Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak Indonesia adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa Indonesi, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan
sifat khusus. Mereka perlu dipersiapkan demi kelangsungan eksistensi bangsa dan
negara di masa mendatang. Mereka tidak hanya merupakan masa depan bangsa, tetapi
juga masa kini dari bangsa Indonesia. Agar setiap anak Indonesia kelak mampu
memikul tanggung jawab masa depan bangsa Indonesia, maka setiap anak tanpa
terkecuali harus bisa terpenuhi segala yang menjadi haknya. Anak Indonesia berhak
untuk hidup, tumbuh dan berkembang, terlindungi dari segala perlakuan salah, serta
berhak mengeluarkan pendapatnya dan didengarkan suaranya.
Pada saat ini, anak-anak sering tidak terurus terutama masalah kesehatannya.
Para orang tua yang sibuk akan urusannya masing-masing membuat anak-anak atau
remaja tidak pernah mendapat ilmu dan edukasi kesehatan untuk usianya. Banyak hal
yang seharusnya perlu diketahui anak-anak dan remaja untuk menjaga kesehatannya
selama masa tumbuh kembang. Sehingga karena minimnya ilmu yang ia dapatkan
mengenai kesehatan, banyak hal yang dianggap para remaja itu hal wajar bahkan
sepele untuk dilakukan, seperti misal menjaga kesehatan dan kebersihan organ
reproduksi, menjaga kesehatan bayi agar tidak mudah sakit, dsb.
Menurut penelitian yang dilakukan tentang kejadian kecelakaan pada anak
didapatkan bahwa 34% kematian disebabkan oleh kendaraan bermotor, 5% oleh jatuh,
4% oleh kebakaran, 13% oleh tenggelam, dan 21% oleh cedera tidak disengaja.
Dalam penelitian lainnya terungkap bahwa angka putus sekolah di Indonesia masih
cukup tinggi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia pada
tahun 2011 menunjukkan rata-rata nasional angka putus sekolah untuk kelompok
umur 7-12 tahun (jenjang SD) adalah 0,67%. Untuk kelompok umur 13-15 tahun
(jenjang SMP) adalah 2,21% dan kelompok umur 16-18 tahun (jenjang SMA) adalah
3,14%. Dari segi angkanya, secara nasional terdapat 182.773 siswa SD yang tidak
tamat pendidikannya. Sedangkan untuk tingkat SMP terdapat 209.976 siswa yang
putus sekolah, dan pada tingkat SMA sebanyak 223.676 siswa putus sekolah
(Kemdikbud, 2013). Hal ini yang kemudian menyebabkan rendahnya Education
Development Index (EDI) Indonesia di dunia yaitu menempati peringkat ke 64 dari
120 negara (UNESCO, 2012).
Pesatnya perkembangan seorang anak dapat dilihat dengan aktifnya anak
bergerak serta mudahnya anak bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak
yang semakin aktif bergerak tentu akan memiliki risiko cedera lebih besar apabila
dibandingkan dengan anak yang cenderung pasif. Anak yang aktif bergerak akan
diiringi dengan rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga anak tersebut akan menyentuh
semua alat atau barang yang ia pikir menarik untuk dipelajari, tanpa anak tersebut
sadari bahwa barang tersebut berbahaya untuk disentuh. Kejadian yang tidak dalam
pengawasan orang tua akan menimbulkan kecelakaan pada anak, untuk itu dibutuhkan
anticipatory guidance, family center care dan health promotion bagi keluarga sebagai
pedoman untuk menghindari kecelakaan pada anak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari anticipatory guidance ?
2. Bagaimanakah pencegahan anticipatory guidance berdasarkan tahapan usia?
3. Bagaimanakah upaya pencegahan terjadinya kecelakaan dirumah?
4. Apakah definisi dari toilet training?
5. Apasajakah faktor-faktor dari toilet training?
6. Bagaimanakah cara melakukan toilet training?
7. Apasajakah hak-hal yang perlu diperhatikan dalam toilet training?
8. Apakah definisi dari family centered care?
9. Apakah tujuan dari family centered care?
10. Apa sajakah prinsip dari family centered care?
11. Bagaimanakah kebijakan terkait family care?
12. Apakah definisi health promotion?
13. Apakah tujuan dan manfaat health promotion?
14. Bagaimanakah sasaran health promotion?
15. Apa sajakah prinsip health promotion?
16. Apa sajakah media health promotion?
17. Bagaimanakah ruang lingkup health promotion pada infant-remaja?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui landasan teori konsep anticipatory guidance, famile
center care, dan health promotion.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari anticipatory guidance.
2. Mahasiswa mampu memahami pencegahan anticipatory guidance berdasarkan
tahapan usia.
3. Mahasiswa mampu memahami upaya pencegahan terjadinya kecelakaan dirumah.
4. Mahasiswa mampu memahami definisi dari toilet training.
5. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor dari toilet training.
6. Mahasiswa mampu memahami cara melakukan toilet training.
7. Mahasiswa mampu memahami hak-hal yang perlu diperhatikan dalam toilet
training.
8. Mahasiswa mampu memahami definisi dari family centered care.
9. Mahasiswa mampu memahami tujuan dari family centered care.
10. Mahasiswa mampu memahami prinsip dari family centered care.
11. Mahasiswa mampu memahami kebijakan terkait family care.
12. Mahasiswa mampu memahami definisi health promotion.
13. Mahasiswa mampu memahami tujuan dan manfaat health promotion.
14. Mahasiswa mampu memahami sasaran health promotion.
15. Mahasiswa mampu memahami prinsip health promotion.
16. Mahasiswa mampu memahami media health promotion.
17. Mahasiswa mampu memahami ruang lingkup health promotion pada infant-
remaja.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menambah wawasan dan memahami tentang anticipatory
guidance, famile center care, dan health promotion.
1.4.2 Manfaat Bagi FKK
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya dalam
memberbanyak referensi tentang anticipatory guidance, famile center care,
dan health promotion.
1.4.3 Manfaat Bagi Penulis
Makalah ini sangat berguna untuk menambah wawasan dalam
penelitian serta sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan
selama kuliah.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Anticipatory Guidance
Anticipatory guidance adalah upaya bimbingan kepada orang tua tentang tahapan
perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan dapat memenuhi
kebutuhan sesuai dengan usia anak. Kecelakaan merupakan kejadian yang dapat
menyebabkan kematian pada anak. Kepribadian adalah faktor pendukung terjadinya
kecelakaan. Orang tua bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak, menyadari
karakteristik perilaku yang menimbulkan kecelakaan waspada terhadap faktor-faktor
lingkungan yang mengancam keamanan anak.
Menurut Amalia (2017) anticipatory guidance adalah petunjuk yang perlu diketahui dulu
agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana sehingga
anaknya dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Marlina (2018) menjelaskan
bahwa bimbingan anticipatory guadiance merupakan sebuah petunjuk bimbingan yang
penting dan perlu diberikan kepada orang tua untuk membantu dalam mengatasi masalah-
masalah yang mungkin terjadi pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak.
Petunjuk antisipasi dapat digunakan oleh orang tua sebagai pedoman untuk mendidik dan
mengasuh anak pada masa balita karena disesuaikan dengan kemampuan pertumbuhan
dan perkembangan. Setiap tahapan mempunyai petunjuk antisipasi yang berbeda dengan
tahapan berikutnya, sehingga anak dapat melewati tahapan tumbuh kembang dengan baik.
Dengan demikian, dalam upaya memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-
masalah yang kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan
anak, ada petunjuk-petunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua. Orang tua dapat
membantu mengatasi masalah anak pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangannya
dengan cara yang benar dan wajar.
2.2 Pencegahan Anticipatory Guidance Berdasarkan Tahapan Usia
2.2.1 Petunjuk Antisipasi Pada Masa Bayi
Menurut Wong, 2009 ( dalam Firdaus, dkk 2019 ) menjelaskan bahwa bimbingan
terhadap orang tua pada satu tahun pertama kelahiran, dapat dikelompokkan menjadi 2
yaitu :
1. Usia enam bulan pertama
a) Memahami proses penyesuaian orang tua dengan bayinya, terutama pada
ibu yang membutuhkan bimbingan atau asuhan pada masa setelah
melahirkan.
b) Membantu orang tua untuk memahami bayinya sebagai individu yang
mempunyai kebutuhan dan memahami bagaimana bayinya
mengekspresikan apa yang diinginkan melalui tangisan.
c) Menentramkan orang tua bahwa bayinya tidak akan menjadi manja dengan
adanya perhatian yang penuh selama 4-6 bulan pertama.
d) Menganjurkan orang tua untuk membuat jadwal kebutuhan bayi dan orang
tuannya.
e) Membantu orang tua untuk memahami bayi terhadap stimulasi lingkungan.
f) Menyongkong kesenangan orang tua dalam melihat pertumbuhan dan
perkembangan bayinya, yaitu dengan rasa persahabatan dan mengamati
respon sosial anak, misal dengan tertawa atau tersenyum.
g) Menyiapkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan
kesehatan bagi bayi, misalnya imunisasi.
h) Menyiapkan orang tua untuk mengenalkan dan memberikan makanan
padat.
2. Usia enam bulan kedua
a) Menyiapkan orang tua akan adanya ketakutan bayinya terhadap orang lain
yang belum dikenal (stranger anxiety).
b) Menganjurkan orang tua untuk mengizinkan anaknya dekta dengan ayah
dan ibunya dan menghindarkan perpisahan yang terlalu lama darinya.
c) Membimbing orang tua mengetahui disiplin sehebunga dengan semakin
meningkatnya mobilitas (pergerakan) si bayi.
d) Menganjurkan menggunakan suara yang negatif dan kontak mata dari pada
hukuman badan sebagai suatu disiplin bila tidak berhasil gunakan satu
pukulan pada kaki atau tangannya.
e) Mengajarkan mengenai pencegahan kecelakaan karena bayi sudah
meningkat keterampilan motoriknya dan rasa ingin taunya.
f) Menganjurkan orang tua untuk memberikan lebih banyak perhatian ketika
bayinya berkelakukan baik dari pada ketika ia menangis.
g) Menganjurkan orang tua untuk meninggalkan bayinya beberapa saat
dengan pengganti i u yang menyusui.
h) Mendiskusikan tentang kesiapan untuk penyapihan.
i) Menggali perasaan orang tua sehubungan pola tidur bayinya.
2.2.2 Petunjuk Antisipasi Pada Masa Balita 1-3 Tahun
Petunjuk antisipasi kepada orang tua selama usia balita (awal masa kanak-
kanak) dikelompokkan menjadi beberapa kelompok usia sebagai berikut :
1. Umur 12-18 tahun
a) Menyiapkan orang tua untuk mengatisipasi adanya perubahan
tingkah laku pada masa balita, terutama negastifistik dan
ritualisme.
b) Mengkaji kebiasaan makan sekarang dan menganjurkan secara
bertahap penyapihan dari botol, serta meningkatkan pemasukan
makanan padat.
c) Menyediakan makanan camilan atau selingan diantara dua waktu
makan dan rasa yang disukai, serta adanya jadwal waktun makan
yang rutin.
d) Mengkaji pola tidur malam, terutama kebiasaan minum malam
memakai botol yang merupakan penyebab utama gigi berlubang
dan perilaku menunda yang memperlambat jam tidur.
e) Menyiapkan orang tua untuk mencegah bahaya yang potensial
terjadi dirumah, seperti kecelakaan kendaraa bermotor dan bahaya
atau kecelakaan jatuh. Berikan saran yang sesuai untuk pengaman
dirumah.
f) Mendiskusikan kebutuhan akan adanya ketentuan-ketentuan atau
aturan-aturan terapi dengan disiplin yang lembut dan cara-cara
untuk mengatasi negatifistik dan ledakan amarah serta
menanamkan pada keuntungan yang positif dari disiplin yang tetap
atau sesuai.
g) Mendiskusikan mainan baru yang dapat mengembangkan motorik
halus, motorik kasar, bahasa pengetahuan, dan keterampilan sosial.
2. Umur 18-24 bulan
a) Menekankan pentingnya persahabatan dalam bermain.
b) Menggali kebutuhan untuk menyiapkan kehadiran saudara kandung
atau adiknya, menekankan persiapan anak untuk kehadiran bayi
baru.
c) Menekankan kebutuhan akan pengawasan terhadap gigi dan tip
kebersihan rumah, serta kebiasaan makan yang merupakan faktor
pecetus gigi berlubang dan menyarankan pentingnya penambahan
fluroide untuk memperkuat pertumbuhan tulang.
d) Mendiskusikan metode disiplin yanga ada, bagaimana keaktifan
serta menggali perasaan orang tua tentang negatifistik anaknya.
e) Mendiskusikan tanda-tanda kesiapan untuk toilet training,
menekankan pentingnya menunggu kesiapan fisik dan psikososial
anak.
f) Mendiskusikan berkembangnya rasa takut, seperti akan adaya
kegelapan dan suara keras dan kebiasaan seperti membawa
selimutnya atau menghijsap jari. Menekankan bahwa hal ini
normal dan perilaku yang bersifat sementara.
g) Mnyiapkan orang tua akan adanya tanda-tanda regresi pada waktu
anak mengalami stres.
h) Mengkaji kemampuana anak untuk berpisah sesaat dengan mudah
dari orang tuanya dibawah asuhan keluarga.
i) Memberikan kesempatan kepada orang tua untuk mengekspresikan
perasaan kelelahan, frustasi dan kejengkelan dalam merawat anak
usia balita.
j) Menunjukkan harapan adanya perubahan pada anaknya ditahun
mendatang, seperti lingkup perhatiannya yang luas dan
berkuragnya negatifistik, serta adanya perhatian untuk
menyenangkan orang lian.
3. Umur 24-36 bulan
a) Mendiskusikan pentingnya meniru dan kebutuhan anak untuk
dilibatkan dalam kegiatan.
b) Mendiskusikan kegiatan yang akan dilakukan dalam toilet training
terutama harapan-harapan yang realistis dan singkat menghadapi
keadaan-keadaan, seperti mengompol atau BAB dalam celana.
c) Menekankan keunikan dari proses berpikir balita terutama melalui
bahasa yang sering ia gunakan, pemahaman terhadap waktu, dan
ketidakmampuan melihat kejadian dari perspektif lain.
d) Menekankan disiplin harus tetap berstruktur dengan benar dan
nyata, ajukan alasan yang rasional, hindari kebingungan, dan salah
pengertian.
e) Mendiskusikan adanya taman kanak-kanak atau pusat penitipan
anak pada siang hari (playgroup).
2.2.3 Petunjuk Bimbingan Pada Masa 3-5 Tahun
Masuk sekolah menjelang usia 5 tahun adalah bentuk perpisahan dari rumah
baik orang tua maupun anaknya, sehingga orang tua mungkin perlu bantuan
untuk adaptasi terhadap perubahan ini, terutama bagi ibu yang tinggal dirumah
atau tidak bekerja. Anak mulai masuk taman kanak-kanak dan ibu mulai
membutuhkan kegiatan diluar keluarga seperti keterlibatannya dimasyarakat
atau mengembangkan karir. Bimbingan orang tua pada masa ini adalah sebgai
berikut :
1. Umur 3 tahun
a) Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam
hubungan yang luas.
b) Menganjurkan orang tua untuk mendaftarkan anak ke taman
kanak-kanak.
c) Menekankan pentingnya batas batas atau tata cara peraturan.
d) Menyiapkan oramg tua untuk antisipasi tingkah laku yang
berlebihan dalam hal ini akan menurunkan ketegangan
(tencion).
e) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya
alternatif pilihan dalam anak dalam keadaan bimbang.
f) Memberi gambaran perubahan pada usia 3,5 tahun ketika anak
menjadi kurang koordinasi motorik dan emosional, menjadi
tidak aman, menunjukkan emosi yang ekstrim dan
perkembangan tingkah laku seperti gagap.
g) Menyiapkan orang tua untuk mengekspetasi tuntutan ekstra
perhatian terhadap mereka sehingga refleks dari emosi tidak
aman dan ketakutan kehilangan cinta.
h) Mengingatkan kepda orang tua bahwa keseimbangan pada usia
tiga tahun akan berubah ke tingak laku agresif diluar batas pada
usia 4 tahun.
i) Mengatisipasi selera makan menetap dengan lebih luas dalam
pemilihan makanan.
2. Umur 4 tahun
a) Menyiapkan orang tua terhadap perilaku yang agresif termasuk
aktivitas motorik dan bahasa yang mengejutkan.
b) Menyiapkan orang tua menghadapi perlawanan anak terhadap
kekuasaan orang tua.
c) Kaji perasaan oarng tua sehubungan dengan tingkah laku anak.
d) Menganjurkan beberapan macam istirahat dari pengasuh utama
seperti menempatkan anak pada taman kanka-kanak untuk
sebagian harinya.
e) Menyiapkan meningkatkan rasa ingin tau seksual.
f) Menekankan pentingnya batas-batas yang realistis dari tingkah
laku.
g) Mendiskusikan disiplin.
h) Menyiapkan orang tua meningkatkan imajinasi usia empat
tahun yang memperurutkan kata hatinya dalam tinggi bicaranya
(bedakan dengan kebohongan) dan kemahiran anak dalam
permainan yang membutuhkan imajinasi.
i) Menyarankan pelajaran renang.
j) Menjelaskan perasaan-perasaan oedipus dan reaksinya. Anak
laki-laki biasanya lebih dekat dengan ibunya dan anak
perempuan dengan ayahnya. Oleh karena itu, anak perlu
dibiasakan tidur terpisah dengan orang tuanya.
k) Menyiapkan orang tua untuk mengatisipasi mimpi buruk anak
dan menganjrkan mereka jangan lupa untuk membangunkan
anak dari mimpi yang menakutkan.
3. Umur 5 tahun
a) Memberikan pengertian bahwa usia lima tahun merupakan
periode tenang dibandingkan masa sebelumnya.
b) Menyiapkan dan membantu anak-anak untuk memasuki
lingkungan sekolah.
c) Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk sekolah.
4. Umur 6 tahun
a) Bantu orang tua memahami kebutuhan mendorong anak
berinteraksi dengan teman
b) Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik
sepeda
c) Siapka orang tua akan peningkatan interst anak ke luar rumah
d) Dorong orang tua untuk respek terhadap kebutuhan anak akan
privacy dan menyiapkan kamar tidur yang berbeda
5. Umur 7-10 tahun
a) Menekankan untuk mendorong kebutuhan akan kemandirian
b) Tertarik beraktivitas diluar rumah
c) Siapkan orang tua untuk perubahan pada wanita pubertas
6. Usia 11-12 tahun
a) Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan
tubuh pubertas
b) Anak wanita pertumbuhan cepat
c) Sex education yang adekuat dan informasi yang adekuat
2.3 Upaya Pencegahan Terjadinya Kecelakaan di Rumah
Untuk memahami upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan,
terutama dilingkungan rumah, orang tua harus diajak berpikir tentang kemungkinan
adanya bahaya dilingkungan rumah. Bahaya umum yang dapat terjadi, di antaranya :
1. Lantai rumah yang licin atau basah, pada saat sedang dipel atau ada air tumpah di
lantai
2. Rumah dengan tangga yang curam dan tidak ada pegangan
3. Alat makan dan minum yang terbuat dari bahan yang mudah pecah karena apabila
anak menggunakannya kemudian pecah, hal ini beresiko terjadinya perlukaan
pada anak.
4. Penyimpanan obat dan zat berbahaya lainnya yang terbuka dan dapat dijangkau
anak. Misalnya obat-obatan P3K, cairan pembersih lantai, insektisida seperti
baygon
5. Adanya sumur yang terbuka. Rumah yang menggunakan sumber air sumur gali
selongsing atau tanpa selongsong, terdapat resiko yang sangat besar untuk terjadi
kecelakaan pada anak karena anak tidak mengetahui bahayanya bermain disisi
sumur tersebut.
6. Adanya parit didpana tau disamping rumah walaupun kecil, tetapi parit jika tidak
trtutup, anak-anak yang bermain dipinggirnya dapat terjatuh
7. Rumah yang letaknya dipinggir jalan raya, terlebih lagi jika tidak ada pagar atau
pengamamnya
8. Kompor alat memasak yang letaknya dapat dijangkau oleh anak-anak
9. Kabel listrik yang berantakan, terlalu panjang anak bisa meganggap kabel tersebut
sebgai mainan tali atau ditariknya.
10. Stop kontak yang tidak tertutup dan dapat dijangkau anak karena anak bisa
penasaran ingin memegang, bahkan mencoloknya dengan jari atu benda lainnya.
untuk itu upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dirumah sebgaia berikut :
1. Benda tajam untuk memasak atau berkebun tepat disimpan di dalam benda laci
yang dapat dikkunci sehingga tidak dapat dibuka anak
2. Benda-benda kecil, seperti manik-manik, perhiasan, jarum, mainan kecil, alat tulis
seperti penghapus, harus disimpan didalam laci yang tertutup rapat dan dikunci
3. Zat yang berbahaya, seperti obat-obatan, baygon, cairan pembersih lantai,
peptisida, lem, dan lainnya agar disimpan dalam lemari terkunci. Khusus untuk
obat-obatan, dapat dibuat lemari khusus yang ditemepel di dinding yang tidak
dapat dijangkau anak
4. Amankan kompor dan berikan penutup yang aman. Bila ada, gunakan jenis
kompor yang cukup tinggi dngan penutup. Akan tetapi, apabila menggunakan
kompor minyak tanah dan desain dapur tidak cukup tinggi, berrikan pengam pada
sekeliling kompor dengan bahan yang terbuat dari kayu atau tembok sekelilingnya
dengan ketinggian yang cukup bagi orang dewasa.
5. Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering. Jaga anak apabila lantai baru atau
sedang dipel dan segera dilap jika ad air atau cairan lain tumpah
6. Apabila ada tangga, pasang pintu dibagian bawah atau atas tangga dan jaga anak
apabila naik turun tangga. Larangan itu karena anak harus belajar untuk
menaikinya, yang terpenting ada yang menjaga dari belakang anaknya
7. Sekring listrik harus ditutup dan atau kabel supaya tidak terlalu panjai sehingga
tidak menjuntai ke bawah dan dapat dijangkau anak
8. Apabila ada parit disamping atau depan rumah, tutup dngan papan atau disemen
9. Bagi yang letak rumahnya dijalan raya, sebaiknya ada pimtu pagar yang harus
selalu terkunci rapat
10. Apabila rumah menggunakan sumber air dengan sumjur gali, buat
selongsongannya, kemudian tutup dengan papan, kayu atau besi yang tidal dapat
di buka anak
11. Bayi yang ditidurkan ditempat tidurnya jangan ditinggal tanpa dipasang pengaman
pada pinggir tempat tidur. Apabila bayi ditidurkan dikamar orang dewasa bayi
harus dalam pengawasan
2.4 Definisi Toilet Training
Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam
melakukan buang air kecil dan buang air besar, menurut Hidayat (2008, dalam
Firdaus, dkk, 2019).
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training ini
dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan – 2 tahun. Dalam
melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik
secara fisik, psikologis, maupun secara intelektual, melalui persiapan-persiapan
tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air besra dan kecil secara
mandiri. Aziz alimul (2005, dalam Firdaus, dkk, 2019).
2.5 Faktor-Faktor Toilet Training
1. Faktor yang mempengaruhi kesiapan toilet training
a) Minat
Suatu minat telah diterangkan sebagai sesuatu dengan apa anak
mengidentifikasi kebenaran kepribadiannya. Pertama, ketika anak-anak
menemukan sesuatu yang menarik perhatian mereka. Kedua, mereka
belajar melalui identifikasi dengan orang yang dicintai atau dikagumi.
Ketiga, mungkin berkembang melalui bimbingan dan pengarahan
seseorang yang mahir menilai kemampuan anak. Perkembangan
kemampuan intelektual memungkinkan anak menagkap perubahan-
perubahan pada tubuhnya sendiri dan perbedaan antara tubuhnya dengan
tubuh temannya sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya
bimbingan atau pengarahan dari orang tua sangatlah mungkin seorang
anak dapat melakukan toilet training sesuai apa yang diharapkan.
b) Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
c) Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor mempengaruhi terhadap
pembentukan dan perkembangan perilaku individu baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosio-psikologis termasuk didalamnya adalah belajar.
2. Faktor yang mendukung toilet training
a) Kesiapan fisik
1. Usia telah mencapai 18-24 bulan
2. Dapat jongkok kurang dari 2 jam
3. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan
berjalanan
4. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana
dan pakaian
b) Kesiapan mental
1. Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi
2. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin
berkemih
3. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru
perilaku orang lain
c) Kesiapan psikologis
1. Dapat jongkok dan berdiri di toilet selama 5-10 menit tanpa berdiri
dulu
2. Mempunyai rasa ingin tau dan penasaran terhadap kebiasaan orang
dewasa dalam BAK dan BAB
3. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat
dicelana dan ingin segera diganti
d) Kesiapan anak
1. Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan devekasi
2. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih
dan devekasi pada anaknya
3. Tidak mengalami konflik tertentu atau stress keluarga yang berarti
(perceraian)
2.6 Cara Melakukan Toilet Training
1. Teknik Lisan
Usaha untuk melakukan anak dengan cara memberikan intruksi pada anak
dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang air kecil dan besar. Cara ini
benar dilakukan oleh orang tua dan mempunyai nilai yang cukup besar
dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil dan besar. Dimana
kesiapan psikologis anak akan semakin matang sehingga anak mampu
melakukan buang air kecil dan besar.
2.teknik Modeling
Usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil dan besar dengan cara
memberikan contoh dan menirukannya. Cara ini juga dapat dilakukan dengan
membiasakan anak buang air kecil dan besar dengan cara mengajaknya ke toilet
dan memberikan pispot dalam keadaan yang aman. Namun dalam memberikan
contoh orang tua harus melakukannya secara benar dan mengobservasi waktu
memberikan contoh toilet training dan memberikan pujian saat anak berhasil dan
tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet training.
2.7 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training
1. Hindari pemakaian popok sekali pakai
2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air
besar dan kecil
3. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur
4. Jangan marah bila anak dalam melakukan toilet training

2.8 Definisi Family Centered Care


Family Centered Care didefinisikan oleh Association for the Care of Children's Health
(ACCH) sebagai filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan
peran penting dari keluarga, dukungan keluarga akan membangun kekuatan,
membantu untuk membuat suatu pilihan yang terbaik, dan meningkatkan pola normal
yang ada dalam kesehariannya selama anak sakit dan menjalani penyembuhan.
Stower (1992 dalam Fiane, 2012), Family Centered Care merupakan suatu pendekatan
yang holistik. Pendekatan Family Centered Care tidak hanya memfokuskan asuhan
keperawatan kepada anak sebagai klien atau individu dengan kebutuhan biologis,
pisikologi, sosial, dan spiritual (biopisikospritual) tetapi juga melibatkan keluarga
sebagai bagian yang konstan dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak.
Gill (1993, dalam Fiane, 2012) yang menyebutkan bahwa Family Centered Care
merupakan kolaborasi bersama antara orangtua dan tenaga profesional. Kalaborasi
orangtua dan tenaga professional dalam membentuk mendukung keluarga terutama
dalam aturan perawatan yang mereka lakukan merupakan filosofi Family Centered
Care. Kemudian, secara lebih sfesifik dijelaskan bahwa filosofi Family Centered Care
yang dimaksudkan merupakan dasar pemikiran dalam keperawatan anak yang
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan melibatkan
keluarga sebagai fokus utama perawatan. Kutipan defenisi dari para ahli diatas
memberikan bahwa dalam penerepan Family Centered Care sebagai suatu pendekatan
holistik dan filisofi dalam keperawatan anak. Perawat sebagai tenaga professional
perlu melibatkan orangtua dalam perawatan anak. Adapun peran perawat dalam
menerapkan Family Centered Care adalah sebagai mitra dan pasilitator dalam
perawatan anak dirumah sakit.
2.9 Tujuan Family Centered Care
Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam perawatan anak, menurut
Brunner and Suddarth (1986 dalam Fretes, 2012) adalah memberikan kesempatan
bagi orangtua untuk merawat anak mereka selama proses hospitalisasi dengan
pengawasan dari perawat sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain itu Family Centered Care juga bertujuan untuk meminimalkan trauma selama
perawatan anak dirumah sakit dan meningkatkan kemandirian sehingga peningkatan
kualitas hidup dapat tercapai.
2.10 Prinsip Family Centered Care

a. Martabat dan kehormatan

Praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati pandangan dan


pilihan pasien. Pengetahuan, nilai, kepercayaan dan latar belakang budaya pasien
dan keluarg abergabung dalam rencana dan intervensi keperawatan.

b. Berbagi informasi

Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberitahukan informasi yang


berguna bagi pasien dan keluarga denganbenar dan tidak memihak kepada pasien
dan keluarga. Pasien dan keluarga menerima informasi setiap waktu, lengkap,
akurat agar dapat berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan keputusan.
c. Partisipasi

Pasien dan keluarga termotivasi berpartisipasi dalam perawatan dan


pengambilan keputusan sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat.
d. Kolaborasi

Pasien dan keluarga juga termasuk ke dalam komponen dasar kolaborasi.


Perawat berkolaborasi dengan pasien dan keluargadalam pengambilan kebijakan
dan pengembangan program, implementasi dan evaluasi, desain fasilitas kesehatan
dan pendidikan profesional terutama dalam pemberian perawatan.

2.11 Kebijakan Terkait Family Care


a. Pengaturan jadwal kegiatan untuk anak

Mengatur jadwal aktivitas anak pada saat dirawat dengan melibatkan


anak dan orangtua. Pengaturan jadwal dengan berdasarkan aktivitas yang
dilakukan dirumah seperti jam mandi, makan, nonton televisi, bermain.
Pengaturan jadwal ini akan membantu anak beradaptasi, meningkatkan kontrol
diri terhadap aktivitas selama dirawat dan meminimalkan kejadian anak
kekurangan istirahat, seperti; anak sedang istirahat, kemudian ada suster yang
memberikan tindakan pada anak, sehingga waktu istirahat anak berkurang.
b. Fasilitasi kemandirian anak

Anak dilibatkan dalam proses keperawatan dengan melibatkan


kemandirian melalui self care seperti; mengatur jadwal kegiatan, memilih
makanan, mengenakan baju, mengatur waktu tidur. Prinsip
tindakan ini adalah perawat respek terhadap individualitas pasien dan keputusan yang
diambil pasien.
c. Berikan pemahaman atau informasi

Anak pra-sekolah memiliki kemampuan kognitif berfikir magis yang


mengakibatkan kesalahan interpretasi terhadap sakit dan perawatan. Anak merasa
sakit sebagai hukuman. Petugas kesehatan memberikan informasi yang jelas
tentang prosedur yang akan dilakukan, berikan kesempatan anak memegang alat
yang akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya stetoskop.atau kompetensi
anak selama penyembuhan dan dapat digunakan sebagai dasar pengalaman untuk
dimasa mendatang.
d. Mempertahankan sosialisasi

Menfasilitasi terbentuknya support grupdiantara orang tua dan anak,


sehinggaorang tua dan anak mendapatkan dukungan dari lingkungan. Misalnya
grup orang tua dengan talasemia, grup anak dengan penyakit asma. Perawat dapat
menfasilitasi grup untuk tukar menukar pengalaman selama merawat dengan anak,
baik melalui kegiatan informal atau formal seperti seminar.
e. Fasilitas

Ruangan pengkajian khusus untuk anak Pengadaan ruangan khusus yang


menjamin privacy orang tua untuk menjelaskan riwayat kesehatan anak akan
memberikan dampak orangtua tidak ragu-ragu, tidak khawatir informasi akan
didengar orang lain. Kerahasiaan informasi dipertahankan oleh tenaga kesehatan.
Setelah data tentang anak didapatkan petugas kesehatan dapat melibatkan orangtua
dalam perencanaan asuhan keperawatan anak yang merupakan salah satu prinsip
family centered care. Selain itu terkait dengan konsep atraumatic care dan
hospitalisasai, maka ruang rawat anak perlu didekorasi (Room’s setting, colour,
pictures) untuk meningkatkan rasa nyaman toddler dan ruang tindakan harus dapat
menurunkan kecemasan toddler. Diperlukan juga adanya ruangan bermain dan
berbagai macam permainan (Toys in pediatric room) untuk menunjang dan
menstimulasi tumbuh kembang, menurunkan stranger ansietas, takut dalam pain,
dan hospitalization.
f. Menyediakan ruangan bermain

Pengadaan ruang bermain akan membantu anak beradaptasi selama


perawatan dirumah sakit. Kegiatan bermain akan memberikan stimulasi
perkembangan motorik halus, kasar, personal sosial dan bahasa pada anak.
Kegiatan bermain akan meimbulkan perasaan relaks pada anak, dan
meminimalkan kebosanan selama perawatan. Anak dengan bermain diharapkan
dapat mengekspresikan kekreatifan dan perasaannya.(Denmis, 2012).

2.12 Definis Health Promotion


Kementerian/Departemen Kesehatan Republik Indonesia merumuskan
pengertian promosi kesehatan sebagai berikut: “Upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan.” Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005.

2.13 Tujuan dan Manfaat Health Promotion


Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan
individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan
kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri.
Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya setempat. Demi mencapai derajat
kesehatan yang sempurna, baik dari fisik, mental maupun sosial, masyarakat harus
mampu mengenal dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhannya, serta mampu
mengubah atau mengatasi lingkungannya (Kemenkes, 2011).
Berdasarkan beberapa pandangan pengertian tersebut diatas, maka tujuan
dari penerapan promosi kesehatan pada dasarnya merupakan visi promosi
kesehatan itu sendiri, yaitu menciptakan/membuat masyarakat yang:
1. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
3. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit,
4. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.
5. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan kesehatannya.
Kesehatan perlu ditingkatkan karena derajat kesehatan baik individu, kelompok
atau masyarakat itu bersifat dinamis tidak statis.
Tujuan Promosi Kesehatan menurut WHO:
1. Tujuan Umum: Mengubah perilaku individu/masyarakat di bidang Kesehatan
2. Tujuan Khusus:
a) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai bagi masyarakat.
b) Menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok mengadakan
kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
c) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada.
Tujuan operasional:
1. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan
perubahan-perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan serta cara
memanfaatkannya secara efisien & efektif.
2. Agar klien/masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada
kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakatnya.
3. Agar orang melakukan langkah2 positip dlm mencegah terjadinya sakit,
mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan
ketergantungan melalui rehabilitasi cacat karena penyakit.
4. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana
caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan
yang normal.
Sedangkan menurut Green, tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3 tingkatan
tujuan, yaitu:
1. Tujuan Program Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam
periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
2. Tujuan Pendidikan Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat
mengatasi masalah kesehatan yang ada.
3. Tujuan Perilaku Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai
(perilaku yang diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku berhubungan
dengan pengetahuan dan sikap.
4. Tujuan Intervensi Perilaku dalam promosi kesehatan:
a) Mengurangi perilaku negatif bagi kesehatan. Misalnya: mengurangi
kebiasaan merokok
b) Mencegah meningkatnya perilaku negatif bagi kesehatan. Misalnya:
mencegah meningkatnya perilaku ‘seks bebas'
c) Meningkatkan perilaku positif bagi kesehatan. Misalnya: mendorong
kebiasaan olah raga
d) Mencegah menurunnya perilaku positif bagi kesehatan. Misalnya: mencegah
menurunnya perilaku makan kaya serat.

2.14 Sasaran Health Promotion


pelaksanaan promosi kesehatan dikenal memiliki 3 jenis sasaran yaitu
sasaran primer, sekunder dan tersier.
1. Sasaran primer
Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Masyarakat diharapkan
mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah
perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu
sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh
sistem nilai dan norma sosial serta norma hukum yang dapat diciptakan atau
dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun
pemuka formal.
Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
maupun formal dalam mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang
kondusif (social pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat
umum (public opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi
terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh
mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya
perangkat pemerintahan dan dunia usaha (Maulana, 2009).
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun
pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-
lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat
turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam
mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan
menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. Berperan sebagai kelompok
penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana,
2009).

3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang
berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber
daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara:
a) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS
dan kesehatan masyarakat.
b) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang
dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada
umumnya (Maulana, 2009).
Sedangkan Menurut Notoatmodjo (2005), perlu dilaksanakan strategi
promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari pemberdayaan, bina suasana,
advokasi dan kemitraan.
a) Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu,
keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu,
mau dan mampu mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi kesehatan,
pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dan
bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses
pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara
terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta
proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi
tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude)
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan
(aspek practice) (Notoatmodjo, 2005).

b) Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif


dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan
dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya (Notoatmodjo, 2005).
c) Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu
yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik
dari segi materi maupun non materi (Notoatmodjo, 2005).
2.15 Prinsip Health Promotion

Sebagai seorang calon perawat profesional yang akan menjalani tugas-


tugas kesehatan termasuk didalamnya adalah promosi kesehatan, maka anda akan
berhasil mengatasi keadaan jika menguasai sub bidang keilmuan yang terkait
berikut ini, diantaranya:
1. Komunikasi
2. Dinamika Kelompok
3. Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM)
4. Pengambangan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
5. Pemasaran Sosial (Social Marketing)
6. Pengembangan Organisasi
7. Pendidikan dan Pelatihan
8. Pengembangan Media (Teknologi Pendkes)
9. Perencanaan dan evaluasi.
10. Antropologi Kesehatan
11. Sosiologi Kesehatan
12. Psikologi Kesehatan, dll.
Selain itu, ada beberapa prinsip promosi kesehatan yang harus diperhatikan
oleh kita sebagai calon/perawat profesional, seperti Prinsip-prinsip Promosi
Kesehatan dalam Keperawatan. Interaksi Perawat/petugas kesehatan dan Klien
merupakan hubungan khusus yang ditandai dengan adanya saling berbagi
pengalaman, serta memberi sokongan dan negosiasi saat memberikan pelayanan
kesehatan. Pembelajaran yang efektif terjadi ketika klien dan perawat/petugas
kesehatan samasama berpartisipasi dalam Proses Belajar Mengajar yang terjadi.
Agar hubungan pembelajaran memiliki kualitas positif, baik secara individual,
kelompok maupun masyarakat, hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Berfokus pada Klien


Klien mempunyai nilai, keyakinan, kemampuan kognitif dan gaya
belajar yang unik, yang dapat berpengaruh terhadap pembelajaran. Klien
dianjurkan untuk mengekspresikan perasaan dan pengalamannya kepada
perawat, sehingga perawat lebih mengerti tentang keunikan klien dan dalam
memberikan pelayanan dapat memenuhi kebutuhan klien secara individual.
2. Bersifat menyeluruh dan utuh (holistik)
Dalam memberikan promosi kesehatan harus dipertimbangkan klien
secara keseluruhan, tidak hanya berfokus pada muatan spesifik.
3. Negosiasi
Perawat/Petugas kesehatan dan klien bersama-sama menentukan apa
yang telah diketahui dan apa yang penting untuk diketahui. Jika sudah
ditentukan, buat perencanaan yang dikembangkan berdasarkan masukan
tersebut. Jangan memutuskan sebelah pihak.
4. Interaktif
Kegiatan dalam promosi kesehatan adalah suatu proses dinamis dan
interaktif yang melibatkan partisipasi perawat/ petugas kesehatan dan klien.
Keduanya saling belajar. Untuk itu, maka perlu diperhatikan dan dipelajari pula
Prinsip-prinsip dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), yang mencakup:
- Faktor-faktor pendukung (misalnya : Motivasi , Kesiapan , Pelibatan
Aktif /Active Involvement, Umpan Balik / feedback, memulai dari hal yang
sederhana sampai kompleks, adanya pengulangan materi / repetition, waktu/
timing dan lingkungan / environment)
- Penghambat belajar (seperti emosi, kejadian/keadaan fisik dan psikologis
yang sedang terganggu atau budaya)
- Fase-fase dalam PBM (mulai dari persiapan, pembuka, pelaksanaan dan
penutup Topik), serta
- Karakteristik perilaku belajar

2.16 Media Health Promotion


Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesaninformasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga
sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah
perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan.Media memiliki multi makna,
dilihat secara terbatas maupun secara luas. Dalam dunia pendidikan, penggunaan
media/bahan/saranabelajar seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman
yang membutuhkan media belajar seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat
oleh pengajar dan “audio-visual” (Edgar Dale, dalam Susilowati 2016).

1. Jenis media Health Promotion


Berdasarkan peran-fungsinya sebagai penyaluran pesan/informasi
kesehatan, mediapromosi kesehatan dibagi menjadi 3 yakni:
a) Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari
gambaran sejumlahkata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk
dalam media ini adalahbooklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar
balik), rubrik atau tulisan padasurat kabar atau majalah, poster, foto yang
mengungkapkan informasi kesehatan. Media cetak ini memiliki kelemahan
yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara.
b) Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat
dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang
termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD,
VCD, internet (computer dan modem), SMS (telepon seluler).kelebihan
antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat,
bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera. Kelemahan dari
media ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat
canggih untuk produksinya.
c) Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media
cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran,
banner dan televisi layar lebar, umbul-umbul, yang berisi pesan, slogan atau
logo. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik,
sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan
seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif
besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit,
perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu
berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan
keterampilanuntuk mengoperasikannya.

2.17 Ruang Lingkup Health Promotion Pada Infant-Remaja


1. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Bayi
Perawat sebagai salah satu profesi kesehatan memiliki tanggung jawab
untuk mempromosikan kesehatan keluarga dan anak, menyediakan layanan
pada klien yang meliputi dukungan, pendidikan kesehatan dan pelayanan
keperawatan yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan ibu dalam merawat bayinya.

Beberapa promosi kesehatan yang dapat dilakukan pada ibu dalam menangani
bayi baru lahir adalah :

a. Memberikan dukungan dan edukasi kepada ibu dalam pemberian ASI.


Beberapa cara yang dapat dilakukan perawat untuk mendukung ibu dalam
pemberian ASI:
1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa
jam pertama.
Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut dengan
inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini.
Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan
kontak kulit langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan
kehangatan. Selain itu, dapat membangkitkan hubungan/ ikatan antara
ibu dan bayi
2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk
mencegah masalah umum yang timbul.
Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan
mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar.
3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah
penting. Semakin sering bayi menghisap puting susu ibu, maka
pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan, isapan bayi
akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera
mengeluarkan hormon oksitosin yang bekerja merangsang otot polos
untuk memeras ASI.
4. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi
disusui sesuai dengan keinginannya (on demand). Bayi dapat
menentukan sendiri kebutuhannya. Menyusui yang dijadwalkan akan
berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada
rangsangan produksi berikutnya.
5. Menghindari susu botol
Pemberian susu dengan botol dapat membuat bayi bingung puting dan
menolak menyusu atau hisapan bayi kurang baik. Hal ini disebabkan,
mekanisme menghisap dari puting susu ibu dengan botol jauh berbeda.
b. Memberikan promosi kesehatan tentang imunisasi

Upaya mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pada anak salah


satunya dengan pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu
strategi yang efektif dan efisien dalam meningkatkan derajat kesehatan
nasional dengan mencegah enam penyakit mematikan, yaitu : tuberculosis,
dipteri, pertusis, campak, tetanus dan polio. WHO mencanangkan program
Expanded Program on Immunization (EPI) dengan tujuan untuk
meningkatkan cakupan imunisasi pada anak-anak di seluruh dunia sejak
tahun 1974 (Ayubi, 2009).

Peran pengetahuan Ibu tentang imunisasi dasar sangat berpengaruh


terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi (Dewi, dkk, 2013).
Pengetahuan berpengaruh pada kepatuhan dan kesadaran orang tua untuk
membawa bayinya imunisasi. Ibu yang tidak bersedia mengimunisasikan
bayinya dapat disebabkan karena belum memahami secara benar dan
mendalami mengenai imunisasi dasar. Selain itu kurang memperhatikan
dalam membawa bayinya untuk imunisasi sesuai jadwal. Perawat harus
memiliki strategi untuk meningkatkan kepatuhan ibu dalam melaksanakan
imunisasi. Suparyanto (2011)
c. Memberikan ibu edukasi tentang perawatan tali pusat
Tujuan merawat tali pusat adalah mencegah terjadinya infeksi dan
tetanus pada bayi baru lahir sehingga talipusat tidak terinfeksi dan tidak
menimbulkan penyakit pada tali pusat.
d. Upaya Advokasi
Peran penentu kebijakan dirasa cukup penting agar diperoleh
komitmen yang kuat. Di wilayah kerja puskesmas mendapatkan dukungan
dari berbagai pihak guna menciptakan lingkungan dan perilaku sehat,
puskesmas melakukan upaya advokasi ke dinas kesehatansetelah itu dari
dinas kesehatan melakukan pendekatan advokasi kepada pemerintah kota
dalam rangka membuat peraturan walikota supaya pemerintah kota bisa
mengusulkan ke DPR/DPRD untuk mengeluarkan suatu peraturan
mengenai kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS, pemberantasan
demam berdarah dan ASI Eksklusif. Puskesmas juga melakukan upaya
advokasi melalui lintas sektor yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, PKK,
kepala lingkungan dan pemuda.
2. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Balita
Periode penting dalam tumbuh kembang adalah pada usia dibawah lima
tahun (balita). Menurut Minick (1991), Soetjiningsih (1995) dan Depkes
(2007), masa balita merupakan masa kritis dari tumbuh kembang, karena
merupakan hal mendasar yang akan mempengaruhi dan menentukan tumbuh
kembang selanjutnya.
Pada umumnya kekurangan gizi terjadi pada balita, karena pada umur
tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat dan termasuk kelompok
yang rentan gizi, karena pada masa itu merupakan masa peralihan antara saat
disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa (Adisasmito, 2007).
Kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan pada orang tua,
khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada
balita. Keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan banyak mempengaruhi pola
makan di daerah pedesaan. Terdapat pantangan makan pada balita misalnya
anak kecil tidak diberikan ikan karena dapat menyebabkan cacingan,
kacangkacangan juga tidak diberikan karena dapat menyebabkan sakit perut
atau kembung (Baliwati,2008).
Adanya promosi kesehatan diharapkan kepada orang tua, sedapat
mungkin memenuhi kebutuhan anak, mengusahakan pertumbuhan dan
perkembangan yang baik, juga memenuhi kebutuhan organis (makanan bergizi,
kebutuhan psikis (perhatian dan kasih sayang) dan kebutuhan intelektual.
Promosi kesehatan kepada balita dapat dilakukan melalui penyuluhan
dengan metode ceramah yaitu salah satu cara menerangkan atau menjelaskan
suatu ide, pengertian atau peran secara lisan kepada sekelompok pendengar
yang disertai diskusi dan tanya jawab, sehingga ibu memahami apa yang
diberikan dan disampaikan. Selain itu, materi juga ditampilkan melaui leaflet
yang berisi informasi penting mengenai posyandu disertai gambar menarik
sehingga informasi dapat ditangkap dengan mudah. Melalui promosi kesehatan,
penyuluhan dan pembagian leaflet, orang tua balita antusias mendengarkan dan
lebih interaktif sehingga informasi yang disampaikan lebih mudah dipahami
dan diingat.
Selain melakukan promosi kesehatan di posyandu, Kunjungan rumah
perlu dilakukan oleh petugas kesehatan sebagai tindak lanjut dan upaya
promosi kesehatan didalam gedung puskesmas yang telah dilakukan kepada
pasien/keluarga. Terutama pasien/keluarga yang memiliki masalah kesehatan
yang cukup berat dan atau mereka yang sepakat untuk melaksanakan langkah-
langkah lanjut dirumah tangganya (Kementrian Kesehatan RI, 2007).

3. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Preschool


Anak usia prasekolah banyak mengalami permasalahan kesehatan yang
sangat menentukan kualitas anak dikemudian hari. Masalah kesehatan tersebut
meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku, dan
gangguan belajar. Permasalahan kesehatan tersebut pada umumnya akan
menghambat pencapaian prestasi pada peserta didik disekolah (Dermawan,
2012). Pada anak usia prasekolah, anak sering menggunakan fungsi
biologisnya untuk menemukan berbagai hal yang ada dalam dunianya. Dimana
anak lebih sukabermain dengan segala sesuatu yang dekat dengan dirinya,
seperti menggunakan untuk meletakan sesuatu barang dimulutnya, makan
dan membuang sekretnya sendiri (Wong, 2009)
Perilaku yang kurang sehat dapat berdampak pada tingginya
kejadian infeksi pada anak usia prasekolah karena memudahkan
penyebaran penyakit infeksi melalui tangan. Bibit penyakit akan mudah
masuk kedalam tubuh melalui tangan yang akan mengakibatkan timbulnya
penyakit seperti diare, cacingan, TB, infeksi tangan dan mulut, dan ISPA
(Depkes, 2011).
Membiasakan anak untuk hidup bersih dan sehat memang tidak mudah,
diperlukan kesabaran dan ketelatenan. Untuk itu, kebiasaan hidup
bersih dan sehat perlu diajarkan sedini mungkin. Hal ini perlu
dilakukan agar anak-anak terbiasa dengan kebiasaaan hidup bersih dan
sehat, sehingga nantinya akan terbawa sampai dewasa bahkan akan diajarkan
kembali pada keturunan mereka (Rahman, 2014).
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), pelaksanaan
bidang pengembangan pembiasaan perilaku di Taman Kanak-kanak dapat
dilakukan dengan cara kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan teladan,
kegiatan terprogram. Pengembangan perilaku mencuci tangan disampaikan
oleh pihak sekolah melalui kegiatan rutin setiap harinya ketika waktu
istirahat/makan/bermain dengan pembiasaan perilaku mencuci tangan, terutama
sebelum dan sesudah makan.
Pendidikan kesehatan pada anak usia empat sampai dengan enam
tahun diperlukan metode yang memungkinkan anak dapat belajar secara nyata.
Promosi kesehatan dapat dilakukan di sekolah dengan menggunakan berbagai
media. Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator,
baik itu dari media cetak, media elektronika (televisi (TV), radio, komputer dan
lain sebagainya) dan media luar ruang, agar sasaran dapat meningkatkan
pengetahuannya yang akhirnya diharap dapat berubah perilaku ke arah positif
terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2007, hlm.290).
Ada beberapa metode pembelajaran untuk anak usia prasekolah,
diantaranya bercerita, demontrasi, bercakap-cakap, pemberian tugas, bermain
peran, karyawisata, eksperimen, bernyanyi, dan pembelajaran terpadu.
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2014).
a. Metode Bercakap-cakap/ Tanya Jawab
Seorang pendidik dapat mengarahkan berbagai pikiran dan
perasaan yang sedang dialami anak dengan mengajak mereka
bercakap-cakap tentang berbagai hal. Banyak topik bisa dijadikan
bahan percakapan, contohnya adalah bercakap-cakap tentang topik
yang disukai oleh anak-anak seperti makanan kesukaan, binatang
kesayangan, cita-cita, dan termasuk percakapan tentang kesehatan.
b. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi memiliki makna yang penting bagi anak usia
dini, karena melalui metode ini maka dapat membantu
mengembangkan kemampuan untuk melakukan segala pekerjaan
secara teliti, cermat dan tepat; dan membantu mengembangkan
kemampuan peniruan dan pengenalan secara tepat.
c. Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah permainan yang dilakukan anak untuk
memainkan peran tertentu, dengan menirukan perilaku seseorang
dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Perkembangan anak yang dapat
dikembangkan melalui metode bermian peran adalah perkembangan
kognitif, afektif dan psikomotor. Menggunakan metode bermain peran
pendidik dapat mengembangkan imajinasi anak tentang pentingnya
perilaku hidup sehat.
d. Metode Praktek Langsung
Metode praktek langsung ini disamping melibatkan aktivtas pikiran
dan penalaran dalam memecahkan masalah kehidupan seharihari, juga
dapat mengembangkan sikap dan keterampilan motorik dalam area
kesehatan.
e. Metode Bercerita
Bercerita dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media
seperti menggunakan buku cerita bergambar, boneka, atau media
lainnya sehingga lebih menarik bagi anak usia dini. Metode bercerita
dapat melatih anak untuk belajar mendengarkan.
f. Metode Bermain
Melalui kegiatan bermain akan mengembangkan seluruh aspek
kecerdasan anak, baik kecerdasan logika berpikir, bahasa, keterampilan
motorik, kemandirian, maupun kecerdasan sosial emosional anak.
Berbagai bentuk permainan bisa dipilih dalam mengambangkan
perilaku hidup sehat pada anak, dan anak sebaiknya diberi kesempatan
untuk memilih permainan yang disukainya.
g. Pembiasaan
Melalui metode pembiasaan yang dilakukan dalam perilaku hidup
sehat sejak usia dini makan itu akan menjadi gaya hidupnya sampai
dewasa kelak.
h. Metode Bernyanyi
Melalui kegiatan menyanyi banyak sekali pesan-pesan pendidikan
yang bisa kita sampaikan kepada anak. Dengan demikian maka
pengetahuan dan keterampilan perilaku hidup sehat bisa kita
sampaikan kepada anak melalui kegiatan bernyanyi.
4. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Anak Usia Sekolah
WHO (2009) mendefinisikan promosi kesehatan sebagai suatu proses
untuk mencapai keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Individu atau
kelompok harus mampu mengetahui dan mewujudkan keinginan, memenuhi
kebutuhan, dan mengubah atau mengatasi lingkungan. Kesehatan, karena itu,
dipandang sebagai sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan
hidup.
Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk dapat
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan promosi
kesehatan diharapkan masyarakat mampu mengendalikan determinan
kesehatan. Partisipasi merupakan sesuatu yang penting dalam upaya promosi
kesehatan  (Lutfi, 2011).
Usia Sekolah Dasar (SD) merupakan usia yang sangat potensial untuk
melakukan upaya promosi kesehatan agar anak dapat mengadopsi kebiasaan
sehat dan karakter yang kuat untuk memenangkan tantangan dan persaingan
hidup di masa depan karena pada masa ini anak mengalami banyak kemajuan
perkembangan secara keseluruhan, dari seorang pra sekolah yang belum
matang ke masa remaja. Kemampuan kognitif anak meningkat secara dramatis,
didukung dengan adanya keinginan untuk menguasai tugas-tugas dan
kemampuan untuk mengembangkan penilaian moral. Dunia anak juga
berkembang pesat di luar keluarga ketika sekolah dan teman sebaya mulai
memberikan pengaruh yang besar (Edelman and Mandle, 1994).
Prinsip dalam memberikan promosi kesehatan kepada anak usia sekolah
yaitu bisa menggunakan prinsip caring, caring disini berarti dengan kasih
sayang dan kepedulian (caring), anak-anak dapat memberikan dukungan sosial
yang dibutuhkan oleh keluarga, teman, dan orang- orang di sekitarnya.
Pengembangan dukungan sosial akan sangat berkontribusi positif terhadap
pencegahan munculnya efek negatif dari peristiwa hidup yang menimbulkan
banyak tekanan (Pender, 1996). Nilai kasih sayang dan kepedulian (caring)
akan menjadi bekal anak untuk dapat menjalankan perannya secara optimal
dalam keluarga dan mampu mengatasi beban hidup yang dihadapi keluarga,
baik secara fisik, psikologis dan sosial.
Tujuan umum dari pengembangan sikap “caring” pada anak usia sekolah
adalah untuk menanamkan kasih sayang, kepedulian dan kerjasama agar dapat
menjalankan perannya secara optimal dalam keluarga dan masyarakat.
Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain: Meningkatkan
kesadaran anak tentang peran yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat,
Meningkatkan kemampuan anak untuk menunjukkan kasih sayang dan
kepedulian pada keluarga dan masyarakat, Meningkatkan kemampuan anak
untuk bekerjasama dalam lingkup keluarga dan masyarakat, Meningkatkan
kemampuan anak menghadapi meningkatnya beban dalam keluarga yang
ditimbulkan oleh peristiwa hidup yang penuh tekanan.
Anak usia sekolah berada pada stadium industry versus inferiority
confussion. Pada stadium ini, anak mengembangkan kapasitas untuk bekerja
dan bekerjasama dengan orang lain. Inferiority berkembang ketika pengalaman
negatif di rumah, di sekolah, atau dengan teman sebaya menyebabkan perasaan
incompetence dan inferiority (Berk, 2001).
Masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah salah satunya yaitu
masalah PBHS dengan cara melakukan promosi kesehatan pada lingkungan
sekolah.
Banyak sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk menanamkan nilai PHBS
melalui promosi kesehatan terintegrasi dg program Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS) Guru dan Masyarakat Sekolah menjadi mitra pengembangan promosi
kesehatan di sekolah Anak sekolah menjadi kader kesehatan bagi keluarga dan
masyarakat ,Ada peluang dan dukungan dlm promosi kesehatan di sekolah
(dana dan kebijakan)
Data Depkes tahun 2000 prevalensi penyakit kecacingan perut pada anak
SD sebesar 60-80%.Kejadian kecacingan berhubungan bermakna dengan
perilaku tidak cuci tangan sebelum makan dengan air dan sabun, BAB tidak
dijamban, jajan bukan di kantin sekolah Hasil penelitian  dilakukan Yayasan
Kusuma Buana di 17 Sekolah Dasar di Jakarta,  prevalensi anemia sebesar
23,2%. Hasil SKRT tahun 2001 prevalensi penyakit karies dan periodontal
anak usia 12 tahun sebesar 74,4%. Menurut data Susenas tahun 2004, sekitar
3% anak-anak mulai merokok sejak kurang dari umur 10 tahun. Perokok
pemula umur 10-14 tahun 2004 sebesar 11, 5 %. Persentase orang merokok
tertinggi (64%) berada pada kelompok umur remaja (15-19 tahun).
Upaya meningkatkan kemampuan peserta didik, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah agar mandiri dalam mencegah penyakit, memelihara
kesehatan, menciptakan dan memelihara lingkungan sehat, terciptanya
kebijakan sekolah sehat serta berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat sekitarnya.
a. Tujuan Promosi Kesehatan di Sekolah
- Meningkatkan peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan 
sekolah untuk ber-PHBS.
- Meningkatkan lingkungan sekolah yang sehat, aman dan nyaman.
- Meningkatkan pendidikan kesehatan di sekolah
- Meningkatkan akses (kesempatan) untuk pelaksanaan pelayanan
kesehatan di sekolah
- Meningkatkan peran aktif peserta didik, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di
sekitar lingkungan sekolah
- Meningkatkan penerapan kebijakan sehat dan upaya di sekolah
untuk mempromosikan kesehatan.
b. Sasaran Promosi Kesehatan
Sasaran promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus, rinci, dan
jelas agar promosi kesehatan lebih efektif. Oleh karena itu, sasaran
promosi kesehatan pada anak usia sekolah tersebut dihubungkan
dengan tatanan Keluarga , Tatatan di Sekolah , Tatanan di sekitar
Lingkungan Bermain, Tatanan lingkungan sekitar anak, (Maulana,
2009).
1. Sasaran primer
Pada promosi kesehatan anak usia sekolah sasaran primernya yaitu
pada anak sekolah tersebut dimana mereka diharapkan dapat
menerapkan PHBS.
2. Sasaran sekunder
Sasaran sekunder pada promosi kesehatan anak usia sekolah yaitu
keluarga, guru dan teman-teman bermainnya dimana guru
merupakan panutan untuk para anak di sekolah dan teman-
temannya merupakan suatu pengaruh besar terhadap tumbuh
kembang anak di lingkungan bermainnya.
3. Sasaran tersier
Sasaran tersier disini bisa merupakan kepala desa dan kepala
Sekolah dan lain-lain, dimana mereka dapat memberikan dukungan
dalam menentukan kebijakan dan pendanaan dalam proses
pembinaan kepada anak usia sekolah.
c. Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah
WHO mencanangkan lima strategi promosi kesehatan di sekolah yaitu:
a. Advokasi
Kesuksesan program promosi kesehatan di sekolah sangat
ditentukan oleh dukungan dariberbagai pihak yang terkait dengan
kepentingan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan
masyarakat sekolah. Guna mendapatkan dukungan yang kuat dari
berbagai pihak terkait tersebut perlu dilakukan upaya-upaya
advokasi untuk menyadarkan akan arti penting program kesehatan
sekolah. Advokasi lebih ditujukan kepada berbagai pihak yang
akan menentukan kebijakan program, termasuk kebijakan yang
terkait dana untuk kegiatan
b. Kerjasama
Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait sangat
bermanfaat bagi jalannya programpromosi kesehatan sekolah.
Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling belajar
danberbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan
program, tentang caramenggunakan berbagai sumber daya yang
ada, serta memaksimalkan investasi dalampemanfaatan untuk
melakukan promosi kesehatan.
c. Penguatan kapasitas
Kemampuan kerja dalam kegiatan promosi kesehatan di
sekolah harus dapat dilaksanakansecara optimal. Untuk itu
berbagai sektor terkait harus diyakini dapat memberikan
dukunganuntuk memperkuat program promosi kesehatan di
sekolah. Dukungan berbagai sektor inidapat terkait dalam
rangkapenyusunan rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring
danevaluasi program promosi kesehatan sekolah
d. Kemitraan
Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah,
LSM maupun usaha swasta akansangat mendukung pelaksanaan
program promosi kesehatan sekolah. Disamping itu,
dengankemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna
meningkatkan status kesehatan di sekolah.
e. Penelitrian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan
dan penilaian programpromosi kesehatan. Bagi sektor terkait,
penelitian merupakan akses untuk masuk dalammengembangkan
promosi kesehatan di sekolah baik secara nasional maupun
regional,
disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan PHBS siswa
sekolah.
f. Hasil yang Diharapkan
- Anak sekolah menerapkan PHBS

- Anak sekolah  menjadi kader kesehatan bagi keluarganya

- Sekolah menjadi lembaga pembelajaran dalam promkes

- Para guru menjadi mitra pengembangan promkes di sekolah

- Anak sekolah tumbuh sehat & berprestasi

g. Kegiatan promosi kesehatan PHBS di Sekolah


- Jajan di kantin sekolah yang sehat

- Membuang sampah pada tempatnya

- Mengikuti kegiatan olah raga di sekolah

- Menimbang berat badan dan mengukur tinggi

- Badan setiap 3-6 bulan

- Tidak merokok di sekolah

- Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin

- Buang air besar dan buang air kecil di  jamban  sekolah

- Menerapkan cuci tangan dimana saja dan kapan saja

h. Program promosi kesehatan pada anak usia sekolah di Sekolah


Promosi kesehatan disekolah pada prinsipnya adalah
menciptakan sekolah sebagai komunitas yang mampu meningkatan
kesehatannya (health promoting school). Oleh sebab itu, program
promosi kesehatan sekurang-kurangnya mencakup 3 usaha pokok,
yakni :
1. Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat (healthful school
living) :Lingkungan sekolah yang sehat, mencakup 2 aspek,
yakni sosial (non-fisik) dan fisik.
2. Pendidikan Kesehatan (Health Education)
Pendidikan kesehatan, khususnya bagi murid utamanya untuk
menanamkan kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung
jawab terhadap kesehatan diri sendiri serta lingkungannya serta
ikut aktif didalam usaha-usaha kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tahap-tahap:
a. Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat.
b. Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat.
c. Membentuk kebiasaan hidup sehat.
3. Pelayanan kesehatan disekolah (health services in school)
Karena sekolah adalah sebuah komunitas, meskipun
interaksi efektif diantara anggota komunitas hanya sekitar 6-8
jam, namun perlu adanya pemeliharaan kesehatan, khususnya
bagi murid-murid sekolah. Pemeliharaan kesehatan disekolah
ini mencakup:
1) Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik pemeriksaan
umum atau khusus, misalnya: gigi, paru-paru, kulit, gizi,
dan sebagainya.
2) Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan lingkungan.
3) Usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, antara lain dengan imunisasi.
4) Usaha perbaikan gizi.
5) Usaha kesehatan gizi sekolah.
6) Mengenal kelainan-kelainan yang mempengaruhi
pertumbuhan jasmani, rohani, dan sosial. Misalnya,
penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi badan.
7) Mengirimkan murid yang memerlukan perawatan khusus
atau lanjutan ke puskesmas atau rumah sakit.
8) Pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengobatan
ringan.
5. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Remaja
Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan
dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi yang
dirancang untuk memudahkan terjadinya perubahan perilaku dan lingkungan
yang kondusif bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Promosi kesehatan
(Pender,1996) adalah pemberian motivasi untuk meningkatkan kesehatan
individu dan mewujudkan potensi kesehatan individu.
Promosi kesehatan menurut WHO adalah suatu proses yang
memungkinkan individu untuk meningkatkan kontrol dan mengembangkan
kesehatan mereka. Promosi kesehatan (Pender, 1996) adalah pemberian
motivasi untuk meningkatkan kesehatan individu dan mewujudkan potensi
kesehatan individu. Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu
masyarakat menjadikan gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang
optimal didefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial,
spiritual, dan intelektual. Ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja,
namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan yang diharapkan dapat lebih
mendukung dalam membuat keputusan yang sehat.
Menurut Sarwono (2012), remaja adalah suatu masa ketika individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda sosial seksual
sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual. Indivudu mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi
dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada
keadaan yang relatif lebih mandiri. Remaja adalah suatu periode transisi dari
masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa. Jumlah remaja di Indonesia
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Perkembangan yang sangat menonjol terjadi pada masa remaja adalah
pencapaian kemandirian serta identitas (pemikiran semakin logis, abstrak, dan
idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga. Remaja
pada masa perkembangannya dihadapkan pada tuntutan yang sering
bertentangan, baik dari orangtua, guru, teman sebaya, maupun masyarakat di
sekitar. Sehingga mereka juga sering dihadapkan pada berbagai kesempatan
dan pilihan, yang semuanya itu dapat menimbulkan permasalahan bagi mereka.
Permasalahan tersebut salah satunya yaitu resiko-resiko kesehatan reproduksi.
Remaja memiliki suatu kemandirian tersendiri di dalam dirinya.
Kemandirian merupakan hasrat/keinginan seorang remaja untuk melakukan
segala sesuatu bagi dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemampuan
seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa harus
membebani orang lain.  Salah satu tugas perkembangan bagi remaja untuk
belajar dan berlatih dalam membuat rencana,memilih alternative,membuat
keputusan serta tanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya.
Kemandirian merupakan sikap otonomi dari seorang remaja yang relative bebas
dari pengaruh, penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain
Proses perkembangan kemandirian yaitu Kemandirian anak remaja
berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan
dilakukan sejak dini. Remaja diajarkan kepada remaja sesuai dengan
kemampuan dan kesanggupan sampai tumbuh rasa percaya diri. Dalam proses
pencarian identitas diri, remaja mulai ingin melepaskan diri dari ikatan phisikis
orang tuanya.  Remaja juga ingin mulai diperlakukan dan dihargai seperti orang
dewasa.  Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang
terjadi antara remaja dengan peer groupnya,dengan tujuan mendapatkan
pengakuan dan penerimaan kelompoknya.

1. Masalah Kesehatan pada Remaja


a. Narkotika
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan
pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan
memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Pengaruh tersebut berupa
pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat , halusinasi atau
timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan
bagi pemakainya
b. Aborsi
Aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum
kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup
diluar secara mandiri (Munajat, N., 2000). Aborsi atau pengguguran
berbeda dengan keguguran atau keluron (bahasa jawa). Aborsi adalah
terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja ( abortus
provokatus ), yakni kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai
macam cara sehingga terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran
adalah kehamilan yang berhenti karena faktor – faktor alamiah atau
disebut abortus spontaneous (Hawari, D., 2006).
Aborsi merupakan semua upaya atau tindakan yang dimaksudkan
untuk menghentikan kehamilan, baik dilakukan melalui pertolongan
orang lain sepeti dokter, dukun bayi, dukun pijat dan sebagainya,
maupun dilakukan sendiri dengan cara meminum obat-obatan atau
ramuan tradisional (Wiknjosastro, Gulardi dalam Ulfah,M. dan
Ghalib,A., 2004). Namun tindakan aborsi tersebut mengandung risiko
yang cukup tinggi, apalagi bila dilakukan tidak sesuai dengan standard
profesi medis (Munajat, N.,2000).
c. HIV/AIDS
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan
tubuh seseorang seperti darah, cairan sindrom menurunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat
mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan
tubuh penderita telah menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui
:Hubungan seksual, Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan
dipakai bergantian, Mendapatkan transfusi darah yang mengandung
virus HIV, dan Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam
kandungan.

2. Tingkatan Promosi Kesehatan pada Remaja

Promosi kesehatan menggunakan pendekatan pada klien sebagai pusat


dalam pemberian pelayanan dan membantu mereka untuk membuat pilihan
dan keputusan.

Istilah “promosi kesehatan” merupakan suatu payung dan digunakan


untuk menggambarkan suatu rentang aktivitas yang mencakup pendidikan
kesehatan dan pencegahan penyakit (Gillies,Ada tiga tingkatan dari
pendidikan kesehatan menurut Gillies:
a. Primary Health education, tujuannya tidak hanya mencegah perubahan
kesehatan tetapi juga meningkatkan kualitas kesehatan, dengan
demikian kualitas hidup, nutrisi, kontrasepsi dan hubungan seksual
secara aman, pencegahan kecelakaan dengan menggunakan helm dan
lain-lain pada remaja.
b. Secondary health education, tujuannya adalah untuk membantu remaja
dengan masalah kesehatan yang reversible untuk menyesuaikan dengan
gaya hidupnya, contohnya berhenti merokok, merubah kebiasaan makan
dan olahraga 
c. Tertiary health education, tujuannya untuk membantu Remaja yang
sakit dan tidak sembuh total sehingga mereka dapat melewati hidup
dengan sesuai kemampuan yang dimiliki.

3. Sasaran Promosi Kesehatan pada Remaja

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis


sasaran, yaitu (1) sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran
tersier.

1. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya
adalah Remaja dan keluarga. Mereka ini diharapkan mengubah perilaku
hidup mereka yang tidak sehat menjadi perilaku hidup yang lebih sehat.
Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku pada seorang remaja
yang memiliki perubahan emosi dan mental yang tidak stabil bukanlah
sesuatu yang mudah.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun
pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan
lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa serta keluarga
dan peran sekolah untuk remaja tersebut. Mereka diharapkan dapat turut
serta dalam upaya meningkatkan perilaku kesehatan pada remaja,
remaja dapat sehat dengan cara: Berperan sebagai panutan dalam
mempraktikkan perilaku yang sehat. Turut menyebarluaskan informasi
tentang kesehatan dan menciptakan suasana yang kondusif bagi remaja.
Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna
mempercepat terbentuknya remaja yang sadar akan kesehatan. Selain
itu, sasarannya juga di tujukan kepada teman sebaya, karena remaja
tidak jauh beda dengan anak usia sekolah yang emosionalnya masih
belum stabil sehingga masih mudah terpengaruh oleh lingkungan, rema
juga akan lebih mudah dan memerankan peer group pada
lingkungannya.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang
lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau
menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkatkan kesehatan remaja, dengan cara:
a. Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang
tidak merugikan kesehatan remaja dan bahkan mendukung
terciptanya kesehatan pada remaja
b. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain)
yang dapat mempercepat terciptanya penyuluhan dan Pendidikan
kesehatan di kalangan remaja.

4. Strategi Promosi Kesehatan pada Remaja


a. Advokasi
Strategi advokasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Wajo, berupa bentuk pengusulan bantuan dana ke Pemerintah Daerah.
Tujuan dari pengusulan bantuan dana ini akan digunakan untuk
melakukan penyuluhan kesehatan yang berkaitan dengan pergaulan
bebas, seks bebas, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
(napza). Keberhasilan sebuah advokasi dapat dilihat dari tenaga
advokator yang mampu memperoleh dukungan, yang dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam melakukan komunikasi interpersonal untuk
mengajukan usulan maupun tawaran konsep kepada pemberi kebijakan
dalam hal ini Pemerintah Daerah. Menurut Notoatmodjo (2005 dalam
Ricky Saida, 2012) bahwa dalam advokasi, peran komunikasi sangat
penting sebab advokasi merupakan aplikasi dari komunikasi
interpersonal maupun massa yang ditujukan kepada para penentu
kebijakan (policy makers) atau pada pembu-at keputusan (decission
makers) pada semua tingkat dan tatanan sosial. Menurut “John Hopkins,
(1990) menjelaskan advokasi sebagai usaha untuk mempengaruhi
kebijakan melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif,
dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat.

b. Kemitraan
Selain melakukan tahap advokasi, Dinkes selanjutnya membangun
strategi kemitraan. Strategi ini dijalankan dengan bekerjasama dengan
beberapa instansi terkait, yang dianggap mampu membantu proses
penanggulangan narkoba di Kabupaten Wajo. Adapun instansi yang
terlibat kerjasma lintas sektor yaitu puskesmas, sekolah dan polres.
Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan dan
puskesmas berupa penyuluhan kepada remaja yang bertujuan
menambah tingkat pengetahuan remaja tentang dampak pergaulan
bebas, seks bebas, dan napza bagi kesehatan, sehingga diharapkan
terciptanya pemberdayaan remaja terhadap penanggulangan narkoba
berupa pembentukan kader kesehatan remaja. Bentuk kemitraan yang
dilakukan antara dinas kesehatan dan sekolah dalam penanggulangan
narkoba yaitu membatu mengumpulkan remaja pada saat dinas
kesehatan melakukan penyuluhan di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi
mengenai manfaat kemitraan yang disampaikan oleh informan berupa
terciptanya efektifitas penyuluhan, pekerjaan terasa ringan dan
dianggap mampu membantu pemberantasan narkoba, pencegahan seks
bebas dan pergaulan bebas pada remaja.
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh (Hasrat Jaya
Siliwu, (2007), bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara
individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Konsep kemitraan
merupakan upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,
kelompok, masyarakat, lembaga pemerintah atau non pemerintah untuk
bekerjasama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan,
prinsip dan peran masing-masing.
c. Pemberdayaan
Pemberdayaaan yang dilakukan dinas kesehatan terhadap upaya
penanggulangan narkoba dengan cara membentuk kader kesehatan
remaja di sekolah. Tujuannya adalah memberikan pemahaman terhadap
remaja tentang bahaya penyalahgunaan napza, seks bebas bagi
kesehatan, sehingga remaja memiliki kesadaran untuk ikut terlibat
memerangi tindak penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas dan seks
bebas.
Hal ini senada dengan peneliti sebelumnya yang menjelaskan
bahwa pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau
proses untuk menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Pembentukan kader kesehatan remaja yang ditujukan kepada siswa
remaja diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi aktif dari siswa akan
pentingnya penanggulangan narkoba dalam segala aktivitasnya sehari-
hari. Partisipasi yang bertanggung jawab sebaiknya dimiliki setiap
masyarakat dan organisasi lokal.Partisipasi dapat dicapai bila
mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari kegiatan yang
dilakukan. Dengan sendiriya dibutuhkan pembagian tugas pada masing-
masing anggota dalam organisasi tersebut.

5. Program Promosi Kesehatan pada Remaja


1. Sosialisasi
Sosialisa pada remaja dimulai dari dalam lingkungan yaitu
keluarga, tetangga, sekolah, dan organisasi umum. Remaja sebagai
permasalahan ,seperti masa peralihan, kebutuhan untuk mandiri,
menyebabkan timbulnya gejolak yang macam-macam. faktor
lingkungan bagi remaja dalam proses sosialisasi memegang peranan
penting, sebab proses sosialisasi pemuda terus berlanjut dengan segala
daya imitasi dan identitasnya.lebih-lebih pada masa peralihan atau
transisi dari masa muda menjelang dewasa,ketika sering terjadi konflik
nilai,wadah pembinanya harus lebih fleksible,mampu dan mengerti
dalam membina remaja tanpa harus mematikan jiwa mudanya yang
penuh dengan vitalitas hidup.
2. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dikalangan remaja sangat dibutuhkan
dalam  membibing remaja untuk lebih memperhatikan kesehatan hidup.
Batasan pendidikan kesehatan meliputi:
- Perbaikan sanitasi lingkungan

- Perubahan perilaku sehat pada remaja

- Mencegah penyakit menular

- Pendidikan kebersihan perorangan

- Pelayanan medis

- Untuk menjamin setiap orang hidup yang layak dalam


pemeliharaan kesehatan.
Pendidikan kesehatan remaja mencakup masalah kesehatan
reproduksi,sexsualitas,kebersihan diri dan lain sebagainya,agar remaja
bisa lebih menjaga dan memperhatikan perilaku kesehatannya.

3. Pendidikan Pergaulan
Pergaulan dikalangan remaja adalah salah satu kebutuhan hidup
dari manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam
kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia
dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal
relationship)Pergaulan  yang terjadi saat ini sudah sangat
memperhatikan. Banyak sekali terjadi perilaku yang telah menyimpang
dan melanggar nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Perilaku anak
muda atau remaja zaman sekarang telah jauh dari norma agama sebagi
pegangan hidup. Sehingga, pergaulan remaja saat ini harus lebih dipilah
dan dipilih untuk menentukan yang baik dan yang buruk dengan
diberikannya Pendidikan pergaulan pada remaja.

Bentuk – bentuk pergaulan bebas di kalangan remaja :

a. Penyalahgunaan narkoba dan narkotika


b. Perilaku seksual yang menyimpang dari norma-norma agama
c. Pesta Miras (minuman keras) atau mabuk-mabukan dan masih
banyak lagi.

Beberapa factor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas


dikalangan remaja yaitu:
a. Faktor agama dan iman
Remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai,
dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem nilai yang
lain yang bertentangan dengan nilai moral dan agama.
b. Faktor Lingkungan seperti orangtua, teman, tetangga dan media.
Kurang perhatian orangtua, kurangnya Pendidikan hidup dan
perilaku sehat di dalam rumah, kurangnya penanaman nilai-nilai
agama berdampak pada pergaulan bebas sehingga remaja memiliki
permasalahan kesehatan yang tidak diinginkan, pengetahuan yang
minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan.
c. Perubahan Zaman.

Cara menangani pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu


pendidikan pergaulan yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut :
- Tidak menonton film – film, media - media yang menyimpang
- Para remaja harus bisa memfilter pergaulan yang mana yang harus
diikuti
- Memberikan pendidikan tentang kesehatan secara terbuka, sabar
dan bijaksana
- Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang penyimpngan
perilaku sehat serta segala akibat baik dan buruk
- Menghindari hal – hal yang menyimpang dari norma- norma agama
dan kesusilaan
- Menumbuhkan rasa malu untuk melakukan hal – hal yang dianggap
buruk
- Menumbuhkan rasa takut untuk melakukan penyimpangan perilaku
kesehatan
- Menjauhi atau “Say No To Drugs”
- Orang tua harus selalu mengontrol apa yang dilakukan oleh anak
remajanya
- Orang tua harus lebih memberi perhatian pada anak remajanya
-  Adanya rasa keterbukaan antara orang tua dengan anak remajanya

4. Pendidikan pada Orang Tua Remaja


Pada promosi kesehatan ini peranan orang tua sangat penting
dalam perubahan sikap dan perilaku remaja terhadap kesehatan.
1. Memperlakukan anak sesuai karak teristiknya masing-masing, tidak
untuk disamakan atau disbanding-bandingkan
2. Memantau kegiatan anak mulai dari yang di dalam rumah dan di lar
rumah
3. Mengajarkan, membiasakan serta mempraktikan langsung perilaku-
perilaku sehat sehingga anak mudah dan terbiasa mencontoh
kebiasaan baik orang tua di dalam rumah.
4. Mengantarkan anak ke dalam religious yang kuat dalam
membangun komunikasi dan hubungan spiritual yang kokoh baik
dengan cara habluminallah maupun habluminannas.
5. Memfasilitasi anak dalam berbagai keterampilan praktis,serta di
berbagai sektor kehidupan sesuai dengan kemampuan dan bakat,
serta kepribadia anak.
6. Melatih anak untuk belajar mengambil keputusan
yang konsisten dan responbility.
7. Mengerti perasaan dan keinginan anak
8. Tegas namun lembut dalam mengambil suatu kebijakn yang
nantinya akan di terapkan pada remaja tersebut.

Anda mungkin juga menyukai