Anda di halaman 1dari 3

ERS NEWS - Pengetahuan dan skill yang berhubungan dengan Basic Trauma Cardiac Life

Support (BTCLS) adalah salah satu prasyarat yang harus dimiliki oleh seorang perawat, baik
yang bekerja di pelayanan kesehatan dalam maupun luar negeri. Dengan diberlakukannya 
Masyarakat Ekonomi Asian (MEA) tahun 2015, BTCLS menjadi syarat mutlak bagi setiap 
pekerja kesehatan khususnya perawat di berbagai rumah sakit, puskesmas dan perusahaan. 
Menyertakan sertifikat BTCLS sebagai bukti telah mengikuti pelatihan dan memiliki
pengetahuan dan skill dalam bidang tersebut sangat menentukan dalam menentukan
penerimaan tenaga kerjanya. Kondisi tersebut di atas, mendorong Fakultas Keperawatan
membuat kebijakan setiap mahasiswa tingkat terakhir perlu mengikuti pelatihan Basic
Trauma Cardiac Life Support (BTCLS), dan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
bekerja sama dengan Badan Diklai PPNI Propinsi Jawa Timur mengadakan pelatihan BTCLS
di Kampus Fakultas Keperawatan Unair yang berlangsung dari tanggal 10-12 Februari 2017.
Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) adalah tindakan untuk memberikan
pertolongan pada korban bencana atau gawat darurat guna mencegah kematian atau
kerusakan organ sehingga produktivitasnya dapat dipertahankan setara sebelum terjadinya
bencana atau peristiwa gawat darurat yang terjadi. Pada kegiatan BTCLS terdapat enam fase,
yaitu: fase deteksi, fase supresi, fase pra rumah sakit, fase rumah sakit dan fase rehabilitasi.
Fase deteksi dapat diprediksi tentang frekuensi kajadian, penyebab, korban, tempat rawan
kualitas kejadian dan dampaknya. Misalnya terkait dengan kecelakaan lalulintas, maka dapat
diprediksi frekuansi kecelakaan lalu lintas, buruknya kualitas helm sepeda motor yang
dipakai, jarangnya orang memakai safety belt, tempat kejadian tersering di jalan raya yang
padat dan sebagainya. Fase supresi bertujuan untuk menekan agar terjadi penurunan korban
gawat darurat dilakukan dengan berbagai cara seperti perbaikan konstruksi jalan, peningkatan
pengetahuan peraturan lalulintas  dan peningkatan patroli keamanan. Semantara fase pra
rumah sakit keberhasilan penanggulangan gawat darurat sangat tergantung pada adanya
kemampuan akses dari masyarakat untuk memberikan informasi pertolongan kepada korban
kecelakaan atau bencana. Sedangkan fase rumah sakit dan rehabilitasi merupakan lanjutan
dari fase-fase sebelumnya. Karena dalam fase ini merupakan suatu pendekatan yang
sistematik untuk membawa korban gawat darurat ke suatu tempat penanganan yang definitif.
Dalam konteks inilah sertifikat BTCLS merupakan suatu tuntutan bagi tenaga kesehatan
khususnya perawat dalam memasuki dunia kerja pada era MEA.

Tuntutan prasyarat dunia kerja kesehatan sebenarnya bukan hal baru. Pengalaman empiris
merupakan pelasanakan BTCLS di rumah sakit, puskesmas  dan perusahaan sangat
membutuhkan. Sebagai gambaran, khususnya kecelakaan lalulintas dan bencana alam saat ini
meningkat dari peristiwa gawat darurat tersebut tidak semua korban meninggal di tempat,
tetapi  justru yang terbanyak meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit atau
puskesmas. Hal ini terjadi karena keterampilan BTCLS ini belum disiapkan secara baik.
Untuk meminimalkan terjadinya kematian akibat kecelakaan atau bencana alam, upaya
pencegahan pasien lebih efektif dilakukan melalui kegiatan kursus atau pelatihan/program
BTCLS yang membantu keterampilan dan pengetahuan tenaga perawat kesehatan dalam
menyikapi peristiwa gawat darurat. Alasannya, pertama frekuensi kuantitas kecelakaan
lalulintas dan bencana alam yang membutuhkan pertolongan pertama sebelum ke rumah sakit
meningkat. Kedua, data kejadian kecelakaan/peristiwa gawat darurat di lapangan selama ini
tidak selamanya orang meninggal di tempat, tetapi lebih banyak dalam perjalanan ke rumah
sakit karena kekurangan darah atau keterlambatan memberikan pertolongan pertama. Ketiga,
minimnya tenaga kesehatan yang terampil dalam menangani masalah gawat darurat.
Pelatihan BTCLS yang telah terselenggara selama 3 hari 10-12 Februari 2017 adalah
pelatihan penanganan kegawatdaruratan  trauma dan kardiovaskular yang ditujukan bagi para
mahasiswa keperawatan tingkat akhir  Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Pelatihan BTCLS ini bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa keperawatan dan perawat
agar mampu menangani pasien-pasien dengan kasus-kasus trauma dan kardiovaskular,
sehingga dapat menekan tingkat kecacatan maupun kematian akibat kasus trauma dan
jantung. Rangkaian pelatihan diawali dengan pre test BTCLS yang bertujuan untuk mengukur
tingkat pengetahuan peserta terkait kegawatdaruratan trauma dan kardiovaskular, serta untuk
memberikan gambaran kepada peserta tentang konten dari pelatihan BTCLS. Ujian evaluasi
baik teori maupun praktik dilakukan pada hari terakhir BCLS dan BTLS.

SPGDT  dibagi dalam dua fase :

1. Fase Pra Rumah Sakit


2. Fase Rumah Sakit
Fase Pra Rumah Sakit
Keberhasilan fase ini sangat tergantung pada keberadaan & kemampuan dari :
• Akses & komunikasi
• Pelayanan gawat darurat di tempat kejadian
• Transportasi ke pelayanan medis
Akses & Komunikasi
Masyarakat tahu bagaimana cara mengakses  SPGDT.
• Ada nomor darurat yg. bebas & mudah dipanggil.
• Ada sarana untuk memanggil seperti telepon, radio komunikasi, bedug, kentongan dll.
Pelayanan Gawat Darurat di Tempat Kejadian
Adanya penolong di tempat kejadian yg idealnya memiliki kemampuan / terlatih memberikan
pertolongan pertama.
•  Kategori awam
•  Kategori awam khusus
•  kategori khusus (medis/paramedis)
Transportasi Medis
Ada sarana transportasi  untuk membawa penderita ke fasilitas medis :
• Kendaraan khusus seperti  : ambulans  gawat darurat,  ambulans transport atau ambulans
Jenasah
• kendaraan non medis yg ada pada saat itu.
Penanganan Pra Rumah Sakit
Konsep penanganan pra rumah sakit adalah memberikan bantuan hidup dasar dan
mempertahankan nyawa penderita dengan melakukan tindakan pertolongan pertama
secepatnya di tempat, sesaat setelah kejadian terjadi.
Pertolongan Pertama
Pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit atau cedera yg. memerlukan
penanganan medis dasar
Medis dasar : Tindakan pertolongan berdasarkan ilmu kedokteran yang dapat dimiliki oleh
orang awam atau awam terlatih
Pelaku Pertolongan Pertama :
Penolong yang pertama berada di lokasi kejadian, memiliki kemampuan dan terlatih dalam
tindakan penanganan medis dasar
Tujuan Pertolongan Pertama :
• Menyelamatkan jiwa
• Mencegah cacat
• Memberikan rasa nyaman & menunjang upaya penyembuhan
Persetujuan Pertolongan :
•Persetujuan tersirat (implied consent), ada isyarat yg diberikan
•Persetujuan yg dinyatakan (expressed consent), ada pernyataan lisan/tertulis
Kewajiban Pelaku PP:
o Menjaga keselamatan diri, tim, penderita & orang sekitarnya.
o Dapat menjangkau penderita.
o Dapat mengenali/menilai & mengatasi masalah yg. mengancam nyawa.
o Meminta bantuan / rujukan.
o Menolong dg.cepat & tepat sesuai keadaan penderita.
o Membantu & berkomunikasi dg. pelaku PP yg. lain.
o Mengatur pengangkatan & pemindahan penderita.
o Membuat laporan (catatan) pemberian PP
Kualifikasi Pelaku PP :
• Jujur & bertanggung jawab.
• Bersikap profesional
• Matang secara emosi
• Mampu bersosialisasi
• Kemampuan nyata terukur sesuai sertifikasi
• Kondisi fisik baik
• Percaya diri dan punya rasa bangga
Tindakan Pengamanan Diri Pelaku PP :
o Memperhitungkan resiko tindakan.
o Menggunakan alat pelindung diri. (APD)
o Membersihkan diri sebelum & setelah melakukan tindakan pertolongan.
o Membersihkan alat pertolongan.
Alat Perlindungan Diri (APD):
o Sarung tangan lateks + sarung tangan kerja.
o Kacamata pelindung.
o Baju pelindung.
o Masker penolong.
o Helm
*Dirangkum dari berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai