Anda di halaman 1dari 11

2.

1 Trauma kimia pada mata


2.1.1 Definisi
Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substansi dengan pH yang
tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang
tersemprot atau terpercik pada wajah.Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH <
7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7
2.1.2 Etiologi
Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan menjadi 2
kelompok:
1. Alkali/basa Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:
a) Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga, zat
pendingin, dan pupuk.
b) NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.
c) Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash
d) Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api
e) Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.
2. Acid/asam Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:
a) Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry).
b) Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.
c) Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali. Ditemukan pada
pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.
d) Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.
e) Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.
2.1.3 Trauma Asam
a) Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang memiliki pH < 7.
b) Patofisiologi
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion
dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH,
sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat
asam.Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih
ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa. Asam hidroflorida adalah
satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali.Ion
fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan
bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes.Nyeri local
yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada
stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan
terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung
terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga
terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas.Bahan asam tidak
menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam
keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel
kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak
tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya
pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan
asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.
Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa berikut:
a. Pada minggu pertama:
 Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada
kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi protein
ini terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan.
 Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas
 Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma
kornea, keratosit dan endotel kornea
 Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea, iritis, dan
katarak
 Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam
beberapa hari dan kemudian sembuh
 Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu
infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan asam
terjadi dalam waktu 24 jam
 Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi menjadi
hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.
 Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat menjadi
normal atau merendah.
b. Trauma asam pada minggu 1-3:
 Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini
 Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan vaskularisasi
yang bersifat progresif
 Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat
pada kornea
c. Trauma asam sesudah 3 minggu:
 Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu
 Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk
penyembuhan kerusakan endotel
2.1.4 Trauma Basa
A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang memiliki pH >7
B. Patofisiologi
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion hidroksil
membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation
berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini
menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga
memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam
melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan
kekeruhan kornea.Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.
Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea. Hidrasi
kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi perubahan pada
jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang pelepasan
prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Basa yang
menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina sehingga akan berakhir dengan
kebutaan penderita. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang
sangat gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan
dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan
akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. Penyulit
yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema
dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.Penyulit
jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup, pembentukan
jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika. Trauma basa biasanya
lebih berat daripada trauma asam, karena bahanbahan basa memiliki dua sifat yaitu
hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk
ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan
pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea,
kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan.
Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa
bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. 7,8 Bahan
alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang
tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih
lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi
penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma
kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke
dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh
darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan
memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan
langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan
dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen
kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan
ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam
sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea
mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila
terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila
alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan
siliar
2.1.5 Gejala Klinis
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan
yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh halhal sebagai berikut:
 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
 Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi
 kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi
glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris
dan lensa.
 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:


 Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel
epitelial yang berasal dari stem sel limbus
 Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang
baru
Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain :
1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada epitel kornea
atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi trauma asam akan
membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung membatasi penetrasi dan
kerusakan lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh
darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga mata tidak dapat menutup sempurna
dan terbentuknya jaringan parut pada palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.
Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata
superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga
perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam
beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik .
Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
4. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna.
5. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea, karena
stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik
yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel
perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.
6. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi dari
flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering menyebabkan
peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan
kornea.
7. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari
deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin.
Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat
kerusakan segmen anterior akibat peradangan.
2.1.6 Klasifikasi Derajat Keparahan
Klasifikasi derajat keparahan Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai
dengan derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini
juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi
penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan
keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh
darah limbus (superfisial dan profunda). Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala
klinis dan prognosis adalah:
1. Klasifikasi Hughes
 Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik
konjungtiva atau sclera.
 Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang
minimal di konjungtiva dan sclera.
 Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang
signifikan.
2. Klasifikasi Thoft
a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik
b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3 limbus
c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat kabur,
iskemik sepertiga sampai setengah limbus
d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus

2.1.7. Tatalaksana
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera
mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi.
Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu:
1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama
minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat
digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa.
Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal dapat digunakan sebelum dilakukan
irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk dapat
mengirigasi forniks.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan
menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan
moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid
retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam.
Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga derajat sedang
meliputi:
 Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau
glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis
yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida
lebih mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
 Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk
mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas
pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.
 Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi.
(tobramisin, gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
 Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
 Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5%
atau Levobunolol 0,5%).
 Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi:
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai
tekanan intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari;
eritromisin 2-4 kali sehari)
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per
hari). Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang
menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari
pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen dan
migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga
meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat
diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular.
Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade
jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.

Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi menjadi :


A. Fase kejadian (immediate)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab
sebersih mungkin.
Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera
mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah
kejadian. Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi
pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu.
Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali
normal.Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus
dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata
depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.
Teknik irigasi :
1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan
3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di
bola mata
4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di
atas mata
5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau
dengan forceps
6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi
kelopak mata.
7. Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia

B. Fase akut (sampai hari ke 7)


Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip
sebagai berikut :
1) Mempercepat proses reepitelisasi kornea Untuk perbaikan kolagen
bisa digunakan asam askorbat.Disamping itu juga diperlukan
pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air
mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.
2) Mengontrol tingkat peradangan :
-Mencegah infiltrasi sel-sel radang
- Mencegah pembentukan enzim kolagenase Mediator inflamasi dapat
menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi
sehingga perlu diberikan topikal steroid.Tapi pemberian kortikosteroid
ini baru diberikan pada fase pemulihan dini.
-Mencegah infeksi sekuder
-Mencegah peningkatan TIO
-Suplemen/antioksidan
-Tindakan pembedahan
C. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut.
Yang menjadi masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi kornea
b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

D. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)


Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk
penglihatan.
b. Pembedahan Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses,
maka sangat penting untuk dilakukan operasi. Pembedahan Segera yang
sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan
populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks.
Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus
kornea.
 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau
dari donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea
menjadi normal.
 Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama semakin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

Anda mungkin juga menyukai