Anda di halaman 1dari 21

Retikulosit

Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih


mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA yang
berasal dari sisa inti dari bentuk penuh pendahulunya. Ribosome
mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan pewarna tertentu
seperti brilliant cresyl blue  atau new methylene blue untuk membentuk endapan granula atau
filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan terhadap sel yang
masih hidup dan tidak difiksasi. Oleh karena itu disebut pewarnaan supravital. Retikulosit
paling muda (imatur) adalah yang mengandung ribosome terbanyak, sebaliknya retikulosit
tertua hanya mempunyai beberapa titik ribosome.

Pada pewarnaan Wright retikulosit tampak sebagai eritrosit yang berukuran lebih
besar dan berwarna lebih biru daripada eritrosit. Retikulum terlihat sebagai bintik-bintik
abnormal. Polikromatofilia yang menunjukkan warna kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil
pada eritrosit, sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosome tersebut.

Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang dan digunakan untuk
mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis
yang hampir akurat. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi
produksi eritrosit dalam sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-
menerus dapat mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.

Metode

Hitung retikulosit umumnya menggunakan metode pewarnaan supravital. Sampel


darah dicampur dengan larutan brilliant cresyl blue (BCB) atau  new methylene blue maka
ribosome akan terlihat sebagai filamen berwarna biru. Jumlah retikulosit dihitung per 1000
eritrosit dan dinyatakan dalam %, jadi hasilnya dibagi 10.
Pewarna yang digunakan memiliki formula sebagai berikut :
 Brilliant Cresyl Blue (BCB) : brilliant cresyl blue 1.0 gr; NaCl 0.85% 99.0 ml. Saring
larutan sebelum dipergunakan.
 New methylene blue : NaCl 0.8 gr; kalium oksalat 1.4 gr; new methylene blue N 0.5
gr; aquadest 100 ml. Saring larutan sebelum dipergunakan.
Dianjurkan menggunaan new methylene blue, kesalahan metode ini pada nilai normal 25 %.
Sampel darah yang digunakan untuk hitung retikulosit adalah darah kapiler atau vena, dengan
antikoagulan (EDTA) atau tanpa antikoagulan (segar).

Prosedur
 Ke dalam tabung masukkan darah dan pewarna dengan perbandingan 1 : 1, campur
baik-baik, biarkan selama 15 menit agar pewarnaannya sempurna.
 Buatlah sediaan apus campuran itu, biarkan kering di udara.
 Periksalah di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Eritrosit nampak biru muda
dan retikulosit akan tampat sebagai sel yang mengadung granula/filamen yang
berwarna biru. Bila kurang jelas waktu pewarnaannya diperpanjang atau
dicounterstain (dicat lagi) dengan cat Wright.
 Hitunglah jumlah retikulosit dalam 1000 sel eritrosit. Jika kesulitan menghitung,
lakukan pengecilan medan penglihatan okuler dengan meletakkan kertas berlubang
pada lensa okuler. Hitung retikulosit ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :
Hitung retikulosit = ( jumlah retikulosit per 1000 eritrosit : 10 ) %

Nilai Rujukan
 Dewasa : 0.5 - 1.5 %

 Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 %

 Bayi : 0.5 - 3.5 %

 Anak : 0.5 - 2.0 %

Masalah Klinis
 Penurunan jumlah : Anemia (pernisiosa, defisiensi asam folat, aplastik, terapi radiasi,
pengaruh iradiasi sinar-X, hipofungsi adrenokortikal, hipofungsi hipofisis anterior,
sirosis hati (alkohol menyupresi retikulosit)
 Peningkatan jumlah : Anemia (hemolitik, sel sabit), talasemia mayor, perdarahan
kronis, pasca perdarahan (3 - 4 hari), pengobatan anemia (defisiensi zat besi, vit B12,
asam folat), leukemia, eritroblastosis fetalis (penyakit hemolitik pada bayi baru lahir),
penyakit hemoglobin C dan D, kehamilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan hasil laboratorium :


 Bila hematokritnya rendah maka perlu ditambahkan darah
 Cat yang tidak disaring menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga
terlihat seperti retikulosit
 Menghitung di daerah yang terlalu padat
 Peningkatan kadar glukose akan mengurangi pewarnaan

RETIKULOSIT dan CARA PEMERIKSAANNYA

Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih mengandung sejumlah besar sisa-
sisa ribosom dan RNA (Ribonucleic acid) yang berasal dari sisa inti dari bentuk penuh
pendahulunya. Ribosom mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan pewarna tertentu
seperti Brilliant Cresyl Blue atau New Methylene Blue untuk membentuk endapan granula
atau filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan terhadap sel yang
masih hidup dan tidak difiksasi sehingga disebut pewarnaan supravital (Riswanto, 2013).
Jumlah retikulosit dihitung pada mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 x 10, dihitung
minimal per 1000 eritrosit dalam lapang pandang lebih dari 10. Jumlah retikulosit yang
ditemukan dalam lapang pandang tersebut dicatat (Riadi Wirawan, 2011). Jumlah retikulosit
dapat dilaporkan dalam persen atau permil terhadap jumlah eritrosit total atau dilaporkan
dalam jumlah mutlak (Riadi Wirawan, 2011).

Pemeriksaan retikulosit
 Prinsip pemeriksaan
Retikulosit adalah eritrosit muda yang tidak berinti dan di dalam
sitoplasmanya masih terdapat sisa ribosom dan RNA. Sisa ribosom dan RNA dapat
dilihat dengan pewarnaan New Methylene Blue (NMB) atau Brilliant Cresyl Blue
(BCB). Sisa RNA tampak sebagai filamen atau granula berwarna ungu atau biru
tergantung zat warna yang dipakai dan hanya terlihat pada sediaan yang tidak
difiksasi dan diwarnai dalam keadaan vital (Riadi Wirawan, 2011).
 Metode pemeriksaan
Ada 2 metode pemeriksaan, yaitu cara sediaan basah dan sediaan kering.

Sediaan basah
1. Taruhlah satu tetes larutan BCB dalam metilalkohol (metanol) di tengah-tengah kaca
obyek dan biarkan sampai kering atau taruhlah satu tetes larutan zat warna BCB di atas
kaca obyek.
2. Taruhlah setetes kecil darah di atas bercak kering atau ke atas tetes zat warna dan
segeralah campur darah dan zat warna itu dengan memakai sudut kaca obyek lain.
3. Tutuplah tetes darah itu dengan kaca penutup, lapisan darah dalam sediaan basah ini
harus tipis benar.
4. Biarkan beberapa menit atau masukkanlah ke dalam cawan petri yang berisi kertas
saring basah jika sekiranya pemeriksaan selanjutnya terpaksa ditunda.
5. Periksalah memakai lensa minyak imersi dan tentukan berapa banyak retikulosit
didapat antara 1000 eritrosit.
Sediaan kering
1. Masukkanlah 0,5 sampai 1 mL larutan pewarna (dalam garam) ke dalam tabung kecil.
2. Campurlah 5 tetes darah dengan larutan tadi dan biarkan selama 30 menit.
3. Mengambil 1 tetes dari campuran itu untuk membuat sediaan apus seperti biasa yang
kemudian dipulas Wright atau Giemsa. Campuran di atas boleh juga dipakai untuk
membuat sediaan basah: setetes diletakkan ke atas kaca obyek dengan ditutup kemudian
oleh kaca penutup.
4. Periksalah dengan lensa imersi dan hitunglah jumlah retikulosit yang terlihat per 1000
eritrosit (Gandasubrata, 2007).
 Kelebihan dan kekurangan metode pemeriksaan
 Kelebihan cara basah adalah lebih mudah, ringkas dan waktu yang diperlukan lebih
singkat/efisien. Kelemahan cara basah adalah tidak dapat disimpan dengan waktu yang
cukup lama dan sel retikulosit bergerak menyebabkan sel dapat terhitung ulang.
 Kelebihan cara kering yaitu, sediaan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama
jika harus dilakukan penundaan pemeriksaan. Kelemahan cara kering ada pada proses
pembuatan sediaan karena dikerjakan cukup lama (Kusnadi Supriadi Hidayat).

 Pewarnaan
Komposisi larutan BCB atau larutan NMB adalah sebagai berikut:
Brilliant cresyl blue/new methylene blue 1g
Larutan sitrat salin 100 mL

Larutan sitrat salin dibuat dengan mencampur 1 bagian larutan natrium sitrat 30 g/L dengan 4
bagian larutan NaCl 9,0 g/L, kemudian larutan disaring (Riadi Wirawan, 2011).

Sumber kesalahan dalam pemeriksaan


1. Zat warna yang tidak disaring mungkin mengendap pada eritrosit sehingga
mengganggu pembacaan sediaan.
2. Waktu inkubasi campuran antara darah dan zat warna kurang lama, paling sedikit
diperlukan waktu 30 menit.
3. Campuran darah dan zat warna tidak dicampur sampai homogen sebelum membuat
sediaan. Retikulosit mempunyai berat jenis yang lebih rendah dari eritrosit sehingga
cenderung berada di bagian atas dari campuran. Campuran antara darah dengan zat
warna perlu dicampur dengan baik sebelum dibuat sediaan apus.
4. Menghitung di daerah yang jumlah eritrositnya terlalu padat.
5. Jumlah eritrosit yang dihitung tidak mencapai 1000 atau tidak mencapai 10 lapang
pandang.
6. Kesalahan dalam membedakan benda inklusi (benda Heinz dan hemoglobin H) dan
retikulosit. Retikulosit berwarna biru dengan filamen dan granula berwarna biru tua.
Badan Heinz tampak sebagai badan inklusi yang berukuran 1-3 mikrometer, berwarna
biru tua dan biasanya berada dekat membran eritrosit, kadang-kadang tampak di luar
eritrosit. Inklusi hemoglobin H terlihat sebagai badan bulat yang multipel berwarna biru
kehijauan (Riadi Wirawan, 2011).
HEMATOKRIT

Hematokrit adalah jumlah sel darah merah dalam darah sehingga dengan melakukan
pemeriksaan hematokrit maka akan kita dapatkan hasil perbandingan jumlah sel darah merah
(eritrosit) terhadap volume darah dalam satuan persen. Di sini kita akan mengetahui
bagaimana prosedur pemeriksaan, nilai hematokrit normal, dan artinya ketika kadarnya tinggi
atau rendah.

Kita tahu bahwa sel-sel darah merah sangat penting untuk kesehatan. Sel darah merah
memiliki peran vital karena bertugas untuk mengangkut oksigen dan nutrisi ke berbagai
lokasi di tubuh. Agar tubuh selalu terjaga kesehatannya, maka tubuh kita memerlukan
proporsi jumlah sel-sel darah merah yang mencukupi sebagai standar nilai normal. Oleh
sebab itu, ketika seseorang memiliki terlalu sedikit atau terlalu banyak eritrosit, maka akan
menimbulkan berbagai gejala atau keluhan fisik, dokter bisa mengamati tanda-tandanya dan
untuk memastikan hal itu, maka ia akan menganjurkan pemeriksaan hematokrit yang
disingkat dengan Ht.

Kapan Diperlukan Pemeriksaan?

Tes hematokrit dapat membantu dokter mendiagnosis atau mengetahui penyakit yang
diderita pasien, di samping itu juga dapat membantu menentukan seberapa baik tubuh
merespon pengobatan yang telah diberikan. Pemeriksaan penunjang ini dapat dipesan untuk
berbagai alasan, tapi yang paling sering digunakan untuk menguji:

 anemia
 Leukemia (Ciri-Ciri Leukemia)
 dehidrasi
 kekurangan nutrisi

Jika dokter memesan pemeriksaan hitung darah lengkap (CBC), maka otomatis
pemeriksaa hematokrit (Ht) sudah termasuk di dalamnya. Tes lain yang juga sudah termasuk
dalam CBC adalah jumlah hemoglobin dan retikulosit Dokter akan melihat hasil tes darah ini
secara keseluruhan untuk memperoleh pemahaman tentang jumlah sel darah merah pasien.

Nilai hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan %
dari volume darah itu. Biasanya nilai itu ditentukan dengan darah vena / kapiler.

Prinsip : Darah + antikoagulan disentrifuse pada waktu tertentu dan kecepatan tertentu

Ada 2 (dua) cara dalam menentukan nilai hematokrit, yaitu :

- makrohematokrit tabung wintrobe

- mikrohematokrit tabung kapiler dengan atau tanpa antikoagulan

Prosedur :

A. Makrometode menurut Wintrobe :

1. Isilah tabung Wintrobe dengan darah antikoagulan oxalat, heparin, atauEDTA sampai garis
tanda 100 di atas.

2. Masukkan tabung tersebut ke dalam sentrifuge (pemusing) yang cukupbesar, pusinglah selama
30 menit dengan kecepatan 3000 rpm.

3. Bacalah hasilnya denan memperhatikan :

- Warna plasma di atas : warna kuning itu dapat dibandingkan dengan larutan kalium
bicarbonat dan intensitasnya disebut dengan satuan. Satu satuan sesuai dengan warna kalium
bicarbonat 1 : 10000.

- Tebalnya lapisan putih di atas sel-sel merah yang tersusun dari leukositdan trombosit (buffy
coat)

- Volume sel-sel darah merah

B. Mikrometode :

1. Isilah tabung mikrokapiler yang khusus dibuat untuk penetapanmikrohematokrit dengan darah.

2. Tutuplah ujung satu dengan nyala api atau dengan bahan penutup khusus.

3. Masukkan tabung kapiler itu kedalam centrifuge khusus yang mencapaikecepatan besar, yaitu
lebih dari 16.000 rpm ( centrifuge mikrohematokrit ).
4. Pusingkan selama 3 –5 menit.

5. Bacalah nilai hematokrit dengan menggunakan grafik atau alat khusus.

Interpretasi Hasil

Setelah didapatkan hasilnya dalam bentuk persen, maka kemudian dibandingkan dengan
nilai standar atau nilai normal. Dengan demikian akan didapatkan kesimpulan apakah
hematokrit darah yang diuji tergolong normal atau abnormal (rendah atau tinggi).

A. Hematokrit Normal

Standar normal antar laboratorium satu dengan lainnya bisa terdapat perbedaan, yang
kelas rentang hematokrit normal tergantung pada jenis kelamin dan usia pasien. Nilai normal
hematokrit yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

 Pria dewasa: 38,8-50 persen


 Wanita dewasa: 34,9-44,5 persen
 Anak-anak: 33 -38%

Anak-anak usia 15 tahun atau di bawahnya memiliki satu set terpisah karena kadar
hematokrit (Ht) berubah dengan cepat seiring pertambahan usia. Laboratorium khusus akan
menganalisis hasilnya untuk menentukan rentang hematokrit normal bagi anak usia tertentu.

B. Hematokrit Rendah

Jika diketahui kadar hematokrit terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka dapat
menunjukkan berbagai masalah kesehatan. Kadar hematokrit rendah dapat menunjukkan
adanya:

 penyakit sumsum tulang


 penyakit inflamasi kronik
 kekurangan nutrisi seperti zat besi, folat, atau vitamin B-12
 pendarahan di organ-organ dalam
 anemia hemolitik
 gagal ginjal
 leukemia
 limfoma
 anemia sel sabit
C. Hematokrit Tinggi

Sedangkan kadar hematokrit yang tinggi dapat menunjukkan:

 Penyakit jantung bawaan


 tumor ginjal
 dehidrasi
 penyakit paru-paru
 polisitemia vera
 Demam berdarah akibat kebocoran plasma.

Sebelum melakukan pemeriksaan ini, beritahu dokter jika Anda baru saja menjalani
transfusi darah atau sedang hamil. Kehamilan dapat menurunkan kadar nitrogen urea darah
(BUN) yang ditandai dengan meningkatnya cairan dalam tubuh sehingga kadar hematokrit
lebih rendah. Transfusi darah yang baru saja dijalani juga dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Jika Anda tinggal di dataran tinggi, kadar hematokrit cenderung lebih tinggi
karena jumlah oksigen yang lebih rendah sehingga sebagai kompensasinya tubuh akan
memproduksi lebih banyak sel darah merah.

Faktor –faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hematokrit

1. Jumlah eritrositApabila jumlah eritrosit dalam keadaan banyak (polisitemia)maka nilai


hematokrit akan meningkat dan jika eritrositsedikit (dalam keadaan anemi) maka niali
hematokrit akanmenurun.

2. Ukuran eritrositUkuran sel darah merah dapat mempengaruhi vikositasdarah. Vikositas darah
yang tinggi maka nilai hematokrit juga akan tinggi.

3. Bentuk eritrositApabila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka akanterjadi trapped


plasma (plasma yang terperangkap) sehingganilai hematokrit akan meningkat.

4. Perbandingan jumlah darah dengan antikoagulanJika antikoagulan berlebihan maka akan


mengakibatkaneritrosit mengerut sehingga nilai hematokrit menurun.

5. Tempat penyimpananTempat penyimpanannsebaiknya dilakukan pada 4OC selamatidak


lebih dari 6 jam
Laju Endap Darah

Laju Endap Darah (LED) atau dalam bahasa Inggrisnya Erythrocyte Sedimentation


Rate (ESR) merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah. Proses pemeriksaan
sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung
khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi
Laju Endap Darah (LED)-nya. Tinggi ringannya nilai pada Laju Endap Darah (LED)
memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Namun
ternyata orang yang anemia, dalam kehamilan dan para lansia pun memiliki nilai Laju Endap
Darah yang tinggi. Jadi orang normal pun bisa memiliki Laju Endap Darah tinggi, dan
sebaliknya bila Laju Endap Darah normalpun belum tentu tidak ada masalah. Jadi
pemeriksaan Laju Endap Darah masih termasuk pemeriksaan penunjang, yang mendukung
pemeriksaan fisik dan anamnesis dari sang dokter. Namun biasanya dokter langsung akan
melakukan pemeriksaan tambahan lain, bila nilai Laju Endap Darah di atas normal. Sehingga
mereka tahu apa yang mengakibatkan nilai Laju Endap Darahnya tinggi. Selain untuk
pemeriksaan rutin, Laju Endap Darah pun bisa dipergunakan untuk mengecek perkembangan
dari suatu penyakit yang dirawat. Bila Laju Endap Darah makin menurun berarti perawatan
berlangsung cukup baik, dalam arti lain pengobatan yang diberikan bekerja dengan baik.
Laju Endap Darah (LED) terutama mencerminkan perubahan protein plasma yang
terjadi pada infeksi akut maupun kronik, proses degenerasi dan penyakit limfoproliferatif.
Peningkatan laju endap darah merupakan respons yang tidak spesifik terhadap kerusakan
jaringan dan merupakan petunjuk adanya penyakit.
Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju Endap
Darah (LED) yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan Laju Endap Darah
(LED) dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan Laju Endap
Darah (LED) yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap Darah (LED) adalah faktor eritrosit,
faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah eritrosit/ul darah yang kurang dari normal, ukuran
eritrosit yang lebih besar dari normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan
menyebabkan Laju Endap Darah (LED) cepat. Walaupun demikian, tidak semua anemia
disertai Laju Endap Darah (LED) yang cepat. Pada anemia sel sabit, akantositosis,
sferositosis serta poikilositosis berat, laju endap darah tidak cepat, karena pada keadaan-
keadaan ini pembentukan rouleaux sukar terjadi. Pada polisitemia dimana jumlah eritrosit/µl
darah meningkat, Laju Endap Darah (LED) normal.
Pembentukan rouleaux tergantung dari komposisi protein plasma. Peningkatan kadar
fibrinogen dan globulin mempermudah pembentukan roleaux sehingga Laju Endap Darah
(LED) cepat sedangkan kadar albumin yang tinggi menyebabkan Laju Endap Darah (LED)
lambat. Yang perlu diperhatikan adalah faktor teknik yang dapat menyebabkan kesalahan
dalam pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Selama pemeriksaan tabung atau pipet harus
tegak lurus; miring dapat menimbulkan kesalahan 30%. Tabung atau pipet tidak boleh
digoyang atau bergetar, karena ini akan mempercepat pengendapan. Suhu optimum selama
pemeriksaan adalah 20°C, suhu yang tinggi akan mempercepat pengendapan dan sebaliknya
suhu yang rendah akan memperlambat. Bila darah yang diperiksa sudah membeku sebagian
hasil pemeriksaan laju endap darah akan lebih lambat karena sebagian fibrinogen sudah
terpakai dalam pembekuan. Pemeriksaan laju endap darah harus dikerjakan dalam waktu 2
jam setelah pengambilan darah, karena darah yang dibiarkan terlalu lama akan berbentuk
sferik sehingga sukar membentuk rouleaux dan hasil pemeriksaan laju endap darah menjadi
lebih lambat.
Faktor yang Mempengaruhi Laju Endap Darah (LED)
Laju Endap Darah (LED) dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal contohnya adalah cara meletakkan tabung di atas meja, tempertaur/suhu
ruangan, getaran/guncanangan terhadap tabung, sedangkan faktor internalnya adalah seperti
globulin dan fibrinogen. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan Laju Endap Darah
yaitu faktor teknik seperti letak tabung/pipet, diameter tabung/pipet, suhu ruangan dan
getaran sedangkan faktor kedua adalah faktor dalam darah itu sendiri yakni fibrinogen,
eritrosit, dan globulin.
Kegunaan Laju Endap Darah (LED)
Laju Endap Darah (LED) seringkali digunakan pada pemeriksaan penyakit. LED berguna
memantau penyakit kronik tertentu. LED yang normal tidak menyimpulkan bahwa seseorang
tidak mengidap suatu penyakit, di pihak lain peninggian LED mendorong kita untuk
memikirkan penyakit-penyakit yang ada kaitannya dengan perubahan dalam protein plasma.
LED normal pada manusia khususnya pada pria 9 mm/1 jam dan pada wanita 15 mm/1 jam.
Pada kambing sebesar 2,5 menit, pada sapi 6,5 menit, pada ayam 4,5 menit dan pada kuda
sebesar 11,5 menit.

NILAI INDEKS ERITROSIT

Indeks eritrosit merupakan batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Istilah
lain untuk indeks eritrosit adalah indeks kospouskuler. Indeks eritrosit dipergunakan secara
luas dalam mengklasifikasi anemia atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai
macam anemia. Indeks eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu manual dan
elektronik (automatik) menggunakan hematology analyzer. Untuk dapat menghitung indeks
eritrosit secara manual diperlukan data kadar hemoglobin, hematokrit /PVC dan hitung
eritrosit.

Indek eritrosit terdiri atas :


 Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata – Rata (VER) yaitu
volume rata – rata sebuah eritrosit disebut dengan femtoliter (fl).
 Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata – Rata (HER),
yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram (pg).
 Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin
Eritrosit Rata – Rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapat per eritrosit,
dinyatakan dengan persen (%).
 RBC Distribution Width (RDW), yaitu perbedaan ukuran atau luas distribusi eritrosit.

B . TUJUAN :   Untuk mengetahui kadar MCV , MCH , MCHC


C . METODE :   Manual
D . PRINSIP :
Hasil perhitungan dari kadar hemoglobin, kadar hematokrit, dan hitung jumlah
eritrosit akan menghasilkan nilai eritrosit rata – rata yang memberi keterangan mengenai
ukuran rata – rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin per eritrosit.

E . DASAR TEORI
Dalam penetapan nilai indeks eritrosit haruslah semua macam penetapan dilaksanakan
dengan sangat teliti dan tepat. Penetapan kadar hemoglobin hendaknya dilakukan secara
fotoelektrik dan menghitung eritrosit harus dilakikan in duplo dengan hasil yang saling sesuai
dalam batas kesalahan + 5%. ( Gandasoebrata , 2006 )
MCV adalah ukuran besarnya sel dan lebih tepat dari pada kemampuan seseorang
untuk menyatakan adanya perubahan – perubahan besarnya sel yang samar – samar pada
pemeriksaan apusan darah tepi. MCH merupakan ukuran jumlah rata – rata hemoglobin
dalam tiap satuan sel ( pada dasarnya memberikan informasi yang sama dengan MCV ).
MCHC merupakan ukuran konsentrasi hemoglobin dalam tiap sel ( ukuran kromisitas ).
( Waterbury , 1998 )

Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi dan mekanisme terjadinya anemia.


Menurut morfologinya diperlukan data index wintrobe ( indeks eritrosit ) dilihat dari rentang
normal untuk menggolongkan anemia kedalam anemia mikrositik, normositik atau
makrositik. Hal ini berguna dalam pendekatan mencari etiologi, yaitu disebabkan penurunan
efektifitas produksi sumsum tulang, perdarahan, dan hemolisis. Klasifikasi berdasar
morfologi dan mekanisme yang mungkin serta pertimbangan penyabab yang diperoleh dari
daftar masalah selanjutnya akan mengarah ke evaluasi diagnostik lebih lanjut yang sesuai dan
terapi yang diberikan. ( Waterbury, 1998 )
Indeks wintrobe atau indeks eritrosit diperlukan untuk mengevaluasi morfologi dari
anemia. Nilai yang dipakai ialah :
1. MCV ( Mean Corpuscular Volume ) atau VER ( Volume Eritrosit Rata – rata ) yaitu
volume rata – rata sebuah eritrosit disebut dengan femtoliter. 
Perhitungan :               Ht x 10     
∑ eritrosit
Harga normal : 82 – 92 fl

2. MCH ( Mean Corpuscular Hemoglobin ) atau HER ( Hemoglobin Eritrosit Rata –


rata ), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut pikogram. 
Perhitungan :               Hb x 10       
∑ eritrosit
Harga normal : 27 – 31 pg

3.  MCHC ( Mean Corpuscular Hemoglobin Concentracion ) atau KHER ( Konsentrasi


Hemoglobin Eritrosit Rata – rata ), yaitu kadar hemoglobin yang didapat per eritrosit
dan dinyatakan dalam persen. Meski sering dinyatakan dalam persen, tapi satuan yang
paling tepat adalah gram hemoglobin per eritrosit. 
Perhitungan :             Hb x 100
 Ht
Harga normal : 32 – 37 %

Cara perhitungan inilah yang sering mendasari indeks eritrosit dapat diperhitungkan
dari nilai variable yang didapat pada pemeriksaan darah rutin. ( R Gandasoebrata, 2006 )

F . ALAT DAN BAHAN


 Alat           :   Kalkulator
 Bahan       :   Data perhitungan
                             ●  Kadar Hemoglobin
                             ●  Kadar Hematokrit
                             ●  Hitung Jumlah Eritrosit

G . PROSEDUR
Menghitung masing – masing nilai indeks eritrosit dengan rumus
a. MCV ( Mean Corpuscular Volume )

 Ht x 10                      =  .....  femtoliter ( fl )
                                    ∑ eritrosit
b. MCH ( Mean Corpuscular Hemoglobin )

                                  Hb x 10                     =  .....  pikogram ( pg )
∑ eritrosit
c. MCHC ( Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration )

                                       Hb          x 100 %     =  .....   %


                                       Ht
 
NILAI RUJUKAN

a. MCV ( Mean Corpuscular Volume )


82 – 92 femtoliter ( fl )
b. MCH ( Mean Corpuscular Hemoglobin )
27 – 31 pikogram ( pg )
c. MCHC ( Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration )
32 – 37 %
FRAGILITAS OSMOTIK ERITROSIT

Bila eritrosit berada dalam larutan yang hipotonis, cairan yang kadar osmolalitasnya
lebih rendah daripada plasma atau serum normal (kurang dari 280 mOsm/kg)
Uji fragilitas osmotik eritrosit (juga disebut resistensi osmotik eritrosit) dilakukan
untuk mengukur kemampuan eritrosit menahan terjadinya hemolisis (destruksi eritrosit)
dalam larutan yang hipotonis. Caranya adalah sebagi berikut : eritrosit dilarutkan dalam
larutan salin dengan berbagai konsentrasi. Jika terjadi hemolisis pada larutan salin yang
sedikit hipotonis, keadaan ini dinamakan peningkatan fragilitas eritrosit (=penurunan
resistensi/daya tahan eritrosit), dan apabila hemolisis terjadi pada larutan salin yang sangat
hipotonis, keadaan ini mengindikasikan penurunan fragilitas osmotik (=peningkatan
resistensi eritrosit).
Hemoglobin keluar dari sel pada masing-masing tabung yang berisi larutan NaCl
yang kadarnya berbeda-beda. Kadar Hb kemudian ditentukan secara fotokolorimetrik.
Hasilnya dilaporkan dalam persentase (%) hemolisis. Kumpulan hasil-hasil hemolisis diplot
dalam suatu kurva dibandingkan dengan data eritrosit normal. Pada keadaan peningkatan
fragilitas, eritrosit biasanya berbentuk sferis, dan kurva tampak bergeser ke kanan. Sedangkan
pada penurunan fragilitas, eritrosit berbentuk tipis dan rata, kurva tampak bergeser ke kiri.

Masalah Klinis
PENURUNAN FRAGILITAS :
Talasemia mayor dan minor (anemia Mediterania atau anemia Cooley), anemia
(defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi vit B6, sel sabit), penyakit hemoglobin C,
polisitemia vera, post splenektomi, nekrosis hati akut dan sub akut, ikterik obstruktif.
PENINGKATAN FRAGILITAS :
Sferositosis herediter, transfusi (inkompatibilitas ABO dan Rhesus), anemia hemolitik
autoimun (AIHA), penyakit hemoglobin C, toksisitas obat atau zat kimia, leukemia limfositik
kronis, luka bakar (termal).

Prosedur
Uji ini biasanya dilakukan pada sampel darah segar kurang dari 3 jam dan/atu sampel
darah 24 jam yang diinkubasi pada suhu 37oC. Sampel darah yang digunakan berupa darah
heparin atau darah “defibrinated”. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman.
Pada pengujian ini dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda. Penilaian hasil
dengan metode fotokolorimetri (menggunakan alat fotometer atau spektrofotometer).
Sebelum melakukan pengujian, sediakan dulu larutan stock buffer NaCl 10% yang
terbuat dari NaCl 9 gram, Na2HPO4 1,365 gram, dan NaH2PO4.H2O 0,215 gram. Bahan-
bahan tersebut kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml. Sebelum digunakan
untuk pemeriksaan, buatlah larutan pokok NaCl 1,0% dengan cara melarutkan 5,0 ml stock
buffer saline 10% dengan aquadest hingga 50,0 ml.

Selanjutnya lakukan pengujian sebagai berikut :


1. Sediakan 12 buah tabung lalu buatlah pengenceran bertingkat larutan NaCl dengan
konsentrasi : 0,85%, 0,75%, 0,65%, 0,60%, 0,55%, 0,50%, 0,45%, 0,40%, 0,35%,
0,30%, 0,20% dan 0,10%, masing-masing sebanyak 5,0 ml. Larutan-larutan NaCl
tersebut dibuat dari larutan pokok NaCl 1,0%.
2. Tambahkan ke dalam tabung-tabung itu masing-masing 50 µl sampel darah. Campur
(homogenisasi) dengan cara membolak-balikkan tabung beberapa kali.
3. Inkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar.
4. Campur (homogenisasi) lagi lalu pusingkan (centrifuge) tiap tabung tersebut selama 5
menit dengan kecepatan 3000 rpm.
5. Ukur absorbans (OD) dari supernatant pada λ 540 nm dengan blanko supernatant tabung
ke-1 (NaCl 0,85%).
6. Hitung % hemolisis dengan cara membagi absorbans (OD) sampel dengan absorbans
(OD) tabung ke-12 dikalikan 100%.
7. Buat kurva dengan konsentrasi NaCl sebagai axis (x) dan % hemolisis sebagai ordinat
(y). Bandingkanlah dengan kurva dari kontrol darah normal.

Nilai Normal

Permulaan hemolisis pada konsentrasi NaCl 0,40% - 0,45%


Hemolisis sempurna pada konsentrasi NaCl 0,30% - 0,35%
Persentase hemolisis dalam keadaan normal adalah :
97 - 100 % hemolisis dalam NaCl 0,30%
50 - 90 % hemolisis dalam NaCl 0,40%
5 - 45 % hemolisis dalam NaCl 0,45%
0 % hemolisis dalam NaCl 0,55%

Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium


 pH plasma, suhu, konsentrasi glukosa, dan saturasi oksigen pada darah
 Eritrosit yang berumur lama cenderung memiliki fragilitas osmotik yang tinggi
 Sampel darah yang diambil lebih dari 3 jam dapat menunjukkan peningkatan fragilitas
osmotik.

PEMERIKSAAN RESISTENSI OSMOTIK ( FRAGILITAS OSMOTIK)


   

A. Tujuan  : Untuk mengeahui ketahanan osmotik dari dinding sel eritrosit terhadap larutan
hipotonik
B. Metode : Sanford
C. Prinsip  : Ertrosit akan mengalami lisis, bila dimasukan ke dalam larutan hipotonik (NaCl
0,5 %)
D. Dasar teori
Uji fragilitas osmotik eritrosit dilakukan untuk mengukur kemampuan eritrosit
menahan terjadinya hemolisis dalam larutan yang hipotonis. Hemolisis sendii artinya
pecahnya membran eritrosit, sehingga Hemoglobin bebas ke dalam medium
sekelilingnya. (Plasma).
              Eritrosit akan dilarutkan dalam NaCl dalam konsentrasi hipotonis, sehingga disebut
peningkatan fragilitas ostrotik eritrosit (penurunan resistensi/ daya tahan eritrosit). Hemolobin
keluar dari sel pada masing- masing tabung yang berisi larutan NaCl yang kadarnya berbeda-
beda.
   Hemolisis meningkat dapat disebabkan oleh :
a. Fungsi lien yang dahulu aktif, misalnya: hipersplenisire
b. Keadaan eritrosit abnormal yang disebabkan oleh :
1. Congenital (turunan), misalnya: Thalasemia, sikle cell anemia,
ovalocyosis,sphenocytosis herediter.
2. Aquired defect, misalnya : drugs, toxin, chemical substnce, parasit, antigen-
antibody resetion.
E. Metode kerja
A.   Alat dan Bahan
1. Spuit
2.   Botol sampel
3. Torniquit
4. Darah EDTA
5. Kapas alkohol
6. Aquadest
7. NaCl 0,5%
8. Mikropipet
9. Pipet tetes
10. Tabung reaksi
11.  Rak tabung
B. Prosedur kerja
1. Siapkan larutan NaCl 0,5%, 12 tabung reaksi kecil, darah dan aquadest
2. Teteskan 25 tetes  NaCl 0,5 % ke dalam tabung reaksi 1, dan pada tabung
selanjutnya masing- masing dikurangi 1 tetes.
3.    Teteskan masing- masing 1 tetes  aquadest ke setiap tabung  reaksi lalu kocok
hingga homogen
4. Teteskan masing- masing 1 tetes darah ke setiap tabung reaksi lalu kocok hingga
homogen.
5. Inkubasi selama 2 jam pada suhu kamar.
6. Kemudian amati resistensi maksimum dan minimum dari eritrosit.
Nilai normal
  

Resistensi minimm      : 0,42- 0,46 %


Resistensi maksimal    : 0,32- 0,36 %

SEL LE ( Lupus Eritematosus )


A. DEFINISI SLE
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai
dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan
disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Berbeda
dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan sistem
kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri
maupun virus yang masuk kedalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti
ginjal, hati,sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit.
B. PENYEBAB SLE

Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalamkerentanan dan


ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first
degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-
69%) lebih tinggi dari pada saudara kembar non-identik (2-9%).Faktor lingkungan yang
menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang mengubah struktur DNA di daerah yang
terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi
apoptosis dari sel keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi
lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk
berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga
tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut.Selain itu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun
dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B
limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SLE

Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit inibervariasi,diantaranya :

- Pemeriksaan Darah Lengkap


- Tes Darah ANA (Anti Nuclear Antibody). Tes ini akan mengidentifikasi antibody
(autoantibody) yang memakan sel-sel berguna bagi tubuh. Hasil positif tes ANA
tersebut belum bisa dikatakan seseorang menderita Lupus. Perlu dibutuhkan data lain
seperti gejala, catatan fisik pasien dan tes lengkap laboratorium hingga dipastikan si
pasien apakah menderita Lupus
- Ruam kulit atau lesi yang khas-Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau pericarditis.
- Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau
jantung.
- Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5 mg/hari atau
+++
- Hitung Jenis Darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.
- Biopsi ginjal
- Anibodi anti doublestranded-DNA, antibody antifosfolipid,antibodylain (anti-Ro,anti-
factor Rheumatoid, titer komplemenC3,C4 dan CH50, titer IgM,IgG,dan IgA, Uji
Coombc, Kreatin,Ureum darah, Protein urin>0,5 gram/24 jam (Nefritis), dan
encitraan(foto Rontgen Toraks), USG ginjal, MRI kepala.

DIAGNOSIS BANDING SLE

Pada tahun 1982,American Rheumatism Association (ARA) menetapkan kriteria baru


untuk klasifikasi SLE yang diperbarui pada tahun1997. Kriteria SLE ini mempunyai
selektivitas 96%. Diagnosa SLE dapat ditegakkan jika pada suatu periode pengamatan
ditemukan 4 atau lebihkriteria dari 11 kriteria yaitu :

1. Ruam malar : eritema persisten, datar atau meninggi, pada daerahhidung dan pipi.
2. Ruam diskoid : bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat dan
sumbatan folikel, dapat terjadi jaringan parut.
3. Fotosensitivitas : terjadi lesi kulit akibat abnormalitas terhadap cahaya matahari.
4. Ulserasi mulut : ulserasi di mulut atau nasofaring, umumnya tidak nyeri.
5. Artritis : artritis nonerosif yang mengenai 2 sendi perifer ditandai oleh nyeri, bengkak,
atau efusi.
6. Serositisa. Pleuritis : adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi gesekan
pleura atau adanya efusi pleura.b.Perikarditis : diperoleh dari gambaran EKG atau
terdengarnya bunyi gesekan perikard atau efusi perikard.
7. Kelainan ginjala. Proteinuria yang lebih besar 0,5 g/dL atau lebih dari 3+b.Ditemukan
eritrosit, hemoglobin granular, tubular, atau campuran.
8. Kelainan neurologis : kejang tanpa sebab atau psikosis tanpa sebab.
9. Kelainan hematologik : anemia hemolitik atau leukopenia (kurang dari400/mm3) atau
limfopenia (kurang dari 1500/mm3), atau trombositopenia (kurang dari 100.000/mm3)
tanpa ada obat penginduksi gejala tersebut.
10. Kelainan imunologik : anti ds-DNA atau anti-Sm positif atau adanya antibodi
antifosfolipid
11. Antibodi antinukleus :jumlah ANA yang abnormal pada pemeriksaan imunofluoresensi
atau pemeriksaan yang ekuivalen pada setiap saat dan tidak ada obat yang menginduksi
sindroma lupus.

PENATALAKSANAAN SLE

Tujuan pengobatan LES adalah mengontrol manifestasi penyakit,sehingga anak dapat


memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan
organ serius yang dapat menyebabkan kematian. Adapun obat-obatan yang dibutuhkan
seperti:

a. Antiinflamasi non-steroid Untuk pengobatan simptomatik artralgia nyeri sendi.


b. Antimalaria Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka panjang memerlukan
evaluasi retina setiap 6 bulan.
c. Kortikosteroid- Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti demam dermatitis,
efusi pleura. Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan.-
Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, SSP, dananemi hemolitik.
d. Obat imunosupresan/sitostatikaImunosupresan diberikan pada SLE dengan
keterlibatan SSP,nefritis difus dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan
kasusyang resisten terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Obat antihipertensiAtasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif
f. KalsiumSemua pasien LES yang mengalami artritis serta mendapat terapiprednison
berisiko untuk mengalami osteopenia, karenanyamemerlukan suplementasi kalsium.

Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkanadalah yang mengandung
cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam.Pasien disarankan berhati-hati dengan
suplemen makanan dan obattradisional.Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal.
Olah raga diperlukanuntuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi
tidakboleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengankekambuhan. Pasien
disarankan untuk menghindari sinar matahari, bilaterpaksa harus terpapar matahari harus
menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu
fluorescence juga dapatmeningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien LES.

Anda mungkin juga menyukai