Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Peraturan narkotika berdasarkan undang-undang no 35 tahun 2009 (UU


No.35 tahun 2009),bertujuan untuk menjamin ketersedian guna kepentingan
kesehatan dan ilmu pengetahuan,mencegah penyalahgunaan narkotika,serta
pemberantas pengedar gelap narkotika.

Penyalahgunaan narkotika di indonesia sudah sampai ke tingkat yang


sangat mengkhawatirkan,fakta dilapangan menunjukan bahwa 50% penghuni
LAPAS (lembaga permasyarakatan) disebabkan oleh kasus narkoba dan
narkotika.berita kriminal di media massa,baik media cetak maupun elektronik
dipenuhi oleh berita penyalahgunaan narkotika.korbannya meluas kesemua
lapisan masyrakat dari pelajar,mahasiswa,artis,ibu rumah tangga ,pedagang,supir
angkot,anak jalanan bahkan pejabat dan lain sebagainya.narkoba dengan mudah
dapat diracik sendiri didektesi.Pabrik narkoba yang legal pun dapat ditemui di
indonesia.

Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak


dilakukan oleh para penegakan hukum dan telah banyak diputuskan oleh hakim di
sidang peradilan.penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor
penangkal terhadap merebak nya peredaran perdagangan narkoba dan
narkotika,tapi dalam kenyataan malah semangkin intensif dilakukan penegakan
hukum,semangkin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika tersebut.

Tindak pidana narkoba atau narkotika berdasarkan undang-undang nomor


35 tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), memberikan sangsi pidana cukup berat, di
samping dapat dikenakan hukuman badan dan juga dikenakan pidana denda, tapi
dalam kenyataanya para pelakunya justru semakin meningkat. pidana tidak
memberikan dampak atau deterrent effect terhadap para pelakunya.

1
Gejala atau fenomena terhadap penyalahgunan narkotika dan upaya
penanggulangannya saat ini sedang mencuat dnan menjadi perdebatan para ahli
hukum. Penyalahgunaan narkoba atau narkotika sudah mendekati pada suatu
tindakan yang sangat membahayakan, tidak hanya menggunakan obat-obatan saja,
tetapi sudah meningkat kepada pemakaian jarum suntik yang pada akhirnya akan
menularkan HIV.

Perkembangan kejahatan narkotika  pada saat ini telah menakutkan kehidupan


masyarakat.beberapa negara indonesia,termasuk indonesia,telah berupaya untuk
meningatkan program pencegahan dari tingkat penyuluhan hukum sampai kepada
program pengurangan pemasokan narkoba atau narkotika.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas,maka permasalahannya sebagai


berikut:

A. Apa pengertian narkotika dan jenis-jenisnya narkotika?


B. Bagaimana sangsi hukum pidana bagi pelaku tindak pidana
narkotika?
C. Bagaimana Penegakan Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana
Narkotika?

2
BABII

PEMBAHASAN

A. Pengertian Narkotika dan Jenis-Jenis Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sitensis maupun semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan
untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan
tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat
merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini
akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan
nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan
nasional.

Yang dimakud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman papever,


opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina,
tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja,
damar ganja, garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain,
baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang
dapat dipakai sebagai pengganti  morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri
kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan
akibat ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-
sediaan yang mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan
kokaina, atau bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri
kesehatan sebagai narkotika.

3
Berdasarkan rumusan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 diatas,
penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa tanaman atau barang ditetapkan sebagai
narkoba atau bukan setelah melalui uji klinis dan labotarium oleh Depertemen
Kesehatan.

Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi


narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :

1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat


digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan.
2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan
3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan

B. Sanksi-sanksi Tindak Pidana Terhadap Tindak Pidana Narkotika

Mengingat betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini, maka perlu


diingat beberapa dasar hukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana
narkotika berikut ini:

1. Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP


2. Undang-undang RI No. 7 tahun 1997 tentang Pengesahan
United Nation Convention Against Illicit Traffic in Naarcotic
Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 ( Konvensi PBB
tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan
Psikotrapika, 1988)
3. Undang-undang  RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
sebagai pengganti UU RI No. 22 tahun 1997.

4
Untuk pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang
No. 35 tahun 2009  tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

1. Sebagai Penguna

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang


Nomor 35 tahun 2009  tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman
paling lama 15 tahun.

2. Sebagai Pengedar

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-


undang No. 35 tahun 2009  tentang narkotika, dengan ancaman hukuman
paling lama 15 + denda.

3. Sebagai Produsen

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang


No. 35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/
seumur hidup/ mati + denda.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap


Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik
Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur


upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana
denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu,
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan
Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang
rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana
Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin

5
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas,
terutama di kalangan anak anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan,


melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama – sama, bahkan
merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang
bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun
internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk
mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif
maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak,
remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan


Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam
Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor
Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang-Undang ini dilampirkan
mengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-
jenis Prekursor Narkotika.Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi
penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk
menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana,
baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun,
pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut
dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah
Narkotika.

6
Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur
mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika
Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan
Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non
struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam
Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah
nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan
di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN
provinsi dan BNN kabupaten/kota.

Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta


kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk
kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis
dan sosial.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap


Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih,
dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan
penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan
teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan
lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika.

7
Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan
memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini
diatur mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional.

Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor
Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang
berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika
dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum
dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Namun demikian, dalam tataran implementasi, sanksi yang dikenakan


tidak sampai pada kategori maksimal. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal.
Pertama, kasus yang diproses memang ringan, sehingga hakim memutuskan
dengan sanksi yang ringan pula. Kedua, tuntutan yang diajukan relatif ringan, atau
bahkan pihak hakim sendiri yang tidak memiliki ketegasan sikap. Sehingga
berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan.

C. Penegakan Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana Narkotika

Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara


penegakan hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau
criminal law enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau kebijakan
penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua
sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana
non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal).

8
Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada
hukum. Ketaatan masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:

1. takut berbuat dosa


2. takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat
hukum yang bersifat imperatif
3. takut karena malu berbuat jahat

Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik


hukum pemerintah Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika
dan psikotropika. Dengan demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-
undang tersebut dapat menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika, serta menjadi acuan dan pedoman kepada pengadilan
dan para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan
undang-undang, khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap
kejahatan yang terjadi. Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti
tentang kebijakan hukum pidana yang tertuang dalam Undang-Undang
Psikotropika dan Undang-Undang Narkotika serta implementasinya dalam
penangulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika.

Penegakan hukum salah satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang


dapat menghambat berjalannya proses penegakan hukum itu sendiri. Adapun
faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini dibatasi pada undang-
undang aja.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau
membentuk maupun yang menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

9
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan, hal ini disebabkan esensi
dari penegakan hukum itu sendiri serta sebagai tolak ukur dari efektivitas
penegakan hukum.

10
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1.Narkotika


adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan.

Dalam UU No. 35/2009 jenis-jenis narkotika adalah tanaman papever,


opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina,
tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja,
damar ganja, garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain,
baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang
dapat dipakai sebagai pengganti  morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri
kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan
akibat ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-
sediaan yang mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan
kokaina, atau bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri
kesehatan sebagai narkotika.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur


upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana
denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 juga mengatur mengenai pemanfaatan
Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang
rehabilitasi medis dan sosial.

11
B.Saran

Penanggulangan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan NARKOTIKA


merupakan tanggung jawab bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya
berada pada pundak kepolisian ataupun pemerintah saja. Namun, seluruh
komponen masyarakat diharapkan ikut perperan dalam upaya penanggulangan
tersebut. Setidaknya, itulah yang telah diamanatkan dalam berbagai perundang-
undangan negara, termasuk UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika pandangan
Agama, narkoba adalah barang yang merusak akal pikiran, ingatan, hati, jiwa,
mental dan kesehatan fisik seperti halnya khomar. Oleh karena itu maka Narkoba
juga termasuk dalam kategori yang diharamkan Allah SWT.

12

Anda mungkin juga menyukai