Antioxidant Dan ROS
Antioxidant Dan ROS
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif
oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya
kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat
dihambat. Antioksidan dikelompokkan menjadi 2 yaitu antioksidan enzim (endogen) dan
non-enzim. Antioksidan enzim misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT),
dan glutation peroksidase (GPx), Antioksidan non-enzim (eksogen) banyak ditemukan dalam
sayuran dan buah-buahan, yang meliputi glutation tereduksi (GSH), vitamin C, E, β-karoten,
flavonoid, isoflavon, flavon, antosianin, katekin, dan isokatekin, serta asam lipoat.
Rendahnya antioksidan enzim dapat digunakan sebagai petanda tingginya kadar radikal
bebas dalam tubuh. Review berikut bertujuan untuk memberikan gambaran tentang peran
antioksidan dalam mencegah terbentuknya radikal bebas dalam tubuh (Siti Thomas, 2017).
ROS diproduksi sebagai zat antara, dan tingkat sel mereka sangat diatur oleh berbagai enzim
detoksifikasi, seperti SOD, glutathione peroxidase (GPX), dan katalase (CAT), atau oleh berbagai
antioksidan, termasuk flavonoid, asam askorbat, vitamin E, dan glutathione (GSH). Ada korelasi yang
signifikan antara generasi ROS dan metabolisme, serta dengan patofisiologi seluler
Ketidakseimbangan reduksi-oksidasi (redoks) merupakan peran penting dalam
keseimbangan antara generasi ROS dan netralisasi kelebihan ROS oleh faktor antioksidan seluler.
Homeostasis redoks yang terganggu menyebabkan efek berbahaya pada sel yang dimediasi oleh
gangguan pada mekanisme pensinyalan sel atau mengakibatkan kerusakan oksidatif pada
biomolekul, seperti protein, lipid, dan asam nukleat (Ahmed Adhal, 2017).
Diagram enzim antioxidant dalam menghadapi ROS.
Sumber ROS
stress oksidative karena genetik
Polymorphic variants related to the metabolism of methionine transmethylation and
transsulfuration, which increase susceptibility to endogenous and environmental oxidative stress,
are significantly different in children with autism. 91–93 Studies show a decreased ability in children
with these genetic variants to handle oxidative stress as measured by several metabolic biomarkers
including S-adenosylmethionine (SAM), S-adenosylhomocysteine (SAH), adenosine, homocysteine,
cystathionine, cysteine, oxidized and reduced glutathione, endogenous secretory receptor for
advanced glycation end-products (RAGE), and the pro-inflammatory ligand S100A9. In addition,
polymorphisms in glutathione pathways, which modulate the response to oxidative stress, strongly
affect risk for autism. For example, the homozygous GSTM1 deletion genotype imposes a near 2-fold
increased risk for autism.94,95 Further, polymorphisms of the glutathione S-transferase P1 gene
(GSTP1) in the mother, which could affect the fetus during pregnancy, are high risk factors for the
induction of autism (OR = 2.67, CI 95% = 1.39–5.13). 96 Thus, several genetic variants that affect
pathways involved in oxidative stress are risk factors for autism (william Parker,2017)
stress oksidatif karena lingkungan