Anda di halaman 1dari 16

PENDIDIKAN KARAKTER NONDIKOTOMIK

(Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya)

Maksudin
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
e-mail: mak_sudin@yahoo.com

Abstrak: Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia sesuai dengan fitrahnya. Fitrah ma-
nusia memiliki sifat dasar “hanief” cenderung positif, baik, dan benar. Salah satu upaya untuk meme-
lihara dan mengembangkan fitrah adalah melalui pendidikan nondikotomik yang mendasarkan diri
pada integrasi agama dan sains. Pendidikan karakter nondikotomik dapat dijadikan alternatif untuk
memberikan solusi dalam membangun bangsa Indonesia seutuhnya. Pendidikan nondikotomik me-
rupakan konsep yang utuh, terintegrasi, dan komprehensif antardiri, keluarga, masyarakat, sekolah,
dan pemerintah karena pada hakikatnya pendidikan karakter nondikotomik merupakan tanggung ja-
wab bagi setiap insan, warga negara yang harus memberdayakan dan mengembangkan diri, keluar-
ga, dan masyarakat secara nasional dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan akhir
pendidikan karakter nondikotomik adalah terwujudnya keluaran pendidikan yang memiliki karakter
saintis yang agamawan dan agamawan yang saintis.

Kata Kunci: pendidikan karakter, nondikotomik, agama dan sains

NONDICHOTOMIC CHARACTER EDUCATION


(Efforts to Build A Holistic Indonesian Nation)

Abstract: The essence of education is humanizing humans in accordance with their nature. The hu-
man nature has its hanief basic characteristic which tends to be positive, good, and right. One of the
efforts to maitain and develop this basic nature is through nondichotomic education which bases itself
on the integration of religion and science. Nondichotomic character education can be an alternative
sulution in building a holistic Indonesian nation. Nondichotomic education is a holistic, integrated,
and comprehensive concept of interindividuals, family, community, school, and the government, be-
cause, in principle, nondichotomic character education is the responsibility of every human being, citi-
zen who has to empower and develop oneself, family, and community, nationally in a life system of a
nation and a country. The final goal of nondichotomic character education is to realize the education
output having the characterics of religious scientists and scientific religious persons.

Keywords: character education, nondichotomic, religion, science

PENDAHULUAN arah pada “kering rohaniah” dalam diri


Penentuan topik ini diilhami oleh ma- manusia. Oleh sebab itu, topik ini sengaja
raknya permasalahan kehidupan dan sis- dipilih dengan maksud bahwa jenis, fung-
tem kehidupan manusia yang beraneka si, tingkatan pendidikan baik formal, non-
ragam latar belakang. Lahirnya permasa- formal, maupun informal dalam mendidik
lahan itu yang mengusik tatanan dalam agama, sains, keterampilan, dan pengala-
kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, man kepada peserta didik, anak-anak ha-
dan negara. Permasalahan kemanusiaan rus seimbang, terintegrasi, terpadu, dan si-
yang tragis dan anarkhis di belahan dunia nergis bermuatan agama dan sains secara
senantiasa tidak ada henti-hentinya. Jika utuh dan diberikan contoh teladan bagi
ditelusuri penyebab intinya adalah meng- meraka.

137
138

Agama dan sains tidak banyak man- yang agak disamarkan; teori Darwin suatu
faatnya jika diperselisihkan atau diperten- usaha menilai ciptaan tanpa menggunakan
tangkan karena pada hakikatnya dua hal konsep antromosfos ber-Tuhan yang mem-
tersebut sama-sama berasal dan bersumber buat benda-benda seperti yang dilakukan
dari Tuhan. Hal ini sesuai dengan dasar oleh manusia. Memang diakui sains bagi
pengetahuan, termasuk sains. Sain dalam saintis murni mungkin dapat menyebab-
Islam adalah keyakinan yang kokoh tidak kan kekosongan agama, yang sebelumnya
tergoyahkan dari cara berpikir yang per- agama diterima kemudian tidak dipercayai
tama bahwa Allah berkuasa atas segala hal, lagi. Demikian sebaliknya, agama bagi aga-
termasuk pengetahuan yang berasal dari mawan murni tanpa sains akan menjadi-
satu-satunya sumber, yakni Allah SWT dan kan kemunduran dan kepicikan dalam
tauhid yang memunyai daya dorong bagi menghadapi perubahan dan perkembang-
munculnya semangat dalam mengkaji an sains yang sedemikan pesatnya. Kiranya
alam. Selain itu, tauhid juga memunyai perlu disimak pernyataan Albert Eintein
implikasi cermat, mendasar, dan meluas “agama tanpa ilmu buta, dan ilmu tanpa
sehingga tauhid menjadi pusat dari sema- agama lumpuh”.
ngat keilmuan dan sebagai sumber moti- Untuk mengatasi permasalahan di
vasi dalam pengembangan ilmu pengeta- atas, salah satunya adalah dengan mema-
huan. Hal ini diperkuat pendapat Haikal kai paradigma agama dan sains yang non-
(2007:9) dalam kitab “al-Iman wa al-Ma’rifah dikotomik. Beberapa kelebihan nondikoto-
wa al-Falsafah” bahwa hakikaknya tidak mik bagi agama dan sains adalah terwu-
ada perbedaaan dan pertentangan antara judnya integrasi, interkoneksi, holistik, ter-
agama dan sains. Dikatakan bahwa adanya padu, komprehensif, satu sistem, satu ke-
perbedaan agama dan sains pada dataran satuan, kokoh, kuat, kolektif, religius, hu-
para ilmuan dan agamawan atau pada da- manis, damai, akrab, rendah hati, tuntas,
taran manusia. Mengapa itu terjadi karena kerja keras, kerja cerdas, kerja kualitas, ker-
adanya pengaruh dari kekuasaan politik ja tuntas, dan kerja ikhlas. Kelemahan di-
dan sistem hukum yang ada dan ini me- kotomi adalah mengakibatkan beberapa
rupakan warisan sejarah kuno. hal pemisahan, berdiri sendiri-sendiri, par-
Pendidikan Islam mempersatukan sial, tidak utuh, terbagi-bagi, terkotak-ko-
agama dan sains, tidak ada dikotomi anta- tak, bercerai-berai, runtuh, lemah, indivi-
ra keduanya karena hakikatnya ilmu pe- dual, sekuler, radikal, anarkhis, angkuh,
ngetahuan merupakan pengembangan dari sombong, tidak tuntas, cepat loyo, cepat
agama. Hal ini sesuai dengan pendapat menyerah, asal-asalan, hasilnya tidak utuh,
Toynbee (1988:61) bahwa secara historis dan keakuan serta keputusasaan.
agama lebih dahulu ada dan sains tumbuh Kehidupan dan sisterm kehidupan
dari agama. Pendapat ini dapat diilustrasi- manusia berangsur-angsur menuju pada
kan berikut. Secara singkat, sains yang di- ketidakberdayaan manusia ketika mengha-
temukan para ahli sumber pokoknya ada- dapi tuntutan pemenuhan kebutuhan, baik
lah kitab suci. Contoh, sains Yunani pada jasmani maupun rokhani. Hal ini dapat di-
awalnya berasal dari mitologi Yunani yang contohkan dengan maraknya permasalah-
diterjemahkan ke dalam istilah-istilah ke- an hidup dan sistem kehidupan manusia di
kuatan fisik dan batiniah. Sosiologi Marxis era globalisme yang kompleks, beragam
merupakan mitologi Yahudi dan Kristen dan menjurus pada dekadensi moral de-

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013


139

ngan ditandai maraknya berbagai masalah meninggalkan agama, akan tetapi agama-
dan isu-isu global, seperti pelanggaran hak- wan dan ilmuwan “saintis” saling mem-
hak asasi manusia, fenomena kekerasan, perkuat, memperkokoh, dan saling mengisi
rusaknya lingkungan hidup, “ancaman” kekurangan dan kelemahan sehingga yang
perdamaian dunia, penyalahgunaan narko- ada saling “fastabiqul khairat”. Demikian
tika, terorisme, tawuran antarwarga ma- sebaliknya, agama bagi agamawan murni
syarakat, tawuran antarmahasiswa, antar- tanpa sains akan menjadikan kemunduran
siswa, free sex, bunuh diri, tindak korupsi, dan kepicikan dalam menghadapi perubah-
dan berbagai perilaku manusia yang mak- an dan perkembangan sains sedemikan pe-
siat dan munkarat. Peristiwa atau kejadian satnya.
yang heterogen itu dapat dikatakan sarat Paradigma nondikotomik sains dan
dengan persoalan nilai-nilai kemanusian. agama perlu dipegang agar tidak terjebak
Sebuah kasus yang tragis terjadi baru-baru dalam wilayah politik karena esensi dan
ini di Amerika Serikat di mana seorang re- substansinya berfokus pada upaya mema-
maja berusia 20 tahun tega menghabisi nya- nusiakan manusia sesuai dengan fitrahnya.
wa ibu kandungnya, dan membunuh 26 Mengapa harus terjauhkan dengan perma-
orang, 20 murid dan 6 orang dewasa di se- salahan politik karena sejarah telah mem-
kolah. buktikan bahwa setiap adanya gerakan
Jika ditelusuri, berbagai permasalah- ujung-ujungnya dilatarbelakangi politik, se-
an tindak kekerasan, anakhis, kerusakan perti halnya pada masa dahulu tampak je-
dan pengrusakan, pembunuhan dan segala las bahwa kepentingan politik dan intelek-
macamnya dapat dikatakan karena “kering tualisme menjadi begitu erat kaitannya.
rohaniyah”, meskipun permalahan itu lahir Ditilik dari sejarah dikotomi sains
didasarkan pada akar permasalahan yang dan agama sudah berkisar ke-9 abad yang
berbeda-beda. “Kering rohaniyah” bagi se- silam, yakni sejak awal abad ke-12 M hing-
seorang akan lebih berbahaya daripada ga abad ke-21 ini. Disadari atau tidak oleh
“kering material”. Untuk mengatasi “ke- para intelektual, cendekia, tokoh, dan se-
ring material” lebih ringan daripada “ke- mua pihak akan akibat dunia intelektualis-
ring rohaniyah” karena ketika manusia me dengan kebebasan berpikir saat ini sa-
“kering rohaniyah” akan terjerumus pada ngat pesat perkembangannya dengan di-
keputusasaan, kehilangan kesadaran, dan tandai perkembangan IPTEK’s yang sangat
sifat kemanusiaan. Pada hakikatnya, ma- canggih. Namun, di balik kecanggihan dan
nusia diciptakan Allah SWT dengan bekal kemajuan serta kebanggan tersebut, justru
yang sama, yaitu fitrah yang dibawanya banyak permasalahan yang dialami umat
sejak lahir di muka bumi. Fitrah ini meru- manusia pada umumnya, yaitu kering ro-
pakan modal dasar yang Allah SWT beri- haniah.
kan kepada umat manusia. Dengan sumbangsih sederhana ini,
Sebagai tantangan pada era global diharapkan semoga ada upaya secara sek-
adalah bagaimana mengintegrasikan agama sama sesuai dengan kemampuan masing-
dan sains bagi umat manusia sehingga ter- masing agar membenahi secara pelan na-
wujud hubungan sinergis, sistematis, dan mun pasti untuk menggelorakan paradig-
fungsional bagi keduanya. Agama tidak ma sains dan agama nondikotomik. Oleh
menjadikan pemeluknya menjauhi sains karena itu, jadilah manusia Indonesia se-
dan demikian juga sains bagi saintis tidak

Pendidikan Karakter Nondikotomik (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya)


140

utuhnya, yakni menjadi agamawan yang fairness (keadilan); (4) courage (keberanian);
saintis, atau saintis yang agamawan. (5) honesty (kejujuran); (6) citizenship (ke-
warganegaraan); (7) self-discipline (disiplin
PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAK- diri); (8) caring (peduli); dan (9) perseverance
TER (ketekunan). Dalam uraian tersebut dijelas-
Mengapa melalui pendidikan? “Edu- kan bahwa nilai-nilai dasar kemanusian
cation is not a preparation of life, but it’s life yang harus dikembangkan melalui pendi-
itself”. Demikian pendapat John Dewey ke- dikan bervariasi antara lima sampai sepu-
tika berusaha menjelaskan ranah pendidik- luh aspek. Di samping itu, pendidikan ka-
an yang sesungguhnya. Pendidikan adalah rakter memang harus mulai dibangun di
kehidupan. Oleh karena itu, benar kata WS rumah (home) dan dikembangkan di lemba-
Rendra dalam salah satu puisinya yang te- ga pendidikan sekolah (school), bahkan di-
lah mempertanyakan tentang adanya “pa- terapkan secara nyata di dalam masyarakat
pan-papan tulis para pendidik yang terle- (community), termasuk di dalamnya adalah
pas dari persoalan kehidupan”. Mengapa? dunia usaha dan dunia industri (bussiness).
Proses pendidikan di sekolah ternyata ma- Itulah sebabnya, ada sekolah yang
sih lebih mengutamakan aspek kognitif da- memilih enam pilar yang akan menjadi pe-
ripada afektif dan psikomotorik. Bahkan, nekanan dalam pelaksanaan pendidikan.
konon Ujian Nasional pun lebih memen- Misalnya, SD Westwood menekankan pen-
tingkan aspek intelektual daripada aspek tingnya enam pilar karakter yang akan di-
kejujuran. Konon, tingkat kejujuran Ujian kembangkan, yaitu: (1) trustworthiness (rasa
Nasional hanya 20% karena masih banyak percaya diri); (2) respect (rasa hormat); (3)
peserta didik yang menyontek dalam per- responsibility (rasa tanggung jawab); (4) ca-
bagai cara ketika mengerjakan Ujian Nasio- ring (rasa kepedulian); (5) citizenship (rasa
nal. kebangsaan); dan (6) fairness (rasa keadil-
Dalam buku tentang Kecerdasan Gan- an). Itulah sebabnya definisi pendidikan
da (Multiple Intelligences), Daniel Goleman karakter pun akan berbeda dengan jumlah
mengingatkan kepada kita bahwa kecer- dan jenis pilar karakter mana yang akan
dasan emosional dan sosial dalam kehi- lebih menjadi penekanan.
dupan diperlukan 80%, sementara kecer- Sebagai contoh, disebutkan bahwa
dasan intelektual hanya 20% saja. Dalam character education involves teaching children
hal inilah, pendidikan karakter diperlukan about basic human values including honesty,
untuk membangun kehidupan yang lebih kindness, generosity, courage, freedom, equali-
beradab, bukan kehidupan yang justru di- ty, and respect. Definisi pendidikan karakter
penuhi dengan perilaku biadab. Maka, ini lebih menekankan pentingnya tujuh pi-
terpikirlah oleh para cerdik pandai tentang lar karakter, seperti: (1) honesty (ketulusan,
apa yang dikenal dengan pendidikan ka- kejujuran); (2) kindness (rasa sayang); (3) ge-
rakter (character education). nerosity (kedermawanan); (4) courage (kebe-
Apa pendidikan karakter? Para akti- ranian); (5) freedom (kebebasan); (5) equality
vis pendidikan karakter mencoba melukis- (persamaan); dan (6) respect (hormat) (Guf-
kan pilar-pilar penting dalam pendidikan ron, 2010).
karakter yang meliputi sembilan pilar yang Mengapa pendidikan karakter pen-
kait-mengait, yaitu: (1) responsibility (tang- ting? Pendidikan karakter penting karena
gung jawab); (2) respect (rasa hormat); (3) setidaknya tiga alasan: (1) karakter adalah

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013


141

bagian esensial manusia dan karenanya ha- sional yang dikenal dengan IQ (intellegence
rus dididikkan; (2) saat ini karakter genera- quotion). Sementara, kecerdasan yang lain-
si muda (bahkan juga generasi tua) meng- nya belum atau tidak memiliki ukuran ma-
alami erosi, pudar, dan kering keberadaan- tematis sebagaimana kecerdasan intelek-
nya; (3) terjadi detolisasi kehidupan yang tual. Kecerdasan di luar kecerdasan inte-
diukur dengan uang yang dicari dengan lektual inilah yang lebih dekat dengan
menghalalkan segala cara; dan (4) karakter pengertian karakter pada umumnya.
merupakan salah satu bagian manusia yang Pilar karakter yang mana yang harus
menentukan kelangsungan hidup dan per- dikembangkan di Indonesia? Sesungguh-
kembangan warga bangsa, baik Indonesia nya semua pilar karakter tersebut memang
maupun dunia. Untuk itu, Menteri Pendi- harus dikembangkan secara holistik mela-
dikan Nasional dalam acara peringatan 2 lui sistem pendidikan nasional di negeri
Mei 2010 menentukan tema “Pendidikan ini. Namun, secara spesifik memang juga
Karakter untuk Keberadaban Bangsa”. ada pilar-pilar yang perlu memperoleh pe-
Sungguh menjadi satu kejutan tersendiri nekanan. Sebagai contoh, pilar karakter ke-
bagi banyak orang yang sudah lama ter- jujuran (honesty) sudah pasti haruslah lebih
lupakan dengan konsep Pendidikan Moral mendapatkan penekanan karena negeri ini
Pancasila (PMP) yang kini telah tiada dan masih banyak tindak KKN dan korupsi. De-
hanya tinggal menjadi sebuah nama dalam mikian juga dengan pilar keadilan (fairness)
perjalanan sejarah masa lalu. juga harus lebih memperoleh penekanan
Selain itu, banyak pula orang yang karena kenyataan di lapangan menunjuk-
memberikan sambutan gegap gempita luar kan bahwa banyak pendukung pemiluka-
biasa dengan menyebut sebagai satu ke- da yang kalah ternyata tidak mau secara
bangkitan pendidikan karakter di negeri legowo mengakui kekalahannya. Selain itu,
ini ketika negeri ini telah dihuni oleh ba- fenomena tawuran antarwarga, antarmaha-
nyak para pelaku korupsi, makelar kasus, siswa, dan antaretnis, juga sangat memer-
dan video mesum. Korupsi, makelar kasus lukan pilar karakter toleransi (tolerance), rasa
dan video mesum telah menjadi termino- hormat (respect), dan persamaan (equality).
logi yang dibahas setiap hari dalam acara Untuk tujuan khusus, misalnya mem-
televisi. Sungguh tema Hardiknas itu meng- bangkitkan semangat bagi para olahraga-
ingatkan kita bahwa bangsa ini sudah men- wan yang akan bertanding di tingkat in-
jadi bangsa yang tidak civilized lagi. Itulah ternasional, maka pilar rasa percaya diri
sebabnya upaya membangun bangsa yang (trustworthiness) dan keberanian (courage)
beradab harus dilakukan melalui proses juga harus mendapatkan penekanan ter-
pendidikan. sendiri. Akhirnya, dengan pendidikan yang
Terkait dengan kecerdasan ganda, dapat meningkatkan semua potensi kecer-
kita mengenal bahwa kecerdasan meliputi dasan anak-anak bangsa dan dilandasi
empat pilar yang saling kait mengait, yaitu: dengan pendidikan karakter, diharapkan
(1) kecerdasan intelektual; (2) kecerdasan anak-anak bangsa di masa depan akan me-
spiritual; (3) kecerdasan emosional; dan (4) miliki daya saing yang tinggi untuk hidup
kecerdasan sosial. Kecerdasan intelektual damai dan sejahtera sejajar dengan bangsa-
sering disebut sebagai kecerdasan yang ber- bangsa lain di dunia yang semakin maju
diri sendiri atau pengertian cerdas pada dan beradab (Suparlan [dot] com).
umumnya dengan ukuran baku interna-

Pendidikan Karakter Nondikotomik (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya)


142

Foerster (1869-1966) adalah seorang rensi merupakan dasar yang membangun


pedagog Jerman pencetus pendidikan ka- rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya
rakter yang menekankan dimensi etis-spi- koherensi meruntuhkan kredibilitas sese-
ritual dalam proses pembentukan pribadi. orang. Ketiga, otonomi. Di situ seseorang
Pendidikan karakter merupakan reaksi atas menginternalisasikan aturan dari luar sam-
kejenuhan pedagogi natural Rousseauian pai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Hal ini
dan instrumentalisme pedagogis Deweyan. dapat dilihat lewat penilaian atas keputus-
Pedagogi puerocentris lewat perayaan atas an pribadi tanpa terpengaruh atau desakan
spontanitas anak-anak (Edouard Clapa- pihak lain. Keempat, keteguhan dan kese-
rède, Ovide Decroly, Maria Montessori) tiaan. Keteguhan merupakan daya tahan
yang mewarnai Eropa dan Amerika Serikat seseorang dalam menginginkan apa yang
awal abad ke-19 kian dianggap tak men- dipandang baik. Kesetiaan merupakan da-
cukupi lagi bagi formasi intelektual dan sar bagi penghormatan atas komitmen
kultural seorang pribadi. yang dipilih.
Polemik anti-positivis dan anti-natu- Kematangan keempat karakter ini,
ralis di Eropa awal abad ke-19 merupakan lanjut Foerster, memungkinkan manusia
gerakan pembebasan dari determinisme melewati tahap individualitas menuju per-
natural menuju dimensi spiritual, bergerak sonalitas. Orang-orang modern sering men-
dari formasi personal dengan pendekatan campuradukkan antara individualitas dan
psiko-sosial menuju cita-cita humanisme personalitas, antara aku alami dan aku ro-
yang lebih integral. Pendidikan karakter hani, antara independensi eksterior dan in-
merupakan sebuah usaha untuk menghi- terior. Karakter inilah yang menentukan
dupkan kembali pedagogi ideal-spiritual forma seorang pribadi dalam segala tin-
yang sempat hilang diterjang gelombang dakannya. Pendidikan karakter kini me-
positivisme ala Comte. mang menjadi isu utama pendidikan, se-
Tujuan pendidikan adalah pemben- lain menjadi bagian dari proses pemben-
tukan karakter yang terwujud dalam kesa- tukan akhlak anak bangsa, pendidikan ka-
tuan esensial si subjek dengan perilaku dan rakter ini pun diharapkan mampu menjadi
sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foers- pondasi utama dalam mensukseskan In-
ter, karakter merupakan sesuatu yang me- donesia Emas 2025.
ngualifikasi seorang pribadi. Karakter men- Sastrapratedja (Kaswardi, 2000:3) me-
jadi identitas yang mengatasi pengalaman ngemukakan bahwa pendidikan nilai mo-
kontingen yang selalu berubah. Dari ke- ral (karakter) adalah penanaman dan pe-
matangan karakter inilah, kualitas seorang ngembangan nilai-nilai pada diri sese-
pribadi diukur. orang. Mardiatmadja (Mulyana, 2004) juga
Foerster mengemukakan empat ciri menyatakan bahwa pendidikan nilai meru-
dasar dalam pendidikan karakter. Pertama, pakan bantuan terhadap peserta didik agar
keteraturan interior di mana setiap tin- menyadari dan mengalami nilai-nilai serta
dakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menempatkan secara integral dalam kese-
menjadi pedoman normatif setiap tindak- luruhan hidupnya. NRCVE (2003) menya-
an. Kedua, koherensi yang memberi kebe- takan bahwa pendidikan nilai merupakan
ranian, membuat seseorang teguh pada suatu usaha untuk membimbing peserta
prinsip, tidak mudah terombang-ambing didik dalam memahami, mengalami, dan
pada situasi baru atau takut risiko. Kohe- mengamalkan nilai-nilai ilmiah, sosial, dan

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013


143

kewarganegaraan yang tidak secara khu- ngusaan diri, sadar, jujur, disiplin diri,
sus dipusatkan pada pandangan agama suka kerja sama, terampil, mandiri, berani,
tertentu. Aspin (2003) mengemukakan bah- adil, bijaksana, santun, setia, berkepeduli-
wa pendidikan nilai merupakan bantuan an, tunduk, dan toleran.
untuk mengembangkan dan mengartiku- Aristoteles dalam Book on Ethics dan
lasikan kemampuan dalam mempertim- Book on Categoris (Miskawaih, 1999:58) meng-
bangkan nilai atau keputusan moral yang ungkapkan bahwa orang yang buruk bisa
dapat melembagakan kerangka tindakan berubah menjadi baik melalui pendidikan.
manusia. Namun demikian, hal itu bersifat tidak
Berdasarkan beberapa pendapat ter- pasti. Ia beranggapan bahwa nasihat yang
sebut di atas, yang dimaksud pendidikan berulang-ulang dan disiplin serta bimbing-
nilai moral (karakter) dalam kajian ini ada- an yang baik akan melahirkan hasil-hasil
lah penanaman dan pengembangan nilai- yang berbeda-beda pada berbagai orang.
nilai dalam diri peserta didik yang tidak Sebagian di antara mereka tanggap dan
harus merupakan satu program atau pela- segera menerimanya dan sebagian yang
jaran secara khusus. Penanaman dan pe- lain juga tanggap, tetapi tidak segera me-
ngembangan nilai itu merupakan suatu di- nerimanya. Berdasarkan pendapat terse-
mensi dari seluruh usaha pendidikan yang but, Miskawaih membuat silogisme seba-
tidak hanya terfokus pada pengembangan gai berikut.
ilmu, keterampilan, teknologi, tetapi juga Setiap karakter dapat berubah. Apa
pengembangan aspek-aspek lainnya, seper- pun yang bisa berubah itu tidak alami.
ti kepribadian, etik-moral, dan yang lain. Dengan demikian, tidak ada karakter yang
Hal ini senada dengan pendapat Suwito alami. Kedua premis itu betul dan konklusi
(Suparlan, 2004:38) bahwa hakikat pendi- silogismenya pun dapat diterima. Semen-
dikan akhlǎk (karaktra) adalah inti semua tara pembenaran premis yang pertama,
jenis pendidikan karena diarahkan pada yaitu bahwa setiap karakter punya ke-
terciptanya perilaku lahir dan batin ma- mungkinan untuk diubah, sudah diurai-
nusia sehingga menjadi manusia yang se- kan. Jelaslah dari observasi aktual di mana
imbang, baik terhadap dirinya maupun ter- bukti yang didapatkan perlu adanya pen-
hadap luar dirinya. Dengan demikian, pen- didikan, kemanfaatan pendidikan, dan pe-
dekatan pendidikan akhlak bukan mono- ngaruh pendidikan pada remaja dan anak-
litik dalam pengertian harus menjadi nama anak serta pengaruh dari syariat agama
bagi suatu mata pelajaran atau lembaga, yang benar yang merupakan petunjuk
melainkan terintegrasi ke dalam berbagai Allah SWT kepada para makhluk-Nya.
mata pelajaran atau lembaga. Pembenaran premis kedua, yaitu
Dengan kata lain, pendidikan nilai bahwa segala yang dapat berubah itu tidak
berorientasi pada pembentukan karakter mungkin alami, juga sudah jelas. Oleh ka-
peserta didik agar mereka bermartabat dan rena itu, tidak pernah diupayakan untuk
berbudaya luhur. Sehubungan dengan hal mengubah sesuatu yang alami. Misalnya,
itu, dapat dicermati pula tawaran Rachels tidak ada orang mengubah supaya gerak
(2004:311) atas beberapa karakter peserta batu jatuh ke atas sehingga gerak alamiah
didik yang dapat dipilih, yaitu: baik hati, berubah. Andaikata ada orang yang mau
terus terang, bernalar, kesatria, bersahabat, berbuat demikian, dapat dipastikan bahwa
percaya diri, belas kasih, murah hati, pe-

Pendidikan Karakter Nondikotomik (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya)


144

ia tidak akan berhasil mengubah hal-hal tujuan itu adalah ”mencerdaskan kehidup-
yang alami itu. an bangsa”, dalam arti menemukan dan
mengembangkan potensi kecerdasan se-
TUJUAN DAN LANDASAN PENDIDIK- mua anak bangsa. Anak bangsa yang me-
AN NILAI KARAKTER miliki potensi kecerdasan spatial, didiklah
Pendidikan karakter diselenggarakan menjadi arsitek yang handal. Anak bangsa
untuk mewujudkan manusia yang berakh- yang memiliki potensi kecerdasan language,
lak mulia dan bermoral baik sehingga ke- didiklah menjadi ahli bahasa yang hebat.
langsungan hidup dan perkembangan ma- Demikian seterusnya dengan potensi ke-
nusia dapat dijaga dan dipelihara. Untuk cerdasan yang lainnya, sampai dengan po-
mewujukan tujuan tersebut, diperlukan tensi kecerdasan logical mathematics, didik-
upaya-upaya kolektif dari pihak keluarga, lah menjadi intelektual yang handal.
sekolah, pemerintah, masyarakat, media Pengembangan terhadap ketujuh po-
masa, dunia usaha, dan sebagainya. Dalam tensi kecerdasan tersebut harus dibarengi
hal ini, pentingnya memahami pernyataan dengan pembinaan karakter. Arsitek yang
Martin Luther King, tokoh spiritual kulit handal sudah barang tentu harus memiliki
hitam di Amerika Serikat, yang menyata- enam atau sembilan pilar karakter yang te-
kan bahwa pendidikan bertujuan untuk lah disebutkan. Demikian seterusnya de-
melahirkan insan cerdas dan berkarakter ngan potensi kecerdasan yang lainnya.
kuat, atau intellegence plus character. ”That is Anak-anak bangsa Indonesia harus dikem-
the goal of true education”. Tujuan pendidik- bangkan semua potensi kecerdasan ganda-
an yang sebenarnya adalah menciptakan nya. Upaya inilah yang menjadi kebijakan
manusia yang cerdas secara komprehensif, utama pembangunan pendidikan nasional.
keseluruhan aspek kecerdasan ganda ter- Amanat mencerdaskan kehidupan bangsa
sebut. harus selalu menjiwai setiap daya upaya
Dengan demikian, pengertian karak- pembangunan pendidikan. Tidak ada pen-
ter sebenarnya merupakan bagian dari ke- didikan, tidak ada pembangunan sosial-
cerdasan ganda yang dijelaskan Howard ekonomi. Demikian pesan Ho Chi Mien,
Gardner dengan teorinya kecerdasan gan- bapak pendidikan bangsa Vietnam kepada
da, yang meliputi tujuh macam kecerdasan aparat pendidikan di negaranya. Hanya
yang sering disingkat SLIM n BIL, yaitu: (1) dengan pendidikan, negeri ini akan dapat
spatial (keruangan), (2) language (bahasa), kita bangun menjadi negara dan bangsa
(3) intrapersonal (intrapersonal), (4) music yang memiliki daya saing yang setaraf de-
(musik), (5) naturalist (naturalis – sayang ngan negara dan bangsa lain di dunia.
kehidupan alam), (6) bodily kinesthetics Berdasarkan uraian di atas, tujuan
(olahraga – gerak badan), dan (7) logical pendidikan nilai moral (karakter) dapat di-
mathematics (logikal –matematis). klasifikasikan atas dua hal berikut. Pertama,
Ketujuh tipe kecerdasan ganda me- tujuan umum, membantu peserta didik
nurut Howard Gardner tersebut terkait de- agar memahami, menyadari, mengalami
ngan potensi universal manusia yang perlu nilai-nilai, serta mampu menempatkannya
dikembangkan melalui pendidikan. Itulah secara integral dalam kehidupan. Untuk
sebabnya, sangat tepat amanat Pembukaan mencapai tujuan itu, tindakan-tindakan
UUD 1945 yang menyebutkan tentang em- pendidikan hendaknya mengarah pada
pat tujuan negara ini didirikan. Salah satu perilaku yang baik dan benar. Kedua,

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013


145

tujuan khusus, seperti yang dirumuskan komunitas atau lingkungan masyarakat.


Komite APEID (Asia and the Pasific Pro- Proses sosial melibatkan sentimen moral
gramme of Educational Innovation for Develop- yang berkadar kebaikan terhadap orang
ment) bahwa pendidikan nilai bertujuan lain dan sentimen yang mengarah pada pe-
untuk (1) menerapkan pembentukan nilai menuhan kebutuhan pribadi. Sentimen
kepada anak; (2) menghasilkan sikap yang moral dapat melahirkan aturan-aturan so-
mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan; sial yang mengarah pada kepentingan diri,
dan (3) membimbing perilaku yang konsis- pengendalian sikap egois, dan pendorong
ten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan de- kemurahan hati secara alamiah sehingga
mikian, tujuan pendidikan nilai meliputi memungkinkan terwujudnya sebuah kehi-
tindakan mendidik yang berlangsung mu- dupan sosial atas konsensus bersama. Ke-
lai dari usaha penyadaran nilai sampai terikatan antara kebutuhan pribadi dengan
pada perwujudan perilaku-perilaku yang kepentingan orang lain melahirkan pola-
bernilai. pola hubungan interpersonal (pola berge-
Terdapat empat landasan yang ber- rak mendekati orang, menentang orang,
kaitan dengan pendidikan nilai, yakni lan- dan pola menghindari orang).
dasan filosofis, psikologis, sosiologis, dan Target pendidikan nilai moral (karak-
estetis. Landasan filosofis memiliki dua ke- ter) secara sosial adalah membangun kesa-
mungkinan posisi. Pertama, filsafat pendi- daran interpersonal yang mendalam. Pe-
dikan nilai pada dasarnya tidak berpihak serta didik dibimbing untuk mampu men-
pada salah satu kebenaran tentang hakikat jalin hubungan sosial secara harmonis de-
manusia yang dicapai oleh suatu aliran ngan orang lain melaui sikap dan perilaku
pemikiran karena nilai adalah esensi ha- yang baik, dilatih untuk berprasangka baik
kikat manusia yang dapat mewakili semua kepada orang lain, berempati, suka meno-
pandangan. long, jujur, bertanggung jawab, dan meng-
Kedua, filsafat pendidikan nilai ber- hargai perbedaan pendapat. Semua sikap
laku secara selektif terhadap kebenaran ha- dan perilaku dapat membantu peserta di-
kikat manusia yang dicapai oleh suatu alir- dik untuk hidup sehat dan harmonis dalam
an pemikiran tertentu karena nilai selain lingkungan sosial yang dihuninya. Lan-
sebagai esensi hakikat manusia juga me- dasan estetik berkaitan dengan persoalan
nyangkut substansi kebenaran yang dapat manusia sebagai makhluk yang memiliki
berlaku kontekstual dan situasional. Lan- cita rasa keindahan yang berkembang se-
dasan psikologis berkaitan dengan aspek suai dengan potensi setiap individu dalam
motivasi, perbedaan individu, dan tahapan menilai objek yang bernilai seni atau karya
belajar nilai di mana setiap individu tidak seni. Keanekaragaman cita rasa keindahan
sama persis, namun terjadi perbedaan as- yang dimiliki masing-masing individu da-
pek psikis yang berpengaruh pada perilaku pat dijadikan sebagai ajang penyadaran ni-
masing-masing. Landasan sosiologis ber- lai-nilai keindahan dan penyertaaan tim-
hubungan dengan hakikat manusia sebagai bangan rasa secara optimal.
makhluk sosial yang tidak dapat hidup Pendidikan nilai moral (karakter) ha-
sendiri tanpa adanya keterlibatan orang nya mungkin bila nilai-nilai diberikan me-
lain atau melibatkan diri dengan orang lalui praktik-praktik hidup peserta didik
lain, saling berhubungan, dan saling mem- itu sendiri, lebih daripada sekadar pembe-
butuhkan sehingga manusia membentuk rian informasi mengenai nilai-nilai. Hal

Pendidikan Karakter Nondikotomik (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya)


146

yang terpenting dalam pendidikan nilai Pertama, pendekatan pengembangan


adalah membentuk peserta didik agar me- rasional yaitu pendekatan yang difokuskan
numbuhkan keterbukaan dan kejujuran untuk memberikan peranan pada rasio
hati. Keterbukaan hati peserta didik dapat (akal) peserta didik dan pengembangannya
dibantu melalui pendampingan dengan dalam memahami dan membedakan ber-
memberi contoh yang baik dalam mewu- bagai nilai berkaitan dengan perilaku yang
judkan nilai-nilai. Kata-kata guru, perilaku, baik-buruk dalam hidup dan sistem kehi-
dan tindakan dalam pendidikan nilai ke- dupan manusia.
pada peserta didik memberikan kesan Kedua, pendekatan pertimbangan ni-
yang tidak mudah dilupakan pada benak lai moral yaitu pendekatan yang difokus-
pikiran siswa. Oleh karena itu, penting kan untuk mendorong peserta didik agar
bagi guru untuk memperlihatkan setiap dapat membuat pertimbangan moral da-
tindakannya yang benar agar selanjutnya lam mengambil keputusan yang terkait de-
dapat dicerna oleh pikiran siswa. Ketika ngan masalah-masalah moral, dari suatu
guru menyediakan suatu lingkungan dan tingkat yang lebih rendah menuju suatu
pengalaman yang baik di dalam sekolah, tingkat yang lebih tinggi yang didasarkan
siswa dapat belajar dari arti hidup, meng- pada berpikir aktif.
analisis diri sendiri, pemahaman kehidup- Ketiga, pendekatan klarifikasi nilai
an sosial, dan lingkungan. yaitu pendekatan yang difokuskan pada
Pendidikan yang mendasarkan diri salah satu usaha untuk membantu peserta
pada nilai akan dapat melahirkan anak- didik dalam mengkaji perasaan dan per-
anak yang dikondisikan dan diseimbangk- buatannya sendiri serta untuk meningkat-
an dalam menghadapi duka-cita atau ke- kan kesadaran mereka tentang nilai-nilai
gembiraan dalam segala situasi dan kon- mereka sendiri, kemudian menentukan ni-
disi. Di hadapan anak-anak perlu dicipta- lai-nilai yang akan dipilihnya.
kan kondisi agar mereka menyadari akan Keempat, pendekatan pengembang-
pentingnya pengembangan nilai seperti ke- an moral kognitif yaitu pendekatan yang
adilan, persamaan, persaudaraan kelom- difokuskan untuk memberikan penekanan
pok, kebebasan, kedisiplinan, dedikasi, kon- pada aspek kognitif dan perkembangannya
sentrasi, keyakinan diri, dan perhatian. bagi peserta didik untuk menyadari, meng-
identifikasi nilai-nilai sendiri dan nilai-nilai
PENDEKATAN PENDIDIKAN KARAK- orang lain supaya mampu berkomunikasi
TER secara terbuka dan jujur.
Para pakar telah mengemukakan ber- Kelima, pendekatan perilaku sosial
bagai pendekatan pendidikan moral. Hersh yaitu pendekatan yang difokuskan untuk
dkk. (Zakaria, 2006) mengemukakan bah- memberi penekanan pada usaha memberi-
wa di antara berbagai pendekatan yang kan kesempatan kepada peserta didik un-
berkembang, ada enam pendekatan yang tuk melakukan perbuatan-perbuatan mo-
banyak digunakan, yaitu pendekatan pe- ral, mendorong peserta didik untuk meli-
ngembangan rasional, pertimbangan, klari- hat diri mereka sendiri, dan mengambil ba-
fikasi nilai, pengembangan moral kognitif, gian dalam kehidupan bersama di masya-
perilaku sosial, dan penanaman nilai. Beri- rakat lingkungan mereka.
kut penjelasan ringkas keenam pendekatan Keenam, pendekatan penanaman
tersebut. nilai (inculcation approach) adalah suatu

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013


147

pendekatan yang difokuskan untuk mem- gram. Berbagai pertemuan yang dilakukan
beri penekanan pada penanaman nilai-nilai tidak jarang terjebak kepada sekadar ta-
sosial dalam diri peserta didik, diterima- war-menawar sumbangan, bukan bagai-
nya nilai-nilai sosial tertentu oleh mereka, mana sebaiknya pendidikan karakter di-
berubahnya nilai-nilai yang tidak sesuai lakukan bersama antara keluarga dan se-
dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. kolah. Pendidikan karakter yang efektif ha-
Berbeda dengan klasifikasi tersebut, rus menyertakan usaha untuk menilai ke-
Elias mengklasifikasikan berbagai pende- majuan.
katan yang berkembang menjadi tiga, yak- Terdapat tiga hal penting yang perlu
ni pendekatan kognitif, pendekatan afektif, mendapat perhatian. (1) Karakter sekolah:
dan pendekatan perilaku. Klasifikasi ini sampai sejauh mana sekolah menjadi ko-
menurut Rest didasarkan pada tiga unsur munitas yang lebih peduli dan saling meng-
moralitas yang biasa menjadi tumpuan ka- hargai? (2) Pertumbuhan staf sekolah seba-
jian psikologi, yakni perilaku, kognisi, dan gai pendidik karakter: sampai sejauh mana
afeksi (Aspin, 2003). staf sekolah mengembangkan pemahaman
Pendekatan yang komprehensif meng- tentang apa yang dapat mereka lakukan
gunakan semua aspek persekolahan seba- untuk mendorong pengembangan karak-
gai peluang untuk pengembangan karak- ter? (3) Karakter siswa: sejauh mana siswa
ter. Hal ini mencakup apa yang sering di- memanifestasikan pemahaman, komitmen,
sebut dengan istilah kurikulum tersembu- dan tindakan atas nilai-nilai etis inti? Hal
nyi, hidden curriculum (upacara dan prose- seperti itu dapat dilakukan di awal pelak-
dur sekolah; keteladanan guru; hubungan sanaan pendidikan karakter untuk menda-
siswa dengan guru, staf sekolah lainnya, patkan baseline dan diulang lagi di kemudi-
dan sesama mereka sendiri; proses peng- an hari untuk menilai kemajuan.
ajaran; keanekaragaman siswa; penilaian Reformasi di bidang pendidikan di-
pembelajaran; pengelolaan lingkungan se- sebut menyambungkan atau mencegah
kolah; kebijakan disiplin); kurikulum aka- mismatch antara yang dihasilkan lembaga
demik, academic curriculum (mata pelajaran pendidikan dan lembaga pelatihan dengan
inti, termasuk kurikulum kesehatan jasma- keperluan pasar tenaga kerja. Banyak yang
ni), dan program-program ekstrakurikuler, dihasilkan perguruan tinggi, sekolah-seko-
extracurricular programs (tim olahraga, klub, lah kejuruan, dan balai-balai latihan kerja
proyek pelayanan, dan kegiatan-kegiatan yang tidak selalu sesuai dengan yang di-
setelah jam sekolah). minta pasar tenaga kerja. Lagi-lagi hanya
Di samping itu, sekolah dan keluarga soal pekerjaan, lalu di mana pendidikan
perlu meningkatkan efektivitas kemitraan karakter? Who knows? Di tengah kebang-
dengan merekrut bantuan dari komunitas krutan moral bangsa, maraknya tindak ke-
yang lebih luas (bisnis, organisasi pemuda, kerasan, inkoherensi politisi atas retorika
lembaga keagamaan, pemerintah, dan me- politik, dan perilaku keseharian, pendi-
dia) dalam mempromosikan pembangunan dikan karakter yang menekankan dimensi
karakter. Kemitraan sekolah-orang tua ini etis-religius menjadi relevan untuk diterap-
dalam banyak hal sering kali tidak dapat kan.
berjalan dengan baik karena terlalu banyak Pendidikan karakter ala Foerster
menekankan pada penggalangan dukung- (Kompas Cyber Media) dikutip oleh Koesoe-
an finansial, bukan pada dukungan pro- ma yang berkembang pada awal abad ke-

Pendidikan Karakter Nondikotomik (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya)


148

19 merupakan perjalanan panjang pemikir- manusia. Oleh karena itu, mereka mampu
an umat manusia untuk mendudukkan menjadi agen perubahan sejarah.
kembali idealisme kemanusiaan yang lama Jika nilai merupakan motor pengge-
hilang ditelan arus positivisme. Karena itu, rak sejarah, aktualisasi atasnya akan meru-
pendidikan karakter tetap mengandaikan pakan sebuah pergulatan dinamis terus-
pedagogi yang kental dengan rigorisme il- menerus. Manusia, apa pun kultur yang
miah dan sarat muatan puerocentrisme melingkupinya, tetap agen bagi perjalanan
yang menghargai aktivitas manusia. sejarahnya sendiri. Karena itu, loncatan
Tradisi pendidikan di Indonesia tam- sejarah masih bisa terjadi di negeri kita.
paknya belum matang untuk memeluk Pendidikan karakter masih memiliki tem-
pendidikan karakter sebagai kinerja buda- pat bagi optimisme idealis pendidikan di
ya dan religius dalam kehidupan berma- negeri kita, terlebih karena bangsa kita
syarakat. Pedagogi aktif Deweyan baru kaya akan tradisi religius dan budaya.
muncul lewat pengalaman sekolah Mangu- Manusia yang memiliki religiusitas
nan tahun 1990-an. Kebiasaan berpikir kri- kuat akan semakin termotivasi untuk men-
tis melalui pendasaran logika yang kuat jadi agen perubahan dalam masyarakat,
dalam setiap argumentasi juga belum men- bertanggung jawab atas penghargaan hi-
jadi habitus. Guru hanya mengajarkan apa dup orang lain, dan mampu berbagi nilai-
yang harus dihafalkan. Mereka membuat nilai kerohanian bersama yang mengatasi
anak didik menjadi beo yang dalam setiap keterbatasan eksistensi natural manusia
ujian cuma mengulang apa yang dikatakan yang mudah tercabik oleh berbagai macam
guru. konflik yang tak jarang malah mengatas-
Apakah mungkin sebuah loncatan se- namakan religiusitas itu sendiri.
jarah dapat terjadi dalam tradisi pendidik-
an kita? Mungkinkah pendidikan karakter STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER
diterapkan di Indonesia tanpa melewati Untuk mengaplikasikan konsep pen-
tahap-tahap positivisme dan naturalisme didikan nilai tersebut, diperlukan beberapa
lebih dahulu? strategi, baik langsung maupun tidak lang-
Pendidikan karakter yang digagas sung. Strategi langsung mulai dengan pe-
Foerster tidak menghapus pentingnya pe- nentuan perilaku yang dinilai baik sebagai
ran metodologi eksperimental maupun re- upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Cara-
levansi pedagogi naturalis Rousseauian nya dengan memusatkan perhatian secara
yang merayakan spontanitas dalam pen- langsung pada ajaran tersebut melalui men-
didikan anak-anak. Yang ingin ditebas arus diskusikan, mengilustrasikan, menghafal-
”idealisme” pendidikan adalah determinis- kan, dan mengucapkannya. Strategi tidak
me dan naturalisme yang mendasari pa- langsung tidak dimulai dengan menentu-
ham mereka tentang manusia. kan perilaku yang diinginkan, tetapi de-
Bertentangan dengan determinisme, ngan menciptakan situasi yang memung-
melalui pendidikan karakter manusia mem- kinkan perilaku yang baik dapat dipraktik-
percayakan dirinya pada dunia nilai (bil- kan. Keseluruhan pengalaman di sekolah
dung). Sebab, nilai merupakan kekuatan dimanfaatkan untuk mengembangkan pe-
penggerak perubahan sejarah. Kemampu- rilaku yang baik.
an membentuk diri dan mengaktualisasi-
kan nilai-nilai etis merupakan ciri hakiki

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013


149

Dengan penerapan startegi langsung Strategi pendidikan nilai menurut


dimungkinkan nilai-nilai yang diindoktri- strategi komprehensif Kirschenbaum meli-
nasi dapat diserap peserta didik, bahkan puti strategi (1) inculcating yaitu menanam-
dihafal di luar kepala, tetapi tidak terinter- kan nilai dan moralitas; (2) modelling yaitu
nalisasikan, apalagi teramalkan. Kemung- meneladankan nilai dan moralitas; (3) facili-
kinan kedua, nilai-nilai tersebut diterapkan tating yaitu memudahkan perkembangan
dalam kehidupan, tetapi berkat pengawas- nilai dan moral; dan (4) skill development ya-
an pihak penguasa bukan atas kesadaran itu pengembangan keterampilan untuk
diri peserta didik. Dalam hal ini, nilai mo- mencapai kehidupan pribadi yang tentram
ral yang pelaksananya seharusnya bersifat dan kehidupan sosial yang kondusif
suka rela (voluntary action) berubah men- (Zuchdi, 2008:46) .
jadi nilai hukum yang dalam segala aspek- Strategi ini dapat dipilih sesuai de-
nya memerlukan pranata hukum. ngan banyaknya nilai yang dipilih untuk
Contoh (1) berkenaan dengan strategi ditanamkan dan dikembangkan. Demikian
keteladanan. Pendidikan nilai kepada pe- pula, banyak sumber pengembangan nilai-
serta didik memerlukan adanya kesadaran nilai dan banyak pula faktor lain yang
para pendidik agar senantiasa menjadi con- membatasinya. Di sisi lain, keseluruhan
toh bagi anak-anak, mereka tidak boleh kurikulum sekolah berfungsi sebagai suatu
bersikap mendua. Misalnya, jika peserta sumber penting pendidikan nilai. Aktivitas
didik dituntut berperilaku jujur, berucap dan praktik yang demokratis di sekolah
dengan upacan yang baik, maka konse- merupakan faktor efektif yang mendukung
kuensinya para pendidik dituntut jujur, keberhasilan pendidikan nilai, di samping
tidak boleh mengajarkan kebohongan, dan kesediaan peserta didik itu sendiri. Peserta
bertutur kata yang baik. Contoh (2) berke- didik tidak dapat terlepas dari pengaruh
naan dengan pernyataan bahwa jika kita apa yang dilakukan para guru mereka
menginginkan anak-anak menghormati yang berkenaan dengan pendidikan nilai
hukum, kita sendiri harus selalu mematuhi di sekolah, baik dengan metode langsung
peraturan dan hukum yang berlaku. Perlu maupun tidak langsung. Nilai-nilai itu da-
disadari bahwa setiap ucapan dan perilaku pat diterima peserta didik melalui kedua
orang tua dan guru sangat mempengaruhi metode tersebut, baik yang sudah diran-
karakter anak-anak mereka. Dalam setiap cang dalam kurikulum maupun nilai yang
interaksi, anak-anak cepat mendeteksi ada- terkandung di dalam kurikulum sebagai
nya kejujuran dengan mengenal konsis- hiddent curriculum.
tensi apa yang dikatakan dan dilakukan Yang ditekankan dalam pendidikan
oleh orang dewasa. nilai adalah keseluruhan proses pendidik-
Sebagai konsekuensinya, orang tua, an nilai yang sangat kompleks dan menye-
guru, dan para pembimbing harus konsis- luruh yang melibatkan cakupan yang luas
ten dalam berperilaku moral karena anak- dan beragam variasi yang dialami. Oleh
anak tumbuh dan berkembang mengikuti karena itu, pendidikan nilai tidak dapat di-
model perilaku kita. Mereka akan melaku- sajikan hanya oleh seorang guru atau ha-
kan apa yang kita lakukan dan juga apa nya dalam satu pelajaran, tetapi diperlukan
yang kita katakan. Kita harus memelihara format yang beragam dari berbagai pelajar-
nilai yang kita ajarkan dan kita konsisten an yang mengintegrasikan secara sendiri-
dalam berperilaku. sendiri atau dengan kombinasi.

Pendidikan Karakter Nondikotomik (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya)


150

Berdasarkan latar belakang pema- bertekuk lutut, dan seterusnya. Alur peris-
haman dan analisis di atas, ada beberapa tiwa dalam sejarah cukup penting untuk
strategi yang dapat diusulkan, yaitu strate- dipertimbangkan dan hal itu dapat diguna-
gi kegiatan belajar klasikal, strategi kegiat- kan sebagai bahan diskusi dengan anak
an praktik, strategi kegiatan dan teknik so- didik. Beberapa pertanyaan yang terkait
sialisasi, serta strategi belajar insidental. dengan apa yang sedang terjadi saat ini
Richardson (2006) mengemukakan dapat dimunculkan, misalnya bagaimana
beberapa cara yang dapat digunakan un- peristiwa itu membuat atau menggugah
tuk menyampaikan pendidikan karakter, perasaan anak, apa yang baik yang sedang
yaitu melalui sastra, sejarah, ilmu penge- terjadi di dunia, bagaimana mungkin kita
tahuan alam (IPA), dan matematika (lihat berubah menjadi tidak baik, dan sebagai-
juga Zuchdi, 2010). nya.
Melalui sastra, bagi pecinta buku, pe- Melalui pengajaran ilmu pengetahu-
lajaran nilai menjadi bagian integral dari an alam, banyak yang dapat didiskusikan
apa yang dibaca atau dari karya sastra bersama siswa yang berkenaan dengan ni-
yang beraneka ragam. Yang penting, se- lai. Sebagai contoh, teori evolusi dengan
mua itu mengandung integrasi antara apa munculnya cloning dapat dijadikan bahan
yang disajikan dalam karya sastra dan ni- diskusi secara terbuka dengan anak-anak.
lai-nilai moral di dalamnya. Bisa diguna- Pertanyaan yang terkait dengan hal itu da-
kan kutipan bacaan dari sebuah buku se- pat dimunculkan, misalnya, apakah secara
bagai bahan diskusi tentang dilema moral, moral membuat tiruan (cloning) individu
bisa digunakan karakter tokoh cerita untuk itu dapat dibenarkan dan sebagainya.
membantu memahami motivasi moral, mi- Pelajaran matematika juga dapat di-
salnya mengapa tokoh tersebut memilih jadikan wahana untuk pendidikan nilai ke-
kebenaran/kesalahan dan adakah cukup pada siswa. Siswa dapat diminta untuk
alasan untuk membuat berbagai pilihan. menulis (1) permasalahan yang memerlu-
Peserta didik dapat diminta membanding- kan keputusan moral; (2) bagaimana pro-
kan dua karakter yang berbeda dan kepu- ses mengambil keputusan; dan (3) bagai-
tusan moral yang mereka buat. Banding- mana melakukan tindakan moral yang di-
kan karakter yang memilih kebenaran de- aplikasikan, tidak hanya keputusan mate-
ngan karakter yang memilih kesalahan, matika semata. Sebagai contoh, Ali telah
kemudian berupaya untuk mengambil ke- makan sepiring penuh, sementara Ahmad
putusan mengapa mereka membuat pilih- telah melupakan makan siangnya. Ali mem-
an yang mereka lakukan dan apa yang beri Ahmad sebagian lauk sisa makan un-
menjadi motivasi mereka. tuk dimakan Ahmad. Berapa banyak Ah-
Melalui pengajaran sejarah, strategi mad telah makan? Berapa lebih banyak
yang sama dengan di atas dapat untuk Ahmad makan dibanding dengan Ali ma-
pendidikan nilai moral. Bisa juga dengan kan. Menulis ulang merupakan stategi
mengadakan percobaan dengan berpedo- yang lebih menarik, setiap anak diminta
man pada pertanyaan bagaimana akibatnya untuk menulis kembali permasalahan de-
jika .... Sebagai contoh, bagaimana seandai- ngan ungkapan mereka masing-masing.
nya musuh-musuh Nabi Muhammad saw.
mengalahkan nabi, bagaimana akibatnya
jika penjajah Belanda di Indonesia tidak

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013


151

PENUTUP DAFTAR PUSTAKA


Berdasarkan uraian dan pembahasan Aspin, David. 2003. Clarification of Terms
tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai Used in Value Discussions. http://-
berikut. www.becal.net/toolkit/npdp/npdp2
Pertama, pendidikan karakter seha- .htm.
rusnya menjadi bagian integral bagi setiap
manusia karena hakikatnya setiap manusia Dikti. 2010. Pendidikan Karakter sebagai Pon-
telah dibekali Allah SWT berupa fitrah “ka- dasi Kesuksesan Peradaban Bangsa.
rakter” masing-masing sejak dilahirkan. http://www.dikti.go.id.
Kedua, pemberdayaan, pengembang-
an fitrah “karakter” dilakukan melalui pen- Gufron, Anik. 2010. “Itegrasi Nilai-nilai
didikan nondikotomik yang mendasarkan Karakter Bangsa pada Kegiatan Pem-
pada integrasi agama dan sains agar karak- belajaran”. Cakrawala Pendidikan, Th.
ter terjaga dari berbagai pengaruh negatif. XXIX, Edisi Dies, hlm. 13-24.
Ketiga, pendidikan karakter nondiko-
tomik dapat sebagai salah satu solusi da- Haikal, Muhammad Husain. 2007. Al-Iman
lam membangun keutuhan bangsa Indone- wa al-Ma’rifah wa al-Falsafah. Beirut
sia. Libanon: Dar al-Kutub al-Arabiyah.
Keempat, pendidikan karakter non-
dikotomik akan dapat menghindarkan dari Kaswardi, EM.K. 2000. Pendidikan Nilai Me-
dikomis dalam berbabagai aspek kehidup- masuki Tahun 2000. Jakarta: Grame-
an, karena fokus pendekatannya adalah dia.
“terjaga” dari egosentris, dan egosektoral
dalam kehidupan bangsa Indonesia Miskawaih, Ibn. 1999. Menuju Kesempur-
Kelima, tujuan akhir pendidikan ka- naan Akhlak: Buku Dasar Pertama ten-
rakter nondikotomik adalah terwujudnya tang Filsafat Etika. (Penerjemah Helmi
keluaran pendidikan yang memiliki karak- Hidayat). Bandung: Mizan.
ter “saintis yang agamawan, dan agama-
wan yang saintis” sehingga dua tuntutan Mulyana, Rohmat. 2004. Mengartikulasikan
pokok bagi kelangsungan hidup berbangsa Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta.
dan bernegara serta kehidupan yang ber-
kualitas dapat diwujudkan karena terba- NRCVE Tahun 2003. Program in the Area of
ngunnya bangsa Indonesia seutuhnya. Value Education. http://valueeduca-
tion.nic.in/programmes.htm.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan ke- Rachels, James. 2004. Filsafat Moral. Yogya-
pada sejawat pemikir dan pemerhati pen- karta: Kanisius.
didikan dan pendidikan karakter di Indo-
nesia serta sejawat yang telah memberikan Richardson, Marianna. 2006. Value Educa-
bantuan dalam rangka penulisan artikel tion. http://www.schoolofabraham.-
ini, baik secara langsung maupun tidak com/ RicahrdsonHandout.htm, 16
langsung. Semoga itu semua diperhitung- Mei 2006.
kan sebagai amal baik oleh Allah. Amin.

Pendidikan Karakter Nondikotomik (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya)


152

Suparlan. 2010. Pendidikan Karakter dan Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendi-
Kecerdasan. Website: www.suparlan. dikan: Menemukan Kembali Yang Ma-
com; e-mail: me [at] suparlan [dot] nusiawi. Jakarta: Bumi Akasara.
com. Jakarta, 10 Juni.
Zuchdi, Darmiyati, Zuhdan Kun Prasetya,
Suwito, 2004. Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu dan Muhsinatun Siasah Masruri.
Miskawaih. Yogyakarta: Belukar. 2010. “Pengembangan Model Pendi-
dikan Karakter Terintegrasi dalam
Zakaria, Teuku Ramli. 2006. Pendekatan- Pembelajaran Bidang Studi di Seko-
pendekatan Pendidikan Nilai dan Imple- lah Dasar”. Cakrawala Pendidikan,
mentasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. XXIX, Edisi Dies Natalis UNY, hlm.
http://www.Depdiknas.go.id. 1-12.

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai