Anda di halaman 1dari 38

A.

Variabel Penelitian

1. Variabel Independen.

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang


menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah:

a. Gaya Hidup (X1)

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang yang terungkap
pada aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
“keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya,
Kotler (2005).
b. Kelompok Acuan (X2)

Kelompok acuan adalah seorang individu atau sekelompok orang yang


secara nyata mempengaruh prilaku seseorang, Sumarwan (2011).
c. Uang saku (X3)

Collins dictionary.com menyatakan, uang saku merupakan sejumlah


kecil uang yang diberikan kepada anak-anak oleh rang tua sebagai
tunjangan dalam jangka waktu mingguan (pocket money is a small
weekly sum of money given to children by parents as allowance).
31

Tabel III.1
Variabel Independen dan Indikator

Variabel Indikator
Gaya Hidup Aktivitas
Minat
Opini
Kelompok acuan Ekspresi nilai.
Informasi dari teman.
Uang Saku Pemanfaatan/penggunaan

2. Variabel Dependen.

Varabel dependen merupakan variabel yang tergantung pada variabel lain.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pola konsumsi.

Pola konsumsi adalah proporsi pengeluaran suatu rumah tangga untuk


membeli berbagai jenis barang dan jasa untuk tingkat pendapatan dalam jangka
waktu tertentu, Ensiclopedia Economics (di dalam Rahayu, 2013).
Pola konsumsi didefinisikan sebagai tingkat kebutuhan seseorang atau
rumah tangga untuk jangka waktu tertentu yang dapat dipenuhi oleh
penghasilannya, Rahardja 1986 (di dalam Rahayu, 2013).
Tabel III.2.
Variabel Dependen dan Indikator

Variabel Indikator
Pola Konsumsi Jenis jasa
Jangka Waktu
Suatu instrumen dikatakan valid, bila (Siregar, 2014):

1. Efisien korelasi product moment melebihi 0,3.

2. Koefisien korelasi product moment > r-tabel (a ; n-2) n = jumlah


sampel.
3. Nilai sig < a.

Rumusan yang bisa digunakan untuk mengukur uji validitas adalah


Product Moment sebagai berikut (Siregar, 2014) :
rxy = n(∑xy) - (∑x) (∑y)

√{ n∑x2 - (∑x)2}{n∑y2 - (∑y2) }

Keterangan :

rxy = Validitas instrumen


N = Jumlah instrumen
X = Skor rata – rata dari X
Y = Skor rata-rata dari Y

Tabel V.4
Identitas Responden Berdasarkan Uang Saku

No Rata-Rata Uang Saku Jumlah Persentase


(Mahasiswi)
1 < Rp. 1.000.000,- 19 19 %
2 Rp. 1.000.000, - s/d Rp. 1.500.000,- 45 45 %
3  Rp. 1.500.000,- 36 36 %
Total 100 100 %

Karakteristik mahasiswi berdasarkan Tabel V.4. terdapat 19 responden


dengan uang saku <Rp. 1.000.000,00; 45 responden dengan uang saku Rp.
1.000.000,00 s/d Rp. 1.500.000,00; dan 36 responden dengan uang saku >Rp.
1.500.000,00.

1. Analisis Deskriptif Variabel.

a. Variabel Gaya Hidup.

Kuesioner untuk variabel gaya hidup menggunakan skala data 1-5,


dimana skala 1 (satu) menunjukkan responden memiliki gaya hidup yang
sangat rendah. Skala 5 (lima) menunjukkan responden memiliki gaya hidup
yang sangat tinggi. Skala data 1-5 ini dibuat berdasarkan hasil perhitungan
menggunakan rumus skala interval (Budiasih, 2012). Adapun skala data
tersebut adalah sebagai berikut:
48

Tabel V.5.
Skala Data Gaya Hidup

Skala Data Kelas Kategori


1 1,00 – 1,79 Sangat rendah
2 1,80 – 2,59 Rendah
3 2,60 – 3,39 Cukup
4 3,40 – 4,19 Tinggi
5 4,20 – 5,00 Sangat Tinggi

Dengan menggunakan kategori di atas, rata-rata skor responden terhadap


gaya hidup berdasarkan hasil perhitungan adalah 3,59 (dapat dilihat pada
lampiran II, Tabel I bagian sambungan 3), artinya responden memiliki gaya
hidup yang tergolong tinggi.
b. Variabel Kelompok Acuan

Kuesioner untuk variabel kelompok acuan menggunakan skala data 1-5,


dimana skala 1 (satu) menunjukkan interaksi responden terhadap kelompok
acuan mereka sangat rendah. Skala 5 (lima) menunjukkan interaksi
responden terhadap kelompok acuan mereka sangat tinggi. Skala data 1-5
ini dibuat berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus skala interval
(Budiasih, 2012). Adapun skala data tersebut adalah sebagai berikut:
49

Tabel V.6
Skala Data Kelompok Acuan
Skala Data Kelas Kategori
1 1,00 – 1,79 Sangat rendah
2 1,80 – 2,59 Rendah
3 2,60 – 3,39 Cukup
4 3,40 – 4,19 Tinggi
5 4,20 – 5,00 Sangat Tinggi

Dengan menggunakan kategori dibatas, rata-rata skor persepsi


responden terhadap kelompok acuan berdasarkan perhitungan adalah 3,55
(dapat dilihat pada lampiran III, Tabel II bagian sambungan 3), artinya
interaksi responden terhadap kelompok acuan tergolong tinggi.
c. Uang Saku

Kuesioner untuk uang saku menggunakan skala data 1-5, dimana skala
1 (satu) menunjukan mahasiswi dalam pemanfaatan uang saku mereka
sangat rendah. Skala 5 (lima) menunjukan persepsi mahasiswi dalam
pemanfaatan mereka sangat tinggi. Skala data 1-5 ini dibuat berdasarkan
hasil perhitungan menggunakan rumus skala interval (Budiasih, 2012).
Adapun skala data tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel V.7
Skala Data Uang Saku
Skala Data Kelas Kategori
1 1,00 – 1,79 Sangat rendah
2 1,80 – 2,59 Rendah
3 2,60 – 3,39 Cukup
4 3,40 – 4,19 Tinggi
5 4,20 – 5,00 Sangat Tinggi
50

Dengan menggunakan kategori di atas, rata-rata skor persepsi


mahasiswi terhadap pemanfaatan uang saku berdasarkan perhitungan adalah
3.49 (dapat dilihat pada lampiran IV, Tabel III bagian sambungan 3), artinya
mahasiswi dalam pemanfaatan uang saku tergolong tinggi.
d. Pola Konsumsi

Kuesioner untuk pola konsumsi menggunakan skala data 1-5, dimana


skala 1 (satu) menunjukan responden memiliki pola konsumsi sangat
rendah. Skala 5 (lima) menunjukan memiliki pola konsumsi sangat tinggi.
Adapun skala data tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel V .8
Skala Data Pola Konsumsi
Skala Data Kelas Kategori
1 1,00 – 1,79 Sangat rendah
2 1,80 – 2,59 Rendah
3 2,60 – 3,39 Cukup
4 3,40 – 4,19 Tinggi
5 4,20 – 5,00 Sangat Tinggi
Dengan menggunakan kategori di atas, rata-rata skor persepsi
mahasiswi terhadap pola konsumsi berdasarkan perhitungan adalah 3.12
(dapat dilihat pada lampiran V, Tabel IV bagian sambungan 3), artinya
responden memiliki pola konsumsi yang tergolong cukup.
51

B. Hasil Uji Statistik

1. Hasil Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengukur valid tidaknya suatu item


pernyataan (Sarjono & Julianita, 2011). Hasil Uji Validitas dilakukan dengan
menggunakan korelasi Product Moment. Hasil dalam uji validitas, kriteria suatu
nilai dikatakan valid bila nilai tersebut lebih besar dari r tabel. Untuk mengetahui
nilai rtabel dapat dilakukan dengan rumus: rtabel (a, n-2) dari tabel product
moment. Pada uji validitas ini diketahui bahwa n adalah 100, dan a=5%, maka:
rtabel (5%, 100-2) = 0.197. Setiap item pertanyaan dapat dikatakan valid jika
lebih besar dari 0,197. Adapun uji statistik uji validitas dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut
Tabel V.9
Nilai Validitas Gaya Hidup
Variabel Item rhitung rtabel Keteranga
n
G1 0,477 0,197 Valid
G2 0,591 0,197 Valid
G3 0,535 0,197 Valid
Gaya Hidup G4 0,481 0,197 Valid
G5 0,497 0,197 Valid
G6 0,404 0,197 Valid
G7 0,419 0,197 Valid
Sumber: Lampiran V, tabel V.1

Berdasarkan tabel validitas di atas, seluruh item pertanyaan gaya hidup


dalam instrumen penelitian dinyatakan valid, karena rhitung lebih besar dari
rtabel 0,197. Artinya setiap item pernyataan dari variabel diatas benar-benar bisa
mengukur variabel yang dimaksudkan.
52

Tabel V.10
Nilai Validitas Kelompok Acuan
Variabel Item rhitu rtabe Keteranga
ng l n
K1 0,32 0,19 Valid
Kelompo 7 7
k K2 0,39 0,19 Valid
Acuan 7 7
K3 0,53 0,19 Valid
1 7
K4 0,42 0,19 Valid
7 7
Sumber: Lampiran V, tabel V.2

Berdasarkan tabel validitas di atas, seluruh item pertanyaan kelompok


acuan dalam instrumen penelitian dinyatakan valid, karena r hitung lebih besar
dari
,rtabel 0,197. Artinya setiap item pernyataan di atas benar-benar bisa mengukur
variabel yang dimaksudkan.
Tabel V.11
Nilai Validitas Uang Saku
Variabel Item rhitung rtabe Keteranga
l n
Uang Saku U1 0,444 0,19 Valid
7
U2 0,594 0,19 Valid
7
U3 0,210 0,19 Valid
7
U4 0,531 0,19 Valid
7
Sumber: Lampiran V, tabel V.3

Berdasarkan tabel validitas di atas, seluruh item pertanyaan uang saku


dalam instrumen penelitian dinyatakan valid, karena rhitung lebih besar dari
rtabel 0,197. Artinya setiap item pernyataan di atas benar-benar bisa mengukur
variabel yang dimaksudkan.
53

Tabel V.12
Nilai Validitas Pola Konsumsi
Variabel Item rhitu Rtab Keteranga
ng el n
P1 0,29 0,19 Valid
Pola 2 7
Konsumsi P2 0,48 0,19 Valid
0 7
P3 0,57 0,19 Valid
1 7
P4 0,76 0,19 Valid
9 7
P5 0,55 0,19 Valid
1 7
Sumber: Lampiran V, tabel V.4

Berdasarkan tabel validitas di atas, seluruh item pertanyaan Pola


Konsumsi dalam instrumen penelitian dinyatakan valid, karena rhitung lebih
besar dari rtabel 0,197. Artinya setiap item pernyataan variabel pola konsumsi
benar-benar bisa mengukur variabel yang dimaksudkan.
2. Hasil Uji Reliabilitas.

Hasil uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach’s Alpha.


Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur konsisten tidaknya jawaban
seseorang terhadap item-item pernyataan didalam sebuah kuesioner (Sarjono &
Julianita, 2011). Dalam uji reliabilitas, nilai yang dikatakan reliabel jika rhitung
lebih besar dari rtabel. Adapun tabel uji reliabilitas adalah sebagai berikut:
Tabel V.13
Uji Reliabilitas Gaya Hidup

Cronbach's N of
Alpha Items
.761 7

Sumber: Lampiran V, tabel V.5


54

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat nilai Cronbach’s Alpha gaya


hidup adalah sebesar 0,761 sedangkan rtabel sebesar 0,197. Dengan demikian
instrumen pernyataan variabel gaya hidup dapat dikatakan reliabel karena
rhitung lebih besar dari rtabel dan artinya jawaban responden terhadap item-
item pernyataan yang diberikan dapat dikatakan konsisten.
Tabel V.14
Uji Reliabilitas Kelompok Acuan

Cronbach's N of
Alpha Items
.634 4

Sumber: Lampiran V, tabel V.6

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat nilai Cronbach’s Alpha gaya


hidup adalah sebesar 0,634 sedangkan rtabel sebesar 0,197. Dengan demikian
instrumen pernyataan kelompok acuan dapat dikatakan reliabel karena rhitung
lebih besar dari rtabel dan artinya jawaban responden terhadap item-item
pernyataan yang diberikan dapat dikatakan konsisten.

Tabel V.15
Uji Reliabilitas Uang Saku

Cronbach's N of
Alpha Items
.658 4

Sumber: Lampiran V, tabel V.7


55

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat nilai Cronbach’s Alpha uang


saku sebesar 0,658 sedangkan rtabel sebesar 0,197. Dengan demikian instrumen
pernyataan uang saku dapat dikatakan reliabel karena rhitung lebih besar dari
rtabel dan artinya jawaban responden terhadap item-item pernyataan yang
diberikan dapat dikatakan konsisten.
Tabel V.16
Uji Reliabilitas Pola Konsumsi

Cronbach's N of
Alpha Items
.758 5

Sumber: Lampiran V, tabel V.8

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat nilai Cronbach’s Alpha pola


konsumsi adalah sebesar 0,758 sedangkan rtabel sebesar 0,197. Dengan
demikian instrumen pernyataan pola konsumsi dapat dikatakan reliabel karena
rhitung lebih besar dari rtabel dan artinya jawaban responden terhadap item-
item pernyataan yang diberikan dapat dikatakan konsisten.
3. Hasil Uji Asumsi Klasik

Model regresi linier dapat disebut sebagai model yang baik jika memenuhi
asumsi klasik (Sarjono & Julianita, 2012). Oleh karena itu, uji asumsi klasik
sangat diperlukan sebelum melakukan analisis regresi. Berikut hasil dari uji
asumsi klasik yang telah dilakukan:
56

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal tidaknya suatu


distribusi data (Sarjono & Julianita, 2012). Uji normalitas diuji
menggunakan SPSS 16.0 dan hasil yang diperoleh dari uji normalitas ini
berdistribusi normal yang dapat dilihat dari gambar dan tabel berikut:

Gambar V.1. Normalitas-Scatter plots. Sumber: Lampiran V, Tabel V.I


57

Tabel V.17
Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


RES_2
N 100
Normal Parametersa Mean .4300
Std. Deviation .33680
Most Extreme Absolute .117
Differences
Positive .117
Negative -.108
Kolmogorov-Smirnov 1.166
Z
Asymp. Sig. (2-tailed) .132
a. Test distribuion is Normal.
Sumber: Lampiran V, tabel V.9

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar


dari 0,05 maka bisa dikatakan data yang diperoleh berdistribusi normal,
maka data diatas dianggap dapat mewakili populasi yang ada. Hal ini dapat
dibuktikan juga dengan hasil berupa grafik normal probability plots, dimana
titik-titik membentuk pola garis mengikuti garis atau sumbu diagonal.
b. Uji Multikolienaritas.

Uji multikolienaritas bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan di


antara variabel bebas memiliki masalah multikorelasi atau tidak.
Multikorelasi adalah korelasi yang sangat tinggi atau sangat rendah yang
terjadi pada hubungan di antara variabel bebas (Sarjono & Julianita, 2012).
Uji multikolinearitas diuji menggunakan SPSS 16.0 dan hasil yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
58

Tabel V.18
Uji Multikolienaritas

Coefficientsa
Unstandard Standardi
ized zed Collinearity
Model Coefficie Coeffici t Sig. Statistics
nts ents
B Std. Beta Tolera VIF
Error nce
1 (Consta -.26 .380 -.70 .
nt) 9 7 481
GH .145 .111 .118 1.31 . .660 1.51
2 193 6
KA .447 .104 .371 4.32 . .726 1.37
2 000 7
US .371 .092 .359 4.01 . .668 1.49
1 000 8
a. Dependent Variable:

Sumber: Lampiran V, tabel V.10

Dari hasil uji diatas, diperoleh output VIF hitung (VIF Gaya Hidup
sebesar 1.516; VIF Kelompok Acuan sebesar 1.377; VIF Uang saku sebesar
1.498) < 10, maka dapat diketahui bahwa antarvariabel bebas tidak terjadi
Multikolienaritas. Artinya tidak terjadi masalah multikorelasi diantara
variabel bebas yang ada.
c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas memiliki kriteria, jika data hasil pengujian


heterokedastisitas membentuk titik menyebar secara acak, baik dibagian atas
angka nol atau di bagian bawah angka nol pada tabel scatterplot maka bisa
dikatakan tidak terjadi heterokedastisitas dalam model regresi ini.
Sebaliknya, jika data hasil pengujian heteroskedatisitas tidak membentuk
titik menyebar secara acak, maka bisa dikatakan terjadi heterokedastisitas
dalam penelitian ini (Sarjono & Julianita, 2011).
59

Gambar V.2 Scatter Plot Heteroskedastisitas


Sumber: Lampiran V, gambar V.2

Dalam uji heterokedastisitas menggunakan SPSS 16.0, pada grafik


scatterplot di atas, diperoleh hasil berupa data titik-titik menyebar secara
acak, baik di bagian atas angka nol atau dibagian bawah angka nol sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas dalam model
regresi ini. Artinya, data diatas menunjukan bahwa varians variabel sama
untuk semua pengamatan atau observasi.
60

4. Hasil Analisis Data.

a. Analisis Regresi Linier Berganda.

Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independent


terhadap variabel dependent. Berikut hasil uji regresi berganda melalui
pengolahan data menggunakan SPSS 16.0 sebagai berikut:

Tabel V.19.
Uji Regresi Berganda

Coefficien
tsa

Standardiz
Unstandardized ed
Model Coefficients Coefficie t Sig.
nts
B Std. Bet
Error a
1 (Consta -.26 .380 -.70 .481
nt 9 7
)
G .145 .111 . 1.31 .193
H 118 2
K .447 .104 . 4.32 .000
A 371 2
U .371 .092 . 4.01 .000
S 359 1
a. Dependent Variable: PK

Sumber: Lampiran V, Tabel V.11

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Y = -0,269 + 0,145X1 + 0,447X2 + 0,371X3

b. Uji t.
1) Pengaruh Gaya Hidup terhadap Pola Konsumsi

a. Perumusan Hipotesis

H01 = Gaya Hidup tidak berpengaruh terhadap pola


konsumsi. Ha1 = Gaya Hidup berpengaruh terhadap pola
konsumsi.
61

b.Menerima atau menolak hipotesis

Berdasarkan tabel V.17 diperoleh hasil sig. (probability value) 0,193 >
α (0,05), maka bisa dikatakan tidak cukup bukti untuk menerima Ha 1.
Berdasar tabel tersebut berarti, gaya hidup tidak berpengaruh signifikan
terhadap pola konsumsi mahasiswi dalam menggunakan jasa salon.
2) Pengaruh kelompok Acuan terhadap Pola Konsumsi.

a. Merumuskan Hipotesis

H02 = Kelompok Acuan tidak berpengaruh terhadap pola


konsumsi. Ha2 = Kelompok Acuan berpengaruh terhadap pola
konsumsi.
b. Menerima dan menolak hipotesis

Berdasarkan tabel V.17 diperoleh hasil sig. (probability value) 0,000 <
α (0,05), maka bisa dikatakan tidak cukup bukti untuk menerima H 02
atau bisa dikatakan bahwa cukup bukti untuk menerima H A2. Dengan
demikian, kelompok acuan berpengaruh signifikan terhadap pola
konsumsi mahasiswi dalam menggunakan jasa salon.
3) Pengaruh Uang Saku terhadap Pola Konsumsi

a.Merumuskan Hipotesis

H03 = Uang Saku tidak berpengaruh terhadap pola


konsumsi. Ha3 = Uang Saku berpengaruh terhadap pola
konsumsi.
b. Menerima dan menolak hipotesis

Berdasarkan tabel V.17. diperoleh hasil sig. (probability value) 0,000


> α (0,05), maka bisa dikatakan tidak cukup bukti untuk menerima
H03
62

atau bisa dikatakan cukup bukti untuk menerima HA3. Dengan


demikian, uang saku berpengaruh signifikan terhadaap pola konsumsi
mahasiswi dalam menggunakan jasa salon.
C. Pembahasan

Penelitian dilakukan untuk mengetahui secara parsial pengaruh variabel


independen (gaya hidup, kelompok acuan, dan uang saku) terhadap variabel
dependen (pola konsumsi). Penelitian ini dilakukan di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta dengan jumlah responden sebanyak 100 mahasiswi aktif yang sedang
menempuh strata 1(satu) dari berbagai program studi, dengan menggunakan
teknik analisis linier berganda.
Dalam penelitian ini, setelah memperoleh data penulis melakukan beberapa
tahap pengujian yaitu:
1. Uji validitas dan uji reliabilitas.

2. Uji normalitas, uji multikolienaritas, dan uji heterokedastisitas.

3. Uji hipotesis (Uji t).

Hasil uji validitas menyatakan bahwa, setiap item pernyataan baik variabel
gaya hidup, kelompok acuan, dan uang saku dinyatakan valid. Hal ini dilihat dari
rhitung ketiga variabel tersebut lebih besar dari rtabel (0,197). Hasil uji reliabilitas
menyatakan bahwa, setiap item pernyataan baik variabel gaya hidup, kelompok
acuan, dan uang saku dinyatakan reliabel. Hal ini dapat dilihat dari nilai
Cronbach's Alpha masing-masing variabel lebih dari 0,60.
63

Hasil uji normalitas menyatakan bahwa distribusi data semua variabel


independen berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) yang diperoleh dari uji normalitas yang dilakukan adalah sebesar 0,132
lebih besar dari 0,05. Hasil uji multikolienaritas meyatakan bahwa, setiap variabel
independen tidak terjadi Multikolienaritas. Hal ini dapat dilihat dari hasil setiap
variabel independen memiliki nilai VIFhitung < 10. Hasil uji heteroskedastisitas
menyatakan bahwa, tidak terjadi heterokedastisitas pada variabel independen. Hal
ini dapat dilihat dari hasil grafik scatterplot yang di dalamnya menunjukan titik-
titik residual menyebar.

Uji terakhir yang dilakukan adalah uji hipotesis, yakni uji t. Seperti yang
bisa dilihat pada Tabel V.18, uji hipotesi dilakukan untuk mengetahui apakah
ketiga variabel independen yang ada berpengaruh terhadap variabel dependen.
Variabel gaya hidup memberi hasil yang berbeda dari dua variabel lainnya, uji
hipotesis variabel gaya hidup tidak berpengaruh terhadap pola konsumsi, hal ini
dapat dilihat dari besar nilai hasil sig. gaya hidup yaitu sebesar 0,193 > 0,05 yang
berarti dapat dikatakan bahwa variabel gaya hidup tidak mempengaruhi pola
konsumsi mahasiswi dalam menggunakan jasa salon. Penulis berpendapat,
variabel gaya hidup tidak berpengaruh dikarenakan pada saat proses pengambilan
data, waktu pengambilan data sangat dekat dengan persiapan ujian tengah
semester (UTS) di USD, sehingga ada kemungkinan faktor tersebut menyebabkan
aktivitas mahasiswi untuk menggunakan jasa salon saat itu menurun, begitu juga
dengan minat yang
64

dimiliki oleh mahasiswi tersebut juga ikut menurun karena mereka tentunya akan
cenderung lebih menyiapkan diri menghadapi ujian dari pada melakukan aktivitas
pergi ke salon. Namun opini atau pendapat yang dimiliki oleh mahasiswi
mengenai pergi ke salon dapat meningkatkan kepercayaan diri dan citra diri masih
dianggap penting oleh mereka. Hanya saja secara keseluruhan variabel gaya hidup
tidak mempengaruhi pola konsumsi mahsiswi dalam menggunakan jasa salon.

Hasil uji hipotesis variabel kelompok acuan berpengaruh terhadap pola


konsumsi mahasiswi dalam menggunakan jasa salon yang dapat dilihat dari nilai
sig. kelompok acuan sebesar 0,000. Maka diperoleh hasil 0,000 < 0,05 yang
berarti kelompok acuan berpengaruh terhadap pola konsumsi mahasiswi dalam
menggunakan jasa salon. Hal ini berarti kelompok acuan yakni kelompok
persahabatan yang dimiliki oleh mahasiswi membentuk interaksi diantara mereka,
seperti halnya ekspresi nilai yang dimiliki oleh sahabatnya ketika pergi ke salon
membuat mahasiswi lain yang melihatnya akan memberi kesan bahwa sahabatnya
tersebut tampil semakin percaya diri sehingga mahasiswi tersebut ikut
menggunakan jasa salon seperti sahabatnya. Informasi yang diperoleh mahasiswi
dari sahabatnya juga sangat dipercaya oleh mahasiswi tersebut untuk menentukan
bagaimana konsumsinya, hal ini bisa saja dikarenakan saran yang diberikan oleh
sahabatnya bisa dipercaya sebab sahabatnya tersebut memiliki pengetahuan dan
informasi yang lebih baik dari dirinya.
65

Hasil uji hipotesis variabel uang saku berpengaruh terhadap pola


konsumsi mahasiswi dalam menggunkan jasa salon yang dapat dilihat dari
nilai sig. kelompok acuan sebesar 0,000. Maka diperoleh hasil 0,000 <
0,05yang berarti uang saku berpengaruh terhadap pola konsumsi mahasiswi
dalam menggunakan jasa salon. Hal ini berarti pemanfatan uang saku
mahasiswi biasanya memang lebih sering dialokasikan untuk penggunaan
konsumsi jasa salon. Pengeluaran konsumsi hampir secara penuh di
pengaruhi oleh kekuatan pendapatan, dengan rata-rata pendapatan uang saku
yang berbeda-beda dari setiap mahasiswi yang diterimanya setiap bulan.
Uang saku yang diperoleh mahasiswi menjadi andalan mahasiswi dalam
berkonsumsi dalam periode waktu tertentu, sehingga uang saku dan
pengeluaran konsumsi berbanding lurus dengan kata lain semakin tinggi uang
saku semakin tinggi pola konsumsi mahasiswi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola konsumsi dengan besar
uang saku mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Manajemen Bisnis terhadap
status gizi. Metodologi penelitian yang dilakukan meliputi tahap persiapan responden, tahap
persiapan kuisioner, pengumpulan kuisioner, pemeriksaan data, tabulasi data dan pengolahan
data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis Statistic Package for the Social
Science (SPSS) yang kemudian dilanjutkan dengan uji korelasi spearman. Ada tidaknya
hubungan dapat dinyatakan apabila p<0,05 dengan interval kepercayaan 95%.Berdasarkan
hasil analisis jika nilai dibawah (p<0,05) maka terdapat hubungan yang signifikan antara pola
konsumsi dengan status gizi. Pada penelitian ini didapatkan nilai korelasi sebesar 0,323
dengan signifikansi 0,002 pada kecukupan energi dan pada kecukupan protein dengan nilai
korelasi 0,356 dengan signifikansi 0,001, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
korelasi antara keduanya.Hasil analisis untuk hubungan besar uang saku dengan status gizi
mahasiswa diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,400 dengan signifikansi 0,000 yang
menunjukkan nilai dibawah (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara besar uang saku dengan status gizi pada mahasiswa. Untuk hubungan antara
besar uang saku dan pola konsumsi didapat nilai korelasi sebesar 0,231 dengan signifikansi
0,032 pada kecukupan energi dan 0,288 dengan signifikansi 0,007 pada kecukupan protein.
Nilai menunjukan di bawah (p<0,05) sehingga menunjukan bahwa terdapat korelasi antara
keduanya
Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis Statistic Package for the Social
Science 17 (SPSS) yang kemudian dilanjutkan dengan uji korelasi spearman dengan ada
tidaknya hubungan akan dinyatakan apabila p value<0,05 dengan 95% interval kepercayaan.

Teknik Korelasi Spearman adalah metode yang digunakan untuk menguji hipotesis
dua variable bila datanya berskala ordinal. Metode ini menuntut kedua variable diukur
sekurang kurangnya dalam skala ordinal sehingga objek-objek atau individu yang dipelajari
dapat dirangking dalam dua rankaian berurutan. Menurut Sidney Siegel (2011) pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui antar hubungan variabe; dan penggunaan data yang digunakan.
jika data tersebut berupa data non parametik maka dapat menggunakan pengujian korelasi
spearman, karena pengujian non parametrik ini dipakai untuk menganalisis data dalam skala
ordinal dan kategori. Jika data yang bertipe ordinal maka mempunyai urutan atau rangking,
seperti sikap suka, cukup suka, tidak suka, peringkat 1,2,3. Pada nilai korelasi spearman ini
berada diantara -1<p<1 bila nilai 0= berarti tidak ada korelasi atau tidak ada hubungan antar
variabel independen dan dependen. p= +1 berarti terdapat hubungan yang positif antara
variabel independen dan dependen nilai p= -1 berarti terdapat hubungan negatif antara
variabel independen dengan dependen. dengan kata lain tanda “+” dan “-“ menunjukan arah
hubungan diantara variabel yang sedang di operasionalkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden yang diteliti dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas


Brawijaya dari jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Manajemen Bisnis. Berdasarkan hasil
penyebaran kuesioner diketahui karakteristik responden yang diteliti berdasarkan jenis
kelamin, umur, jurusan, tinggi, berat, Indeks Massa Tubuh (IMT), status gizi, besarmya uang
saku, tempat tinggal, pengetahuan dan pola konsumsi.

1. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil karakteristik responden jenis kelamin sebagai berikut:

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Prosentase
No Jumlah
Kelamin (%)
1 Laki-laki 43 50,0
2 Perempuan 43 50,0
Total 86 100,0

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui dari 86 responden yang diteliti maka
jumah responden laki-laki sama dengan jumlah responden perempuan. Hal ini

4
Hubungan Pola Konsumsi Pangan – Kurniawan,
dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.1:1-12, Januari 2017

menunjukkan jika memang penelitian ini tidak dikhususkan pada salah satu jenis kelamin.
Namun pada dasarnya jenis kelamin akan mempengaruhi pola konsumsinya sehingga akan
mempengaruhi status gizi seseorang dimana laki-laki laki lebih banyak membutuhkan
karbohidrat dibanding perempuan dikarenakan pria diciptakn lebih aktif dan lebih kuat,
akan tetapi dalam kebutuhan zat besi wanita lebih membutuhkan hal ini dikarenakan
wanita secara langsung akan mengalami menstruasi sehingga zat besi yang dibutuhkan
oleh wanita lebih banyak untuk menyusun kembali unsur darah sebagai pengganti.

2. Umur

Berdasarkan hasil karakteristik responden umur sebagai berikut:

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur


No Umur Jumlah Prosentase (%)
1 19 tahun 4 4,7
2 20 tahun 17 19,8
3 21 tahun 34 39,5
4 22 tahun 26 30,2
5 23 tahun 5 5,8
Total 86 100,0

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui dari 86 responden yang diteliti maka
sebagian besar responden berusia 21 tahun yaitu sebanyak 34 responden atau 39,5% dari
total responden. Sebanyak 26 responden atau 30,2% dari total responden berumur 22
tahun, sebanyak 17 responden atau 19,8% berumur 20 tahun dan yang paling sedikit
responden dengan umur 19 tahun yaitu sebanyak 4 responden atau 4,7% dari total
respoden. Kelompok usia tersebut tergolong dalam usia produktif dan masih aktif
berkuliah.

3. Jurusan

Berdasarkan hasil karakteristik responden berdasarkan jurusan sebagai berikut:

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jurusan


No Jurusan Jumlah Prosentase (%)
1 Manajemen Bisnis 50 58,1
2 THP 36 41,9
Total 86 100,0

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui dari 86 responden yang diteliti maka
jumlah responden dari jurusan Manajemen Bisnis lebih besar dari responden dari jurusan
Manajemen Bisnis yaitu sebanyak 50 responden atau 58,1% dari total responden. Sedangkan
responden dari jurusan THP sebanyak 36 responden (41,9% dari total responden). Hal ini
disebabkan karena pada saat penelitian, peneliti lebih mudah dan lebih banyak responden dari
jurusan Manajemen Bisnis.

4. Tinggi Badan

Berdasarkan hasil karakteristik responden tinggi badan sebagai berikut:


Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tinggi Badan
No Tinggi Badan Jumlah Prosentase (%)
1 < 150 cm 4 4,65

5
Hubungan Pola Konsumsi Pangan – Kurniawan,
dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.1:1-12, Januari 2017

2 150 – 160 cm 35 40,70


3 >160 – 170 cm 34 39,53
4 > 170 cm 13 15,12
Total 86 100,0

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui dari 86 responden yang diteliti maka
sebagian besar responden mempunyai tinggi badan antara 150 cm sampai 160 cm yaitu
sebanyak 35 responden (40,70%). Jumlah ini tidak berbeda jauh dengan responden yang
mempunyai tinggi badan antara lebih dari 160 cm sampai 170 cm yaitu sebanyak 34
responden (39,53%). Sebanyak 13 responden (15,12%) mempunyai tinggi badan lebih dari
170 cm dan sebanyak 4 responden (4,65%) mempunyai tinggi badan kurang dari 150 cm.
Tinggi badan adalah salah satu faktor yang menunjukkan kecukupan gizi seseorang. Hal
ini ditunjukkan bahwa salah satu pengukuran yang dibutuhkan untuk menghitung Indeks
Massa Tubuh adalah tinggi badan.

5. Berat Badan

Berdasarkan hasil karakteristik responden berat badan sebagai berikut:


Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Berat Badan

No Berat Badan Jumlah Prosentase (%)

1 < 50 kg 19 22,09
2 50 – 60 kg 41 47,67
3 >60 – 70 kg 12 13,95
4 > 70 kg 14 16,28
Total 86 100,0

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui dari 86 responden yang diteliti maka
sebagian besar responden mempunyai berat badan antara 50 kg sampai 60 cm yaitu
sebanyak 41 responden (47,67%). Sebanyak 19 responden (22, 09% dari total responden)
mempunyai berat badan kurang dari 50 kg. Sebanyak 14 responden (16,28%) mempunyai
berat badan lebih dari 70 kg dan sebanyak 12 responden (13,95%) mempunyai berat badan
antara 50 kg sampai 60 kg. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air
dan mineral pada tulang. Berat badan dijadikan pilihan utama karena berbagai
pertimbangan, antara lain pengukuran atau standar yang paling baik, kemudahan dalam
melihat perubahan dan dalam waktu yang relatif singkat yang disebabkan perubahan
kesehatan dan pola konsumsi; dapat mengecek status gizi saat ini dan bila dilakukan secara
berkala dapat memberikan gambaran pertumbuhan; berat badan juga merupakan ukuran
antropometri yang sudah digunakan secara luas dan umum di Indonesia.

6. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 6 diketahui jika mayoritas responden
berada pada klasifikasi gizi normal yaitu sebanyak 43 responden atau 50% dari total
responden. Sebanyak 25 responden atau 29,1% dari total responden berada dalam
klasifikasi gizi lebih, sebanyak 16 responden atau 18,61% dari total responden berada
pada klasifikasi gizi kurang dan sebanyak 2 responden atau 2,33% dari total responden
berada dalam klasifikasi obesitas. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Penggunaan
IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun.

Berdasarkan hasil karakteristik responden Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai


berikut:

Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)


No Klasifikasi IMT Jumlah Prosentase (%)
6
Hubungan Pola Konsumsi Pangan – Kurniawan,
dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.1:1-12, Januari 2017

1 Gizi kurang <18,5kg/m2 16 18,61


2 Normal 18,5-24,99 kg/m2 43 50,00
3 Gizi lebih 25-26,99 kg/m2 25 29,10
4 Obesitas ≥27 kg/m2 2 2,33
Total 86 100,0

7. Besar Uang Saku

Berdasarkan hasil karakteristik responden berdasarkan besar uang saku sebagai


berikut:

Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Besarnya Uang Saku


Besarnya
No Jumlah Prosentase (%)
Uang Saku

1 < Rp 500.000 7 7,0


2 > Rp 500.000 79 93,0
Total 86 100,0

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui dari 86 responden yang diteliti maka
jumlah responden dengan jumlah uang saku per bulan lebih dari Rp 500.000,00 yaitu
sebanyak 79 reponden (93% dari total responden) dan sebanyak 7 responden (7% dari total
responden) mempunyai uang saku kurang dari Rp 500.000. Uang saku merupakan uang
yang diberikan oleh orang tua guna memenuhi kebutuhan mahasiswa selama di tempat
kuliah. Uang saku menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi
mahasiswa termasuk dalam membeli makanan yang akan dikonsumsinya. Mayoritas
responden mempunyai uang saku sebesar lebih dari Rp 500.000 per bulan dikarenakan
mayoritas responden menggunakan uang tersebut selain untuk membeli makanan tetapi
juga untuk membayar kost dan keperluan kuliah serta keperluan lain yang dibutuhkan.
Sedangkan responden yang mempunyai uang saku antara kurang dari Rp 500.000 sampai
Rp 500.000 per bulan biasanya tidak kost atau tinggal bersama keluarganya baik orang tua
maupun paman dan bibinya sehingga uang saku yang diterimanya hanya untuk membeli
makan dan keperluan sehari-hari ataupun jika uang saku tersebut sudah habis maka anak
akan meminta lagi pada orang tuanya.

8. Tempat Tinggal

Berdasarkan hasil karakteristik responden berdasarkan tempat tinggal sebagai berikut:

Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Tinggal


No Tempat Jumlah Prosentase (%)
Tinggal
1 Kos 43 50,0
2 Rumah 43 50,0
Total 86 100,0

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui dari 86 responden yang diteliti maka
jumlah responden yang tinggal dengan orang tua/keluarganya sama dengan jumlah
responden yang tinggal di kost. Tempat tinggal ini juga akan mempegaruhi pola
konsumsinya karena anak kost cenderung akan membeli makanan untuk dikonsumsi
sehari-hari sehingga kurang memperhatikan masalah kandungan gizi. Hal ini berbeda
dengan mahasiswa yang tinggal dengan orangtuanya karena makanan yang dikonsumsi
biasanya hasil masakan ibu yang tentu akan lebih memperhatikan masalah gizi dan
kesehatan pada makanan yang dihidangkan untuk keluarganya.

9. Pengetahuan

Berdasarkan hasil karakteristik responden tentang pengetahuan gizi sebagai berikut:

7
Hubungan Pola Konsumsi Pangan – Kurniawan,
dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.1:1-12, Januari 2017

Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan Gizi

No Pengetahuan Gizi Jumlah Prosentase (%)

1 Baik 33 38,37
2 Sedang 41 47,67
3 Kurang 12 13,95
Total 86 100,0

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui sebanyak 33 responden atau 38,37%
dari total responden memiliki pengetahuan gizi yang baik, sebanyak 41 responden atau
47,67% dari total responden memiliki pengetahuan gizi yang sedang dan sebanyak 12
responden atau 13,95% dari total responden memiliki pengetahuan gizi yang kurang.
Pengetahuan gizi akan mempengaruhi status gizi seseorang karena seseotang yang tidak
mengerti akan gizi yang terkandung dalan makanan akan mengakibatkan kesulitan dalam
memilih makanan yang diperlukan oleh tubuh. Jika hal ini dibiarkans ecara terus menerus
maka akan menimbulkan defisiensi yang akan berpengaruh terhadap status gizi orang
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diketahui jika pada dasarnya pengetahuan gizi
responden sudah cukup baik sehingga hal ini akan mempengaruhi pola konsumsinya dan
tentu akan berpengaruh pada status gizinya.

10. Alokasi Dana

Berdasarkan hasil karakteristik tentang Alokasi dana sebagai berikut:


Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Alokasi Dana
No Alokasi dana Jumlah Prosentase (%)
1 200 rb – 400 rb 9 10,5
2 > 400 rb – 600 rb 38 44,2
3 > 600 rb – 800 rb 19 22,1
4 > 800 tb 20 23,3
Total 86 100,0

Berdasarkan tabel di atas diketahui jika mayoritas responden yaitu sebanyak 38


responden (44,2% dari total responden) mempunyai alokasi dana sebesar lebih dari Rp
400.000 sampai Rp 600.000, sebanyak 20 responden mempunyai alokasi dana sebesar
lebih dari Rp 800.000, sebanyak 19 responden (22,1% dari total responden) mempunyai
alokasi dana sebesar lebih dari Rp 600.000 sampai Rp 800.000 dan sebanyak 9 responden
(10,5% dari total responden) mempunyai alokasi dana sebesar Rp 200.000 sampai Rp
400.000. Pola konsumsi makan merupakan gambaran mengenai susunan jenis, jumlah
makanan dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi seseorang setiap hari atau
kelompok pada waktu tertentu. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikemukakan
mayoritas responden mempunyai pola konsumsi yang tinggi, hal ini berarti responden
menghabiskan sebagian besar uangnya untuk membeli makanan.
11. Pola Konsumsi

Berdasarkan hasil karakteristik rensponden tentang pola konsumsi sebagai berikut:

Tabel 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Pola Konsumsi

Kecukupan Energi Kecukupan Protein


Pola
No
Konsumsi Prosentase Prosentase
Jumlah Jumlah
(%) (%)

8
Hubungan Pola Konsumsi Pangan – Kurniawan,
dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.1:1-12, Januari 2017

1 Kurang 32 37,2 7 8,1


2 Cukup 34 39,5 16 18,6
3 Lebih 20 23,3 63 73,3
Total 86 100,0 86 100,0

Berdasarkan tabel di atas diketahui jika dari segi kecukupan energy mayoritas
responden yaitu sebanyak 34 responden (39,5% dari total responden) berada pada kategori
yang cukup. Hal ini berarti total kecukupan energy dari makanan yang dikonsumsi selama
3 hari adalah cukup jika dibandingkan dengan AKG. Sedangkan dari segi total kecukupan
protein dikatehui jika mayoritas responden berada pada kategori lebih yaitu sebanyak 63
responden (73, 3% dari total responden).

Pola konsumsi makan merupakan gambaran mengenai susunan jenis, jumlah


makanan dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang setiap hari atau
kelompok pada waktu tertentu. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikemukakan
mayoritas responden memperoleh energi yang cukup dari makanan yang dikonsumsinya
setiap hari dan memperoleh protein yang lebih dari makanan yang dikonsumsinya setiap
hari.

12. Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi

Tabel 12. Hasil Pengujian Korelasi Spearman Pola Konsumsi dan Status Gizi

Variabel Korelasi Nilai Signifikan (p)


Keterangan
Kecukupan
energy * 0,323 0,002 + (Positif)
status gizi
Kecukupan
protein * 0,356 0,001 + (Positif)
status gizi

Keterangan: (*) = dengan

Untuk menentukan apakah hipotesis penelitian yang diajukan signifikan atau tidak,
maka yang dilihat dari nilai signifikan yang dihasilkan dimana hipotesis penelitian dinyatakan
signifikan, apabila nilai p < 0,05. Di lain pihak, hipotesis penelitian dinyatakan tidak
signifikan, apabila nilai p > 0,05.

Berdasarkan hasil analisis untuk menguji hubungan (korelasi) antara kecukupan


energy terhadap status gizi diperoleh besarnya nilai koefisien korelasi sebesar 0,323 dengan
signifikansi 0,002, karena nilai signifikan yang dihasilkan sebesar 0,002 di bawah nilai
signifikan 0,05 berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kecukupan energi dengan
status gizi pada mahasiswa.
Selain itu, dapat dilihat pula bahwa nilai korelasi Spearman yang dihasilkan bernilai
positif menunjukkan suatu hubungan postif antara kecukupan energi dengan status gizi. Hal
ini berarti makin tinggi kecukupan energi maka status gizi juga semakin tinggi. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah kecukupan energi maka status gizi mahasiswa juga semakin
rendah.

Hasil analisis untuk menguji hubungan (korelasi) antara kecukupan protein terhadap
status gizi diperoleh besarnya nilai koefisien korelasi sebesar 0,356 dengan signifikansi
0,001, karena nilai signifikan yang dihasilkan yaitu 0,05 berarti terdapat hubungan yang
signifikan antara kecukupan protein dengan status gizi pada mahasiswa. Nilai positif yang
dihasilkan dari analisis menunjukkan suatu hubungan postif antara kecukupan protein dengan
status gizi. Hal ini berarti makin tinggi kecukupan protein maka status gizi juga semakin
tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kecukupan protein maka status gizi
mahasiswa juga semakin rendah

9
Hubungan Pola Konsumsi Pangan – Kurniawan,
dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.1:1-12, Januari 2017

Berdasarkan hasil analisis dan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pola konsumsi dengan status gizi. Dengan demikian
hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini dapat dibuktikan kebenarannya.

13. Hubungan Besar Uang Saku dengan Status Gizi

Tabel 13. Hasil Pengujian Korelasi Uang Saku dan Status Gizi

Variabel Korelasi Nilai Signifikan (p) Keterangan

Besar uang
saku * status 0,400 0,000
+ (Positif)
gizi mahasiswa

Keterangan: (*) = dengan

Untuk menentukan apakah hipotesis penelitian yang diajukan signifikan atau tidak,
maka yang dilihat dari nilai signifikan yang dihasilkan dimana hipotesis penelitian dinyatakan
signifikan, apabila nilai p < 0,05. Di lain pihak, hipotesis penelitian dinyatakan tidak
signifikan, apabila nilai p > 0,05.

Berdasarkan hasil analisis diketahui untuk hubungan antara besar uang saku dengan
status gizi mahasiswa diperoleh besarnya nilai koefisien korelasi sebesar 0,400 dengan
signifikansi 0,000, karena nilai signifikan yang dihasilkan sebesar 0,000 di bawah nilai
signifikan 0,05 berarti terdapat hubungan yang signifikan antara besar uang saku dengan
status gizi pada mahasiswa.

Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa hubungan uang saku
terhadap status gizi mahasiswa adalah positif dan signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
jika uang saku naik maka status gizi juga akan meningkat. Oleh karena variabel uang saku
terbukti berhubungan positif dan signfikan terhadap status gizi mahasiswa.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh
Tobing (2015) dimana pendapatan berpengaruh signifikan terhadap total konsumsi
mahasiswa baik laki-laki dan perempuan hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar
pendapatan akan berdampak pada peningkatan terhadap total konsumsi mahasiswa
keseluruhan sehingga jumlah konsumsi juga meningkat. Sehingga semakin besar pendapatan
maka akan berdampak pada total konsumsi mahasiswa keseluruhan terhadap status gizi.

14. Hubungan Besar Uang Saku dengan Pola Konsumsi

Tabel 4.14 Hasil Pengujian Korelasi Spearman Besar Uang Saku dengan Pola Konsumsi
Variabel Korelasi Nilai Signifikan (p) Keterangan
Besar uang saku
* kecukupan 0,231 0,032 + (Positif)
energi
Besar uang saku
* kecukupan 0,288 0,007 + (Positif)
protein

Keterangan: (*) = dengan

Untuk menentukan apakah hipotesis penelitian yang diajukan signifikan atau tidak,
maka yang dilihat dari nilai signifikan yang dihasilkan dimana hipotesis penelitian dinyatakan
signifikan, apabila nilai p < 0,05. Di lain pihak, hipotesis penelitian dinyatakan tidak
signifikan, apabila nilai p > 0,05.

Berdasarkan hasil analisis diketahui untuk hubungan antara besar uang saku dengan
kecukupan energi diperoleh besarnya nilai koefisien korelasi sebesar 0,231 dengan
signifikansi 0,032, karena nilai signifikan yang dihasilkan di bawah nilai signifikan 0,05
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara besar uang saku dengan kecukupan energi.
Nilai 10
Hubungan Pola Konsumsi Pangan – Kurniawan, dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.1:1-12, Januari 2017

koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa hubungan uang saku terhadap kecukupan
energi adalah positif. Sehingga dapat dikatakan bahwa jika uang saku naik maka kecukupan
energi juga akan mengalami peningkatan.

Hasil analisis diketahui untuk hubungan antara besar uang saku dengan kecukupan
protein diperoleh besarnya nilai koefisien korelasi sebesar 0,288 dengan signifikansi 0,007,
karena nilai signifikan yang dihasilkan di bawah nilai signifikan 0,05 berarti terdapat hubungan
yang signifikan antara besar uang saku dengan kecukupan protein. Nilai koefisien korelasi yang
positif menunjukkan bahwa hubungan uang saku terhadap kecukupan protein adalah positif.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jika uang saku naik maka kecukupan protein juga akan
mengalami peningkatan. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini dapat
dibuktikan kebenarannya.

Dari hasil observasi ditemukan bahwa semakin tinggi pendapatan dari uang saku yang
diterima oleh seorang mahasiswa indekos, maka baik itu konsumsi makanan maupun konsumsi
non makanan juga meningkat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Nicholson
(1991) bahwa jika pendapatan meningkat maka persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk
konsumsi juga akan meningkat. Dimana kondisi ini lebih dikenal dengan Hukum Engel (Engel’s
Law). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syahrina (2008) di Kota
Makassar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi Mahasiswa Unhas, dimana uang
saku berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap pola konsumsi seorang mahasiswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis jika terdapat nilai dibawah (p<0,05) maka terdapat hubungan
yang signifikan antara pola konsumsi dengan status gizi dengan nilai korelasi sebesar 0,323
dengan signifikansi 0,002 pada kecukupan energi dan pada kecukupan protein dengan nilai
korelasi 0,356 dengan signifikansi 0,001, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
yang positif pada pola konsumsi dengan status gizi. Berdasarkan hasil analisis jika terdapat nilai
dibawah (p<0,05) maka terdapat hubungan yang signifikan, sehingga antara besar uang saku
dengan status gizi mahasiswa diperoleh besarnya nilai korelasi sebesar 0,400 dengan signifikansi
0,000 yang menunjukkan adanya hubungan yang positif pada besar uang saku terhadap status
gizi. Berdasarkan hasil analisis jika terdapat nilai dibawah (p<0,05) maka terdapat hubungan
yang signifikan, sehingga antara besar uang saku dengan pola konsumsi dengan nilai korelasi
sebesar 0,231 dengan signifikansi 0,032 pada kecukupan energi dan pada kecukupan protein
terdapat nilai sebesar 0,288 dengan signifikansi 0,007, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya
hubungan yang positif pada besar uang saku dengan pola konsumsi.

Anda mungkin juga menyukai