Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and Suddarth,
2001).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki.(E.
Oswari, 2011).
Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.

B. Anatomi Fisiologi
Anatomi
Tibia (tulang kering)
Tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri dari tiga bagian:
1. Epiphysis proximalis (ujung atas)
Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi
superior pada tiap condylus, yaitu condylus medial dan condylus lateral.
Ditengah-tengahnya terdapat suatu peninggian yang disebut eminenta
intercondyloidea.
2. Diaphysis (corpus)
Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya
menghadap ke muka, sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo
anterior (di sebelah muka), margo medialis (di sebelah medial) dan crista
interossea (di sebelah lateral) yang membatasi facies lateralis, facies
posterior dan facies medialis.Facies medialis langsung terdapat dibawah
kulit dan  margo anterior di sebelah proximal.
3. Epiphysis distalis (ujung bawah)
Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis
(mata kaki). Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu dataran
sendi yang vertikal (facies articularis melleolaris), dataran sendi yang
horizontal (facies articularis inferior) dan disebelah lateral terdapat
cekungan sendi (incisura fibularis).
Fisiologi
Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :
1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.
2. Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak)
3.  Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak).
4. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan posfor)
5. Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang).

C. Etiologi
Menurut (Rasjad, 2009) penyebab paling utama fraktur tibia yang
disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek
ligamentum medialis sendi tersebut, benturan langsung pada tulang tibia misalnya
kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan struktur tulang. Penyebab terjadinya
fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya
seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu
tangannya untuk menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,
osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH,
osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang mempengaruhi
pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan
mudah patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan
rapuh dan dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus
ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi
dan tulang rawan
D. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot
mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
odem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik
yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat
mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh (Henderson, 1989).

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur tibia adalah :
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika ditekan/diraba
2. Tak mampu menggerakan kaki
3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk) diakibatkan karena perubahan posisi
fragmen tulang. Dapat membentuk sudut karena adanya tekanan penyatuan
dan tidak seimbangnya dorongan otot. Dapat pula memendek ekstermitas
bawah karena adanya tarikan dari otot ektermitas bawah saat fragmen
tergelincir dan tumpah tindih dengan tulang lainnya. Dan dapat juga terjadi
rotasional karena tarikan yang tidak seimbang oleh otot yang menempel pada
fragmen tulang sehingga fragmen fraktur berputar keluar dari sumbu
longitudinal normalnya.
4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang) diakibatkan karena gesekan
antara fragmen satu dengan fragmen yang lainnya.
5. Terjadi ekimosis atau perdarahan subkutan diakibatkan kerusakan pembuluh
darah sehingga darah merembes dibawah kulit sekitar area kulit.
6. Terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada kulit diakibatkan karena
terjadi ekstravasasi darah dan cairan jaringan di sekitar area fraktur.
F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada fraktur tibia adalah :
1. Komplikasi awal ;
Compartemant Syndrome :Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi ektermitas bawah yang dapat mengancam
kelangsungan hidup ektermitas bawah. Mekasnisme terjadi fraktur tibia terjadi
perdarahan intra – compartment, hal ini akan menyebabkan tekanan
intrakompartemen meninggi, menyebabkan aliran balik balik darah vena
terganggu. Hal ini akan menyebabkan oedema. Dengan adanya oedema tekanan
intrakompartemen makin meninggi sampai akhirnya sedemikian tinggi sehingga
menyumbat arteri di intrakompartemen.Gejalanya rasa sakit pada ektermitas
bawah dan ditemukan paraesthesia, rasa sakit akan bertambah bila jari digerakan
secara pasif. Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi paralyse pada
otot-otot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan tibial anterior.
2. Komplikasi dalam waktu lama :
a. Malunion: Dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan
bentuk (deformitas).
b. Delayed Union :adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
Non Union :merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang

.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rongent
Untuk menetukan lokasi atau luasnya fraktur.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau juga
dapat menurun (perdarahan)
2. Leukosit meningkat sebagai respon stress normal setelah trauma
3. Kreatinin, trauma meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal
4. Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

H. Penatalaksanaan Fraktur Tibia


1. Tindakan umum fraktur tibia yaitu:
a. Reposisi
Setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus direposisi
dengan hati-hati melalui tindakan manipulasi yang biasanya dengan
anestesi umum.
b. Imobilisasi
Untuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang diperlukan:
1). Fiksasi Interna
Ujung patahan tulang disatukan dan difiksasi pada operasi
misalnya : dengan sekrup, paku, plat logam.
2). Fiksasi eksterna
Fraktur diimobilisasi menggunakan bidai luas dan traksi.
c. Fisioterapi dan mobilisasi
Untuk memperbaiki otot yang dapat mengecil secara cepat jika tidak
dipakai.
d. Penatalaksanaan medis dengan ORIF
ORIF atau Open Reduction Internal Fixation adalah reduksi terbuka
dari fiksasi internal di mana dilakukan insisi pada tempat yang
mengalami fraktur.  Kemudian direposisi untuk mendapatkan posisi
yang normal dan setelah direduksi, fragmen-fragmen tulang
dipertahankan dengan alat orthopedik berupa pen, sekrup dan plat
(Price,1996:374).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin:
a. Berikan toksin anti tetanus
b. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif.

I. Pencegahan Fraktur Tibia

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada pengkajian yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur ada berbagai macam
meliputi:
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Yang terdiri dari nama, umur, pendidikan, jenis kelamin, tanggal pengkajian
dll.
b. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut
berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan
menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma
rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah
kecelakaan lalu lintas darat.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.
Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami
osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat
penyembuhan tulang.
c Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan,
nyeri)
b. Sirkulasi
1. Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah)
2. akikardia (respon stresss, hipovolemi)
3. Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian kapiler
lambat, pusat pada bagian yang terkena.
4. Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
2. Kebas/ kesemutan (parestesia)
3. Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
4. Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
d. Nyeri / kenyamanan
1. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf .
2. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
1. Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
2. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba).
f. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan kecacatan
akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk
melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan terhadap dirinya yang
salah.
h. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga timbul nyeri akibat fraktur.
i. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan
konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan keterbatasan gerak
yang di alami klien

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat
imobilisasi (misal bidai, traksi, gips)

C. Intervensi Keperawatan
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang.
Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
 Kriteria : Klien akan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan
keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk
situasi individual.
Intervensi:
1) Kaji tingkat intensitas & frekuensi nyeri
Rasional: Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan skala nyeri

2) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam


Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung lama.

3) Observasi tanda-tanda vital


Rasional: Untuk mengetahui perkembangan klien
4) Lakukan pendekatan pada klien & keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik


Rasional : Merupakan tindakan dependent perawat, di mana analgetik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri

Dx 2 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,


pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat
imobilisasi (misal bidai, traksi, gips)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh.
Kriteria : Klien dapat menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan
aktivitas
Intervensi:

1). Ajarkan klien menggunakan alat bantu gerak (tongkat,


walker, kursi roda), dan anjurkan klien untuk latihan.
Alat bantu gerak membantu keseimbangan diri
Rasional :
untuk latihan mobilisasi
2). Berikan latihan aktifitas secara bertahap

Rasional: tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktifitas secara perlahan


dengan menghemat tenaga tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

3). Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan


Rasional: Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali
4).  Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (Hp dan kunjungan
teman/keluarga) sesuai keadaan klien
Rasional : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri,
membantu menurunkan isolasi sosial.

Dx 3 :
DAFTAR PUSTAKA

E. Oswari, 2011, Bedah dan Perawatannya, cetakan VI, Jakarta.


Keliat Anna Budi, SKp, MSC,2010, Proses Keperawatan, penerbit EGC, Jakarta.
Mariylnn E. Doenges, at all 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi III, penerbit EGC,
Jakarta.
Priharjo Rasional, 2009, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, edisi revisi penerbit EGC,
Jakarta.
Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2009, Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan IV, penerbit Bintang
Lamumpatue, Makassar

Anda mungkin juga menyukai