Anda di halaman 1dari 9

Ina-CORS

A. DESKRIPSI UMUM
Indonesia Continuously Operating Reference Station (Ina-CORS) merupakan jaring
kontrol geodetik aktif di Indonesia berupa stasiun Global Navigation Satellite System (GNSS)
permanen dipermukaan bumi yang dilengkapi dengan alat perekam sinyal satellite GNSS,
antena, dan sistem komunikasi data. Stasiun tersebut dapat menerima sinyal dari satelit
GNSS secara terus menerus selama 24 jam setiap hari dan bisa memberikan layanan koreksi
posisi pada pengguna. Dalam pelaksanaannya, Ina-CORS bisa dimanfaatkan oleh pengguna
untuk berbagai tingkat kebutuhan mulai dari kebutuhan praktis hingga saintifik. Dalam hal
keperluan praktis, Ina-CORS dapat dimanfaatkan untuk keperluan survei, pemetaan, bahkan
untuk keperluan navigasi teliti. Hal ini dikarenakan kemampuan Ina-CORS dalam
memberikan layanan koreksi posisi berupa koreksi Real Time Kinematic (RTK) untuk
pengguna yang membutuhkan hasil penentuan posisi secara seketika. Dalam hal keperluan
lain yang tidak membutuhkan hasil penentuan posisi seketika, pengguna bisa mendapatkan
hasil penentuan posisi secara post-processing. Contoh kegiatan penentuan posisi banyak
dilakukan pada kegiatan seperti: pemetaan dasar rupa bumi, survei rekayasa engineering,
penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR),
Pendaftaran Tanah Sistematik Langsung (PTSL), dan pekerjaan terkait konstruksi.
Terkait dengan hal yang bersifat saintifik, Ina-CORS bisa dimanfaatkan untuk menjaga
tingkat keakurasian dan kepresisian dari kerangka dasar geodetik yang telah dibangun
sehingga bisa mendukung penyelenggaraan kerangka referensi pemetaan nasional yang
akurat dan penyelenggaraan pemetaan dasar. Selain itu Ina-CORS bisa juga dimanfaatkan
untuk monitoring pergerakan lempeng bumi, studi geodinamika, riset atmosfer, ionosfer, serta
untuk keperluan gempa bumi dan tsunami.

B. SEJARAH
Keberadaan Ina-CORS tidak terlepas dari pemanfaatan teknologi Global Positioning
System untuk penentuan posisi di Indonesia yang dilaksanakan secara sistematis dan
berkesinambungan mulai pada tahun 1989. Pada tahun tersebut mulai dilaksanakan kegiatan
Global Positioning System for Geodynamic Project in Sumatera (GPS-GPS) untuk memonitor
gerak lempeng tektonik aktif pada patahan Sumatera (C. Subarya, 2010). Proyek tersebut
dilaksanakan atas kerjasama ilmiah antara BAKOSURTANAL- Scripps Institution of
Oceanography dan Rensselaer Polytechnique Institute, New York Amerika Serikat yang
dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU). Pada tahun 1991, proyek penelitian
tersebut diperluas ke Indonesia Kawasan Timur untuk memonitor gerak lempeng tektonik aktif
pada "Triple Junction Plate". Pada tahun 1992, bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran
GPS untuk kepentingan penelitian geodinamik, dilakukan pengukuran GPS untuk pengadaan
Jaring Kontrol Geodesi Horisontal Nasional (JKHN) yang homogen dan berkesinambungan
secara geometris, dan diklasifikasikan sebagai JKHN Orde Nol. Selanjutnya pada tahun yang
sama dan tahun berikutnya (sampai dengan status 1994) dilakukan perapatan jaringan ke
orde yang lebih rendah, dan diklasifikasikan sebagai JKHN Orde Satu. Pada tahun 1996 s.d
1998 jaring control geodesi tersebut terus dikembangkan meliputi Asia Selatan dan Asia
Tenggara sebagai bagian dari program Geodynamic of South and Southeast Asia Project
(GEODYSSEA) yang merupakan kerjasama antara Bakosurtanal dan instansi terkait di dalam
negeri dan melibatkan peneliti ilmu kebumian dari Uni-Eropa (C. Subarya, 2010). Survei GPS

1
perioidk tahunan ini diteruskan pelaksanaanya oleh Bakosurtanal dengan jaring pengamatan
meliputi seluruh wilayah Indonesia. Kemudian sejak awal tahun 2000-an efektif mulai
diimplementasikan pengamatan continuous GPS (cGPS) (C. Subarya, 2010) yang
merupakan cikal bakal Ina-CORS.
Kejadian tsunami Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 ikut mendorong penambahan
jumlah stasiun cGPS di Indonesia. Terhitung beberapa stasiun cGPS dibangun pada saat itu
sejalan dengan program German-Indonesia Tsunami Early Warning System (GITEWS).
Bakosurtanal sendiri, pada tahun 2010 melakukan pembangunan cGPS secara masif seiring
dengan program Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS). Terhitung sejumlah
40 stasiun cGPS dibangun di pulau Jawa dan mulai dilengkapi dengan sistem komunikasi
data berupa Virtual Privat Network (VPN) sehingga stasiun-stasiun cGPS tersebut bisa
mengalirkan data secara streaming dalam bentuk Radio Technical Commission for Maritime
Services (RTCM) ke pusat data GPS di kantor Bakosurtanal Cibinong Bogor. Di pusat data
GPS Bakosurtanal sendiri pada saat itu diinstall perangkat lunak Networked Transport of
RTCM via Internet Protocol (NTRIP) Caster. Sehingga pada tahun inilah sebetulnya mulai
diperkenalkan konsep Continuously Operating Reference Station (CORS) di Indonesia oleh
Bakosurtanal. Stasiun cGPS yang beroperasi pada saat itu selain berfungsi untuk memantau
pergerakan lempeng tektonik terkait untuk keperluan Ina-TEWS juga telah mampu
memberikan layanan koreksi posisi kepada pengguna berupa koreksi RTK.
Lahirnya undang-undang No 4 tahun 2011 tentang informasi geospasial tahun 2011 (UU
IG), membuka paradigma baru terkait dengan pemetaan nasional. Atas dasar undang-undang
ini Bakosurtanal berubah nama menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG) yang mempunyai
kewenangan penuh terkait dengan penyelenggaraan informasi geospasial di Indonesia. Mulai
pada tahun inilah seluruh pembangunan infrastruktur geodesi termasuk CORS, diarahkan
untuk menunjang pelaksanaan informasi geospasial nasional. Pada tahun 2013 jaringan Ina-
CORS ini dimanfaatkan dalam penyelenggaraan Sistem Referensis Geospasial Indonesia
(SRGI 2013). Mulai pada tahun 2013 ini Ina-CORS berkembang dengan pesat, Sehingga
tercatat sampai dengan tahun 2019 ini sudah terbangun 207 Ina-CORS yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Gambar 1 menujukkan perkembangan pembangunan Ina-CORS
sejak tahun 1996 hingga 2019. Sedangkan Gambar 2 menunjukkan peta sebaran Ina-CORS
sejak tahun 1996 hingga 2019.

Gambar 1. Perkembangan pembangunan Ina-CORS

2
Gambar 2. Peta Sebaran Ina-CORS sejak tahun 1996 hingga 2019

Dengan semakin bertambahnya CORS di Indonesia, maka penentuan referensi


geospasial menjadi semakin presisi, terintegrasi dengan sistem referensi global, serta
mampu memberikan ketelitian yang memadai untuk memantau pergerakan lempeng tektonik
dan deformasi kerak bumi yang berpengaruh terhadap nilai-nilai koordinat. Untuk
mengakomodasi adanya perubahan nilai koordinat terhadap waktu karena adanya
pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi, maka pada tahun 2013 BIG
meresmikan datum baru yaitu Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI2013)
yang bersifat semi dinamik yang menggantikan DGN95. Sampai dengan pertengahan tahun
2018, datum SRGI2013 didukung oleh 7.153 titik JKG yang diukur secara periodik serta 137
stasiun CORS yang tersebar di seluruh Indonesia, yang kemudian bertambah menjadi 207
stasiun pada tahun 2019.

C. FUNGSI/KEGUNAAN
Beberapa pemanfaatan Ina-CORS antara lain:

1. Memelihara sistem referensi pemetaan nasional;

3
2. Mendukung percepatan survei dan pemetaan yang akurat;
3. Layanan survei pemetaan secara real time;
4. Percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta;
5. Percepatan reformasi agraria nasional;
6. Dukungan penegasan batas wilayah untuk batas daerah dan batas negara;
7. Dukungan penyusunan rencana tata ruang wilayah;
8. Dukungan kegiatan mitigasi kebencanaan (gempa bumi, tsunami, longsor, erupsi
gunung api, penurunan muka tanah, dll);
9. Pemantauan deformasi kerak bumi;
10. Dukungan sistem navigasi.

Gambar 3. Pemutakhiran Jaring Kontrol Geodesi (JKG) secara periodik untuk memelihara
kerangka referensi pemetaan nasional (sumber: Bidang Geodinamika, 2018)

Gambar 4. Pengukuran Ground Control Point Gambar 5. Survei pemetaan tematik untuk
untuk koreksi citra satelit (sumber: Bidang verifikasi luas lahan baku sawah (sumber:
Geodinamika, 2018) Bidang Geodinamika, 2018)

4
Gambar 6. Pengukuran batas negara (sumber: Bidang Geodinamika, 2018)
D. SISTEM INA-CORS
Ina-CORS merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa komponen yaitu
perangkat stasiun di lapangan, server, jaringan komunikasi data, dan pengguna. Dari seluruh
Ina-CORS yang tersebar di wilayah Indonesia, semua data mengalir ke server BIG melalui
komunikasi internet. Setelah data masuk ke server BIG, maka proses pengolahan data
dilaksanakan. Data yang dihasilkan di server BIG kemudian digunakan oleh pengguna, baik
untuk layanan pengolahan secara post processing atau layanan koreksi ketika pengukuran
menggunakan metode RTK. Alur pengelolaan Ina-CORS tersebut digambarkan pada Gambar
7 berikut ini.

Gambar 7. Alur pengelolaan Ina-CORS (sumber: Bidang Geodinamika, 2018)


Ina-CORS di lapangan terdiri atas perangkat outdoor dan perangkat indoor. Perangkat
outdoor terdiri atas antena GNSS dan sensor meteorologi. Antena GNSS terpasang di atas
pilar sedangkan sensor meteorologi berada di dekat lokasi pilar antena. Perangkat indoor

5
terletak dalam box perangkat yang terdiri atas sistem power, receiver GNSS, dan perangkat
telekomunikasi. Keseluruhan komponen tersebut digambarkan pada Gambar 8 berikut ini.

Gambar 7. Komponen Perangkat Ina-CORS

Dalam hal pengoperasian Ina-CORS, kegiatan monitoring Ina-CORS merupakan hal yang
sangat penting. Kegiatan ini berupa pemantauan kondisi beroperasional atau tidaknya
seluruh system pada Ina-CORS. Jika ada stasiun yang mengalami kendala, maka akan
segera diperbaiki agar kembali berfungsi. Begitupun pada komponen lainnya.

E. LAYANAN
Layanan yang tersedia terkait pemanfaatan Ina-CORS antara lain:
1. Layanan data RINEX CORS
Bersama dengan keluarnya PP Tarif No.49 Tahun 2019 tentang Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Informasi Geospasial, maka data Ina-
CORS kini dapat dibeli dengan tarif Rp 0, alias gratis. Permohonan data Ina-CORS dapat
dilakukan dengan mengirimkan email melalui info@big.go.id.
2. Layanan Layanan RTK (Real Time Kinematic) NTRIP (Networked Transport of RTCM via
Internet Protocol)
Layanan RTK NTRIP merupakan layanan koreksi posisi seketika secara teliti yang
dapat diakses melalui nrtk.big.go.id dengan melakukan registrasi pengguna. Setelah
mendaftarkan diri, pengguna dapat mengakses layanan RTK NTRIP dengan akses ke IP
103.22.171.6 pada port 2001. Sampai sekarang, layanan ini dapat dinikmati secara gratis
oleh pengguna.

6
Gambar 9. Pilihan layanan Ina-CORS (sumber: http://nrtk.big.go.id)

Gambar 10. Pencarian informasi sebuah stasiun (sumber: http://nrtk.big.go.id)

Gambar 11. Pemantauan secara realtime penggunaan layanan RTK (sumber:


http://nrtk.big.go.id)

3. Layanan perhitungan koordinat secara post processing


Layanan Post Processing memfasilitasi pengguna mengolah data GNSS secara
otomatis dan hasilnya dapat langsung digunakan oleh pengguna. Setelah pengguna

7
melakukan perekaman data dengan GPS Geodetik, data observasi RINEX dapat
langsung diunggah pada fasilitas post processing di web nrtk.big.go.id. Saat ini layanan
Post Processing hanya tersedia di wilayah Pulau Jawa.

4. Layanan Mobile Ina-CORS


Layanan Mobile Ina-CORS bertujuan untuk memudahkan pengguna dalam melakukan
monitoring Ina-CORS. Pengguna dapat memantau secara realtime kondisi setiap Ina-
CORS apakah dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati. Layanan ini telat tersedia
untuk platform Android dan iOS dapat diperoleh dengan mengunduh aplikasi di Play
Store maupun App Store dengan nama aplikasi Mobile Ina-CORS.

Gambar 12. Aplikasi Mobile Ina-CORS di Play Store dan App Store

Gambar 13. Tampilan sebaran Ina-CORS di Mobile Ina-CORS

8
Gambar 14. Pencarian Gambar 15. Informasi detail Gambar 16. Tabel daftar
informasi status sebuah Ina- sebuah Ina-CORS seluruh stasiun dan statusnya
CORS

Referensi
Subarya, C. 2010. Pemodelan dan Estimasi Dinamika Pergerakan Lempeng Tektonik di
Wilayah Indonesia dari Pengamatan GPS. Disertasi. Program Pasca Sarjana ITB.
Bandung.
Bidang Geodinamika. 2018. InaCORS BIG Satu Referensi Pemetaan Indonesia. Cibinong: Pusat
Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika BIG.

Anda mungkin juga menyukai