypic coral membentuk bangunan kapur tidak lepas dari proses hidup binatang
ini. Binatang karang ini dalam hidupnya bersimbiose dengan sejenis alga
berfotosintesis (zooxanthellae) yang hidup di jaringan-jaringan polyp karang
tersebut. Hasil samping dari aktivitas fotosintesis ini adalah endapan kapur kalsium
karbonat (CaCO3) yang membentuk struktur dan bangunan yang khas. Ciri ini yang
4
digunakan untuk menentukan jenis dan spesies binatang karang. (Romimohtarto dan
Juwana, 2001)
5
pada substrat buatan (Lindahl et al .,1998). Transplantasi karang bertujuan untuk
mempercepat regenerasi dari terumbu karang yang telah mengalami kerusakan.
Transplantasi karang di msa mendatang akan memiliki banyak kegunaan,
diantaranya untuk melapisi bangunan-bangunan bawah laut agar lebih kokoh, untuk
menambahkan jumlah spesies karang yang langka atau terancam punah serta untuk
mengganti kebutuhan pengambilan karang hidup untuk akuarium (Sadarun, 1999).
Di Taman Laut Great Barrier Reef, misalnya, pencangkokan karang dilakukan untuk
mempercepat regenerasi ekosistem terumbu karang yang rusak akibat serangan
Acanthaster plancii atau bulu babi. Di Teluk Kanehoe, Hawaii, transplantasi karang
digunakan untuk menghadirkan kembali dua jenis ekosistem terumbu karang yang
telah mati akibat limbah cair (Plucer-Rosario dan Randall, 1987)
2.3 Kalsifikasi
2.3.1 Kalsifikasi dan Produksi Kapur Terumbu Karang
Proses kalsifikasi sebenarnya adalah proses mineralisasi yang terjadi diluar
kalikoblas epidermis. Bahan utama yang digunakan untuk proses kalsifikasi
sebenarnya merupakan suatu hasil metabolisme yang disekresikan, dan terdiri dari
beberapa substansi muchopolysacarida, yang memungkinkan karang mengikat
kalsium (Ca2+) dari air laut (Suharsono dan Kiswara, 1984). Di laut kalsium tersedia
dalam jumlah yang tak terbatas sehingga tidak menjadi faktor pembatas untuk
6
pembentukan CaCO3. Kecepatan pembentukan CaCO3, yang merupakan komponen
utama dari kerangka karang, tergantung pada kecepatan pemindahan asam karbonat
pada tempat kalsifikasi. Pemindahan asam karbonat dapat dilakukan oleh enzim
“carbonic anhydrase”. Adanya penghambat “carbonic anhydrase” dapat
menyebabkan berkurangnya kecepatan kalsifikasi, karena terganggunya efisiensi
pemindahan asam karbonat. Disamping itu pemindahan asam karbonat juga
dilakukan melalui proses fiksasi CO2 oleh zooxanthellae pada waktu berfotosintesis
(Bohm, 2005).
Dalam ekosistem terumbu karang tidak hanya karang sendiri yang memproduksi
CaCO3. Berbagai jenis hewan dan tumbuhan seperti Coralline algae, Moluska,
Echinodermata, dan hewan lainnya membentuk cangkang dari CaCO3. Scoffin et al.
(1980) dalam Nontji (1984) menyatakan produksi CaCO3 di terumbu karang
diperkirakan (206 x 106 g/th)±10 dan bersamaan dengan diproduksinya CaCO3 ini
terjadi juga pemindahan CaCO3 dari terumbu karang sebesar (123 x 106 )±7 g/th.
Pemindahan ini terjadi karena adanya hewan-hewan yang hidup bersama dengan
7
karang dan membuat rumah didalam kerangka karang. Hewan dan tumbuhan ini
termasuk gastropod, cacing, bulu babi, ikan kakaktua, keong, sponge, kerang,
crustacea, dan lain-lainnya.
Persentase dari kerangka kapur berkisar antara 7-38% dari total CaCO3.
Disamping kalsium, unsur-unsur Sr, U, Ba, Cu, B, Li, dan Zn secara umum selalu
ada dalam kerangka karang. Zat-zat ini didepositkan bersama-sama dengan Ca
selama proses kalsifikasi. Unsur pada berbagai jenis karang jumlahnya bervariasi.
Hal ini berkaitan dengan perubahan lingkungan seperti suhu, salinitas, dan
komposisi air (Odum, 1955 dalam Nontji, 1984).
Peran alga dalam proses kalsifikasi sampai saat ini masih belum
teridentifikasi dengan jelas. Menurut Johnston (1980) mengasumsikan bahwa
mekanisme kalsifikasi alga melalui peningkatan cahaya mengikuti mekanisme
kalsifikasi dasar seperti yang terjadi pada karang hermatipik dan ahermatipik. Ada
dua dasar mekanisme kalsifikasi yaitu : (1) kalsifikasi sebagai proses fisika-kimia
biasa, dimana pengendapan anorganik matriks terjadi karena kondisi media yang
supersaturasi; (2) kalsifikasi didasarkan pada pengompleksan ion Ca2+ atau CO32-
oleh material matriks yang bermuatan. Material pengompleksan ini kemungkinan
adalah kelompok amida, seperti kitin dan ikatan peptida protein. Senyawa lainnya
adalah residu protein matriks asam asaparatik dan asam glutamat.
8
fotosintesis hanya dapat meningkatkan CaCO3, jika konsentrasi ion bikarbonat
(HCO3-) dan kondisi pH air yang tinggi. Borowitzka dan Larkum (1974) dalam
Johnston (1980) menunjukkan bahwa jika CO2 diambil pada waktu proses foto
sintesis, maka pH akan meningkat dan menggeser kesetimbangan HCO3-, seperti
pada persamaan reaksi di bawah ini :
HCO3- H+ + CO32-..................................................................................................(1)
yang berarti akan meningkatkan konsentrasi ion CO32-, dengan meningkatnya ion
CO32- maka akan meningkatkan kalsifikasi, namun hal ini masih belum ada
bukti.
Hal ini didasarkan pada peran penting alga dalam membantu menyerap sisa–sisa
metabolisme hewan karang seperti Posfat (PO43-), Sulfur (SO42-) dan Nitrat
(NO32-).
Hal ini didasarkan pada pendapat Wainwright (1963) dalam Johnston (1980)
yang mengusulkan bahwa alga mampu menghasilkan komponen penghambat
kalsifikasi (rate-limiting compound) yang terlibat dalam pembentukan matriks
organik. Komponen tersebut adalah kitin pada jenis Pocilopora damicornis.
Namun demikian peran ini juga belum jelas mengingat matriks ini bukan
merupakan faktor pembatas dalam proses kalsifikasi atau bukan berasal dari
alga (Goreau dan Goreau, 1961).
9
alga yang hidup bebas sangat merusak kehidupan atau pertumbuhan karang (Adey,
2000).
Radioisotop alami ditandai dengan adanya nomor atom yang lebih besar dari
81. Radioisotop 45Ca ini berbentuk cairan dalam bentuk 45CaCl2 dan memiliki waktu
paruh 162,23 hari atau ± sekitar 5 bulan. Radiasi yang dipancarkan adalah sinar Beta
dengan intensitas yang rendah, sehingga dibutuhkan penguat radiasi untuk
memperkuat radiasi yang dipancarkan, agar bisa terbaca pada alat ( Bohm et al.,
2005).
10
BAB III
METODE PENELITIAN
11
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : alat selam SCUBA, tang
pemotong, lux meter (Marine Lux Meter), gelas kimia, aluminium foil, hand
refraktometer, lampu fluorescent 500 lux, botol cacah (Counting voil), Liquid
Scantillator (Aloka), timbangan, spektrofotometer, pemanas (hot plate), ayakan besi
(2 mm), filter aquapro 5µ , stopwatch, inkubator, aerator, seichi disc dan Alu kayu,
kerangka besi berukuran 75x75x25 cm, jaring dengan mesh 2,2x2,2 cm, kompresor,
jangka sorong, floating drudge, Global Positionig System (GPS), termometer, dan
kamera bawah air.
45
Bahan-bahan yang digunakan adalah : Radioisotop CaCl2 130µ Ci/10ml,
Aquades sterill (pH7), fragmen karang, kabel tie (sigma tie), substrat penempelan
berbahan dasar semen, kawat tembaga.
Stasiun penelitian berada pada gugusan karang tepi (fringing reef) Pulau
Pongok. Pemilihan stasiun didasari oleh daerah bukaan (Wind ward) yang baik
untuk pertumbuha karang dan dilihat dari faktor lingkungan perairannya.
Jenis karang yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Acropora
formosa dan Acropora nobilis. Spesies ini merupakan karang yang memiliki tentakel
yang panjang, mudah menyerap cahaya dan mudah menyerap radioisotop 45CaCl2..
Koloni karang ditanam pada rak-rak yang telah disediakan pada kedalaman 5
dan 10 m. Hal ini dilakukan untuk adaptasi (aklimatisasi) koloni karang yang baru
diambil tersebut terhadap lingkungan sekitarnya. Penanaman ini dilakukan selama 6
bulan, setelah itu koloni karang ini diangkat untuk diinkubasi dalam radioisotop.
12
Gambar 4. Metode Penempatan Koloni Karang pada Kerangka Besi
13
3.3.4 Prosedur Penelitian
Metode
Parameter Satuan Alat
Pengukuran
Parameter Fisika
Parameter Kimia
Keterangan :
14
Metode yang digunakan untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup
fragmen karang transplantasi adalah (Ricker, 1975) :
Nt
SR = x100 %
No
Dimana :
15
3. Pengambilan contoh
Pada masing-masing kedalaman ditanam 9 fragmen karang, yang selanjutnya
akan di ambil setiap jam dengan 3 (tiga) kali ulangan. Pengambilan contoh ini
dilakukan dengan menggunakan alat scuba diving pada masing-masing kedalaman
dan di tempatkan pada kantong plastik, kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dianalisis.
4. Prosedur Analisis
a. Persiapan kerangka karang
Untuk pengukuran kadar 45Ca, abu kerangka karang dimasukan ke botol cacah
(counting voil). Abu kemudian dilarutkan dengan 17 ml HCl pekat (0,5 M), dan di
panaskan dengan hot plate pada suhu 100 0C sampai jernih dan didinginkan.
Sebanyak 1 ml sampel ditempatkan pada botol cacah dan ditambahkan 14 ml
aquades (H2O). Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pencacah yaitu liquid
scantillator (aloka). Semua larutan sampel diambil datanya dengan cara mencacah
radiasi sinar beta yang dipancarkan melalui alat liquid scantillator pengukuran
diulang sebanyak 2 kali untuk meminimalkan kesalahan (error) dan satu sampel
sebagai kontrol (standar). Aktivitas sampel ditunjukan sebagai hasil dalam satuan
cacahan per menit per gram berat kering (cpm/gr bk), kemudian di ubah ke dalam
satuan µgCaCO3/gr berat kering/hari.
16
Analisis hubungan antara laju kalsifikasi dan waktu inkubasi dilakukan
dengan menggunakan anlisis trendline. Data ini dianalisis dengan menggunakan
software Microsoft excel 2000.
Y = a ln( x ) + b
a,b = konstanta
Analisis jumlah mol dari CaCO3 yang mengendap dihitung dengan rumus
dibawah ini.
m( gr )
mol =
BM
m = massa (gr)
17
BAB IV
PEMBIAYAAN
Penelitian ini akan didanai oleh Dana Hibah Penelitian Strategis Nasional
dapat dilihat pada Tabel 2, sedang perinciannya dapat dilihat pada Lampiran 1.
DAFTAR PUSTAKA
18
Adey, W., H. 2000. Coral Reef Ecosystems and Human Health: Biodiversity Counts.
Departemen Of Botany. National Museum of Natural History.Smithsonian
Institution. Washington, DC
Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. John & Sons, Inc. New York,628 p.
Goreau, T.F., 1961. Problem of Growth and Calcium Deposition in Coral Reef.
Endeayor, 20:32-40 p.
Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan Oleh;
Eidmen, M., D. G. Bengen, Koesbiono, M. Hutomo, Sukristijono. PT.
Gramedia. Jakarta, 495p.
Romimohtarto,K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut.Puslitbang Oseanologi LlPI. Jakarta. 527 h.
Sadarun. 1999. Transplantasi Karang Batu di Kepulauan Seribu Teluk Jakarta.
Institut Pertanian Bogor
Smith, W .L. 2004. Influence of Water Motion on Resistance of Corals to High
Temperatures: Evidence from a Field Transplant Experiment. Academic
Press
Suharsono.1996. Jenis-jenis Karang yang Umum di Jumpai di Perairan Indonesia.
P3O-LIPI. Jakarta.
Suharsono dan Kiswara W., 1984. Kematian Karang Alami di Laut Jawa. Oseana.
Pusat Penelitian Biologi Laut. LON-LIPI Jakarta, 9(1): 31-40.
19
Lampiran 1. Perincian Pendanaan
20
No Peneliti Jumlah Gaji Perbulan Jumlah Total (Rp)
Anggota (Rp) Bulan
Total 10.300.000
b. Sewa Alat
c. Alat
21
1 Rak frgmen karang 6 buah 350.000 2.100.000 2.100.000
Total 59.380.000
T o t al 26.820.000
22
(Rp) (Rp)
Total 3.500.000
1. Ketua Peneliti
23
2. Anggota Peneliti
24
f. Bidang Keahlian : Ekologi Mangrove
i. Pengalaman penelitian :
3. Anggota Peneliti
25
h. Riwayat pendidikan : S-1 Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Bogor
i. Pengalaman penelitian :
26