Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)

OLEH :
DI-D (KELOMPOK : II)

I KOMANG BUDIARTA NI MADE PITRI M.


(C2119153) (C2119163)
GST AYU MD SULISTYA A. I GUSTI PUTU EDY HERMAWAN
(C2119154) (C2119164)
NI PUTU WINI ANDRIANI LUH DE DIAH JENITRI
(C2119155) (C2119165)
NI MADE DWI ARSITA WATI PUTU SHARMILLA PRAMESTY D.
(C2119156) (C2119166)
SYARIFAH NUR AFNI H. NI KADEK YULIANTARI DEWI
(C2119157) (C2119167)
NI MADE YULI DWIPAYANI LILIS SUSY SULISTRIANA
(C2119158) (C2119168)
NI WAYAN PUSPITAWATI ANAK AGUNG GD BRAHMA K.
(C2119159) (C2119169)
RISKAWATI KADEK ARIANI
(C2119160) (C2119170)
KADEK WIWIN DHARMAYANTI NI PT TRI PRAMANA SANDI S.
(C2119161) (C2119171)
NI MADE SRI APRYASRI
(C2119162)

PROGRAM LINTAS JALUR S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA USADA BALI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi/Pengertian
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedesaegypty (Christantie Efendy,1995).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus
dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
(betina) (Seoparman,1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan
beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan
cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
dapat menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari
genus Falvirus, virus RNA dari keluarga Falviviridae (Soedarto, 2012).
Demam berdarah dengue/ DBD (Dengue Haemorrhagic Fever/DHF)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot, dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. (Sudoyo Aru dalam
Nurarif, 2015).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue
haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam.
2. Epidemiologi
Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DHF) di Indonesia
cenderung meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968
menjadi 35,19 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini
DHF di banyak negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama
perawatan anak di rumah sakit.
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk famili Stegomyia, aedes aegypti,
nyamuk penggigit siang hari, adalah vektor utama, dan semua empat tipe virus
lain telah ditemukan darinya. Virus dengue telah juga ditemukan dari aedes
albopictus, dan wabah di daerah pasifik telah dianggap berasal dari beberapa
spesies aedes lain. Kebanyakan penyakit terjadi pada anak yang lebih tua dan
orang dewasa. Karena aedes aegypti mempunyai kisaran terbatas, penyebaran
epidemi terjadi terutama melalui manusia viremia dan mengikuti jalan-jalan
transportasi utama.

3. Etiologi/Penyebab
Virus dengue termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae secara
serologi terdapat 4 tipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan serotipe yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh
3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotype virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo Aru dalam Nurarif, 2015).
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes. Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk Aedes yaitu:
a. Aedes Aegypti, yaitu :
- Paling sering ditemukan
- Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih
atau tempat penampungan air di sekitar rumah.
- Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih.Biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
- Jarak terbang 100 meter

b. Aedes Albopictus, yaitu :


- Tempat habitatnya di tempat air bersih. Biasanya di sekitar rumah atau
pohon-pohon, seperti pohon pisang, pandan kaleng bekas
- Menggigit pada waktu siang hari
- Jarak terbang 50 meter.

4. Patofisiologi terjadinya DHF


Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena
kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system
kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum,
pleura dan perikard.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila
tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan
kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat.
Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan
fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit
menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya
kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan
diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh
aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi atau tidaknya DIC pada DHF/ DSS,
terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
PATHWAY :

Arbovirus (melalui Beredar dalam aliran darah Infeksi virus dengan (viremia)
nyamuk aedes
aegypti)
PGE hipothalamus Membentuk & Mengaktifkan sistem
melepaskan zat C3a, komplemen
CSa

Hipertermi Peningkatan reabsorbsi Permebailitas membrane


Na dan H2O meningkat

Agregasi Kerusakan endotel pembuluh Resiko syok


trombosit darah hipovolemik

TromboSitopeni Merangsang & mengaktivasi Renjatan hipovolemik


faktor pembekuan dan hipotensi

DIC Kebocoran plasma

Resiko Perdarahan
perdarahan
Resiko perfusi jaringan tidak
efektif
Asidosis metabolik Hipoksia jaringan

Resiko syok Kekurangan volume cairan Ke extravaskuler


(hipovolemik)

Paru-paru Hepar Abdomen

Efusi pleura Hepatomegali Ascites

Ketidakefektifan Mual, muntah


pola nafas Penekanan intrabdomen
Ketidakseimbanga
Nyeri n nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
5. Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I:
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positif,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di
bawah kulit seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi
dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi
kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi
dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan
manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak
teraba, berkeringat dan kulit tampak biru.

6. Manifestasi Klinis/Tanda dan Gejala


1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari.
2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

7. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.

8. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


a. Darah
Hasil yang didapat dari pemeriksaan darah antara lain adalah:
1) Trombosit menurun.
2) Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang)
3) HB meningkat lebih 20 %
4) HT meningkat lebih 20 % meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 %
atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen
5) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
6) Protein darah rendah
7) Ureum PH bisa meningkat
8) NA dan CL rendah
b. Untuk lebih meyakinkan diagnosa, maka dilakukan tes Serology :HI
(hemaglutination inhibition test).
1) Pemeriksaan radiologi
2) Rontgen thorax : Efusi pleura.
3) Pemeriksaan fisik (rumple leed test)
4) Uji test tourniket (+)

9. Diagnosis/ Kreteria Diagnosis


Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis
demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri
b. Manifestasi perdarahan:
1)Uji tourniquet positif
2)Petekia, purpura, ekimosis
3)Epistaksis, perdarahan gusi
4)Hematemesis, melena.
c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
d. Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun
(hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam
biasanya mempunyai prognosis buruk.
e. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi

10. Diagnosa Banding


Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
a) Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di
atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan
otot.
b) Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif,
adanya leukopenia, limfositosis relatif.
c) Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut,
demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi
menunjukkan pansitopenia
d) Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat
menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.

11. Penatalaksaan
a) Tirah baring
b) Pemberian makanan lunak .
c) Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam). Minuman dapat berupa : susu, teh
manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal
yang paling penting bagi penderita DHF.
d) Pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer
lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering
digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa
28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
e) Pemberian obat-obatan : Antibiotic, pemberian antibiotik bila terdapat
kekuatiran infeksi sekunder antipiretik. Pemberian obat antipiretik sebaiknya
dari golongan asetaminopen Anti konvulsi jika terjadi kejang
f) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
g) Monitor adanya tanda-tanda renjatan
h) Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
i) Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan
segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak
perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 –
30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit
dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi
nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg,
kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada
perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan
penurunan Hb yang mencolok.
Pada DHF tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter
dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.

12. Pencegahan
Pencegahan penyebaran penyakit DHF yang tepat akan membantu
mengurangi jumlah penderita dan mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa
(KLB).
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus
DHF.
b. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
c. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di
sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah
dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
(abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah
dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate)
ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana
tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1
gram abate SG 1 % per 10 liter air.
2. Tanpa insektisida.
a) Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1
x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
b) Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
c) Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda
lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan penyakit infeksi demam berdarah Dengue
menurut Nursalam (2005) adalah:
a. Biodata / Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Demam Berdarah Dengue untuk
datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan demam mendadak yang disertai menggigil, dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan
ke-7 dan pasien semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nyeri uluh hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal,
serta adanya manisfestasi perdarahan pada kulit dan gusi (grade 3 dan 4), melena,
atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit dahulu
Ada kemungkinan anak yang telah terjangkau penyakit DHF bisa berulang DHF
lagi. Tetapi penyakit ini tidak ada hubungannya dengan penyakit yang pernah
diderita dahulu.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat nyamuk ini adalah lingkungan
yang kurang pencahayaan dan sinar matahari, banyak genangan air, vas and ban
bekas.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik
adalah sebagai berikut:
1) Grade I: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan andi lemah.
2) Grade II: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Grade IV: kesadaran koma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan
kulit tampak biru.
Pemeriksaan fisik lainnya, yaitu:
1) Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab.
2) Kuku sianosis/tidak.
3) Kepala dan leher. Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa
mulut kering, terjadi perdarhan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telinga
(pada grade II, III, IV).
4) Dada. Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi
pleura), rales (+), ronchi (+) yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegaly), dan
asites.
6) Ekstremitas akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
g. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan di jumpai:
1) Hb dan PCV meningkat (≥20%).
2) Trombositopenia (≤100.000/mm3).
3) Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis).
4) Ig.D.dengue positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan: hipoprotinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Urium dan PH darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolik: pCO <35-40 mmHg HCO3 rendah.
8) SGOT/SGPT memungkinkan meningkat

2. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (malaria) dibuktikan dengan kulit
kemerahan, gelisah, letargi, kulit terasa hangat, takikardi, takipnea.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi
c. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis dibuktikan dengan pasien
mengeluh nyeri, ekspresi wajah nyeri, perubahan parameter fisiologis, dan
perilaku distraksi
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang proses penyakit
e. Defisiensi volume cairan berhubungan dengan asupan cairan kurang,kehilangan
cairan aktif dibuktikan dengan penurunan turgor kulit, penurunan tekanan darah,
penurunan tekanan nadi, penurunan keluaran urine, penurunan turgor kulit,
membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan suhu tubuh, merasa haus
dan kelemahan
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan diet kurang ditandai dengan berat badan 20% atau lebih dibawah rentang
berat badan ideal, gangguan sensasi rasa,enggan makan,asupan makanan kurang
dari RDA (Recommended Daily Allowance), ketidakmampuan memakan
makanan, mukosa pucat
g. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemia
h. Resiko pendarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kewaspadaan perdarahan

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
SLKI SIKI
Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan Manejemen jalan Manejemen jalan
an pola nafas keperawatan selama 3 x 24 nafas nafas
jam, diharapkan pola nafas
1. Posisikan pasien 1. Untuk
normal dengan kriteria
semi fowler memaksimalkan
hasil:
ventilasi
2. Auskultasi suara
1. Menunjukkan jalan
nafas, catat area 2. Untuk
nafas yang paten
yang ventilasinya mengetahui
(pasien tidak merasa
menurun atau tidak perkembangan
tercekik, irama nafas,
ada adanya suara status kesehatan
frekuensi pernafasan
nafas buatan pasien dan
dalam rentang normal,
mencegah
tidak ada suara nafas
3. Regulasi asupan komplkasi
abnormal
cairan lanjutan
2. TTV dalam rentang
3. mengoptimalkan
normal (suhu:36oC- 4. Monitor status keseimbangan
o
37,5 C,nadi:60-100 pernafasan dan cairan untuk
x/menit.RR:16- oksigenasi, mencegah
24x/menit,tekanan sebagaimana komplikasi
darah:110-120/60-80 mestinya. lanjutan
mmHg))
4. Untuk
mengetahui
perkembangan
status kesehatan
pasien dan
mencegah
komplikasi
lanjutan
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment: Fever Treatment
keperawatan selama 3 x 24
1. Monitor tanda – 1. Tanda-tanda vital
jam, diharapkan dapat
teratasi dengan kriteria tanda vital merupakan acuan
hasil: 2. Anjurkan pasien untuk mengetahui
1. SSuhu dalam rentang untuk banayk minum keadaan umum
normal (36oC-37,5oC) air 1500 – 2000ml/ pasien.
2. NNadi dan RR dalam
hari (sedikit tapi 2. Peningkatan suhu
rentang normal (nadi
sering) tubuh akan
60-100 x/menit. RR :
3. Anjurkan pasien menyebabkan
16-24x/menit)
untuk melonggarkan penguapan tubuh
3. TTidak ada perubahan
pakaian meningkat
warna kulit, tidak
menggunakan baju sehingga perlu
pusing dan tidak mual
yang menyerap diimbangi dengan
keringat asupan cairan yang
4. Beri kompres banyak.
hangat pada bagian 3. Pakaian yang tipis
(Paha dan aksila dan menyerap keringat
di abdomen ). dan membantu
5. Kolaborasi dalam mengurangi
pemberian terapi penguapan tubuh
obat dan cairan akibat dari
peningkatan suhu
dan dapat terjadi
konduksi.
4. Kompres hangat
dapat
mengembalikan
suhu normal
memperlancar
sirkulasi.
5. Dapat menurunkan
demam
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation Peripheral Sensation
perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 Management Management
perifer jam, diharapkan tidak
1. Monitor adanya 1. Mengetahui
terjadi penurunan sirkulasi daerah tertentu yang sirkulasi perifer
darah ke pereifer, dengan hanya peka terhadap
2. Monitor sirkulasi
kriteria hasil : panas/dingin/tajam/t
dalam tubuh
umpul
1. Tekanan sistol dan
3. Mengurangi rasa
diastol dlam rentang 2. Monitor adanya
sakit
yang diharapkan (110- parestesia
120/60-80 mmHg)
3. Kolaborasi
2. Tidak ada ortostatik pemberian analgetik
hipertensi

3. Tidak ada tanda-tanda


peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)

Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management Pain Management


keperawatan selama 3 x 24
1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui nyeri
jam, diharapkan nyeri
nyeri secara yang dialami pasien
teratasi, dengan kriteria
kompherensif. sehingga perawat
hasil :
2. Kaji faktor-faktor dapat menentukan
1. Dapat mengontrol nyeri yang mempengaruhi cara mengatasinya.
2. Mengetahui tingkat reaksi pasien 2. Dengan mengetahui
nyeri terhadap nyeri. faktor-faktor
Ekspresi wajah rileks. 3. Berikan posisi yang tersebut maka
nyaman dan perawat dapat
ciptakan suasana melakukan
ruangan yang intervensi yang
tenang. sesuai dengan
4. Berikan suasana masalah pasien.
gembira bagi 3. Posisi yang nyaman
pasien. dan situasi yang
tenang dapat
Analgetic
Administration membuat perasaan
yang nyaman pada
5. Berikan
pasien.
analgesik sesuai tipe
4. Dengan suasana
dan beratnya nyeri .
gembira pasien
dapat sedikit me-
ngalihkan
perhatiannya
terhadap nyeri.

Analgesic
Administration

5. Obat analgesik dapat


menekankan rasa
nyeri.

Defisiensi Setelah dilakukan tindakan Fluid Management


volume cairan keperawatan selama 3 x 24
1. Monitor tanda-tanda 1. Mengetahui dengan
jam, diharapkan kebutuhan
vital. cepat penyimpangan
cairan terpenuhi dengan
2. Kaji input dan dari keadaan
kriteria hasil:
output cairan. normalnya.
1. Menunjukkan 3. Observasi adanya 2. Mengetahui balance
keseimbangan elektrolit tanda-tanda syok cairan dan elektrolit
dan asam basa 4. Anjurkan pasien dalam
2. Menunjukkan untuk banyak tubuh/homeostatis.
keseimbangan cairan minum. 3. Agar dapat segera
3. Turgor kulit baik 5. Kolaborasi dengan dilakukan tindakan
4. Tanda-tanda vital dokter dalam jika terjadi syok
dalam batas normal pemberian cairan IV 4. Asupan cairan
(suhu:36oC- sangat diperlukan
37,5oC,nadi:60-100 untuk menambah
x/menit.RR:16- volume cairan tubuh
24x/menit,tekanan 5. Pemberian cairan IV
darah:110-120/60-80 sangat penting bagi
mmHg)) pasien yang
mengalami defisit
volume cairan untuk
memenuhi
kebutuhan cairan
pasien.
Risiko syok Setelah dilakukan tindakan Shock Prevention Shock Preventiom
keperawatan selama 3x 24
1. Monitor keadaan 1. Memantau kondisi
jam, diharapkan tidak
umum pasien. pasien selama masa
terjadi syok, dengan
2. Observasi tanda- perawatan terutama
kriteria hasil:
tanda vital saat terjadi
1. TTV dalam batas 3. Monitor input dan perdarahan sehingga
normal (suhu:36oC- output pasien tanda pra syok, syok
37,5oC,nadi:60-100 4. Anjurkan pada dapat ditangani.
x/menit.RR:16- pasien atau keluarga 2. Tanda vital dalam
24x/menit,tekanan untuk segera batas normal
darah:110-120/60-80 melapor jika ada menandakan
mmHg)) tanda-tanda keadaan umum
2. Natrium serum, kalium perdarahan. pasien baik
serum, kalsium serum, 3. Mengetahui balance
Shock Management
magnesium serum cairan dan elektrolit
dalam batas normal. 5. Cek hemoglobin, dalam
3. Hematokrit dalam batas hematokrit, 4. Keterlibatan
normal trombosit keluarga untuk
6. Monitor gas darah segera melaporkan
dan oksigenasi jika terjadi
perdarahan terhadap
pasien sangat
membantu tim
perawatan untuk
segera melakukan
tindakan yang tepat
Shock Management

5. untuk acuan
melakukan tindak
lanjut terhadap
perdarahan.
6. Untuk mengetahui
adanya asidosis
metabolik.
Ketidakseimbang Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management Nutrition
an nutrisi kurang keperawatan selama 3x 24 Management
1. Monitor keadaan
dari kebutuhan jam diharapkan kebutuhan
umum pasien 1. Memudahkan untuk
tubuh nutrisi pasien terpenuhi,
2. Beri makanan sesuai intervensi
dengan kriteria hasil:
kebutuhan tubuh selanjutnya
1. Menunjukkan pasien. 2. Merangsang nafsu
kebutuhan nutrisi 3. Anjurkan orang tua makan pasien
terpenuhi. pasien untuk sehingga pasien mau
2. Memperlihatkan memberi makanan makan.
adanya selera makan sedikit tapi sering. 3. Makanan dalam
4. Anjurkan diit porsi kecil tapi
makanan TKTP sering memudahkan
dalam bentuk lunak organ pencernaan
dalam metabolisme.
Nutrition Monitoring
4. Makanan dengan
5. Timbang berat komposisi TKTP
badan pasien tiap berfungsi membantu
hari. mempercepat proses
6. Monitor mual dan penyembuhan.
muntah pasien
5.

Nutrition Monitoring

6. Berat badan
merupakan salah
satu indikator
pemenuhan nutrisi
berhasil.
7. Untuk mengetahui
status nutrisi pasien.

Resiko Setelah dilakukan tindakan Bleeding precautions Bleeding precautions


pendarahan keperawatan selama 3x 24
1. Monitor 1. Hipotensi dan
jam diharapkan tidak
TTVortostatik takikardia adalah
terjadi pendarahan dengan
mekanisme
kriteria hasil: 2. Monitor nilai lab
kompensasi awal
(koagulasi) yang
1. Tidak ada hematuria yang biasanya
meliputi PT,PTT,
dan hematasis dicatat dengan
trombosit
perdarahan.
2. Tekanan darah dalam
3. Catat nilai Hb dan Orthostasis (tetesan
batas normal sistol dan
HT sebelum dan 20 mm Hg dalam
diastole
sesudah terjadinya tekanan darah
3. Hemoglobin dan pendarahan sistolik atau 10 mm
hematokrit dalam Hg pada TD
batas normal diastolik ketika
berubah dari posisi
supine ke posisi
duduk)
menunjukkan
berkurangnya
sirkulasi cairan.

2. Tes laboratorium
ini memberikan
informasi penting
tentang status
koagulasi dan
potensi pendarahan
pasien.
3. Ketika
perdarahan tidak
terlihat, penurunan
kadar Hb dan Ht
dapat menjadi
indikator awal
perdarahan

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah di buat sebelumnya.

5. EVALUASI
Perumusan evaluasi menggunakan komponen SOAP. Keberhasilan suatu asuhan
keperawatan ditentukan berdasarkan kriteria hasil yang telah dibuat. Jika belum
teratasi atau tercapai maka intervensi harus dilanjutkan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Jakarta : EGC.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC


Doenges, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA, Panduan Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006.

Nurarif, A. H. dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Media dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Nursalam M. Nurs, Rekawati Susilaningrum, Sri Utami, 2005. Asuhan Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat nasional Indonesia.

Sarwono, W. 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Suriadi dan Rita Yuliani.2010. Asuhan Keperawatan Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia).
Jakarta: Jagarsa.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia). Jakarta:
Jagakarsa.

Anda mungkin juga menyukai