#1kajian Kesiapan PU PDF
#1kajian Kesiapan PU PDF
EXECUTIVE SUMMARY
i
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
KATA PENGANTAR
P uji syukur selalu dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga penyusunan
Executive Summary “Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur
PU Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman” Tahun Anggaran 2011 ini telah
diselesaikan dengan baik.
Saat ini, berbagai aspek dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur, baik dari
aspek sosial, ekonomi, serta lingkungan (sosekling) semakin mendapat perhatian dari
seluruh pihak; tak terkecuali Indonesia. Sebagai salah satu negara berkembang,
penyediaan infrastruktur merupakan suatu hal yang mutlak guna mewujudkan
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing di kancah persaingan global.
Pembangunan infrastruktur PU bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman yang
berperan sebagai faktor penentu ketahanan pangan, penghubung simpul-simpul
perekonomian antarwilayah, serta prasyarat terwujudnya kualitas hidup warga pun
demikian.
Di tengah-tengah derasnya tantangan regional dan global, kondisi, kualitas, kuantitas, dan
manfaat infrastruktur PU tersebut masih harus diupayakan lebih optimal lagi. Masyarakat
sebagai salah satu key success factor pembangunan infrastruktur juga harus
dipersiapkan agar permasalahan-permasalahan terkait aspek sosekling masyarakat yang
tengah menghadang dapat teratasi. Oleh karena itu, laporan ini disusun untuk
mengilustrasikan hasil temuan lapangan berupa tingkat kesiapan masyarakat, faktor
penyebab belum siapnya masyarakat, faktor pendorong dan penghambat pembangunan
infrastruktur, potensi sosekling masyarakat yang dapat dioptimalkan, serta strategi
menyiapkan masyarakat untuk mendukung pembangunan infrastruktur PU.
Dalam penyusunan Executive Summary ini, kami menyadari masih terdapat kekurangan
dan perlu penyempurnaan. Untuk itu diharapkan masukan positif yang konstruktif guna
perbaikan laporan selanjutnya.Terima kasih yang sebesar-besarnya atas perhatian,
masukan serta dukungan semua pihak yang telah diberikan dalam penyusunan laporan
ini.
Tim Penyusun
ii
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
I. PENDAHULUAN
1
Yaitu perubahan presentase pertumbuhan PDB perkapita sebagai akibat naiknya satu persen ketersediaan
infrastruktur.
1
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
S esuai dengan tugas dan fungsi Kementerian PU, infrastruktur dalam lingkup PU
meliputi infrastruktur jalan dan jembatan, sebagai prasarana distribusi lalu-lintas
barang dan manusia maupun sebagai prasarana pembentuk struktur ruang wilayah.
Infrastruktur SDA, sebagai prasarana untuk mendukung penyimpanan dan
pendistribusian air maupunprasarana untuk pengendalian daya rusak air,
Infrastruktur permukiman pada kawasan perkotaan dan perdesaan, sebagai
pendukung kualitas kehidupan dan penghidupan masyarakat yang mencakup
pelayanan transportasi lokal, pelayanan air minum dan sanitasi lingkungan,
termasuk penanganan persampahan, penyediaan drainase untuk mengatasi
genangan dan pengendalian banjir, penanganan air limbah domestik, serta
penataan ruang dalam menata struktur dan pemanfaatan serta pengendalian tata
ruang wialayah nasional.
Pembangunan infrastruktur mempunyai peran vital dalam mewujudkan pemenuhan
hak dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan,
kesehatan dan lain-lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa infrastruktur
merupakan modal esensial masyarakat yang memegang peranan penting dalam
mendukung ekonomi, sosial-budaya, serta kesatuan dan persatuan yang mengikat
dan menghubungkan antar daerah yang ada di Indonesia.
Infrastruktur, yang sering disebut pula prasarana dan sarana fisik, di samping
memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan kesejahteraan sosial dan kualitas
lingkungan juga terhadap proses pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau region.
Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan indikasi bahwa wilayah yang memiliki
kelengkapan sistem infrastruktur yang berfungsi lebih baik dibandingkan dengan
wilayah lainnya mempunyai tingkat kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan
serta pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula. Sebaliknya, keberadaan
infrastruktur yang kurang berfungsi dengan baik mengakibatkan permasalahan
sosial dan lingkungan; mulai dari penolakan masyarakat, pemanfaatan infrastruktur
yang tidak optimal bahkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Hal ini
ditengarai karena aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan belum dipertimbangkan
dengan baik pada setiap tahapan pembangunan, yaitu padatahapperencanaan,
perancangan, konstruksi, operasi, danpemeliharaan.
Dalam konteks ekonomi, infrastruktur merupakan modal sosial masyarakat (social
overhead capital) yaitu barang-barang modal esensial sebagai tempat bergantung
bagi perkembangan ekonomi.dan merupakan prasyarat agar berbagai aktivitas
2
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
3
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
4
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
L okasi penelitian untuk kasus bidang SDA adalah rencana modernisasi irigasi DI
Barugbug. DI ini melintasi 2 (dua) kabupaten, yaitu Subang dan Karawang. Di
Kab. Subangterdiri dari 2 (dua) kecamatan, yaitu Patokbeusi (Desa Tanjung Rasa
Kidul, Resakkalor, Ciberes, Jatiragas Hilir) dan Pabuaran (Desa Pabuaran).
Sedangkan Kab. Karawang mencakup Kecamatan Jatisari (Desa Situdam, Jatisari,
Cirejak, Cikalong Sari, Barugbug).Dari bidang Jalan dan Jembatan, yang menjadi
kasus adalah pembebasan lahan pembangunan jalan tol Trans Jawa ruas
Mojokerto – Kertosono yang berada di wilayah kabupaten Jombang. Beberapa
kecamatan yang menjadi objek adalah Tembelang, Jombang dan Megaluh (meliputi
desa Kayen, Pucangsimo, Banjarsari, Sumberjo, Banjardowo, Plosogeneng,
Mojokerapak, Pesantren, Tapingmojo, dan Sidomulyo). Sedangkan untuk kasus
bidang Permukiman, kawasan rusunawa yang dianalisis adalah rusunawayang
terletak di kota Surabaya; mencakup 2 (dua) kecamatan yaitu Kenjeran (kelurahan
Randu Sidotopo, Wonorejo) dan Rungkut (kelurahan Penjaringan Sari).
Untuk mengukur kesiapan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur PU,
idealnya pendekatan yang digunakan adalah kombinasi antara kuantitatif dan
kualitatif, atau biasa dikenal dengan mix method. Kelebihan dari pendekatan ini
2
Mengingat begitu banyaknya scholars yang mendiskusikan konsep adaptive capacity, selain makalah yang
disampaikan oleh Armittage & Plummer (2007), dalam buku ini juga akan digunakan konsep adaptive
capacity yang digagas oleh Smit & Wandel (2006) dimana faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas
adaptif dipengaruhi oleh kemampuan manajerial, akses ke sumber pendanaan, penguasaan teknologi
informasi dan komunikasi, kondisi infrastruktur, serta kelembagaan.
3
Dalam artikel mereka, Warburton & Yoshimura (2005) dalam Velasquez, et.al. (ed, 2005) menegaskan
bahwa pembangunan berkelanjutan memerlukan inovasi yang mengharuskan institusi, organisasi
pemerintah, dan individu untuk berubah serta menghentikan pola pembangunan yang masih
menganut prinsip “business as usual”.
5
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
6
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Jenis dan
No Variabel Indikator
Sumber Data
1 Aspek Wilayah/ Lingkungan Karakteristik modernitas Data sekunder,
Fisik wilayah BPS
Potensi utama wilayah
Kondisi tata guna lahan dan
luas lahan sawah
Laju konversi lahan pertanian
ke non pertanian
Tingkat pencemaran air tanah
Kualitas lingkungan
permukiman
2 Potret sosial ekonomi wilayah Jumlah keluarga petani
Jumlah buruh tani
Keberadaan kelompok tani,
organisasi pendukung
pertanian dan fasilitasi
pengembangan pertanian
Tingkat kesejahteraan masy.
3 Kesiapan individu Persepsi Data primer,
Knowledge wawancara/FGD
Motivasi
4 Kesiapan/dukungan kolektif Kearifan lokal
kelompok komunitas Sumberdaya
Community action plan
7
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Jenis dan
No Variabel Indikator
Sumber Data
Leadership
Forum komunitas
5 Kesiapan/dukungan Network
kelembagaan/delivery system Ketersediaan informasi
Channel komunikasi
Kesepakatan program dan
dukungan kebijakan
Manfaat
Dukungan
Belum Siap
Variabel Indikator Kolektif Proaktif
(No
(Collective (Proactive)
Awareness)
Suppport)
8
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
M engambil contoh kasus penelitian yang dilakukan pada bidang SDA ini, maka
kesiapan petani dalam program tersebut sangatlah penting. Program ini
merupakan salah satu dari sekian banyak program strategis Ditjen SDA yang
bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Sebagaimana
disampaikan Menteri PU pada Rapat dengan Presiden dan para gubernur tanggal 5
Agustus 2010 bahwa dari sekian banyak isu dan permasalahan bidang irigasi
seperti: ancaman alih fungsi lahan, rendahnya efisiensi pemanfaatan air irigasi,
tingginya kehilangan air irigasi, serta degradasi fungsi sarana dan prasarana irigasi,
modernisasi melalui rekonstruksi dan perbaikan pengelolaan irigasi dapat
mengoptimalkan kembali fungsi daerah-daerah irigasi yang telah dibangun.
Untuk itu, satu prinsip yang harus dipahami terlebih dahulu adalah bagaimana
membedakan pengertian “modernisasi”, “rehabilitasi”, “peningkatan jaringan irigasi”,
berikut definisi serta lingkup operasionalnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
kebingungan, baik dari sisi pelaksana/inisiator program, maupun petani sebagai
pemanfaat. Jika terjadi perbedaan persepsi dan pemahaman, dikhawatirkan akan
berdampak pada kurang-siapnya pelaksana dan pemanfaat program dalam
mengimplementasikan modernisasi.
Tabel 3. Perbedaan Istilah dan Lingkup Modernisasi, Rehabilitasi, serta
Peningkatan Jaringan Irigasi
Istilah Definisi dan Lingkup
Modernisasi Dari definisi yang dikeluarkan oleh FAO (1997), diperoleh bahwa
jaringan irigasi kata kunci dari “modernisasi” adalah peningkatan kapasitas teknis,
manajerial serta reformasi kelembagaan guna meningkatkan
efektivitas penggunaan sumberdaya (SDM, air, ekonomi, dan
lingkungan) serta alokasi air ke lahan/petak sawah.
9
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
tersier.
Tujuan: memperluas areal pelayanan, meningkatkan kapasitas
saluran atau meningkatkan sistem irigasi, antara lain dari sistem
irigasi sederhana ke semi-teknis, dari sistem irigasi semi-teknis ke
teknis, dan dari sistem irigasi sederhana ke teknis, misalnya
dengan cara penggantian pintu dan pembuatan linning saluran.
Peningkatan jaringan irigasi dapat dilaksanakan secara parsial dan
bertahap sesuai dengan kebutuhan
10
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
MCK dan
MODERNISASI TPS
IRIGASI
Infrastruktur Lingkungan
Reaktivasi
Jaringan KUD
Irigasi Perkuatan
kapasitas P3A Infrastruktur Ekonomi
Infrastruktur Fisik Infrastruktur Sosial
Gambar 2. Modernisasi Infrastruktur Fisik, Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
11
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
sungai/saluran irigasi
merasa siap menerima Jalur komunikasi untuk menyampaikan
modernisasi. Semangat ini harus keluhan perbaikan jaringan masih belum
disikapi dengan langkah yang optimal, khususnya dari mantri pengairan
sesuai oleh para stakeholder. ke pemda
Petani dan kelompok P3A sudah Jumlah prosentase buruh tani masih
mengerti jalur komunikasi yang tergolong banyak pada ketiga kecamatan
harus dilalui jika terjadi kerusakan (64,8% di Kec. Pabuaran, 43,0% di Kec.
jaringan Patokbeusi, dan 47,9% di Kec. Jatisari)
Belum nampak upaya nyata dari pemda
dalam rangka berkontribusi pada program
ini
Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats)
Semangat petani dapat Hanya ada 2 (dua) Kredit Usaha Kecil
ditindaklanjuti dengan dan Kredit Ketahanan Pangan di 2 (dua)
peningkatan kapasitas OP desa (Pabuaran dan Rancabango).
Petani masih berharap KUD Selain itu keberadaan tengkulak masih
Faktor Eksternal
Dari matriks SWOT tersebut, maka dapat dirumuskan strategi berikut sebagai
bahan rumusan pembuatan alternatif kebijakan untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat petani dan kelembagaannya dalam rencana modernisasi irigasi.
12
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Weaknesses Strengths
Strategies that minimize Strategies that use
weaknesses by taking advantage of strengths to maximize opportunities
opportunities Eksplorasi dan optimalisasi potensi
Sosialisasi yang lebih efektif guna sosekling kabupaten dalam rangka
memberikan pemahaman kepada menunjang sektor pertanian dan
petani dan P3A mengenai esensi dan pengembangan ekonomi wilayah
tanggungjawab yang harus dilakukan Pemberdayaan petani dan
dalam rangka modernisasi irigasi kelompok P3A dalam OP jaringan
Sosialisasi tidak hanya dilakukan dalam pascamodernisasi
aspek infrastruktur semata, tetapi juga Pemberdayaan dan peningkatan
bagaimana menyadarkan masyarakat komitmen stakeholder daerah
Opportunities
13
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
14
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
No Kebijakan Keterangan
A Mikro – komunitas
Target: petani, kelompok
1. Sosialisasi yang lebih efektif guna memberikan
P3A, aparat desa, mantri
pemahaman kepada petani dan P3A mengenai
pengairan
esensi dan tanggungjawab yang harus
Coverage area: skala
dilakukan dalam rangka modernisasi irigasi
desa, kecamatan
2. Sosialisasi tidak hanya dilakukan dalam aspek
Pelaksana/
infrastruktur semata, tetapi juga bagaimana
penanggungjawab:
menyadarkan masyarakat untuk menjaga
pemerintah desa,
kualitas dan kuantitas sumber air
pemerintah kabupaten,
3. Pemetaan kondisi dan potensi buruh tani
pemerintah provinsi, dan
4. Pelibatan buruh tani dalam program-program
pusat
pengembangan ekonomi lokal
5. Pemberdayaan petani dan kelompok P3A
dalam OP jaringan pascamodernisasi
6. Pemberdayaan dan peningkatan komitmen
stakeholder daerah melalui fasilitasi serta
pemberian kemudahan akses sumberdaya
khususnya terkait pertanian baik dari pemprov
maupun pusat
7. Peningkatan kapasitas (manajemen
keuangan/kredit) kelompok P3A untuk turut
serta dalam reaktivasi KUD
8. Sosialisasi penghematan air
9. Peningkatan kapasitas dan kinerja aparat desa
dan mantri sebagai fasilitator antara petani
dengan pemda
10. Penggalakan sekaligus peningkatan kinerja
KUD di desa-desa lain
11. Pemberian insentif bagi petani/P3A yang
menjadi anggota KUD
12. Fasilitasi pendirian KUD melalui berbagai
bentuk kemudahan/insentif, misal: kemudahan
pencatatan akta notaris, bantuan permodalan,
penyediaan lumbung dan peralatan, dsb.
13. Pemberdayaan dan pemberian akses
(pengaduan) petani, kelompok P3A, serta
aparat desa untuk mampu menolak keberadaan
pabrik yang mencemari sungai/sumber air
irigasi
15
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
No Kebijakan Keterangan
B Makro – kewilayahan
Target: aparat
1. Penguatan kapasitas pemda dalam melakukan
pemerintah kabupaten,
fasilitasi rencana modernisasi (di berbagai lini;
pemerintah provinsi
sosial, ekonomi, dan lingkungan)
Coverage area: skala
2. Pengembangan peluang dan inovasi
kabupaten, hingga
pembiayaan OP
nasional
3. Pemberdayaan/peningkatan partisipasi pemda
Pelaksana/
dan masyarakat dalam pembiayaan OP
penanggungjawab:
4. Eksplorasi dan optimalisasi potensi sosekling
pemerintah kabupaten,
kabupaten dalam rangka menunjang sektor
pemerintah provinsi, dan
pertanian dan pengembangan ekonomi wilayah
pusat
5. Optimalisasi kinerja pemerintah kabupaten
sebagai pihak yang langsung bersentuhan
dengan masyarakat
6. Percepatan reformasi kebijakan dalam bidang
SDA pada berbagai level pemerintahan,
khususnya daerah
7. Pembuatan peraturan daerah (perda) yang
mengatur jumlah industri di sepanjang sungai
8. Pemberlakukan sanksi yang tegas (disinsentif)
bagi industri/pabrik yang mencemari
lingkungan/perairan
9. Kerjasama dengan kabupaten lain untuk
mendirikan kawasan industri terpadu (industrial
cluster) namun terlebih dahulu disiapkan
perangkat peraturannya seperti MoU, peraturan
bersama/pergub, komitmen antara pemkab
dengan swasta/industri, dsb.
10. Reformasi birokrasi dan peningkatan investasi,
baik untuk mendukung pengembangan jaringan
irigasi maupun produktivitas pertanian dan
pemasarannya
Dari hasil analisis, pembahasan, dan telaah best practice, dapat ditarik beberapa
kesimpulan seperti berikut ini:
Kesiapan masyarakat sangat penting untuk memastikan program besar seperti
modernisasi irigasi ini dapat berjalan dengan berkelanjutan. Perbedaan
pemahaman (persepsi) dan belum memadainya kapasitas masyarakat petani
(serta kelembagaannya) untuk mengembang amanat besar modernisasi, harus
16
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
5.2 Kesiapan dan Adaptasi Masyarakat dalam Pembebasan Lahan Jalan Tol Trans
Jawa Ruas Mojokerto – Kertosono: Kasus Kabupaten Jombang
Kondisi Infrastruktur Jalan dan Jembatan khususnya untuk jalan, panjang jalan
nasional sampai saat ini mencapai 34.628 km, jalan provinsi 48.681 km, dan jalan
kabupaten 288.185 km, 83,23 persen diantaranya dalam kondisi baik, 13,34 persen
rusak ringan, 3,43 persen rusak berat (2008). Sedangak pada tahun 2009 jalan
dalam kondisi baik mencapai 89 persen, rusak ringan 11 persen, dan rusak berat 0
persen.5
Untuk jalan tol, panjang jalan tol pada tahun 2009 tercatat mencapai 757.470 km,
dengan jumlah ruas terpanjang berada di pulau jawa sepanjang 697.120 km, dan
sisanya berada di pulau sumatra dan pulau sulawesi.6 Namun sampai akhir tahun
2009, jalan tol yang telah beroperasi baru mencapai 697,12 km.
Jalan tol menjadi salah satu infrastruktur utama dalam menarik investor dalam hal
ini pihak swasta untuk turut berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur, dan
telah dimulai pada tahun 1987 dan berperan dalam pembangunan pembangunan
jalan tol sepanjang 203,30 km.
Saat ini tercatat jalan tol yang sedang dalam tahap operasi sepanjang 697 km. 77%
diantaranya dioperasikan oleh PT Jasa Marga, sedangkan sisanya dikelola oleh
5
Renstra Kementerian PU 2010-2014
6
Kepmen PU No 631/KPTS/M/2009 Tgl 31 Desember 2009
17
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
beberapa operator swasta lainnya. Meskipun sebagian besar jalan tol dibangun di
Jawa, namun jalan tol juga beroperasi di luar Jawa seperti di Sumatera Utara dan
Sulawesi Selatan. Proyek-proyek jalan tol tergolong unik karena membutuhkan
investasi jangka panjang dengan risiko tertentu. Sebagian besar biaya proyek
(seperti biaya pengadaan lahan dan konstruksi) dikeluarkan pada tahap awal masa
konsesi, sementara pemasukan (revenue) hanya didapat setelah jalan tol memasuki
tahap operasi. Masa konsesi proyek jalan tol di Indonesia berkisar antara 30 hingga
40 tahun, dengan payback period antara 20 hingga 25 tahun.
5.2.1 Permasalahan Sosekling dalam Pembebasan Lahan Jalan Tol Trans Jawa
Sejumlah kendala masih menghambat dalam investasi jalan tol, diantaranya adalah
pembebasan lahan, sumber pembiayaan, serta belum intensnya dukungan
Pemerintah Daerah dalam pengembangan jaringan jalan tol.3 Diantara ketiga
permasalahan tersebut proses pengadaan lahan atau pembebasan lahan selalu
menjadi penghambat utama dalam pembangunan jalan tol.
Mengapa pembebasan lahan selalu menghambat pembangunan jalan tol? Saat ini,
pemerintah lebih menekankan partisipasi sektor swasta dalam pembangunan dan
pengoperasian jalan tol. Kebijakan ini diambil karena dua alasan utama, yakni (1)
terbatasnya kapasitas keuangan pemerintah. Minimnya pendanaan infrastruktur
sebagaimana telah diulas di atas disiasati dengan dikeluarkannya berbagai produk
kebijakan yang bertujuan untuk menarik minat investor dalam pembangunan dan
pengoperasian jalan tol. Selain itu, kompetisi antarinvestor dan relatif tingginya
kapasitas sumberdaya yang dimiliki pihak swasta dinilai akan dapat memberikan
manfaat yang efektif dan efisien bagi pencapaian sasaran pembangunan. (2)
Penyerapan modal swasta akan berdampak positif pada peningkatan ekonomi riil.
Semakin banyaknya proyek pembangunan fisik, maka akan semakin tinggi pula
kebutuhan (demand) akan pekerja, baik skilled worker maupun non-skilled worker.
Namun tentu saja persoalan tidak berhenti di sini. Data menunjukkan 20 dari 24
proyek jalan tol yang telah mendapatkan persetujuan konsesi akhirnya dibatalkan
karena kendala pembebasan lahan (Iqbal & Suleeman, 2010:35). Meskipun
kewajiban pembebasan lahan merupakan tanggungjawab pemerintah khususnya
bagi proyek jalan tol yang menggunakan skema PPP (Public Private Partnership),
namun karena berlarutnya proses pembebasan lahan disertai minimnya alokasi
dana, dalam praktiknya kewajiban ini jarang dipenuhi oleh pemerintah. Jika proses
pada tahap awal saja telah memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, maka
dapat dipastikan penyelesaian konstruksi serta pengoperasian jalan tol akan
semakin mundur dari jadwal semula (lihat Box 1 untuk ilustrasi perubahan status
proyek jalan tol akibat berlarutnya pembebasan lahan). Dari sini dapat kita lihat
betapa pentingnya pembebasan lahan dalam pembangunan infrastruktur jalan tol.
18
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Permasalahan Sosial
Komunikasi dan transparansi menjadi faktor utama penyebab terjadinya gejolak di
masyarakat. Permasalahan yang terjadi dalam proses pembebasan lahan
pembangunan jalan tol ruas Mojokerto – Kertosono adalah contoh nyata rumitnya
pembebasan lahan karena banyaknya pihak yang terlibat. Permasalahan tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:
Proses sosialisasi, negosiasi, dan konsinyasi belum dilakukan secara optimal
sebagaimana regulasi yang berlaku. Misalnya pada proses sosialisasi penentuan
luasan tanah yang dilakukan oleh tim P2T berdasarkan data dari tim appraisal.
Proses validasi dan verifikasi data tidak dilakukan secara merata di semua daerah
yang terkena pembebasan tanah (pembuatan daftar nominative). Masalah yang
terjadi adalah ketidakjelasan ukuran luasan tanah yang diberikan oleh pihak
appraisal karena standar yang digunakan dalam pengukuran oleh appraisal sendiri
juga tidak jelas sehingga mengakibatkan inventarisasi data luasan tanah yang dinilai
tidak valid oleh warga. Tim appraisal sendiri tidak pernah berinteraksi atau
melakukan survei dengan warga sebelumnya. Selain itu, ketidakpastian harga yang
diberikan pemerintah ditandai dengan adanya informasi harga satuan yang
beragam di beberapa daerah sehingga menjadi kecurigaan warga mengapa harga
yang diberikan jauh berbeda dibandingkan dengan harga tanah di ruas tol yang lain,
misalnya ruas Semarang – Solo . Jika tetap dipaksakan akan menimbulkan
kerugian yang sangat besar bagi warga. Situasi yang tidak kondusif ini diperparah
dengan adanya makelar/calo tanah yang mulai terlibat dalam proses pembebasan
tanah dengan memberikan harga yang tinggi pada warga untuk ganti rugi tanah
mereka sehinga semakin memperkeruh situasi yang sedang terjadi. Sebagian
warga yang terdesak oleh kebutuhan hidup juga terpaksa menjual tanahnya
walaupun dengan harga yang tidak sesuai.
Warga juga diresahkan dengan adanya provokator atau pihak yang membujuk atau
menyebarkan isu kepada warga untuk segera menyerahkan/menjual tanahnya
karena jika tidak, akan dilakukan pembongkaran paksa. Ketakutan ini membuat
warga bertindak gegabah dalam menjual tanahnya sehingga banyak yang
mendapatkan ganti rugi yang tidak sesuai. Beberapa Pegawai Negeri Sipil (PNS)
pemilik tanah dan keluarganya juga mengalami intimidasi oleh oknum dari atasan
agar segera melepaskan tanah miliknya dengan ancaman akan dimutasi atau
ancaman lain yang berlawanan dengan etika dan hukum.
Terdapat indikasi manipulasi data yang dilakukan oleh oknum dari pemerintah.
Manipulasi ini dilakukan dengan memberikan form yang harus ditandatangani oleh
warga tanpa warga tahu apa maksud dari permintaan tanda tangan tersebut.
Kumpulan tanda tangan tersebut disalahgunakan dengan cara dilampirkan pada
surat pernyataan persetujuan warga terhadap nilai ganti rugi yang diberikan
pemerintah.
19
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Proses pembayaran ganti rugi yang belum seragam, karena ada sebagian yang
dititipkan kas desa, ada yang ditransfer melalui bank. Sebagian warga yang
menerima kuitansi resmi dari pembayaran tersebut, sebagian yang lain hanya
menerima catatan bertuliskan nominal yang diterima tanpa ada pernyataan dan
tanda tangan pejabat yang berwenang. Selain itu juga terdapat mekanisme adat
atau peraturan tidak tertulis tentang pemberian 2,5% dari total harga jual untuk
aparat desa. Hal ini yang menyebabkan besarnya nilai ganti rugi yang diterima tidak
sesuai dengan yang tercatat sebelumnya.
Permasalahan Ekonomi
Dalam kasus pengadaan tanah pada umumnya, masyarakat mengharapkan dengan
adanya ganti rugi berupa uang yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan
mereka di kemudian hari. Akan tetapi dalam kenyataannya, masyarakat mengalami
penurunan kesejahteraan hidup akibat kehilangan mata pencaharian atau harus
beralih profesi. Sebagai contoh, masyarakat terutama petani yang kehilangan
sebagian atau seluruh lahan pertaniannya harus beralih perofesi karena hasil
pertanian tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses pengerjaan
lahannya. Masalah lainnya adalah trace jalan tol yang memotong jalan utama antara
dua desa atau wilayah lain menyebabkan pedagang harus melewati jalan memutar
yang cukup jauh sehingga biaya transportasi membengkak sedangkan pendapatan
sama bahkan cenderung menurun.
Paradigma yang berkembang di masyarakat adalah pembangunan jaaln tol dapat
memberikan keuntungan secara langsung. Sedangkan secara konseptual jalan tol
merupakan private goods atau dapat dikatakan masyarakat tidak memperoleh
keuntungan dalam waktu singkat akibat pembangunan jalan tol tersebut. Hal ini
dikarenakan hanya pengguna jalan yang mampu membayar toll saja yang boleh
melewatinya (atau dalam teori ekonomi biasa dikenal dengan prinsip excludability).
Karena jalan tol tergolong private goods, maka investasi yang dilakukannnya harus
didasarkan pada prinsip keuntungan yang menjadi ruh dari ekonomi pasar.
Beberapa keuntungan yang akan diperoleh pengguna jalan sebagai user serta
pemerintah sebagai owner sekaligus regulator diantaranya adalah:
- Badan usaha (dengan segala risikonya) dapat mengoperasikan jalan tol dengan
hak pengusahaan selama masa konsesi.
20
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Permasalahan Lingkungan
Konversi lahan menjadi masalah lingkungan utama dalam pembangunan jalan tol.
Konversi lahan yang terjadi adalah hilangnya lahan pertanian karena pembangunan
dan berubahnya lahan pertanian menjadi pemukiman akibat tidak adanya relokasi
penduduk terkena proyek yang memadai. Selama ini, prosedur pembebasan lahan
hanya terhenti pada pembayaran ganti rugi tanpa mempertimbangkan bagaimana
kondisi kehidupan masyarakat setelah pembayaran ganti rugi. Hal tersebut juga
terjadi pada kasus pembangunan jalan tol Mojokerto – Kertosono di Kabupaten
Jombang. Meskipun karakteristik wilayahnya sudah bercampur antara perdesaan
dan perkotaan, namun potensi wilayah yang paling dominan tetap sektor pertanian,
sehingga sebagian besar penduduk juga masih menggantungkan hidup pada sektor
tersebut.
Strength
- Pengadaan Jalan Tol Trans Jawa secara langsung oleh pemerintah pusat
melalui Kementerian PU memberikan keuntungan dalam hal
pengawasannya baik pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi
secara langsung dan kepemilikan asset secara penuh oleh Negara.
- Pembangunan jaringan jalan to trans jawa dapat menarik investor untuk
menanamkan investasinya di Jawa. Pemerintah dapat bekerja sama dengan
investor baik dalam maupun luar negeri untuk mendukung pembangunan.
- Dalam proses pembangunannnya, pemerintah dapat melibatkan masyarakat
secara langsung maupun tidak langsung.
Weakness
- Proses pembebasan yang berlarut-larut menghambat proses pembangunan
konstruksi yang berakibat terlambatnya proyek pembangunan secara
keseluruhan.
- Kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah (delivery system)
terkait kebijakan yang akan diterapkan untuk menyelesaikan masalah ganti
rugi kepada warga
21
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Opportunity
- Dengan dibangunnya jalan tol akan meningkatkan aksesibilitas dari dan
keluar kabupaten Jombang yang berefek pada kelancaran arus barang dan
jasa serta informasi.
- Kemudahan aksesibilitas menyebabkan pengembangan potensi wilayah
Kabupaten Jombang dan sekitarnya sangat mungkin dilakukan mengingat
besarnya potensi yang dimiliki, seperti potensi perkebunan dan budaya.
- Pengembangan wilayah tersebut berefek pada peningkatan kegiatan
perekonomian baik antar daerah maupun di dalam wilayah Kabupaten
Jombang sendiri.
Threat
- Munculnya spekulan tanah yang memanfaatkan situasi yag sedang
beergejolak untuk mencari keuntungan pribadi
- Keterlambatan proses pembebasan lahan akan menghambat pembangunan
jalan tol
- Adanya pihak-pihak yang berkepentingan untuk mempengaruhi semua
pihak (pembuat kebijakan dan pelaksana lapangan) termasuk korban pemilik
tanah agar seluruh rencana yang telah ditetapkan terlaksana secara cepat
dan menguntungkan dengan cara yang bersifat memaksa.
- Pemanfaatan isu pembebasan lahan di Jombang sebagai alat politik oleh
pihak tertentu menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil untuk
menyelesaikan masalah ini tidak berimbang dan menguntungkan satu pihak
tanpa memperhatikan kondisi masyarakat.
- Warga yang kehilangan tanahnya dan tidak memiliki modal untuk membeli
tanah baru atau beralih profesi akan menjadi pengangguran yang tentu saja
memperbesar angka kemiskinan khususnya di kabupaten Jombang.
22
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
7
http://www.jombangkab.go.id/e-gov/layanan/berita.asp?menu=detail_berita&no=381
23
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
8
Lihat artikel yang ditulis oleh Patsy Healey (1998) yang berjudul “Collaborative Planning in a Stakeholder
Society”.
24
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Pembebasan tanah adalah salah satu alasan utama penundaan banyak proyek di
India. Namun, ada upaya perbaikan yang cukup baik guna menangani isu pembebasan tanah,
yang mengakibatkan peningkatan proporsi proyek berjalan sesuai jadwal (dari 32% pada
tahun 1994 menjadi 36% pada 2007) serta penurunan secara tajam proporsi proyek yang
costoverruns (dari 58% pada 1994 menjadi 11,6% pada tahun 2007). Pencapaian ini
disebabkan karena berbagai faktor, antara lain: pendanaan yang lebih baik, manajemen
proyek, dan reformasi dalam kerangka peraturan yang berhubungan dengan pengadaan
tanah.
Secara khusus, salah satu kendala terbesar untuk pembangunan jalan di India adalah akuisisi
tanah milik pribadi. Proses ini cukup memakan waktu dan sangat berbelit-belit. Pemerintah,
bagaimanapun, telah merampingkan proses dengan membaginya menjadi satuan-satuanunit
lahan. Akibatnya, waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh tanah telah berkurang secara
bertahap dari 18 bulan sampai 8 bulan, terutama melalui peningkatan partisipasi sektor
swasta dan desentralisasi dengan semakin meningkatnya kapasitas pembangunan di tingkat
negara bagian.
selain itu, Undang-Undang tahun 1894 tentang Akuisisi Tanah juga memberdayakan
pemerintah negara bagian untuk memperoleh tanah guna kepentingan publik. Terdapat tiga
metode untuk sampai pada nilai tanah, yang: (i) disetujui pemerintah tingkat; (ii) nilai
kapitalisasi dari pendapatan tahunan rata-rata dari tanah, serta (iii) pasar tarif dasar atas data
transaksi tanah. Dari UU tersebut, upaya pemerintah untuk mengadakan tanah, survei, sidang
keberatan, dan deklarasi akuisisi juga harus diselesaikan dalam waktu satu tahun. UU ini
mengurangi kerangka waktu secara signifikan. UU ini juga mencakup ketentuan kompensasi
bagi pemegang hak atas tanah hanya berdasarkan nilai pasar, pembayaran tambahan pohon,
tanaman, rumah, atau properti lainnya bergerak dan pembayaran untuk kerusakan akibat
pemutusan tanah, tinggal, atau tempat usaha. Selanjutnya, dalam Kebijakan Nasional
Pemukiman Kembali dan Rehabilitasi untuk Keluarga Terkena Proyek tahun 2003 diberikan
kompensasi tambahan kepada keluarga yang terkena dampak proyek, atas dan di atas
ketentuan UU Pembebasan Tanah.
Peran penegak hukum juga cukup signifikan dalam konteks ini. Beberapa proyek bergerak
lebih cepat karena intervensi peradilan, sementara yang lainnya tertunda karena proses
pengambilan keputusan pengadilan yang lebih lambat. Pengadilan juga telah berperan dalam
mendorong pemerintah untuk membuat/mengamandemen UU yang terkait dengan konflik
akuisisi tanah.
Selain itu, pemerintah juga menggunakan gambar satelit untuk mengidentifikasi jumlah orang
yang terkena dampak oleh proyek serta pola penggunaan tanah yang tepat. Gambar yang
digunakan pada tingkat perencanaan untuk mengidentifikasi koridor, yang mempengaruhi
jumlah populasi paling sedikit. Teknologi juga membantu dalam masalah pembebasan lahan
pada tahap awal dari proyek itu sendiri dan dengan biaya yang jauh lebih rendah. Proses
identifikasi seperti ini sangat membantu dalam memutuskan proyek mana yang berpotensi
memicu sedikit konflik.
25
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Pemenuhan akan kebutuhan prasarana dan sarana permukiman baik dari segi
perumahan maupun lingkungan permukiman yang terjangkau dan layak huni
belum sepenuhnya dapat disediakan oleh masyarakat sendiri maupun pemerintah.
Sehingga, daya dukung prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang ada
mulai menurun dan pada akhirnya akan memberikan kontribusi terjadinya
permukiman kumuh (Basri, dkk., 2010:3).
9
Tahun 2007 menandai perubahan penting dalam demografi dunia. Untuk pertama kalinya pada tahun
tersebut diperkirakan populasi penduduk kota akan melebihi penduduk pedesaan. Para ilmuwan di North
Carolina State University dan the University of Georgia bahkan menyebutkan pada tanggal 23 Mei 2007
sebagai tanggal di mana untuk pertama kalinya jumlah penduduk perkotaan di dunia melebihi penduduk
pedesaan (Wimberley and Kulinowski 2007). Laporan “Limits of Growth”, seperti dikutip oleh Mike Davis
(2004) menyatakan bahwa pada tahun 1950an, hanya ada 86 kota dengan penduduk lebih dari satu juta
orang. Pada tahun 2015 diperkirakan bahwa 550 kota di dunia akan berpenduduk lebih dari satu juta orang.
10
Sebuah kota hanya bisa berfungsi baik apabila kawasan-kawasannya berfungsi dengan baik. Artinya,
setiap kawasan secara internal berfungsi dengan baik, dan hubungan antar kawasan berlangsung seimbang
serta saling mengisi (compatible). Sebuah kota yang hanya dapat menyediakan tempat kerja tetapi tidak
dapat menyediakan tempat tinggal bagi yang bekerja adalah sebuah kota yang cepat atau lambat akan
menjadi tidak efisien (Santoso, 2006).
26
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Program 1.000 tower tersebut terbagi dalam dua macam rusun, yakni rusun
sederhana milik (rusunami) dan rusun sederhana sewa (rusunawa).
Pembangunan rusunawa utamanya diperuntukkan bagi masyarakat korban
gusuran yang dulunya menghuni bantaran sungai. Rusun dianggap strategis
karena mayoritas dari masyarakat korban gusuran ini merupakan golongan
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
11
Pratiwi, dkk. (2000:13) juga membuktikan bahwa dari sekian banyak penelitian tentang pengembangan
berbasis komunitas dan partisipatif, khususnya komunitas yang tinggal di kawasan permukiman perkotaan,
terdapat 3 (tiga) topik bahasan yang kerap didiskusikan; model-model respon perilaku penghuni merupakan
salah satu diantaranya.
27
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Sementara itu pada akhir tahun 2014 diperkirakan lebih dari separuh penduduk
Indonesia akan tinggal di perkotaan sebagai akibat laju urbanisasi yang mencapai
4,4 % per tahun dan secara terus menerus telah melahirkan dynamic
phenomenon of urbanization. Proses ini berakibat pada semakin besarnya suatu
kawasan perkotaan, baik dalam hal jumlah penduduk maupun besaran wilayah
(Rencana Strategis Kementerian PU tahun 2010-2014). Tingginya laju urbanisasi
ternyata juga berdampak khususnya bagi kalangan masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR). Rendahnya akses ke prasarana dan sarana lingkungan yang
memadai, kualitas perumahan dan permukiman yang jauh di bawah standar
kelayakan, serta mata pencaharian yang tak menentu telah memaksa meraka
untuk tinggal di kawasan kumuh perkotaan (Widayanti, 2000; Subkhan, 2008). Hal
ini mengakibatkan luas kawasan permukiman kumuh yang mencapai 54.000 ha
pada akhir tahun 2004 manjai 57.800 ha pada akhir tahun 2009.
Permasalahan Sosial
Permasalahan yang mendasar dalam penghunian dan pengelolaan Rusunawa
Penjaringan Sari, Wonorejo, dan Randu Sidotopo adalah kurangnya komunikasi
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta warga masyarakat. Belum
adanya kesepakatan tertulis mengenai tanggung jawab pembiayaan operasional
dan pemeliharaan rusunawa dalam tahap transisi mengakibatkan terjadinya saling
lempar tanggung jawab pembiayaan ketika terjadi kerusakan pada bangunan fisik
rusunawa yang mengakibatkan berlarutnya proses perbaikan.
28
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
membayar iuran sewa. Padahal sebenarnya penghuni yang berasal dari kalangan
umum ini mampu untuk membayar. Bercampurnya penghuni dari MBR serta dari
masyarakat umum ini mengakibatkan rentan terjadi konflik diantara masyrakat.
Permasalahan Ekonomi
Penghuni yang berasal dari warga gusuran dihadapkan pada permasalahan mata
pencaharian setelah menempati rusunawa. Kebanyakan dari mereka memiliki
usaha sendiri, seperti warung, bengkel, dan usaha jahit menjahit ketika mereka
tinggal di bantaran kali. Penghasilan mereka dari usaha tersebut masih bisa
mencukupi biaya hidup sehari-hari karena lokasinya yang cukup strategis
sehingga mudah diakses oleh konsumen. Namun setelah mereka pindah ke
rusunawa, penghasilan mereka berkurang karena tidak lagi memiliki usaha seperti
sebelumnya. Itulah yang menyebabkan mereka nekat melanggar peraturan yang
melarang warga untuk berjualan di dalam rusun. Padahal pihak UPTD juga telah
memasang papan larangan untuk berjualan di dalam rusunawa. Pihak Pemkot
beserta UPTD sesekali juga melakukan inspeksi, namun hal ini juga tak kunjung
membuat jera masyarakat.
Permasalahan Lingkungan
Secara keseluruhan, tidak ada permasalahan lingkungan yang berarti di
Rusunawa Penjaringan Sari, Wonorejo, dan Randu Sidotopo. Kondisi lingkungan
yang didapat berdasarkan hasil survey adalah sebagai berikut:
- Kebersihan lingkungan
- Keamanan
29
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
30
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
31
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
bersama, menghadapi
benda serangan
bersama, dan langsung dari
tanah bersama masyarakat.
Sehingga
Memberikan
posisi
laporan
pengelola di
berkala
sini sangat
terhadap
lemah, karena
Pemerintah
harus
Kota Surabaya
mengakomodir
mengenai
keinginan dari
permasalahan
pemerintah
dan kendala
daerah dan
yang dihadapi.
masyarakat
yang sama-
sama kuat.
32
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
33
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Surabaya juga telah menetapkan iuran sewa yang diatur dalam Peraturan
Walikota Surabaya Nomor 59 Tahun 2010. Namun kegiatan ini tidak berjalan
optimal karena sebagian besar warga penghuni rusunawa yang berasal dari
golongan masyarakat berpenghasilan rendah tidak mampu membayar. Oleh
karena itu dalam perjanjian antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Kota
Surabaya perlu dijelaskan secara lebih rinci mengenai pembagian tugas
pendanaan selama rusunawa tersebut berada dalam masa transisi.
5.3.3 Kesimpulan
Hasil dari kajian menunjukkan bahwa secara normatif, kewajiban yang tercantum
dalam undang-undang maupun yang tertuang dalam perjanjian (MoA) antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah dilaksanakan oleh masing-masing
stakeholder, namun dalam implementasinya Pemerintah Kota Surabaya masih
kurang memahami pembagian kewajiban yang tersirat dalam pasal-pasal
perjanjian (MoA). Oleh karena itu, untuk menghindari perbedaan penafsiran,
dalam MoA perlu diperjelas mengenai aspek batas waktu dalam pendanaan
pengelolaan, sehingga pada saat rusunawa berada dalam tahap transisi, baik
pemerintah pusat maupun daerah tidak akan saling melepas tangan dalam
menanggung biaya operasional dan pemeliharaan.
Selain itu, tingkat kesiapan penghuni dan pengelola rusunawa berada pada
kategori Dukungan Kolektif. Meskipun karakteristik sosial ekonomi para
penghuni cukup homogen (ditandai dengan kesamaan latar belakang geografis,
bahasa, mata pencaharian, dan nilai-nilai lokal lainnya), namun karena belum
banyak yang menyadari bahwa kesamaan tersebut dapat didayagunakan menjadi
basis kelembagaan, maka kelembagaan penghuni rusun belum dioptimalkan agar
dapat berperan menjadi mediator ke pemerintah (terutama jika para penghuni
menemui kendala dalam penghunian dan pengelolaan rusun). Dari perspektif
sosial dan lingkungan, diketahui bahwa kemampuan adaptif penghuni dalam
menghuni dan mengelola fasilitas komunal sudah cukup baik. Hal ini diindikasikan
dengan adanya paguyuban penghuni, berjalannya sistem keamanan lingkungan
(siskamling), pengurus musholla, dan sebagainya.
Masih minimnya dukungan dari pemkot Surabaya, belum tercapainya kesepakatan
antara penghuni –khususnya para korban gusuran– dengan pemkot mengenai
iuran bulanan yang affordable, lambatnya proses serah terima rusunawa sebagai
sebuah aset dari pemerintah pusat ke pemda hingga menyebabkan minimnya
(atau bahkan tiadanya) APBD untuk perawatan bangunan rusun, belum
optimalnya proses seleksi penghuni12, masih menjadi kendala terwujudnya
kesiapan masyarakat penghuni secara seutuhnya. Sebagian besar warga korban
gusuran yang tinggal di Rusunawa Wonorejo, Randu, dan Penjaringansari kota
Surabaya; mereka enggan membayar sewa karena merasa tarif yang dibebankan
terlalu tinggi. Mereka menginginkan adanya dialog antara pemda dengan
12
Di beberapa lokasi rusunawa, khususnya di kota-kota metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Bandung,
dan Makassar, masih kerap dijumpai penghuni yang “tidak pantas” menempati Rusunawa. Hal ini
dikarenakan cukup memadainya tingkat sosial ekonomi penghuni yang bersangkutan. Menurut wawancara
yang dilakukan oleh Tim Peneliti Puslitbang Sosekling, tiadanya proses seleksi merupakan salah satu faktor
penyebab mengapa penduduk golongan ekonomi menengah ke atas bisa menyewa rusunawa.
34
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
penghuni sebelum tarif ditetapkan, sehingga tarif yang berlaku merupakan hasil
kesepakatan antara kedua belah pihak. Di samping kendala tersebut, minimnya
pembinaan selama proses penghunian, hingga belum siapnya peran fasilitasi yang
terintegrasi untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi penghuni mau tidak mau
berpotensi menghambat target nasional dalam pengentasan kawasan kumuh di
perkotaan.
Gambar 4. Pos Siskamling di Rusunawa Wonorejo sebagai Wujud Adaptasi Penghuni dalam
Mengelola Lingkungan
5.1 Kesimpulan
35
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
36
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
37
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
Peningkatan kapasitas dan kinerja aparat desa dan mantri sebagai fasilitator
antara petani dengan pemda
Pembuatan peraturan daerah (perda) yang mengatur jumlah industri di
sepanjang sungai
Pemberlakukan sanksi yang tegas (disinsentif) bagi industri/pabrik yang
mencemari lingkungan/perairan
Penggalakan sekaligus peningkatan kinerja KUD di desa-desa lain
Pemberian insentif bagi petani/P3A yang menjadi anggota KUD
Fasilitasi pendirian KUD melalui berbagai bentuk kemudahan/insentif, misal:
kemudahan pencatatan akta notaris, bantuan permodalan, penyediaan
lumbung dan peralatan, dsb
Kerjasama dengan kabupaten lain untuk mendirikan kawasan industri terpadu
(industrial cluster) namun terlebih dahulu disiapkan perangkat peraturannya
seperti MoU, peraturan bersama/pergub, komitmen antara pemkab dengan
swasta/industri, dsb.
Pemberdayaan dan pemberian akses (pengaduan) petani, kelompok P3A,
serta aparat desa untuk mampu menolak keberadaan pabrik yang mencemari
sungai/sumber air irigasi
– Dalam pembebasan lahan jalan tol Trans Jawa perlu “merangkul” LSM dan
masyarakat dengan mengeksplorasi pola-pola kemitraan yang sesuai. Hal ini
penting karena LSM lah yang selama ini mendampingi WTP. Selain itu,
pelaksana proyek juga perlu mentaati dan menjalankan Peraturan Kepala BPN
seutuhnya. Aspek transparansi informasi dan berbagai solusi mengatasi dampak
sosekling sebetulnya sudah dicakup dalam AMDAL yang disusun, namun dalam
pelaksanaannya harus lebih dipantau agar sesuai dengan apa yang dirumuskan.
Beberapa alternatif kebijakan dan strategi untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat yaitu
Pemerintah dapat mengadaan kemitraan dengan masyarakat yang terkena
dampak baik dalam proses konstruksi maupun dalam perawatan di masa
depan. Kerjasama tersebut dapat berupa penentuan titik rest area beserta
pengelolaaanya sehingga masyarakat tetap mempunyai mata pencaharian
untuk hidup
Pelibatan unsur masyarakat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
musyawarah mengenai harga tanah
Bersama tim appraisal melakukan musyawarah dengan masyarakat terkait
besarnya nilai ganti rugi yang akan diberikan
Melibatkan masyarakat dalam upaya pengembangan ekonomi lokal.
Penyusunan dokumen AMDAL yang lebih detail, mendalam, dan
mengeluarkan UKL/UPL yang lebih realistis
Pelaksanaan proses pra konstruksi dan konstruksi sesuai dengan dokumen
AMDAL yang telah tersedia.
38
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
39
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
5.2 Saran
Di balik beberapa kelebihan yang dapat Tim tawarkan dari penelitian ini, seperti
misal: (1) dapat mengisi gap minimnya studi tentang kesiapan masyarakat dalam
pembangunan infrastruktur PU yang belum pernah dilakukan oleh peneliti/pakar
sebelumnya, (2) karena sifatnya studi kasus, maka penelitian ini mampu menggali
permasalahan di lapangan dengan sangat detail, komprehensifnya pendekatan
yang diambil (sosial, ekonomi, dan lingkungan) juga menjadi kekuatan studi ini,
serta (3) simplifikasi teori kesiapan masyarakat yang digagas oleh Pentz (1991)
dalam Edwards (2005) dapat dijadikan sebagai acuan bagi aplikasi-aplikasi
pembangunan infrastruktur PU di lain bidang dan subsektor.
Namun Tim tetap mengakui bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Seperti misal: karena sensitifnya isu pembebasan lahan, maka Tim tidak
menggunakan teknik survey untuk memperoleh data primer. Hal ini dirasa belum
maksimal, terutama jika ingin mengukur validitas informasi yang diperoleh
(pendekatan yang saat ini digunakan masih terlalu kualitatif). Untuk itu, guna
penyempurnaan kegiatan ini pada tahun depan, disarankan agar sebelum
melakukan penelitian lapangan, perlu disusun terlebih dahulu strategi yang sesuai
untuk menggunakan teknik survey dalam berbagai konteks kasus.
Selain itu, karena secara prinsip kedudukan dan karakteristik infrastruktur yang
menjadi studi kasus berbeda (antara irigasi yang merupakan common pool
resources, jalan tol yang merupakan private goods, hingga rusunawa yang
merupakan mix antara public dan private goods), maka dalam penelitian ini belum
dapat dilakukan generalisasi secara maksimal. Namun, rekomendasi yang
dikeluarkan dapat digunakan untuk infrastruktur sejenis di lokasi yang berbeda.
Contoh, modernisasi irigasi di DI lain, pembebasan lahan jalan tol di ruas yang lain,
serta penghunian dan pengelolaan rusunawa di Makassar, misalnya.
40
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
DAFTAR PUSTAKA
41
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
42
Executive Summary
Kajian Kesiapan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur PU
Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, dan Permukiman
43