Anda di halaman 1dari 20

A.

Konsep Dasar
1. Pengertian
a) Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
b) Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun lingkungan
(Budiana Keliat, 2014)

2. Etiologi
1.) Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor
predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami
oleh individu :
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima ketika melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek
yang menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmitter.

2.) Faktor precipitasi


Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan,
percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan)
dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
(Budiana Keliat, 2014)
3. Tanda Dan Gejala
a) Fisik: mata melolot/pandangan tajam,tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

b) Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara


dengan nada keras, kasar, dan ketus.

c) Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain,
merusak lingkungan, amuk/agresif.

d) Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,


dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.

e) Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan


tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

f) Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak


bermoral, dan kreativitas terhambat.

g) Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan


sindiran.

h) Perhatian: bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

( Budiana Keliat, 2014)

4. Rentang respon

Rentang Respon Adaptif Respon Maladaptif

Respons Adaptif Respons Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk


Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan.
Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif.
Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
Agresif :Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol.
Amuk :Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
(Budiana Keliat, 2014)

5. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasikan mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement,
sublimasi, proyeksi, represif, dennial, dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap
sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi,
maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah),
sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul
dengan orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa
suara-suara atau bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak
kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya dan
orang lain (risiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat
mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini
tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen teraupetik
inefektif).
(Budiana Keliat, 2014)
6. Penatalaksanaan

a) Farmakologi

Pengobatan yang diberikan yaitu dengan neuroleptika yang mempunyai


dosis efektif tinggi contohnya: Clorpromazine HCL.

b) Terapi Okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi dalam segala
bentuk kegiatan seperti bermain catur.

c) Peran Serta Keluarga

Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan,


yaitu mengenal masalah kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat.

d) Terapi Somatik

Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada pasien gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
adaptif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik
pasien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien.

e) Terapi Kejang Listrik

Terapi kejang listrik atau Electronic convulsive therapy (ECT) adalah


bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan arus listrik melalui eletroda yang ditempatkan pada
pelipis pasien.

f) Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah berbagai macam alternatif terapi yang dapat


diberikan pada pasien gangguan jiwa. Bagan berikut menggambarkan
sinkronisasi berbagai alternatif terapi medis dan keperawatan, yang sering
disebut dengan istilah terapi modalitas.

Somatoterapi
Psikoterapi Manipulasi
Farmakoterapi
Suportif lingkungan dan
ECT
Dinamika genetik sosiaterapi
Pembedahan

Psikofarmakologi Mencegah dan Intervensi Keluarga


 Peran perawat Menangani perilaku  Fungsi keluarga
 Farmakokinetik agresif  Intervensi
 Antiansietas  Teori tentang agresif nonklinis
 Antidepresan  Intervensi  Terapi sistem
 Obat antimanik keperawatan keluarga
 Antipsikotik  Teknik manajemen  Terapi keluarga
kritis struktural
Somatoterapi  Terapi keluarga
 ECT Terapi Perilaku strategis
 Fototerapi  Pengondisian klasik
 Terapi kurang tidur  Pengondisian operant Terapi milleu
 Strategi perawatan (terapi
 Peran perawat lingkungan),
okupasi dan
Terapi Kelompok rehabilitasi
 Komponen kelompok
kecil

 Perkembangan
kelompok

 Perawat sebagai
pemimpin kelompok
B. Konsep Keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi 4 tahapan, yaitu: pengkajian, perencanaan,
implementasi dan evaluasi, yang masing-maing berkesinmbungan serta
memerlukan kecakapan ketrampilan yang profesional tenaga keperawatan
(Keliat, 2014).

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahapan –tahapan itu berupa pengumpulan data yang meliputi:
 Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena sistem saraf otonon bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, takikardi, muka
merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada juga gejala yang
sama dengan kecemasan, seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang tegrkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
 Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merassa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk.
Bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
 Aspek intelektual
Pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indera yang sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkugan
yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara pasien marah, diklarifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diprose.
 Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial semua budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi sering merangsang kemarahan orang lain. Pasien
sering kali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang
lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara keras.
 Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rassa
tidak berdosa.
(Budiana Keliat, 2004)

2. Analisa Data
Dengan melihat data subyektif dan obyektif dapat menentukan permasalahan
yang dihadapi pasien. Dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat
diketahui penyebab, efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah
dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

3. Pohon Masalah
Efek Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

COR Problem Perilaku kekerasan PPS: Halusinasi

Regimen teraupetik
inefektif Harga Diri Rendah Isolasi Sosial:
Kronis Menarik Diri

Koping Keluarga
Etiologi
Tidak Efektif Berduka Disfungsional

Gambar 1.1. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan


(Budiana Keliat, 2004)
4. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan
(Budiana,Keliat,2004)
5. Rencana Tindakan/Intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat.
Diagnosa keperawatan: perilaku kekerasan
No Dianosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
keperawatan
1. Perilaku TUM:
kekerasan Klien tidak
melakukan
perilaku kekerasan
pada diri sendiri,
orang lain dan
lingkungan. 1.1 klien mau membalas 1.1.1 Beri salam/panggil Hubungan saling percaya
TUK 1: salam nama. memungkinkan terbuka pada
Klien dapat 1.2 klien mau menjabat 1.2.1 Sebutkan nama perawat perawat dan sebagai dasar
membina tangan sambil jabat tangan. untuk intervensi selanjutnya.
hubungan saling 1.3 klien mau menyebutkan 1.3.1 Jelaskan maksud
percaya nama hubungan interaksi.
1.4 klein mau tersenyum 1.4.1 Jelaskan tentang
kontrak yang akan
dibuat.
1.5 klien mau kontak mata 1.5.1 Beri rasa aman dan
sikap empati.
1.6 klien mau mengetahui 1.6.1 Lakukan kontak singkat
nama perawat tetapi sering.
TUK 2:
Klien dapat 2.1klien mengungkapkan 2.1.1 beri kesempatan untuk Pengungkapan perasaan
mengidentifikasi perasaannya. mengungkapkan perasaannya. dalam suatu lingkungan yang
penyebab perilaku tidak mengancam akan
kekerasan 2.2 klien dapat 2.2.1 Bantu klien untuk menolong klien untuk
mengungkapkan mengungkapkan penyebab mencapai kepada akhir
penyebab perasaan perasaan jengkel atau kesal. penyelesaian persoalan.
jengkel/kesal (dari diri
sendiri, orang lain dan
lingkungan).

TUK 3:
Klien dapat 3.1 Klien dapat 3.1.1Anjurkan klien Memudahkan dalam
mengidentifikasi mengungkapkan mengungkapkan apa pemberian tindakan kepada
tanda dan gejala perasaan saat yang dialami dan klien
perilaku marah/jengkel. dirassakannya saat
kekerasan. jengkel/marah.
3.1.2 Oservasi tanda dan
gejala perilaku
kekerasan pada klien.
3.2 klien dapat 3.2.1 Simpulkan bersama klien
menyimpulkan tanda tanda dan gejala
dan gejala jengkel/kesal jengkel/kesal yang
yang dialaminya. dialami klien.

TUK 4:
Klien dapat 4.1 Klien dapat 4.1.1 Anjurkan klien untuk Mencari metode koping yang
mengidentifikasi mengungkapkan perilaku mengungkapkan perilaku konstruktif
akibat perilaku kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa
kekerasan. dilakukan. dilakukan.

4.2 Klien dapat bermain 4.2.1 Bantu klien bermain


peran dengan perilaku peran sesuai dengan
kekerasan yang biasa perilaku kekerasan yang
dilakukan. biasa dilakukan.

4.3 klien dapat melakukaan 4.3.1 Bicarakan dengan klien


cara yang biasa dapat apakah dengan cara
menyelesaikan masalah yang klien lakukan
atau tidak. masalahnya selesai.
TUK 5:
Klien dapat 5.1 Klien dapat menjelaskan 5.1.1 Bicarakan Mencari metode koping yang
mengidentifikasi akibat dari cara yang akibat/kerugian dari cara konstruktif
akibat perilaku digunakan klien. yang dilakukan klien.
kekerasan 5.1.2 Bersama klien
menyimpulkan akibat
cara yang digunakan
klien.
5.1.3 Tanyakan pada klien
’apakah ia ingin
mempelajari cara baru
yang sehat?’

TUK 6:
klien dapat 6.1 Klien dapat melakukan 6.1.1 Tanyakan pada klien Mendorong perilaku yang
mendefinisikan cara berespon terhadap ”apakah ia ingin positif, meningkatkan harga
cara konstruktif kemarahan secara mempelajari cara baru diri.
dalam berespon konstruktif. yang sehat?”
terhadap 6.1.2 Berikan pujian bila klien
kemarahan. mengetahui cara lain
yang sehat.
6.1.3 Diskusikan dengan klien
cara lain yang sehat:
 Secara fisik:
Tarik nafas dalam atau
memukul bantal/kasur
dan olahraga atau
pekerjaan yang
membutuhkan tenaga.
 Secaraf verbal
Mengatakan secara
langsung dengan tidak
menyakiti.
 Secara spiritual
Sembayang, berdoa atau
ibadah.

TUK 7:
Klien dapat 7.1Klien dapat 7.1.1 Bantu klien memilih cara Memotivasi klien dalam
mendemonstrasika mendemonstrasikan yang paling tepat memilih cara mengontrol
n cara mengontrol cara mengontrol untuknya. perilaku kekerasan
perilaku kekerasan perilaku kekerasan: 7.1.2 Bantu klien
 Secara fisik: mengidentifikasi manfaat
Tarik nafas dalam cara yang telah dipilih.
atau memukul 7.1.3 Bantu klien untuk
bantal/kasur dan menstimulasikan cara
olahraga atau tersebut.
pekerjaan yang 7.1.4 Beri reinforcement positif
membutuhkan tenaga. atas keberhasilan klien
 Secaraf verval menstimulassi cara
Mengatakan secara tersebut.
langsung dengan tidak 7.1.5 Anjurkan klien untuk
menyakiti. menggunakan cara yang
 Secara spiritual telah dipelajari saat
Sembayang, berdoa jengkel atau marah.
atau ibadah.

TUK 8:
Klien dapat 8.1 Klien dapat 8.1.1 Jelaskan pada klien dan Memotivasi klien dalam
menggunakan menyebutkan obat-obat keluarga jenis-jenis obat yang mengidentifikasi cara
obat dengan yang diminum dan diminum oleh klien, seperti mengontrol perilaku kekerasan
benar. kegunaannya (jenis, CPZ, Haloperidol, Lodomer dengan menggunakan obat
waktu, dosis dan efek ). Injeksi, TXP.
8.1.2 Diskusikan manfaat
minum obat dan kerugian
berhenti minum obat
tanpa seizin dokter.
8.1.3 Jelaskan prinsip dasar
minum obat (baca nama
yang tertera pada botol
obat, dosis, cara minum,
waktu dan cara minum
obat).
8.1.4 Jelaskan manfaat minum
obat dan efek obat yang
perlu diperhatikan.

8.2.1 Anjurkan klien minum


8.2 Klien dapat minum obat
obat tepat waktu.
sesuai program
8.2.2 Anjurkan klien
pengobatan.
menanyakan pada
perawwat atau dokter
jika merasakan efek
yang tidak
menyenangkan.
TUK 9:
Klien mendapat 9.1 keluarga klien dapat: 9.1.1 Identifikasi kemampuan Mengetahui bagaimana cara
dukungan keluarga  Menyebutkan cara keluarga dalam merawat keluarga dalam menghadapi
merawat klien yang klien dari sikap, apa yang dan merawat pasien selama
berperilaku kekerasan. telah dilakukan keluarga dirumah
 Mengungkapkan rasa terhadap klien selama
puas dalam merawat ini.
klien. 9.1.2 Jelaskan peran serta
keluarga terhadap klien
selama ini.
9.1.3 Jelaskan cara-cara
merawat klien:
 Terkait dengan cara
mengontrol perilaku
marah secara
konstruktif.
 Sikap tenang, bicara
tenang dan jelas.
 Membantu klien
mengenal penyebab
marah.
9.1.4 Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klien.
9.1.5 Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya estela
melakukan demonstrasi.
6. Implementasi
Dilaksanakan berdasarkan tujuan khusus yang telah direncanakan.

7. Evaluasi
a. Tulis semua respon pasien/keluarga terhadap tindakan
yang telah dilaksanakan, baik subyektif maupun subyektif.
b. Analisa respons pasien dengan mengaitkan kepada
diagnosa, data dan tujuan.

8. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan

1. Orientasi:

“Selamat pagi Pak, perkenalkan nama saya suster...., saya yang akan
merawat Bapak hari ini. Nama Bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”

(Mengulurkan tangan sambil tersenyum menunjukkan sikap terbuka).

“Saya perhatikan Bapak mondar-mandir sambil memukul-mukul dinding,


bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang apa yang menyebabkan
Bapak memukul-mukul dinding?”

(Memberikan sentuhan dengan perlahan serta menunjukkan sikap


empati).

“Berapa lama Bapak ingin berbincang-bincang?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang, Pak?”

2. Kerja:

“Sekarang Bapak bisa mulai menceritakan apa yang menyebabkan


Bapak memukul-mukul dinding. Apa yang Bapak rasakan saat ini?”

(Dengarkan ungkapan kemarahan klien dan tetap bersikap empati selama


klien mengungkapkan kemarahannya, selain itu lakukan observasi
terhadap tanda-tanda perilaku kekerasan yang ditunjukkan selama klien
mengungkapkan perasaan marahnya).

“Apa yang biasa Bapak lakukan jika Bapak merasa kesal atau marah
seperti ini?”

“Bagaimana menurut Bapak dengan tindakan tersebut?”


“Baiklah Pak, untuk sementara waktu Bapak boleh menyendiri diruangan
ini dulu sampai marahnya hilang, tujuannya agar Bapak lebih aman dan
tenang, karena jika dalam kondisi kesal Bapak tetap d iluar, dikhawatirkan
Bapak akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya terjatuh
atau terluka”.

(Melakukan isolasi pada klien diruangan yang aman).

“Bapak akan dikeluarkan dari ruangan ini sampai kondisi Bapak lebih
tenang dan jika Bapak perlu sesuatu, saya ada di ruang depan dan saya
siap membantu Bapak kapan saja”.

3. Terminasi:

“Bagaimana perasaan Bapak setelah berada di ruangan ini?”

“Sekarang Bapak bisa menenangkan diri di ruangan ini sambil Bapak


pikirkan hal lain yang bisa membuat Bapak kesal atau marah”.

“Saya akan kembali 15 menit lagi untuk melihat kondisi Bapak, dan jika
kondisi Bapak sudah lebih tenang saya akan mengajarkan cara
menghilangkan perasaan kesal atau marah supaya Bapak tidak
dimasukan ke ruanga ini lagi”.

“Bagaimana Pak, setuju?”


DAFTAR PUSTAKA

Keliat,B,A. 2004.Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC.


Azis R, dkk. 2003. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.
Stuart GW, Sundeen SJ. 1998. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai