Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TIC ( TUTORIAL IN CLINIC)

STROKE HEMORAGIK DI RUANG IGD RS dr. ABDUL AZIZ


SINGKAWANG

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1

RESTI JAYANTI SUCIPTO


ERMI HARYANTI MALINDA SURENI
RIZKI NURHAFIZAH MITA WIDYA NINGRUM
NOVIANITA ANGGREINI ADE WINDASARI
WISNU PRABOWO LARAS AYU NINGTIAS
ZAKIAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
GAMBARAN KASUS TIC STROKE HEMORAGIK

Tn. J usia 63 tahun, datang ke RS. Abdul Aziz rujukan dari RS Rubini Mpw pada
tanggal 12 maret 2019, pukul 23.50 wib dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 4 jam
yang lalu dengan status kesadaran derilium, dan diagnosa penurunan kesadaran susp. Stroke
Hemoragik. Pasien datang atas rujukan dari RS. Rubini Mempawah, dengan riwayat penyakit
stroke (kelemahan tubuh disisi kanan), sejak 2 tahun yang lalu. Sebulan terakhir tubuh sisi
kanan dapat digerakkan (sebelum terjadi penurunan kesadaran), muntah (-), mual (-), nyeri
kepala (-), Klien datang dengan terpasang infuse NaCl 20 tpm, dan terpasang OPA karena
terjadi penurunan kesadaran, bunyi nafas stidor (+) GCS : E = 1, V=x, M = 3, TTV : TD
220/120 mmHg, N = 114 x/menit, RR 20 x/menit, T = 36,2 oC

Hasil pemeriksaan tanggal 12 maret 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 16.6 g/dl 13,2 – 17,3


Leukosit 16.200 / uL
Trombosit 220.000 /uL 3.800 – 10.600
Hematokrit 46 %
150.000 – 440.000
Eritrosit 3,56 106/uL
40 – 52
Ureum 28 mg/dl

1,17 mg/dl 4,4 – 5,9


Kreatinin
10- 50
0.5-1.2

Golongan Darah B

HIV Non Reaktif Non reaktif

HBSAG Non Reaktif Non reaktif

Hasil Pemeriksaan CT-scan brain kotras (12 Maret 2019)


Hasil : Stroke hemoragik + LVH
Saat ini klien terpasang IVFD Nacl 15 TPM, keadaan umum klien TSB dengan GCS 4,
stupor dengan pemeriksaan TTV:
TD : 210/100 mmHg
N : 114 x/m
RR : 20 x/m
S : 36,2 OC
GDS : 185 mg/dl
Sebelum dirujuk ke IGD RS Abdul Aziz, klien mengalami penurunan kesadaran ± 4
jam yang lalu, klien telah terpasang alat untuk membuka jalan napas yatu OPA di RS
Rubini, terpasang DC dan O2 3 Lpm (NK) terdapat penumpukan sekret tetapi tidak
dilakukan suction. Terapi yang telah diberikan di RS RUBINI :
- IVFD Nacl 20 Tpm
- Inj. Citicolin 1 gr/ 12 jam
- Inj. Ranitidin 50 gr/10 jam
- Po. Captopril 50 mg
diberikan pada pukul 20.55 wib

STEP 1
1. Apa yang dimaksud dengan stroke Hemoragik?
2. Apa yang dimaksud dengan derilium?

Jawaban pertanyaan dari Step 1


1. Stroke hemoragik adalah stroke akibat dari penyakit Hipertensi dengan melibatkan
pecahnya pembuluh darah pada otak. Sehingga dapat menyebabkan pasien
mengalami penurunan kesadaran.
2. Derilium adalah suatu keadaan kesadaran pasien dimana menurunya tingkat
kesadaran disertai dengan kekacauan pada motorik (gelisah)

STEP 2
1. Apa saja tanda gejala yang ditimbulkan pada kasus ini?
2. Pada kasus diatas, klien termasuk di klasifikasi stroke Hemoragik apa?
3. Apa tindakan kegawatdaruratan yang dapat dilakukan untuk pada kasus diatas?
4. Apa saja diagnosa keperawatan primer dan sekunder yang muncul pada kasus?

STEP 3
1. Apa saja tanda gejala yang ditimbulkan pada kasus ini?
Tanda gejala yang ditimbulkan pada kasus ini adalah pasien mengalami penurunan
kesadaran, jalan napas terhambat ditandai dengan jalan napas terhalang oleh lidah
terjatuh kebelakang ditemukan bunyi stridor (+), kelemahan pada ekstremitas
sebelah kanan, lidah pelo (+), dengan GCS : E1VxM3 kesadaran Stupor, Agitas (+).
2. Pada kasus diatas, klien termasuk di stroke hemoragik pada klasifikasi apa?
Pada kasus kali ini klien mengalami stroke hemoragik pada klasifikasi Stroke akibat
perdarahan intraserebral (PIS) mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas,
kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Sesuai dengan tanda gejala yang ditimbulkan
serta riwayat penyakit klien yaitu HT (+) emergency dan riwayat stroke 2 tahun lalu.
3. Apa tindakan kegawatdaruratan yang tepat untuk pada kasus diatas?
a. Membuka jalan napas ( Airway) dilaakukan membuka jalan napas head chinlift
untuk memasang OPA kembali sesuai dengan posisi agar jalan napas pasien
paten.
b. Oksigen (Breathing)
Pemenuhan oksigen akan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh, RR:
20 x/m . tetapi pemenuhan kebutuhan oksigen harus tetap dialkukan karena
pasien mengalami obstruksi. O2 nasal kanul 5 Lpm.
c. Silkulasi ( Circulation) pasien mempunyai riwayat HT emergency dengan TD
270/120 mmHg saat terjadi serangan N: 114 x/m, mengobservasi adanya tanda
perdarahan, syok ditandai dengan sianosis, pucat, ada tidaknya denyut nadi
karotis.
d. Disability
Kesadaran pasien berhubungan dengan keadaan pasien akibat dari proses
penyakit. Tirah baring akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga
cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume
intra vaskuler. Setelah dilakukan tindakan pengkajian primer selanjutnya
melakukan tindakan pengkajian sekunder sebagai tambahan data dalam
menegakkan diagnosis.

4. Apa saja diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diatas?


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder
akibat PTIK
b. Pola napas tidak efektif b.d menurunnya refleks batuk, dan menelan
c. Risiko Aspirasi b.d penurunan kesadaran

STEP 4
Skema

Etiologi

STOKE HEMORAGIK

Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang Manifestasi Klinis Penatalaksanaan

Askep
STEP 5

Learning objective

1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
6. Pemeriksaan Diagnostik
7. Penatalaksanaan
8. Asuhan keperawatan pada kasus

KONSEP TEORI
STROKE HEMORAGIK

1. Definisi Stroke Hemoragik


Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai daerah
fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu manifestasi klinis stroke dapat berupa
hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau gejala lain sesuai
daerah otak yang terganggu (Prakasita, 2015).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi keluarnya darah arteri ke dalam ruang
interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri dan mengganggu
vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi apabila susunan pembuluh
darah otak mengalami ruptur sehingga timbul perdarahan di dalam jaringan otak atau di
dalam ruang subarachnoid (Caplan, 2009).
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan
subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi
saat istorahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Nurarif dan kusuma 2016)

2. Klasifikasi Stroke Hemoragik


Menurut Nurarif dan Kusuma (2016), klasifikasi stroke debedakan menurut patologi
dari serangan stroke meliputi:
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan
subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi
saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan
otak dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Perdarahan intraserebri (PSI)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningktan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, talamus,
pons dan serebellum
2) Perdarahan subaraknoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal adari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar perenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak , meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri
sehingga nyeri kepala hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesdaran.
Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2
sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal dengan
pembuluh arteri di ruang subaraknoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi
otak global maupun fokal.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease and
Related Health Problem 10th Revision, Stroke hemoragik di bagi atas :
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Stroke akibat perdarahan intraserebral (PIS) mempunyai gejala prodromal yang
tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang
hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual
dan muntah sering terjadi ketika pada permulaan serangan.
Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran
biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah
jam, 23% anatar ½ sampai 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19
hari).
b. Perdarahan Subaraknoid (PSA)
Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA) didapatkan
gejala prodromal yang berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering
terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsanga menigeal. Edema
pupil dapat terjadi apabila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.
Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsngan +/- +++
meninggal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
3. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008), stroke hemoragik biasanya disebabkan oleh:
Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang
subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab
otak yang paling umum terjadi:
-
Aneurisma berry, biasanya defek congenital
-
Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
-
Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
-
Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena
-
Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalam dan
degenerasi pembuluh darah.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari stroke menurut Price dan Wilson (2015) menyebutkan adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri kepala yang sangat hebat menjalar ke leher dan wajah
b. Mual dan muntah
c. Kaku kuduk
d. Penurunan kesadaran
e. Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu bagian tubuh,
terutama di salah satu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.
f. Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim di suatu bagian tubuh, terutama
jika hanya salah satu sisi.
g. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi
h. Kerusakan motoric dan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motoric
i. Gangguan komunikasi seperti : disatria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia
(kerusakan komunikasi/ kehilangan fungsi biacara), apraksia (ketidak mampuan
melakukan tindakan yang dipelajari).
j. Gangguan persepsi
k. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
l. Disfungsi kandung kemih
Menurut Nurarif dan Kusuma (2016), perbedaan pada stroke hemoragik adalah :
Gejala Klinis PIS* PSA*
Defisit fokal Berat Ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Muntah Pada awalnya Sering
Sering
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak
Penurunan Ada Ada
kesadaran
Kaku kuduk Jarang Ada
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan
tidak ada
Gangguan bicara Bisa ada Jarang
Likuor Berdarah Berdarah
Paresis/gangguan Tidak ada Bisa ada
N III
Keterangan :
(*) : Merupakan Stroke Hemoragik
PIS: Perdarahan Intra Serebral
PSA : Perdarahan Subarakhnoid

Manifestasi klinis dari stroke secara umum Menurut Soeharto (2002) menyebutkan
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri kepala yang sangat hebat menjalar ke leher dan wajah
b. Mual dan muntah
c. Kaku kuduk
d. Penurunan kesadaran
e. Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu bagian
tubuh, terutama di salah satu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.
f. Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim di suatu bagian tubuh,
terutama jika hanya salah satu sisi.
g. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi
h. Kerusakan motoric dan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motoric
i. Gangguan komunikasi seperti : disatria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia
(kerusakan komunikasi/ kehilangan fungsi biacara), apraksia (ketidak mampuan
melakukan tindakan yang dipelajari).
j. Gangguan persepsi
k. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
l. Disfungsi kandung kemih

Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:


a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
1) Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi pada
saat istirahat atau bangun pagi.
2) Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
3) Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
4) Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasinya.

Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya, yaitu:


a. Defisit Lapangan Penglihatan
1) Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
-
Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan penglihatan
-
Mengabaikan salah satu sisi tubuh
-
Kesulitan menilai jarak
2) Kehilangan penglihatan perifer:
-
Kesulitan melihat pada malam hari
-
Tidak menyadari objek atau batas objek
3) Diplopia yaitu penglihatan ganda

b. Defisit Motorik
1) Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada
hemisfer yang berlawanan)
2) Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada
hemisfer yang berlawanan)
3) Ataksia:
-
Berjalan tidak tegak.
-
Tidak mampu menyatukan kaki.
4) Disartria yaitu kesulitan dalam membentuk kata.
5) Disfagia yaitu kesulitan dalam menelan.
c. Defisit Sensori
Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
-
Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
-
Kesulitan dalam propriosepsi
d. Defisit Verbal
1) Afasia ekspresif:
-
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
-
Mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal
2) Afasia reseptif:
-
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
-
Mampu bicara tetapi tidak masuk akal
3) Afasia global yaitu kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
e. Defisit Kognitif
1) Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
2) Penurunan lapang perhatian
3) Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
4) Alasan abstrak buruk
5) Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
1) Kehilangan kontrol diri
2) Labilitas emosional
3) Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
4) Depresi
5) Menarik diri
6) Rasa takut, bermusuhan, dan marah
7) Perasaan isolasi
(Smeltzer dan Bare, 2010).
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
1) Hemiparese sebelah kiri tubuh
2) Penilaian buruk
3) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh kesisi yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
1) Mengalami hemiparese kanan
2) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
3) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
4) Disfagia global
5) Afasia
6) Mudah frustasi

5. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang
merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju
parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat
terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang
arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan
darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat
terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas
kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini
dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula
lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan
mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan
nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan
desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang
mengalami proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006). Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan
dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi.
Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur,
dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan
beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang
menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung
beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering terjadi
antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran,
dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan
besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam
waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke system
ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin
disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer
& Bare, 2008).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri masih
dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata. Sedangkan adanya
bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian.
Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya pasien masih muda, dan 20
% mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).
Basal ganglia (basal nuclei) adalah sekelompok subcortical nuclei atau struktur otak
yang membantu mengontrol gerakan tubuh di otak vertebrata termasuk manusia, yang
terletak di dasar otak depan. Basal ganglia bisa disebut juga kumpulan nukleus yang
ditemukan di kedua sisi talamus, di luar dan di atas sistem limbik, tapi di bawah gyrus
cingulate dan di dalam lobus temporal. Sejumlah struktur anatomi yang berbeda di otak
termasuk dalam basal ganglia. Basal ganglia mengacu pada sekelompok inti subkortikal
dan mengatur kontrol motorik juga terlibat dalam banyak neuronal pathways yang
bertanggung jawab terutama untuk pengendalian motorik serta peran lainnya seperti
pembelajaran motorik, fungsi eksekutif dan perilaku, dan emosi. Kontrol motor halus, di
mana gerakan dimulai, berlangsung dan berakhir seperti yang diharapkan, sebagian
dikoordinasikan oleh basal ganglia. Maka jika pembuluh darah pecag terkena ke bagian
basal ganglia akan mempengaruhi dari fungsi basal ganglia itu sendiri.
Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke dan subtipenya,
untuk menidentifikasi penyebaba utamanya dan penyakit terkait lain, untuk menentukan
terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan pengobatan.
Pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda dari pasien ke pasien (Feigin, 2009).
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke adalah
Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada kepala.
Mesin CT dan MRI masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet.
Setiap citra individual memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah
abnormal yang ada di dalamnya.
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan
mengukur interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang
bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian
dengan MRI biasanya berlangsung sekitar 30 menit.
b. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara untuk
menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan
arteri atau pembekuan di arteri utama. Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan
relatif cepat (sekitar 20-30 menit).

c. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X
kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar
paling akurat mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau
perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini memiliki resiko
kematian pada satu dari setiap 200 orang yang diperiksa.
d. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas. Sebagai
contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi susunan saraf pusat
serta cara ini juga dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini
memerlukan waktu sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
e. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau
penyakit jantung sebagai resiko penyebab stroke. Prosedur EKG biasanya hanya
beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.
f. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk
mencarikelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara ini
juga dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan keadaan
pasien. Prosedur ini cepat dan tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-
hatian khusus untuk melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidakdiperlukan
(Feigin, 2009).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum
a. Tatalaksana Medis : Pemberian obat neuroproteksi untuk pengobatan secara akut stroke
guna menurunkan metebolisme neuron, mencegah pelepasan zat-zat toksik dari neuron
yang rusak.Pemberian obat antikoagulasi seperti INR 2-3 mg untuk stroke yang
disebabkan oleh fibrilasi atrium (Price, 2006).
b. Tatalaksana Keperawatan : Penanganan yang dilakukan perawat dalam menghadapi
pasien yang datang dengan keadaan stroke akut meliputi pengkajian tanda dan gejala
stroke, tanda-tanda vital serta pengkajian persarafan, menyiapkan pasien untuk
dilakukan pencitraan gambar otak seperti CT-Scan dan MRI, kemudian memastikan
keadaan oksigenisasi pasien baik, pemberian posisi untuk meningkatkan sirkulasi agar
tekanan intrakranial meningkat (Summers, 2009).
 Rehabilitasi sedini mungkin : Rehabilitasi awal meliputi pengaturan posisi, perawatan
kulit, fisioterapi dada, fungsi menelan, fungsi berkmih dan gerakan pasif pada semua
sendi ekstremitas.Mobilitas aktif sendini mungkin secara bertahap sesuai toleransi
setelah kondisi neurologis stabil dan hemodinamik stabil. Depresi harus diobati sedini
mungkin dengan obat antidepresi yang tidak mengganggu fungsi kognitif. Terapi
wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia dengan stimulasi sedini
mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi visual, terapi intonasi melodik dll (Mansjoer,
2000).
Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut
( Sylvia dan Lorraine, 2006 ) :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah dan boleh
mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran menurun
atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi.
8. Komplikasi
Komplikasi Stroke (Satyanegara, 2010)
a. Dini (0-48 jam pertama)
 Edema serebri. Defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
 Infark miokard. Penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

b. Jangka Pendek (1-14 hari pertama)


 Pneumonia akibat immobilisasi lama
 Infark miokard
 Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali terjadi pada
saat penderita mulai mobilisasi
 Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
c. Jangka Panjang (> 14 hari)
 Stoke rekuren
 Infark miokard
 Gangguan vaskuler lain: penyakit vaskuler perifer
9. Pencegahan
Dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat seperti: (Wiadyana, 2012)
a. Pola makan sehat
b. Tidak merokok
c. Olahraga teratur
d. Menjaga berat badan
e. Mengendalikan stres
10. Evident Best Practice

Penelitian dari jurnal Metode ROSIER SAMURAI untuk Penanganan Stroke Akut di
Instalasi Gawat Darurat Guideline dari ASA tentang penanganan stroke akut menjadi
bagian yang dapat dipakai dalam metode samurai. Dikenalkan pula rosier (sebagai tool
dalam menangani pasien stroke akut di IGD). Rosier merupakan skala yang efektif dalam
mendiagnosa awal pasien stroke akut atau TIA yang datang ke IGD. 7 item yakni riwayat
penurunan kesadaran dan kejang, tanda gangguan neurologis wajah, ekstremitas tangan
maupun kaki, gangguan bicara, visual yang menurun (AL Afik, 2014)
Metode Rosier dan Samurai lebih menitikberatkan pada penanganan di IGD,
asesment cepat, diagnosa tepat, penunjang CT-Scan dan laboratorium beberapa fungsi organ
untuk mendukung proses penanganan. Keputusan terapi trombolisis sesuai harapan yakni
kurang dari 3 jam, dengan rt-PA terapi ini pada metode samurai di per dalam dengan
beberapa komplikasi pemberian obat trombolisitis. Kemudian metode ini menitikberatkan
pengelolaan hipertensi dengan menurunkan secara agresif untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik.9 Perhatian lain metode ini membahas beberapa efek paska serangan, seperti
kelumpuhan menetap, afasia, kerusakan deviasi mata atau CED (Conjugate Eye Deviation).
Dan komplikasi lain yang bisa timbul sampai 3 bulan paska serangan dan atau efek dari terapi
trombolisis (AL Afik, 2014).

Sedangkan menurut penelitian Akupresur Untuk Meningkatkan Kekuatan Otot Dan


Rentang Gerak Ekstremitas Atas Pada Pasien Stroke Terdapat pengaruh yang signifikan
Akupresur terhadap kekuatan oto dan rentang gerak ekstremitas atas. Rerata kekuatan otot
ektremitas atas, akupresur yang dilakukan dapat meningkatkan skor kekuatan otot ekstremitas
atas pada responden yang mengalami kelemahan kekuatan otot akibat stroke hemiparetik.
ditekan akan menimbulkan nyeri pada tempat yang jauh dari titik tersebut, dimana titik ini
merupakan degenerasi lokal di dalam jaringan otot yang diakibatkan oleh spasme otot,
trauma, ketidakseimbangan endokrin dan ketidakseim- bangan otot. Titik trigger dapat
ditemukan pada otot rangka dan tendon, ligamen, kapsul sendi, periosteum dan kulit. Otot
yang normal tidak mempunyai titik trigger (Adam, 2013).

Rentang Gerak Ekstremitas Atas. Rerata rentang gerak ektremitas atas setelah
dilakukan akupresur pada kelompok intervensi lebih tinggi diban- dingkan dengan kelompok
kontrol. Akupresur yang dilakukan dapat meningkatkan skor rentang pada responden yang
mengalami keterbatasan rentang gerak akibat stroke hemiparetik. Pemberian akupresur pada
titik meridian dapat memperbaiki sirkulasi qi dan darah dalam tubuh, sehingga akan
merelaksasikan otot yang mengeras dan merangsang perbaikan alamiah pada abnormalitas
skeletal dan rentang gerak dapat meningkat. Selain itu, pemberian terapi akupresur akan
mengharmonisasikan aliran qi dan darah sehingga akan merelaksasikan spasme dan
meredakan nyeri pada sendi karena menstimulasi pelepasan endorphin (Adam, 2013).
LAPORAN KASUS

Tanggal : 12 Maret , Pukul 23.50

Inisial Pasien : Tn. J

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 63 Tahun

Diagnosa Medis : penurunan kesadaran e/c stroke hemoragic , HT emergency

1. Pengkajian Primer
1) Airway
Terdapat sekret, posisi chin lift dilakukan untuk pemasangan OPA kembali
dikarenakan OPA keluar pada posisi nya untuk membuka jalan napas pasien
2) Breathing
Respiratoty Rate 20 x/menit
SPO2 99 %
Suara napas vesikuler, irama napas ireguler, batuk (+), tampak retraksi dinding dada,
dan klien tidak menggunakan pernapasan cuping hidung, stridor (+), sianosis (-),
gelisah (+),
3) Circulation
TD : 270/110 mmHg
HR : 114x/menit
Suhu : 36,2oC
RR : 20 x/m
Turgor kulit baik
Mata tidak cekung
Capilary Refil < 2 detik
Tidak sianosis, akral hangat, tidak ada muntah
4) Disability
Tingkat kesadaran: Stupor
GCS: E1, Vx , M3
Pupil Isokor, diameter 3/3 edema (-), Pucat (+)
5) Exposure
Akral hangat, tidak ada jejas ataupun luka, tidak ada tanda-tanda syok, suhu 36,2oC
2. Tindakan Keperawatan yang Dilakukan
1) Pasien datang sudah terpasang OPA + DC dan Infus
2) Mengobservasi TTV, kesadaran dan keadaan umum
3) Memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi Head up 30o
4) Memonitor respirasi dan status O2 dan SPO2
5) Melakukan pemasangan restrain pada lengan kiri dan kaki kiri
6) Mencatat pergerakan dada, amati kesemetrisan, penggunaan otot tambahan
7) Membatasi gerakan leher, kepala dan punggung
8) Monitor status cairan pasien
9) Melakukan pemeriksaan gula darah
10) Melakukan pemasangan EKG
11) Memonitor suara Membatasi gerakan leher, kepala dan punggung
12) Monitor status cairan pasien
13) Memonitor tanda syok dan penurunan keadaan umum
14) nafas
15) Memonitor tanda syok dan penurunan keadaan umum
16) Melakukan kolaborasi pemasangan alat oksigen dan pemasangan OPA untuk
membuka jalan napas
17) Membawa pasien untuk melakukan pemeriksaan diagnostik CT-Scan Brain kontras
dalam menegakkan diagnosa

3. Evaluasi Hasil Tindakan


Subjektif : Keluarga mengatakan klien masih tidak sadar
Keluarga mengatakan sebelum dibawa ke RS Skw pasien dari RS Rubini
Mpw
Keluarga mengatakan pasien tidak sadar ± 4 jam yang lalu
Keluarga mengatakan pasien pernah mengalami stroke 2 thn lalu

Objektif : - Pasien tampak menggunakan nasal kanul 5 Lpm


-
K/U TBS
-
Kesadaran : Stupor (E1, Vx, M3)
-
TD : 210/110 mmHg
-
N : 110 mmHg
-
T : 36,4 o C
-
RR : 22 x/m
-
Klien terpasang OPA
-
GDS : 185 mg/dl
-
EKG : ST Elevasi, sinus Takikarda
-
CT-Scan : Stroke Hemoragic
-
Kekuatan Otot

-
Posisi pasien head up 30o
-
RR 20x/menit
-
SpO2 99%
-
Irama pernafasan ireguler
-
Pasien terlihat masih menggunakan otot pernafasan tambahan

Analiasa: Gangguan perfusi jaringan serebral


Planning: - Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi head up 30o’
-
Monitor kesadaran pasien dan K/u pasien
-
Monitor TTV, status O2 dan SPO2
-
Catat pergerakan dada, amati kesemetrisan, penggunaan otot tambahan
-
Monitor suara nafas dan jalan napas
-
Monitor status cairan px
4. Diagnosa Keperawatan
Gangguan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d proses penyakit

5. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat Penyakit
a. Alergi
Klien tidak mempunyai alergi obat, makanan, minuman dan lingkungan
b. Medikasi
Sebelum dirujuk ke IGD RS Abdul Aziz, klien diberikan terapi di RS RUBINI
Mpw Terapi yang telah diberikan di RS RUBINI : IVFD Nacl 20 Tpm, Inj.
Citicolin 1 gr/ 12 jam, Inj. Ranitidin 50 gr/10 jam dan Po. Captopril 50 mg
diberikan pada pukul 20.55 wib
c. Post Illness
Sebelum MRS, klien tidak mengeluh apapun , pasien malah merasa segar dan
nyaman dengan kondisi sekarang. Tanpa melakukan apapun dirumah pasien di
temukan oleh keluarga sudah pingsan tidak sadarkan diri, dengan mempunyai
riwayat HT emergency dan riwayat Stroke 2 tahun lalu. Sehingga pasien pingsan
dan dibawa kers terdekat.
d. Last Meal
Klien terakhir mengkonsumsi nasi dirumah
e. Environment
Klien tinggal satu rumah bersama istri dan anaknya
2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
Keadaan Umum : Klien TSB
Tingkat Kesadaran : stupor
GCS : E1, Vx, M3
TTV : TD 270/110 mmHg, N 114x/m , RR 32x/m , Suhu
36,2oC
a) Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala bulat mesocephal, tidak ada lesi dikepala, rambut bewarna hitam,
campur putih, sedkit keriting ikal, distribusi merata
Palpasi
Tidak ditemukan edema dan nyeri tekan
b) Mata
Inspeksi
Kedua mata klien simetris, konjungtiva tidak pucat, pupil isokor, diameter
kanan/kiri 3mm/3mm, reaksi cahaya +/+, ikterik (-),
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
c) Telinga
Inspeksi
Kedua telinga simetris lengkap terdapat kedua telinga, tidak ada lesi, terdapat
serumen, tidak dapat pengeluaran darah atau cairan
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
d) Hidung
Inspeksi
Posisi septum nasal simetris, pernapasan cuping hidung (-) , tidak terdapat
pengeluaran lendir atau darah, terpasangan oksgine 5 lpm dengan nasal kanul
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
e) Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi
Mukosa bibir tampak kering, gigi klien lengkap, mulut kotor, terdapat pengeluaran
darah atau saliva akibat pemasangan OPA
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
f) Leher
Inspeksi
Leher simetris, tidak terdapat jejas dileher, tidak ada distensi vena jugularis, tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi
Tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat pembesaran limfe, dan tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
g) Thorax (paru-paru)
Inspeksi
Thorax simetris, klien tidak menggunakan otot bantu napas dan terdapat retraksi
dinding dada, RR 20x, gelisah (+).
Palpasi
Gerakan paru inspirasi lebih panjang, ekspirasi lebih pendek, tidak terdapat masa,
tidak terdapat fraktur pada daerah throrax
Perkusi
Perkusi paru sonor
Auskultasi
Bunyi napas tidak terdengar suara tambahan
h) Jantung
Inspeksi
Tidak terdapat palpitasi, ictus kordis tidak terlihat
Palpasi
HR 114x, capillary refill < 2 detik
Perkusi
Perkusi jantung terdengar pekak
Auskultasi
TD 270/110mmHg, tidak terdengar suara tambahan Gallp(-), Murmr(-)
i) Abdomen
Inspeksi
Abdomen tampak cembung, kulit elastic, tidak terdapat lesi atau masa
Auskultasi
Bising usus (+) 8x/menit
Palpasi
Tidak terdapat asites , Soepl (+), tidak teraba hati dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi
Timpani
j) Ekstremitas
Inspeksi
Pada ekstremitas kiri atas terpasang infuse Nacl 15 tpm
Pada ekstremitas kiri atas: terpasang saturasi oksigen
Pada ekstremitas kanan dan kiri bawah terdapat tidak odema

k) Tidak ada kaku kuduk (-)


l) Refleks fistula (+/+)
m) N1- N XII tidak dapat dikaji
n) Motorik sulit dikaji

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Hasil pemeriksaan laboratorium tgl 12 Maret 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 16.6 g/dl 13,2 – 17,3


Leukosit 16.200 / uL
Trombosit 220.000 /uL 3.800 – 10.600
Hematokrit 46 %
150.000 – 440.000
Eritrosit 3,56 106/uL
40 – 52
Ureum 28 mg/dl

1,17 mg/dl 4,4 – 5,9


Kreatinin
10- 50
0.5-1.2

Golongan Darah B
2) Hasil
HIV Non Reaktif Non reaktif

HBSAG Non Reaktif Non reaktif

pemeriksaan gula darah tgl 12 Feb 2019


GDS: 185 g/dl
3) Hasil pemeriksaan EKG
Pada gambaran EKG didapatkan yaitu pada segmen ST elevasi + LVH
4) Hasil pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan brain CT-scan kontras (12 Maret 2019)
Hasil : Stroke Hemoragik pada otak sebelah kanan

7. Diagnosa Keperawatan
 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder
akibat PTIK
 Pola napas tidak efektif b.d menurunnya refleks batuk, dan menelan
 Risiko Aspirasi b.d penurunan kesadaran
8. Monitor Klien
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Monitor kesadaran dan keadaan umum klien
3) Monitor SPO2 klien
4) Monitor O2 klien
5) Memberikan posisi head up 30o
6) Monitor kondisi klien
7) Monnitor tanda syok
8) Monitor posisi klien
9) Monitor cairan infuse klien
9. Evaluasi
Subjektif : keluarga mengatakan bersedia jika pasien di rawat inap di ruang ICU
berhubungan dengan kondisi saat ini.
Objektif : - Pasien tampak menggunakan nasal kanul 5 Lpm
Posisi head up 30o
RR 20x/menit
SpO2 97%
Irama pernafasan ireguler
Pasien terlihat masih menggunakan otot pernafasan tambahan
Analiasa: ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Planning: Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi head up 30o
Monitor respirasi dan status O2
Monitor TTV dan TD serta kesadaran pasien
Monitor rata-rata kedalaman, irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada, amati kesemetrisan, penggunaan otot tambahan
Membatasi gerakan leher, kepala dan punggung
Monitor tanda PTIK
Monitor status cairan pasien
Memonitor tanda syok dan penurunan keadaan umum nafas
DAFTAR PUSTAKA

Afik , (2014). Metode ROSIER SAMURAI untuk Penanganan Stroke Akut di


Instalasi Gawat Darurat

Adam Muhamad, Nurachmah Elly, Waluyo Agung. (2014). Akupresur Untuk


Meningkatkan Kekuatan Otot dan Rentang Gerak Ekstremitas Atas Pada Pasien
Stroke
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi
8. Jakarta : EGC
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc
Ganong, W.F.2008. Buku Fisiologi Kedokteran. Edisi 22.Jakarta: EGC Snell, Richard.
2006. Neuroanatomik Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC
Price, S. A & Wilson, L.2015. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit;
alih bahasa, Brahm U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.
Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke Indonesia. Edisi November
2009.
Caplan LR. Basic Pathology, Anatomy and Patophysiology of Stroke. In : Caplan
Louis R. Caplan’s Stroke : A Clinical Approach. Philadelphia: Saunders Elsevier,
2009; 22-63.
Feigin, Valery., 2009. Stroke. Jakarta : PT. Bhuanailmu popular.
Mansjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Muttaqin, A. (2008) . Buku Ajar Auhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba medika.
Nurarif, A,H dan Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Practice Berdasarkan
Penerapan Diagnosa NANDA NIC NOC dalam Berbagai Kasus Edisi Revisi
Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction.
Price, Sylvia A. ( 2006). Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Price, Sylvia dkk. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses Penyakit. Volume 2.
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Satyanegara, SpBS & dll. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi IV. PT
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Summers, Debbie, et al. Comprehensive Overview of Nursing and Interdisciplinary
Care of the Acute Ischemic Stroke Patient. American Heart Association Journal.
2009;40(8).

Anda mungkin juga menyukai