Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ae.aegypti di perkirakan sebagai vector utama penyakit dengue hemorrahagic fever
(DHF), pengamatan epidemiologis dan percobaan penularan di laboratorium membuktikan
bahwa Ae.Scuttelaris dan Ae.Polinesiensis yang terdapat di kepulauan pasifik selatan dapat
menjadi vector dengue hemorrahagic fever. Di kepulauan Rotuma di daerah Fiji pada waktu
itu terjadi wabah demam dengue pada tahun 1971 – 1972. Ae.retumae di laporkan satu-satunya
vector yang ditemukan. Di pulauponape, kepulauan caroline sebelah timur pada tahun 1974
terjadi letupan wabah dengue, virus dengue tipe 1 telah berhasil diisolasi pada stadium akut
dari darah penderita dan ternyata Ae.hakansoni merupakan vektornya. Ae, cooki di duga
merupakan vector pada waktu terjadi pada wabah dengue hemorrahagic fever di Niue.
Di Indonesia, walaupun vector DHF belum di selidiki secara luas. Ae.Aegypti
diperkirakan sebagai vector terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Ae.albopictus di daerah
pedesaan. Dengue Hemorrhagic Fever pertama kali di curigai di Surabaya pada tahun 1968,
tetapi konfirmasi virology baru di peroleh pada tahun 1970. Setelah itu berturut-turut di
laporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa, dan pada tahun 1994 telah menyebar
keseluruh propinsi yang ada. Pada saat ini Dengue Hemorrhagic Fever sudah endemis di
banyak kota besar, bahkan sejak 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan. Oleh
karena itu sudah seharusnya semua tenaga medis yang bekerja di Indonesia untuk mampu
mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat melakukan penatalaksanaan, sehingga angka
kematian akibat Demam Berdarah Dengue dapat ditekan.
Infeksi virus dengue pada manusia terutama pada anak mengakibatkan suatu spectrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit ringan (mild undifferentiated febrile illness),
dengue fever, dengue hemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syindrome (DSS); yang
terakhir dengan mortalitas tinggi di sebabkan renjatan dan perdarahan hebat . gambaran
manifestasi klinis yang bervariasi ini dapat di samakan dengan sebuah gunung es. DHF dan
DSS sebagai kasus - kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang
kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus - kasus dengue ringan (demam dengue dan
silent dengue infection) merupakan dasar gunung es. Di perkirakan untuk setiap kasus renjatan
yang dijumpai di Rumah sakit, telah terjadi 150 – 200 kasus silent dengue infection.

1
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue
yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa
terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran
plasma. Keadaan ini di sebut dengue shock syndrome (DSS).

1.1 RUMUSAN MASALAH


1.1.1 Apa pengertian dari penyakit DHF?
1.1.2 Bagaimana etiologi dari penyakit DHF?
1.1.3 Bagaimana anatomi fisiologi sistem hematologi?
1.1.4 Bagaimana patofisiologi penyakit DHF?
1.1.5 Apa saja manifestasi klinik penyakit DHF?
1.1.6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit DHF?
1.1.7 Bagaimana pencegahan penyakit DHF?
1.1.8 Bagaimana penatalaksanaan penyakit DHF?
1.1.9 Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit DHF?

1.2 TUJUAN
1.2.1 Mahasiswa dapat menjelaskan Definisi penyakit DHF
1.2.2 Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi DHF
1.2.3 Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi system hematologi
1.2.4 Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi DHF
1.2.5 Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinis DHF
1.2.6 Mahasiswa dapat menyebutkan pemeriksaan penunjang penyakit DHF
1.2.7 Mahasiswa dapat menjelaskan pencegahan penyakit DHF
1.2.8 Mahasiswa dapat menerapkan penatalaksanaan penyakit DHF
1.2.9 Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit DHF

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR DHF


2.1.1 Pengertian
Demam Dengue ( dengue fever, selanjutnya disingkat DF) adalah penyakit yang
terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda - tandaklinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,dengan/tanpa ruam
( rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yanghebat, nyeri pada
pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu,trombositopenia ringan dan
bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan. (Hadinegoro S. R. ; 2005)
Demam Berdarah Dengue ( dengue haemorrhagic fever,selanjutnyadisingkat DHF),
ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengangejala utama demam, nyeri
otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah duahari pertama. Uji tourniquet akan
positif dengan tanpa ruam disertai beberapa atausemua gejala perdarahan seperti petekie
spontan yang timbul serentak, purpura,ekimosis, epitaksis. hematemesis, melena,
trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit
meningkat dan gangguan maturasi megakariosit. (Hadinegoro S.R. ;2005)
DHF adalah penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue yang menyebabkan
gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan sehingga
menyebabkan perdarahan (Antoe, 2007)

2.1.2 Etiologi
1) Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam
genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya
sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).

(1) Vektor
3
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus).
Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari
terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990).

(2) Host
Seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).

2.1.3 Anatomi Fisiologi


Darah merupakan salah satu komponen penting Yang ada di dalam tubuh
manusia. Sebab darah berfungsi, mengalirkan zat – zat atau nutrisi yang di butuhkan
tubuh, kemudian mengalirkan karbondioksida hasil metabolisme untuk di buang. ada
empat fungsi utama darah, yaitu memberikan suplai oksigen keseluruh jaringan tubuh,
membawa nutrisi, membersihkan sisa-sisa metabolisme dan membawa zat antibody.
2.1.3.1 Komposisi darah

4
Darah kita mengandung beberapa jenis sel yang yang tersangkut di
dalam cairan kuning yang disebut plasma darah. Plasma darah tersusun atas
90% air yang mengandung sari makanan, protein, hormone, dan endapan
kotoran selain sel-sel darah.
Ada 3 jenis sel darah yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit) dan keeping darah (trombosit).Sel darah merah dan sel darah putih di
sebut juga korpuskel
1) Sel darah merah
Sel darah merah berbentuk piringan pipih yang menyerupai donat.
45% darah tersusun atas sel darah merah yang di hasilkan di sumsum
tulang. Dalam setiap 1 cm kubik darah terdapat 5,5 juta sel. Jumlah sel
darah merah yang diproduksi setiap hari mencapai 200.000 biliun, rata-rata
umurnya hanya 120 hari. Semakin tua semakin rapuh, kehilangan bentuk
dan ukurannya menyusun menjadi sepertiga ukuran mula-mula.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang kaya akan zat besi.
Warnanya yang merah cerah disebabkan oleh oksigen yang di serap dari
paru-paru. Pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh, hemoglobin
melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbondioksida.
Sel darah merah yang tua akhirnya akan pecah menjadi partikel-
partikel kecil di dalam hati dan limpa. Sebagian besar sel yang tua
dihancurkan oleh limpa dan yang lolos dihancurkan oleh hati. Hati
mentimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian di angkut
oleh darah ke sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah yang
baru. Persediaan sel darah merah di dalam tubuh diperbarui setiap empat
bulan sekali.
2) Sel darah putih
Sel darah putih jauh lebih besar dari pada sel darah merah
jumlahnya dalam setiap 13 darah adalah 4000-10.000 sel. Tidak seperti sel
darah merah, sel darah putih memiliki inti (nucleus). Sebagian sel darah
putih bisa bergerak di dalam aliran darah, membuatnya dapat
melaksanakan tugas sebagai system ketahanan tubuh.
Sel darah putih adalah bagian dari sistem ketahanan tubuh yang
penting. Sel darah putih yang terbanyak adalah neutrofil (+60%).
Tugasnya adalah memerangi bakteri pembawa penyakit yang memasuki
tubuh. Mula mula bakteri dikepung, lalu butir-butir didalam sel segera
5
melepaskan zat kimia untuk menghancurkan dan mencegah bakteri
berkembang biak.
Sel darah putih mengandung +5% eosinofil. Fungsinya adalah
memerangi bakteri, mengatur pelepasan zat kimia saat pertempuran, dan
membuang sisa-sisa sel yang rusak. Basofil yang menyusun 1% sel darah
putih, melepaskan zat untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah di
dalam pembuluhnya. 20 s\d 30% kadungan sel darah putih adalah
trombosit. Tugasnya adalah menghasilkan antibody, suatu protein yang
membantu tubuh memerangi penyakit. Monosit bertugas mengepung
bakteri. Kira-kira ada 5 sampai 10% di dalam sel darah putih.
Tubuh mengatur banyak sel darah putih yang dihasilkan sesuai
dengan kebutuhan. Jika kita kehilangan darah, tubuh akan segera
membentuk sel-sel darah untuk menggantinya. Jika kita mengalami
infeksi, maka tubuh akan membentuk lebih banyak sel darah putih untuk
memeranginya.
2.1.3.2 Pembekuan darah
Proses yang mencegah kehilangan darah dari badan melalui luka
disebut hemostasis dan proses ini terdiri dari tiga stadium yang bekerja
bersama-sama, yaitu : Spasme vaskuler : penyempitan lumen pembuluh darah
yang putus untuk mengurangi aliran darah yang hilang.
(1) Pembentukan sumbat trombosit : untuk menghentikan kebocoran darah.
(2) Pembekuan fibrin disekitar sumbat trombosit dan reaksi fibrin: untuk
merekat pembuluh yang putus dan menarik sisi pinggirnya supaya merapat
(Watson, 2001)
2.1.3.3 Fungsi darah
Fungsi darah dalam metabolisme tubuh kita antara lain sebagai alat
pengangkut (pengedar), pengatur suhu tubuh dan pertahanan tubuh. Peredaran
oksigen pada tubuh :
(1) Oksigen diedarkan ke seluruh tubuh oleh sel darah merah
(2) Darah yang di pompa dari bilik kanan jantung menuju paru-paru
melepaskan CO2 dan mengambil O2 dibawa menuju serambi kiri.
(3) O2 dari serambi kiri disalurkan ke bilik kiri
(4) Dari bilik kiri O2 dibawa keseluruh tubuh oleh sel darah merah untuk
pembakaran (oksidasi)

6
(5) Peredaran darah besar yaitu peredaran darah yang berasal dari jantung
membawa oksigen dan sari makanan ke seluruh tubuh dan kembali ke
jantung membawa karbondioksida.
(6) Peredaran darah kecil yaitu peredaran darah dari jantung membawa
karbondioksida menuju paru-paru untuk dilepas dan mengambil oksigen
dibawa ke jantung.
Jadi kesimpulannya, fungsi darah adalah:
(1) Mengedarkan sari-sari makanan keseluruh tubuh
(2) Mengedarkan oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh
(3) Mengangkut karbondioksida ke paru-paru
(4) Mengedarkan hormone

2.1.4 Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik
merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3
dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke
ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan
(syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan
hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum,
7
pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia
dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh
tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.

8
2.1.5 Manifestasi Klinis
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 –7 hari kemudian turun menuju suhu
normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang
tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990).
2. Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan
dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi
vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat
terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson,
1993). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang
hebat. (Ngastiyah, 1995 )
3. Hepatomegali Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun
pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada
penderita . (Soederita, 1995).
4. Renjatan (Syok) Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda–tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,
dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila
syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
(soedarto ; 1995)

2.1.6 Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1) Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji tourniquet hasilnya positif
2) Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi
telinga dan sebagainya.

9
3) Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah
menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4) Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,


yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (  120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80
 120/100  120/110  90/70  80/70  80/0  0/0 )
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung  140x/mnt) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

Derajat (WHO 1997):


Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien
menjadi gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

10
2.1.7 Komplikasi
1) DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan
ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah
dan cairan serta menyebabkan kematian.
2) Ensepalopati.
3) Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
4) Disorientasi, prognosa buruk.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan
pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat
ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
1. Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia
(mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).
2. Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI
(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
(1) Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20
dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada infeksi
kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan akan
meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
(2) Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium
rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
3. Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6
jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-foto dada,
elektro kardio gram, kreatinin serum.
4. Laboratorium:
Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.

Secara singkat, pemeriksaan penunjang yang menunjukkan DHF :


a. Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %
3) HT meningkat lebih 20 %
11
4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5) Protein darah rendah
6) Ureum PH bisa meningkat
7) NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).


1) Rontgen thorax : Efusi pleura.
2) Uji test tourniket (+)

2.1.9 Penatalaksaan DHF Pada Anak


Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat
simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic
Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua
dapat diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan
terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk,
1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203)
yaitu:
1. Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau
kejang–kejang.
2. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif,
kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV meningkat.
3. Panas disertai perdarahan- perdarahan.
4. Panas disertai renjatan.

12
Belum atau tanpa renjatan:
(1) Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat I dan II

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,


1994 ; 203 – 206 adalah:
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh
diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari
Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
a. Oral ad libitum atau
(1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan
BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg
bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
(2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak –
13
banyaknya dan sesering mungkin.
(3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus
yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun
waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
Obat-obatan lain :
 antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain
 antipiretik untuk anti panas
 darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat

Dengan renjatan:
(2) Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III

14
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,
1994 ; 203 – 206 adalah.
1. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba
dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer
Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam
24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang
lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB
dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik
dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan
selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat
mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

15
(3) Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat IV

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,


1994 ; 203 – 206 adalah.
a. Berikan cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T > 80
mmHg dan nadi < 120 x/menit, akral hangat lanjutkan dengan RL sebanyak 10
ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum tidak stabil infus RL dilanjutkan sampai
perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
b. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.
Tensi tak terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang infus 2 tempat
dengan maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan tempat lain untuk
pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20
ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian
RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
16
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.
Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral dingin maka
klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan
pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik tetapi
tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral hangat atau akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL
dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1
jam tidak menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang
dibutuhkan apabila sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu monitor
dengan pemasangan CVP, gunakan obat Dopamin, Kortikosteroid dan perbaiki
kelainan yang lain.
f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1
jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit), maka
klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka
klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.
g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1
jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit), akral
17
dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi.
Untuk kasus – kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam pikirkan
bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal ini klien
perlu diberikan Lasix 1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
 Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering menyebabkan
kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ).
 Jenis kelamin : secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita
DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada
anak laki-laki.
 Tempat tinggal : penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar
saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan
sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu
relatif singkat.
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
P (Provocative) : Virus dengue.
Q (Quality) : Keluhan dari ringan sampai berat.
R (Region) : Semua sistem tubuh akan terganggu.
S (Severity) : Dari Grade I, II, III sampai IV.
T (Time) : Demam 5 – 8 hari, ruam 5 – 12 jam.
3. Keluhan Utama
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit kepala,
lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
4. Riwayat Keperawatan Sekarang
Panas tinggi (Demam) 2 – 7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan,
ruam, malaise, mual, muntah, sakit kapala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri
ulu hati dan penurunan nafsu makan (anoreksia), perdarahan spontan.
5. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Tidak ada hubungannya antara penyakit yang pernah diderita dahulu dengan
18
penyakit DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF,
penyakit itu bisa terulang.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang tinggal
didalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan) sangat
menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes:
1. Aedes aigepty: Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis terutama hidup
dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada tempat penampungan air
bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang
diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan. Dengan jarak terbang nyamuk +
100 meter.
2. Aedes albapictus.
8. PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM
1. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi,
effusi pleura (crackless).
2. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat (tachycardia),
penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-
jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
3. Sistem Persyarafan / neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III pasien
gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi DSS
4. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan
nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan
pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali)
19
disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta dengan ikterus, abdomen teregang,
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah
darah (hematemesis), berak darah (melena).
6. Sistem integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam makulopapular,
pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi bintik merah seluruh
tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie), pada grade III dapat terjadi
perdarahan spontan pada kulit.

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
2. Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke
ekstravaskuler
3. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu
makan yang menurun.
5. Resiko terjadi perdarahn berhubungan dnegan penurunan factor-fakto pembekuan
darah ( trombositopeni )
6. Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdarahan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi.

2.2.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


DP 1 : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37
Nyeri otot hilang
Intervensi :
a. Beri komres air kran
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi
b. Berika / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat
20
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap
keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam
sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang
tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.

DP 2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan


intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Kriteria : Input dan output seimbang
Vital sign dalam batas normal
Tidak ada tanda presyok
Akral hangat
Capilarry refill < 3 detik
Intervensi :
a. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga
dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya
hipovolemic syok.

DP. 3 Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,


pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
21
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi
perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak
terjadi presyok / syok
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika
terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan
dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh
secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

DP. 4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan

22
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

DP. 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor


pembekuan darah ( trombositopeni )
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh
darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti
epistaksis, ptike.
b. Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
c. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
d. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda
perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini
bila terjadi perdarahan.
e. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan
mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

23
2.2.4 IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun
tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, meliputi peningkatan kesehatan atau penceglahan penyakit, pemulihan
kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.

Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika


klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan, perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien, dan memprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicacat ke
dalam format yang telah ditetapkan oleh institusi.

2.2.5 EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperawatan untuk melengkapi
proses keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui
evaluasi memungkinkan perawat untukk memonitor kealpaan yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa perncanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap
evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, tetapi evaluasi merupakan bagian
integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk
menetukan apakah realistis dapat dicapai dan efektif.

24
BAB III
TINJAUAN KASUS

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

I. BIODATA
A. Identitas Klien
Nama : An. “ N ”
Tempat Tgl Lahir / Usia : Makassar 5 April 1993 / 10 Thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Alamat : Bumi Sudiang Permai
Tgl. Masuk : 21 Oktober 2003
Tgl. Pengkajian : 22 Oktober 2003
Diagnosa Medik : Observasi DHF
Rencana Therapi : Pemeriksaan Hb, Ht, pemasangan infus
B. Identitas Orang Tua
1. Ayah
Nama : Tn. “ F “
Usia : 28 Thn
Pendidkan : SMA
Pekerjaan : PNS
Agama : Kristen
Alamt : Bumi Sudiang Permai
2. Ibu
Nama : Ny. “ M “
Usia : 26 Thn
Pendidkan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen
Alamat : Bumi Sudiang Permai

25
3. Identitas Saudara Kandung

No. Nama Usia Hubungan Status Kesehatan


1. Fransiska 12 Th Kakak Kandung Sehat
2. Mahdalena 8 Th Adik Kandung Sehat

II. KELUHAN UTAMA


Klien mengeluh demam, sakit kepela, mual, muntah, dan malas makan, juga mengeluh susah
tidur, dan jantungnya selalu berdebar-debar. Karena klien merasa tidak enak maka klien minta
diantar sama keluarganya untuk dibawa kerumah sakit Labuang Baji saat ini klien masih
merasakan keluhan yang sama

III. RIWAYAT KESEHATAN


A. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Gejala sakit yang dirasakan klien dirasakan sejak 3 hari yang lalu setelah klien pulang dari
sekolah. Klien pada saat itu pingsan dsan kemudian klien dibawa kedokter praktek oleh
dokter praktek klien dianjurkan untuk diopname kerumah sakit untuk menghindsari hal
yang tidak diinginkan, setibanya dirumah sakit klien kemudian diopname dan klien diberi
cairan infus dan dianjurkan untuk banyak minum.
B. Riwayat kesehatan Lalu
Klien pernah mengalami gejala yang sama padsa 5 tahun yang lalu, tidak pernah masuk
rumah sakit sebelumnya dan sembuh dengan obat dsari dokter.
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Genogram

26
Kesimpulan :
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau
penyakit lain yang dianggap berbahaya.
 Klien tingal serumah dengan kedua orang tuanya.

IV. Riwayat Imunisasi

No Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Reaksi Klien


.
1. BCG Umur 6 bln sekali Panas
2. DPT (I,II,III) Umur 5 bln inter 5 mg Panas
3. POLIO (I,II,III,IV) Tidak diketahui Tidak diketahui
4. CAMPAK Tidakdiketahui Panas
5. HEPATITIS Tidak diketahui Panas

A. Pemeriksaan fisik
1. Berat badan : 25 Kg
2. Tinggi badan : 130 cm
3. Waktu tumbuh gigi : 6 bulan, tanggal gigi umur 4 tahun

. Perkembangan tiap tahap


Usia anak saat :
1. Berguling : 4 Bulan
2. Duduk : 7 bulan
3. merangkak : 9 Bulan
4. Berdiri : 11 Bulan
5. Berjalan : 13 Bulan
6. Senyum pertama kali kepada orang lain pada umur 4 bulan
7. Bicara pertama kali : Lupa
8. Berpakaian tanpa bantuan : Lupa

V. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian Asi
1. pertama kali disusui : Sejak dilahirkan
2. Cara Pemberian : Menetek/Disusui langsung

27
3. Lama pemberian : Sampai anak usia 2 Tahun
B. Pemberian Susu Formula
1. Alasan pemberian : Pemberian asi sudah cukupo selama 2 tahun dan setelah itu
dilanjutkan dengan susu formula
2. Jumlah pemberian : 2 gelas / hari atau kira-kira 400 ml
3. Cara Pemberian : Dengan menggunakan gelas
C. Pemberian makanan tambahan
1. Pertama kali diberikan usia : 5 bulan
2. Jenis :Bubur lunak dan pisang
D. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai pada nutrisi saat ini :

Usia Jenis Nutrisi Lama pemberian


1.     0 – 4 Bulan Air Susu Ibu (ASI) 4 Bulan
2.     4 – 12 Bulan Asi + bubur lunak 8 Bulan
3.     1 – 3 Tahun Asi + Susu formula 2 Tahun
4.     3 – 6 Tahun Susu formula + Nasi + Lauk 3 Tahun
5.     6 – 9 Tahun Nasi + Lauk + Sayur + Susu 3 Tahun
6.     Saat ini Nasi + Lauk + Sayur -

VI. Riwayat psychososial


A. Anak tinggal bersama ibu dan ayahnya serta kakak dan adiknya.
B. Hubungan antar anggota keluarga harmonis
C. Anak diasuh oleh kedua orang tuanya.

VII. Riwayat Spiritual


Klien jarang melaksanakan ibadah atau kegereja dan tidak ada ritual agama
VIII. Reaksi Hospitalisasi
A. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
1. Klien sadar bahwa dirinya berada dirumah sakit dan menjalani perawatan
2. Klien tidak tahu apa yang menyebabkandirinya sakit.
3. Klien merasa cemas dan tidak ingin berlama-lama dirumah sakit.
B. Pemahaman keluarga tentang sakit dsan rawat inap
1. Ibu mengerti anaknya sakit sehingga membawa anaknya kerumah sakit.
2. Perasaan orang tua lebih tenang karena anaknya dirawat dengan baik dirumah sakit.

28
XI. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat sakit
      Selera makan Baik Berkurang
      Menu makan Nasi+Lauk+Sayur+Susu Nasi+Lauk+Sayur+Susu
      Frekuensi makan 3 kali sehari 3 Kali Sehari tidak habis
      Makanan yang disukai Bakso Tidak ada
      Makanan pantangan Tidak ada Makanan yang keras
      Pembatasan pola makan Tidak ada Makanan yang lunak
      Cara Makan Makan sendiri Makan sendiri
      Ritual saat makan Berdoa sebelum makan Berdoa sebelum makan

B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat sakit
         Jenis minuman Air dan Juice Air putih
         Frekuensi minum 10 Gelas 8 Gelas
         Kebutuhan cairan 2500 ml 3000 ml
         Cara pemenuhan Minum Minum + cairan infus

C. Eliminasi BAB dan BAK


Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
BAB
         Tempat pembuangan Toilet Toilet
         Frekuensi (waktu) Sekali sehari Sekali dalam dua hari
         Konsistensi Lunak Lunak
         Kesulitan Tidak ada Terpasang infus
         Obat Pencahar Tidak digunakan Tidak digunakan
BAK
         Tempat pembuangan Toilet Toilet
         Frekuensi (waktu) 4 – 3 kali sehari 3 – 4 Kali sehari
         Konsistensi Jernih pekat the
         Kesulitan Tidak ada Terpasang infus
         Obat Pencahar Tidak digunakan Tidak digunakan

29
D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
         Jam Tidur
Siang 13.00 – 15.30 13.00 – 15.30
Malam 21.00 – 06. 00 20.00 – 05.30
         Pola Tidur Baik Baik
         Kebiasaan sebelum tidur Tidak ada Tidak ada
         Kesulitan tidur Tidak ada Tidak ada

E. Olahraga
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
         Program olahraga Tidak ada Tidak ada
         Jenis dan frekuensi Tidak ada Tidak ada
         Kondisi setelah olahraga Tidak ada Tidak ada

F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
         Mandi
Cara Mandi sendiri Kompres badan
Frekuensi 2 kali sehari 2 kali sehari
Alat mandi Sabun dsan handuk Handuk + Air
         Cuci Rambut
Frekuensi 3 kali seminggu Belum pernah
Cara Dengan shampo Tidak ada
         Gunting Kuku
Frekuensi 2 kali sebulan Belum pernah
Cara Potong sendiri dgn gunting Tidak ada
         Gosok gigi
Frekuensi 2 kali sehari 2 kali sehari
Cara Dilakukan sendiri dgn odol Dengan sikat gigi + Odol

G. Aktivitas/Mobilitas fisik
30
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
         Kegiatan Sehari-hari Sekolah + bermain Tidak ada
         Pengaturan jadwal harian Tidak ada Tidak ada
         Penggunaan alat bantu
aktifitas Tidak ada Tidak ada
         Kesulitan pergerakan
tubuh Tidak ada Tertahan oleh infus

H. Rekreasi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
         Perasaan saat sekolah Senang dan gembira Tidak ada
         Waktu luang Pada waktu hari libur Tidak ada
         Perasaan setelah rekreasi Senang Tidak ada
         Waktu senggang keluarga
         Kegiatan hari libur Pada saat hari libur Tidak ada

Rekreasi dan bermain Tidak ada

X. pemeriksaan fisik
1. keadaan umum klien nampak lemah dan murung
2. Tanda-tanda vital :
 Suhu : 37,5 O C
 Nadi : 100 kali permenit
 Tekanan darah : 120 kali permenit
 Respirasi : 28 kali permenit.
3. Antropometri
 Tinggi badan : 136 Cm
 Berat badan : 26 kg
 Lingkar lengan atas : 17 Cm
 Lingkar kepala : 50 Cm
 Lingkar dada : 58 Cm
 Lingkar perut : 52 Cm

4. Sistem pernafasan

31
Hidung simetris kiri dan kanan tidak terdapat pernafasan cuping hidung, sekret dan polip,
tidak adas pembesaran kelenjar tiroiddan tumor. Bentuk dada normal. Perbandingan
ukuran antero posterior dengan transfersal 1 : 2, gerakan dada simetris pada saat otot bantu
pernafasan berfungsi. Tidak adsa suara nafas ronchi, whezing, sdtender dan rales.
5. Sistem kardiovasikuler
konjungtiva anemi, bibir pucat, ukuran jantung normal suara jantung S1 Lub, S2 Dub.
6. Sistem pencernaan
Sklera tidak ikterus, bibir agak kering, mulut tidak mengalami stomatitis, jumlah gigi 30
buah, kemampuan menelan bagus, tidak ada kesulitan, gaster tidak kembung, gerakan
peristaltik usus 13 kali permenit, tidak ada nyeri tekan pada daerah abdomen anus tidak
ada lecet
7. Sistem indra
 Mata
Visus : Normal 6/6, lapang pandang normal, klien mampu melihat jari penunjuk
pemeriksa.
 Hidung
Penciuman baik,mampu membedakan bau obat dengan bau parfum, tidak terdapat
sekret dihidung.
 Telinga
Keadaan daun telinga baik, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat serumen,
fungsi pendengaran baik, mampu mendengar suara jam tangan pemeriksa terdekat
hinggajarak 30 cm..
8. Sistem syaraf
 Fungsi serebral
Orientasi baik, klien sadar bahwa bahwa dirinya sedang berada dirumah sakit dan
mengalami perawatan, daya ingat klien baik, mampu mengingat nama-nama
temannya disekitarnya,serta mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Kesadaran
baik dengan nilai GCS Score 15, bicara resiptiive.
 Fungsi cranial
NI : mampu membedakan bau parfum denganbau obat.
NII : Visus 6/6, lapang pandang masih mampu melihat jari pemeriksa
hingga kurang lebih 30 o dari samping pemeriksa.
N III,IV,VI : Gerakan bola mata normal tidak ada isochor dan anisochor.

32
NV : Motorik yaitu mampu mengatup gigi, sensorik refleks kornea
baik.
VIII : mampu mendengar jam tangan pemeriksa hingga jarak 30 Cm.
N IX : Refleks menelan baik.
NX : Gerakan palatum normal bergerak.
N XI : Klien dapat mengangkat bahu dan memalingkan kepalanya ke
sisi yang ditahan pemeriksa.
XII : Klien mampu menggerakkan lidahnya dari satu sisi ke sisi yang
lain.
9. Sistem muskuloskletal
 Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut.
 Warna kulit sawomatang, temperatur hangat, tampak kotor, nampak bintik-bintik
merah pada kulit.
10. Sistem endokrin
 Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
 Suhu tubuh tidak seimbang, biasa terlihat keringat.
 Tidak ada riwayat air seni dikerumuni semut.
11. Sistem perkemihan
 Tidak terdsapat edema palpebrae, moon face, edema anasarka, dan nocturia.
12. Sistem immun
 Tidak ada riwayat alergi

XI. Pemeriksan tingkat perkembangan


1. 6 Tahun keatas
2. Perkembangan kognitip
Klien mampu menilai sesuatu yang baik dan yang buruk
3. Perkembangan psikososial
Dalam pergaulan klien nampak ramah dan bisa bekerja sama.

XII. Test diagnostik : uji turniket dan laboratorium

DATA FOKUS
( CP. I 0 )
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

33
 Klien mengeluh demam, sakit kepala,  Selera makan berkurang dengan
mual, muntah, dan malas makan. frekuensi 3 kali sehari dan tudak
 Klien mengeluh susah tidur dan dihabiskan.
jantungnya selalu berdebar-debar.  Klien nampak lemah dan murung
 Klien tidak tahu apa yang  TTV :
menyebabkan dirinya sakit. S : 37,5 o C
 Klien merasa cemas dan tidak ingin TD : 120/80 mmHg
berlama-lama dirumah sakit. R : 28 kali per menit
N : 100 kali permenit.
 Konjungtifa anemi, bibir pucat, bibir
kering.
 Kulit klien nampak kotor, dan terdapat
bintik-bintik merah pada kulit.
 Kuku klien nampak kasar, kebersihan
kurang terpelihara.

ANALISA DATA
( CP. I B )
NO DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
1 DS :  Infeksi virus dengue Gangguan
         Klien mengeluh  Merangsang sistem immun tubuh pemenuhan
 Dipersepsikan ke otak
demam, sakit kepala,  Mempengaruhi pusast nutrisi
mual, muntah, dsan keseimbangan dan hipothalamus
 Rangsang mual, muntah
malas makan.
DO :
         Selera makan klien
berkurang dengan
frekuensi 3 kali perhari
dengan tidak dihabiskan
         Konjungtiva anemi,
bibir pucat dan kering
         Klien nampak lemah.

2 Ds :  Absorbsi usus menurun Gangguan pola


34
         Klien mengeluh susah  Nutrisi kurang dari kebutuhan tidur
tidur dan jantungnya  Proses infeksi virus dengue

selalu berdebar-debar.
DO :  

         Klien nampak lemah


dan konjungtiva anemi.
         TTV :
S : 37,5 o C
TD : 120/80 mmHg
R : 28 kali permenit
N : 100 kali permenit

3 DS :  Terjadi peningkatan permeabilitas Cemas


membran
         Klien merasa cemas
 Penghantaran rangsang ke otak
dan tak ingin berlama- oleh saraf simpatik/ parasimpatik.
lama dirumah sakit.  Peningkatan suhu tubuh

         Klien tidak tahu apa


yang menyebabkan  

dirinya sakit.
DO :
         Klien nampak lemah
dan murung.

4 DS : -  Mempengaruhi bagian otak Kurang


yang lain. perawatan
DO :
 Pusat kesadaran terganggu.
         Kulit klien nampak  Reaksi tubuh terhadap infeksi
kotor dan terdapat bintik-  Terjadi kelemahan fisik
 Dipersepsikan ke otak
bintik merah pada kulit.  Perawatan yang lama
         Kuku klien nampak  Ketidaktauan klien
kasar, kebersihan kurang
terpenuhi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
35
( CP.2 )
No Masalah/Diagnosa Tgl. Ditemukan Tgl. Teratasi
.
1. Gasngguan pemenuhan nutrisi s/d 22 Oktober 2003 23 Oktober 2003
intake yang tidak adekuat
2. Gangguan pola tidur s/d peningkatan 22 Oktober 2003 23 Oktober 2003
suhu tubuh
3. Kecemasan s/d Kondisi klien yang 22 Oktober 2003 23 Oktober 2003
memburuk dan kurang pengetahuan
Gangguan aktivitas perawatan diri
4. sehari-hari s/d kelemahan fisik 22 Oktober 2003 23 Oktober 2003

RENCANA KEPERAWATAN
( CP. 3 )
Tgl NDX dan data Tujuan Rencana tindakan Rasional
. penunjang
23 Gangguan Klien o Beri makanan o Dgn makanan yang
/10 pemenuhan menunjukkan yang lunak dan lunak dan lembek
/03 nutrisi s/d pola makan lembek dapat mem,udahkan
intake yang membaik dan o Beri makanan pencernaan hingga
tidak adekuat. klien berupa nasi beban keja usus
menghabiskan secara diet berkurang.
porsi makanan o Beri makanan o Makanan yang
dan klien dalam porsi kecil berfariasi dapat
nampak segar dan frekuensi merangsang nafsu
sering makan
o Kolaborasi untuk o Untuk mengganti
pemberian asupan makanan secara
vitamin. bertahap.
o Beri kompres o Dengan pemberian
hangat vitamin dapat
o Beri lingkungan membantu dalam
yang tenang dan merangsang nafsu
nyaman makan.
o Dapat membantu
menurunkan suhu
tubuh.

36
o Membantu klien untuk
dapat merasa lebih
tenang dan dapat
beristirahat tanpa
gangguan
23 Gangguan pola Klien
/10 tidur s/dmenunjukkan o Batasi masukan o Kafein dapat
/03 peningkatan pola tidur makanan dan memperlambat klien
suhu tubuh membaik dan minuman yang untuk tidur.
penurunan suhu mengandung o Dapat mengidentifikasi
tubuh kafein penyebab kecemasan
o Beri kesempatan klien
klien untuk o Agar klien dsapat tabah
mengungkapkan dan tegas menghadapi
perasaannya cobaan dari tuhan
o Beri dorongan
spiritual kepada
klien
o Agar klien dapat
23 Kecemasan s/d Klien mengerti tentang
/10 kondisi pasien mengatakan o Beri informasi proses penyakitnya.
/03 yang cemasnya kepada klien o Untuk mengidentifikasi
memburuk berkurang tentang penyakit masalah klien
dsan kurang yang dialaminya o Bantuan sangat
pengetahuan. serta proses diperlukan oleh klien
pengobatan yang padsa saat kondisinya
harus lemah dalam
dijalankannya pemenuhan
o Kaji kebutuhan kebutuhannya.
klien
o Bantu memenuhi
kebutuhan
aktifitas sehari-
hari

23 Gangguan Klien
/10 aktifitas melaporkan o Latih pasien o Mempercepat
/03 perawatan diri keadaan dirinya
untuk melakukan pemulihan kekakuan
sehari-hari s/d sudah membaik
kegiatannya otot akibat terlalu lama
kelemahan dsan dapat
secara mandiri beristirahat.
fisik melakukan
perawatan diri
secara mandiri
ataupun dengan
bantuan.

37
38
CATATAN TINDAKAN
( CP. 4 )
Tgl. NDX Jam Tindakan Keperawatan dan hasil
23 I 08.30 i.      Memberi makanan sesuai kebutuhan dan diet dari rumah
/10 sakit.
/03 dengan hasil klien menghabiskan porsi makanannya.
08.45
ii.      Menganjurkan kepada klien untuk makan makanan yang
bervaruasi seperti coklat, roti dan makanan yang lunak lainnya
dengan porsi kecil tapi frekuensi sering.
2 08.50
iii.      Memberikan kompres hangat kepada klien dengan hasil suhu
tubuh 36,8 o C
09.00
iv.      Menganjurkan kepada anggota keluarga klien untuk dapat
memberikan kesempatan klien agar dapat beristirahat dengan
hasil klien dapat beristirahat dengan tenang.
09.20
v.      Mengajarkana kepada klien untuk mengkonsumsi makan
3 09.30 makanan dan miniuman yang tidak mengandung kafein
vi.      Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang
keadaan yang ia alami dengan hasil klien merasa lega dan tidak
was-was.
10.00
vii.      Memberika dorongan spiritual sesuai dengan agama dan
kepercayaan klien
10.15
viii.      Memberikan HE kepada klien tentang penyakit yang ia
4 10.30 alami.

  ix.      Membantu klien melakukan aktifitas perawatan diri klien


11.00 seperti potong kuku dengan hasil klien tidak lagi kotor.

    x.      Melatih klien melakukan aktifitas sesuai kemampuan yang


klien miliki dengan hasil klien mampu beraktifitas ringan sesuai
dengan kemampuannya seperti makan dan gosok gigi.
39
CATATAN PERKEMBANGAN/ EVALUASI
( CP. 5 )
Tgl. NDX Jam EVALUASI / SOAP
24/ 1 08.05 S : Klien mengatakan nafsu makannya masih kurang
10/03 O : BB klien tetap, klien sempat makan makanan ringan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pertahankan intervensi 1,2,3

24/ 2 08.30 S : Klien mengatakan suhu badannya tidak sepanas kemarin dan
10/03 sudah bisa tidur dengan nyenyak
o
O : Klien kelihatan baru bangun tidur dan suhu badannya 36,5
C
A : Masalah teratasi
P:-

24/ 3 09.00 S : Klien mengatakan dirinya sudah lebih baik dsan merasa
10/03 tidak khawatir lagi
O : Wajah klien nampak berseri0seri
A : Masalah tereatasi
P:-

24/ 4 09.15 S : Klien mengatakan masih kaku untuk bergerak dsan


10/03 beraktifitas
O : Klien nampak hanya berbarung di tempat tidur
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi ix,x.

BAB IV
40
PENUTUP

I.1 KESIMPULAN
DHF adalah suatu penyakit yang di sebabkan virus dengue yang tergolong arbovirus dan
masuk ke tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aides aegypt yang betina.
Penyakit DHF ini menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih
banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun. Nyamuk
Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue
dari penderita kepada orang lain. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air
bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti)
maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus).
Pengobatan pada penderita penyakit DHF yaitu kita harus bisa menyarankan untuk
mencegah keadaan syok/presyok,yaitu dengan menganjurkan penderita banyak minum
air putih sekitar 8gelas perhari, dan anjurkan para warga untuk melakukan tindakan 3M
yaitu: menguras,menutup,mengubur karena tindakan ini sangat bermanfaat bagi
lingkungan kita untuk memberantas sarang nyamuk. Kegiatan tersebut merupakan
tindakan pencegahan penyebaran demam berdarah yang dapat dilakukan secara mandiri.

I.2 SARAN

Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang DHF dapat memberi ilmu dan
memberi pengetahuan tentang penyakit DHF dalam pendidikan dan praktik keperawatan
anak untuk itu kami berharap makalah ini dapat memberi manfaat kepada pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

41
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.

(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).

Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit

buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,

(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI :

Media Aescullapius. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.

(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran

Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya

42

Anda mungkin juga menyukai