Anda di halaman 1dari 28

Sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi

dalam pemenuhan gizi balita di wilayah binaan puskesmas I Gatak


kecamatan Gatak kabupaten Sukoharjo

Oleh
Nika Apriana
H 0404051

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden
1. Umur
Responden ibu rumah tangga di Wilayah Binaan Puskesmas I Gatak
termasuk dalam kategori wanita dalam usia produktif secara seksual. Hal
ini dapat dilihat dari Tabel 10 berikut ini :
Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Wilayah Binaan
Puskesmas I Gatak
No Kelompok Umur (th) Jumlah Responden Prosentase (%)
1 20-24 11 18
2 25-29 16 27
3 30-40 33 55
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa responden terbanyak
adalah dalam kelompok usia 30-39 tahun sebanyak 30 responden atau
sebesar 50 persen. Penggolongan umur dimulai dari umur 20 tahun sampai
umur 49 tahun, karena responden di daerah penelitian rata-rata berumur
antara 21-40 tahun. Kelompok usia responden di daerah dikategorikan
sebagai usia produktif secara seksual. Adapun kelompok usia produktif
secara seksual adalah usia antara 15-45 tahun dimana pada usia tersebut
seorang wanita masih dapat memiliki keturunan. Di daerah penelitian,
banyak responden yang berusia antara 30-40 tahun memiliki anak yang
berusia balita dimana mereka merupakan sasaran dari penyuluhan gizi
yang bertujuan merubah perilaku gizi ibu rumah tangga dalam pemenuhan
gizi balita.

2. Jumlah Anak
Responden di Wilayah Binaaan Puskesmas I Gatak termasuk keluarga
muda. Hal ini dikarenakan banyak responden yang berumur 20-29 tahun
memilih menikah dan memiliki anak. Distribusi responden berdasarkan
jumlah anak dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini :
Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak Di Wilayah
Binaan Puskesmas I Gatak
No Jumlah Anak Jumlah Responden Prosentase (%)
1 1 20 33
2 2 28 47
3 3 10 17
4 4 2 3
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa sebanyak 20 responden atau
sebesar 33 persen memiliki satu anak dan sebanyak 28 responden atau
sebesar 47 persen memiliki dua anak. Hal ini dapat dikarenakan responden
yang relatif masih muda memang belum memiliki rencana untuk
menambah anak, karena anaknya masih kecil atau berusia balita dan
kurang berpengalaman dalam mengasuh anak. Pada tabel, juga dapat
dilihat sebanyak 2 orang atau sebesar 3 persen memiliki jumlah anak lebih
dari 2 yaitu 4 orang anak. Hal ini dikarenakan waktu menikah, usia
daripada responden adalah masih sangat muda, sehingga memasuki umur
lebih dari 30 tahun, mereka masih memliki balita. Selain itu, mereka juga
tidak memberi batasan pada jumalh anak yang mereka miliki. Umur
responden di daerah penelitian rata-rata masih muda sehingga pengalaman
dalam mengasuh anak masih sangat kurang. Oleh karena itulah responden
di daerah penelitian memiliki anak yang relatif sedikit yaitu dua orang
anak.

3. Pendidikan Formal Ibu


Secara rinci tingkat pendidikan responden terdiri dari Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA), Diploma dan Perguruan Tinggi (PT). Distribusi
responden dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini :
Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Prosentase (%)
1 Tamat PT 4 7
2 Tamat SLTA 25 42
3 Tamat SLTP 19 31
4 Tamat SD 12 20
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat sebanyak 25 responden atau
sebesar 42 persen adalah tamat SLTA. Sedangkan responden yang tamat
SD hanya 12 responden atau sebesar 20 persen saja. Ini berarti tingkat
pendidikan responden di Wilayah Binaan Puskesmas I Gatak dikatakan
cukup baik, karena rata-rata responden adalah tamat SLTA. Responden
yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih
tinggi daripada responden yang berpendidikan rendah. Dengan
pengetahuan dan wawasan tersebut seorang ibu rumah tangga dapat
menerima informasi yang sesuai dengan kebutuhannya, dalam hal ini
adalah informasi mengenai gizi balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan
responden sikap terhadap penyuluhan gizi juga akan berbeda bila
dibandingkan dengan responden yang hanya taingkat pendidikannya
rendah.

B. Faktor Pembentuk Sikap


Faktor pembentuk sikap merupakan faktor dalam diri seseorang yang
dapat membentuk sikap seseorang terhadap obyek sikap. Dalam hal ini adalah
terkait dengan penyuluhan gizi, maka yang dimaksud dengan faktor
pembentuk sikap adalah faktor yang dapat membentuk sikap responden
terhadap penyuluhan gizi di Wilayah Binaan Puskesmas I Gatak. Dalam
penelitian ini yang merupakan faktor pembentuk sikap yaitu :

1. Pengalaman Pribadi dalam Pemenuhan Gizi Balita


Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentuk sikap, dan untuk
dapat menjadi dasar pembentuk sikap, pengalaman pribadi harus
meninggalkan kesan yang kuat, karena sikap akan mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan
emosi dan penghayatan.
Pengalaman pribadi responden dapat dilihat dari pengalamannya
selama mengasuh anak. Dalam kehidupan sehari-hari ada suatu peristiwa
atau kejadian yang dialami oleh responden selama mengasuh anak, dari
peristiwa atau kejadian tersebut dapat dilihat pengalamannya apakah itu
pengalaman baik atau buruk. Hal ini adalah pengalaman responden dalam
hal pemenuhan gizi anak, yang dilihat dari berat badan, masalah
pemberian makan serta solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Pengalaman pribadi ibu rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 13 berikut
ini :
Tabel 13. Pengalaman Ibu Rumah Tangga dalam Pemenuhan Gizi Balita
No Kategori Skor Jumlah responden Prosentase
1 Baik 7-9 29 48
2 Sedang 4-6 28 47
3 Buruk 1-3 3 5
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa sebanyak 29 responden
atau sebesar 48 persen sama sekali tidak pernah ada masalah dalam
pemenuhan gizi balita sehingga dikategorikan sebagai pengalaman yang
baik. Sebanyak 28 responden atau sebesar 47 persen pernah ada masalah
dalam pemenuhan gizi balita sehingga dikategorikan sebagai pengalaman
sedang, serta sebanyak 3 responden atau sebesar 5 persen banyak
mengalami masalah dalam pemenuhan gizi balita sehingga dikatergorikan
sebagai pengalaman yang buruk. Ibu rumah tangga yang sama sekali tidak
ada masalah dalam pemenuhan gizi balita adalah mereka yang benar-benar
mencurahkan waktu untuk anak terutama berkaitan dengan masalah
pemenuhan gizi. Mereka benar-benar memperhatikan setiap
perkembangan anak dan selalu merespon baik setiap informasi yang
diterima yang berkaitan dengan gizi balita. Pengalaman sedang dalam
penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang pernah mengalami masalah
dalam pemenuhan gizi balita seperti berat badan anak tidak normal dan
anak susah makan. Tetapi permasalahan tersebut dapat diatasi oleh ibu
rumah tangga sehingga anak mereka mengalami perkembangan.
Pengalaman buruk ibu rumah tangga adalah ibu rumah tangga yang
mengalami banyak masalah mengenai pemenuhan gizi balita dan
permasalahan tersebut tidak kunjung terselesaikan dengan baik, sehingga
balita mereka tidak mengalami perkembangan. Adapun masalah yang
dihadapi yaitu anak susah makan, berat badan tidak normal dan lain
sebagainya. Hal ini dikarenakan banyak faktor, diantaranya yaitu
pengetahuan gizi ibu kurang, biaya untuk pemenuhan gizi mahal dan lain
sebagainya.
Responden yang memiliki pengalaman yang buruk, sikap mereka
terhadap penyuluhan gizi lebih baik daripada responden yang memiliki
pengalaman yang baik. Ibu rumah tangga yang memiliki masalah dengan
kondisi balita seperti susah makan, berat badan tidak normal (pemenuhan
gizi balita), sikap mereka terhadap penyuluhan gizi akan lebih baik
daripada ibu rumah tangga yang tidak memiliki masalah dengan kondisi
balita. Masalah yang dihadapi ibu rumah tangga yang berkaitan dengan
pemenuhan gizi balita dikarenakan faktor ekonomi, pengetahuan dan juga
pengaruh dari orang lain. Dengan faktor ekonomi yang berada di kelas
menengah kebawah, dan pengetahuan yang kurang ibu rumah tangga tidak
bisa memberikan yang terbaik bagi balita. Sebaliknya walaupun kehidupan
ekonomi hanya pas-pasan, tetapi pengetahuan gizi baik,dan kesadaran ibu
rumah tangga tinggi dalam pemenuhan gizi balita, ibu rumah tangga dapat
mengatur dengan baik masalah pemenuhan gizi balita. Responden di
daerah penelitian mengatasi masalah pada balita dengan cara mencari
informasi mengenai gizi, dengan bertanya langsung pada bidan terdekat,
sehingga ibu rumah tangga dapat menyelesaikan permasalahannya dengan
masukan-masukan dari bidan tersebut. Dengan kondisi tersebut maka
seorang ibu rumah tangga akan memberikan respon yang baik terhadap
penyuluhan gizi yang dilaksanakn, dengan tujuan agar masalah
pemenuhan gizi balita mengalami peningkatan. Responden yang sama
sekali tidak memiliki masalah pemenuhan gizi balita, cenderung
memberikan respon yang buruk tehadap kegiatan penyuluhan gizi yang
diadakan. Hal ini dikarenakan kegiatan penyuluhan hanya akan membuang
waktu saja. Melihat kondisi di atas, maka responden yang memiliki
pengalaman buruk akan lebih termotivasi untuk mengikuti penyuluhan
gizi, dengan tujuan untuk merubah perilaku gizi ibu rumah tangga terkait
dengan pemenuhan gizi balita.

2. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting


Pengaruh orang lain yang dianggap penting dapat mempengaruhi
pendapat, pikiran dan tingkah laku responden yang meliputi keluarga,
tetangga, sahabat, pamong kampung dan penyuluh. Yang dimaksud orang
lain yang dianggap penting dalam penelitian ini adalah orang-orang yang
oleh responden dianggap penting sebagai pemberi perintah, nasehat, atau
saran juga memberi contoh tindakan mengenai semua hal yang berkaitan
dengan penyuluhan gizi. Pengaruh orang lain disini diukur dengan
seberapa banyak orang yang memberikan nasehat. Untuk mengetahui
jumlah orang yang berpengaruh dalam memberikan informasi mengenai
penyuluhan gizi dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini :

Tabel 14. Jumlah Orang Yang Dianggap Penting dalam Memberikan


Informasi Mengenai Penyuluhan Gizi
No Kategori Skor Jumlah %
responden
1 Banyak (jika yang 3 54 90
memberikan informasi > 4
orang)
2 Sedang (jika yang memberi 2 2 3
informasi 2-3 orang)
3 Sedikit (jka yang memberikan 1 4 7
informasi < 2 orang )
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
mendapat informasi dari orang lain yang dianggap penting adalah dalam
kategori banyak yaitu sebesar 54 responden atau sebesar 90 persen. Pada
penelitian ini orang lain yang dianggap penting adalah orang yang tahu
mengenai masalah gizi dan orang terdekat responden seperti bidan,
penyuluh gizi, keluarga, kerabat, tetangga dan lain-lain. Bidan sebagai
salah satu orang yang dianggap penting dalam pembentukan sikap ibu
rumah tangga. Menurut responden di daerah penelitian, bidan adalah orang
yang tepat untuk berkonsultasi mengenai masalah gizi. Hal ini dikarenakan
bidan memiliki pendidikan yang tinggi atau pengetahuan yang luas
mengenai gizi, disamping membantu seorang ibu melahirkan. Nasehat
yang diberikan oleh bidan, cenderung dipatuhi oleh responden, karena
responden percaya akan kemampuan daripada bidan tersebut. Selain bidan,
orang yang dianggap penting dalam penelitian ini adalah PPL atau
penyuluh gizi, dimana penyuluh gizi disini adalah orang yang ahli dalam
bidang gizi yang pengetahuannya tidak berbeda jauh dengan bidan.
Kebanyakan responden tidak menyebutkan penyuluh gizi dalam
penerimaan informasi. Hal ini dikarenakan penyuluh akan memberikan
informasi pada responden apabila ada kegiatan penyuluhan dan bila tidak
ada penyuluhan maka penyuluh tidak menyampaikan informasi tersebut,
dan informasi tersebut akan disampaikan oleh bidan pada saat pelaksanaan
posyandu. Keluarga, kerabat, tetangga juga memberikan pengaruh
terhadap pembentukkan sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi.
Hal ini dikarenakan mereka adalah orang terdekat responden yang akan
selalu menginginkan yang terbaik bagi responden. Mereka dianggap
penting dalam hal pemberian baik itu informasi, nasehat ataupun saran
mengenai penyuluhan gizi karena mereka adalah bagian dari kehidupan
responden yang hidup besama dalam masyarakat. Antara responden
dengan orang lain cenderung memiliki sikap yang searah karena ada
motivasi dan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.
Dikarenakan hal itu, pengaruh orang lain berpengaruh dan berperan pada
pembentukan sikap responden yang dalam penelitian ini adalah sikap
terhadap penyuluhan gizi.

3. Pendidikan Formal
Pendidikan formal dalam penelitian ini adalah lamanya pendidikan
yang pernah ditempuh di bangku sekolah. Untuk mengetahui lama
pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden dapat dilihat pada Tabel
15 berikut ini :
Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pendidikan Formal
No Kategori Skor Jumlah Prosentase
Responden
1 Tamat PT 3 4 7
2 Tamat SLTP-SLTA 2 44 73
3 Tidak tamat/tamat SD 1 12 20
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan Tabel 15 di atas dapat dilihat distribusi responden


berdasarkan lama pendidikan formal yang pernah ditempuh responden.
Dalam penelitian ini paling banyak pada pendidikan SLTP-SLTA yaitu
sebesar 44 responden atau sebesar 73 persen, sedangkan yang pernah
duduk dibangku kuliah hanya 4 responden atau sebesar 7 persen. Hal ini
dikarenakan responden banyak yang menikah muda sehingga yang
seharusnya mereka sekolah tapi mereka lebih memilih menikah dan
memiliki anak. Selain faktor tersebut di atas, biaya juga merupakan salah
satu kendala yang menyebabkan mereka tidak melanjutkan sekolah ke
jenjang yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan yang berbeda menciptakan
suatu sikap atau tingkah laku yang berbeda pula.

4. Pendidikan Non Formal


Pendidikan non formal pada penelitian ini diukur melalui seberapa
sering responden mengikuti penyuluhan. Dalam hal ini adalah penyuluhan
gizi seperti penyuluhan ataupun latihan atau kursus mengenai kesehatan
yang diadakan di Posyandu dan di Puskesmas serta di balai desa dimana
telah ada pemberitahuan terlebih dahulu mengenai kegiatan tersebut
sehingga peserta penyuluhan tahu kapan dan dimana kegiatan penyuluhan
akan dilakukan. Frekuensi ibu rumah tangga dalam mengikuti penyuluhan
gizi dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini :
Tabel 16. Frekuensi Ibu Rumah Tangga dalam Mengikuti Penyuluhan
Gizi
No Kategori Skor Jumlah Responden Prosentase (%)
1 Sering 7-9 18 30
2 Kadang-kadang 4-6 26 43
3 Tidak Pernah 1-3 16 27
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 16 di atas dapat dilihat bahwa responden dalam
mengikuti penyuluhan gizi dalam kategori kadang-kadang yaitu sebanyak
26 responden atau sebesar 43 persen, sedangkan yang ada pada kategori
tidak pernah sebanyak 16 responden atau sebesar 27 persen. Hal ini
disebabkan karena rata-rata responden adalah bekerja di luar, sehingga
untuk mengikuti penyuluhan mereka harus berpikir terlebih dahulu.
Walaupun dalam mengikuti penyuluhan gizi kadang-kadang, tetap
diharapkan dengan mengikuti penyuluhan dapat memperbaiki perilaku gizi
terhadap anak. Sebanyak 16 responden atau sebesar 27 persen menyatakan
sama sekali tidak pernah mengikuti penyuluhan gizi, dikarenakan mereka
tidak mendapat informasi mengenai kegiatan tersebut dari siapapun, dan
walaupun mereka tahu tentang kegiatan tersebut , mereka juga juga tidak
datang sendiri melainkan menyuruh orang tua atau perwakilan untuk
mendatangi kegiatan tersebut. Hal ini disebabkan karena tingkat
kesadaran ibu rumah tangga dalam mengikuti penyuluhan masih rendah.

5. Kebudayaan Makan Balita


Yang dimaksud kebudayaan makan balita dalam penelitian ini yaitu
suatu kebiasaan yang dilakukan responden dalam hal pemenuhan gizi yang
didasarkan pada orang-orang terdahulu. Kebudayaan, dalam hal ini
meliputi kebiasaan makan, makanan pantangan, peran ibu rumah tangga
dan tradisi selamatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 17
berikut :
Tabel 17. Kebudayaan Responden Dalam Pemenuhan Gizi Balita
No Kategori Skor Jumlah responden %
1 Baik 24-30 30 50
2 Sedang 17-23 30 50
3 Buruk 10-16 - -
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 17 di atas dapat dilihat responden yang menyatakan
bila kebudayaan dalam kategori baik dan sedang adalah sama-sama besar
yaitu sebanyak 30 responden atau sebesar 50 persen. Responden menilai
kebudayaan pada kategori baik karena memang responden di lapang sudah
berpikir secara logis karena mereka memiliki pendidikan yang cukup
tinggi sehingga pengetahuan dan wawasan mereka juga cukup luas.
Seseorang yang berpendidikan tinggi, cenderung akan menggunakan
logika daripada mempercayai kebiasaan ataupun kebudayaan yang ada di
masyarakat, tetapi tetap menghormati orang yang mempercayai
kebudayaan tersebut. Mereka tidak melakukan apa yang dilakukan orang
terdahulu apabila memang tidak perlu dilaksanakan. Kegiatan yang
dilakukan orang terdahulu yang berkaitan dengan pemenuhan gizi balita
antara lain tradisi selamatan, yaitu tradisi “kondangan” dimana tradisi ini
dilaksanakan atau diadakan untuk keselamatan balita. Tradisi ini
dilaksanakan apabila balita bertambah umurnya. Responden di daerah
penelitian memiliki respon yang berbeda mengenai kebudayaan tersebut.
Ada yang masih sangat percaya dengan tradisi-tradisi selamatan dan tetap
melaksanakan, tetapi ada juga yang mempercayai tetapi tidak
melaksanakan. Responden yang mempercayai tradisi tapi tidak
melaksanakannya dikarenakan faktor biaya yang digunakan untuk
melaksanakan tradisi tersebut tinggi. Selain itu ada juga responden yang
tidak mempercayai tradisi tersebut sehingga mereka tidak
melaksanakannya. Hal ini dikarenakan mereka yakin bahwa dengan tidak
melaksanakan tradisi selamatan, anak mereka akan baik-baik saja.Selain
itu, faktor pendidikan yang tinggi juga mempengaruhi. Dengan berbagai
kondisi tersebut, maka penilaian ibu rumah tangga terhadap kegiatan
penyuluhan gizi adalah berbeda. Responden yang masih sangat percaya
dengan tradisi, akan cenderung bersikap buruk terhadap penyuluhan gizi,
dikarenakan mereka lebih mempercayai tradisi atau orang terdahulu
daripada bidan atau ahli gizi yang memberi penyuluhan. Tetapi, responden
yang tidak percaya dengan tradisi dan memiliki pendidikan yang tinggi,
akan cenderung memberikan respon yang baik terhadap penyuluhan gizi,
karena responden yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan
wawasan yang luas sehingga untuk memberikan pengertian-pengertian
akan lebih mudah. Penilaian masyarakat terhadap kebudayaan tersebut
juga berbeda. Kebudayaan sebagai salah satu faktor pembentuk sikap
karena kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap
berbagai masalah. Dengan adanya suatu masalah, maka akan muncul suatu
sikap untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

6. Media Massa untuk Mengakses Informasi Gizi


Media massa untuk mengakses informasi gizi adalah media cetak
maupun media elektronik yang digunakan responden dalam mengakses
informasi tentang gizi. Variabel media massa diukur dengan dua kriteria
yaitu banyaknya media masa yang digunakan responden dalam mengakses
informasi tentang gizi dan frekuensi responden mengakses informasi
melalui media massa. Untuk dapat lebih jelasnya, variabel media massa
dapat dilihat pada Tabel 18 berikut :
Tabel 18. Media Massa yang digunakan untuk Mengakses Informasi
No Kategori Skor Jumlah responden %
1 Tinggi 5-6 19 32
2 Sedang 3-4 36 60
3 Rendah 1- 2 5 8
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 18 di atas dapat dilihat responden berada pada
kategori sedang yaitu dalam penggunaan media massa jumlahnya tidak
terlalu banyak dan dalam mengakses informasi gizi kadang-kadang yaitu
sebanyak 36 responden atau sebesar 60 persen. Hal ini terjadi karena
responden adalah sebagai ibu rumah tangga yang tidak hanya dirumah tapi
bekerja di luar rumah seperti bekerja sebagai karyawan disebuah pabrik
swasta, jadi waktu mereka untuk mengakses informasi gizi belum
maksimal. Pada kategori tinggi hanya 19 responden atau sebesar 32 persen
saja yaitu dalam penggunaan media massa jumlahnya banyak dan dalam
mengakses informasi gizi adalah sering. Hal ini terjadi pada responden
yang benar-benar sebagai ibu rumah tangga yang mencurahkan waktunya
benar-benar untuk anak. Media yang digunakan antara lain TV, radio,
majalah, koran dan lain sebagainya. Responden yang menggunakan media
massa pada kategori rendah yaitu dalam penggunaan media massa
jumlahnya sedikit dan dalam mengakses informasi gizi adalah tidak pernah
yaitu sebanyak 5 orang atau sebesar 8 persen. Hal ini dikarenakan selain
waktu dan pendidikan yang rendah, kondisi ekonomi mempengaruhi
responden dalam mengakses informasi gizi. Kondisi ekonomi yang pas-
pasan tidak memungkinkan responden untuk megakses informasi lebih
banyak karena pendapatan yang pas-pasan tersebut akan digunakan untuk
keperluan yang lain (keperluan rumah tangga) daripada untuk membeli
koran atau majalah.

C. Sikap Ibu Rumah Tangga terhadap Penyuluhan Gizi

1. Penyuluh Gizi
Penyuluh gizi adalah seseorang yang memiliki tugas untuk
menyampaikan materi atau informasi gizi dan kesehatan. Informasi gizi
dan kesehatan yang disampaikan oleh penyuluh diantaranya adalah materi
tentang makanan gizi seimbang, demo masak, gizi balita dan lain
sebagainya. Gizi adalah zat penting yang diperlukan tubuh untuk
memelihara kehidupan, pertumbuhan badan, berfungsinya organ tubuh
dan untuk energi.
Sebagai penyuluh gizi pada penelitian ini adalah ahli gizi dan bidan
ataupun kader Posyandu yang tingkat pengetahuannya tinggi. Seorang ahli
gizi maupun bidan adalah berpendidikan tinggi atau lulusan sekolah
jurusan gizi, memiliki pengalaman di bidang gizi, memiliki karakter dan
kepribadian yang baik. Penyuluh di wilayah binaan Puskesmas I Gatak
termasuk kategori baik karena penyuluh memiliki kriteria yang telah
dijelaskan di atas.
Tabel 19. Penyuluh Gizi Di Wilayah Binaan Puskesmas I Gatak
Kategori Skor Jumlah Responden %
Baik 7-9 58 97
Sedang 4-6 2 3
Buruk 1-3 - -
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 19 di atas dapat dilihat jumlah responden yang
menilai bahwa penyuluh atau ahli gizi dalam kategori baik yakni sebanyak
58 orang dari 60 responden atau sebesar 97 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa penyuluh atau ahli gizi sangat berpengalaman dalam bidang gizi,
sehingga dalam menyampaikan materi penyuluhan gizi, penyuluh atau
ahli gizi menyampaikannya dengan lancar dalam pelaksanaan penyuluhan,
sehingga ibu rumah tangga bisa memperbaiki tindakan mereka dalam hal
pemenuhan gizi balita.
Karakter dari penyuluh juga mempengaruhi respon ibu rumah tangga
peserta penyuluhan. Penyuluh yang mempunyai karakter yang sabar
dalam menghadapi peserta penyuluhan akan mendapat respon yang positif
dari peserta penyuluhan. Selain itu, materi yang disampaikan juga dapat
tersampaikan dengan baik. Dengan kesabaran dan ketelitian dari
penyuluh, peserta penyuluhan akan dapat lebih nyaman dalam mengikuti
penyuluhan. Dan tujuan dari penyuluhan akan tercapai, yaitu merubah
perilaku ibu rumah tangga dalam hal pemenuhan gizi balita.
Kepribadian maupun sikap penyuluh juga berperan besar dalam
pelaksanaan penyuluhan yang diselenggarakan. Dengan kepribadian yang
ramah baik dalam keseharian maupun dalam forum, penyuluh atau ahli
gizi akan mendapat nilai tersendiri dari ibu rumah tangga sebagai peserta
penyuluhan. Ibu rumah tangga lebih respon terhadap penyuluh atau ahli
gizi yang mempunyai kepribadian yang baik, yaitu bersikap ramah
terhadap peserta dalam keseharianya.
Kondisi penyuluh di wilayah binaan puskesmas I Gatak pada kategori
baik. Hal ini dikarenakan penyuluh sangat berpengalaman, memiliki
karakter dan kepribadian yang baik, sehingga ibu rumah tangga sangat
respon terhadap kegiatan penyuluhan gizi. Keramahan penyuluh,
membuat ibu rumah tangga terkesan dan merasa sangat dihormati
sehingga ibu rumah tangga juga bersikap baik terhadap kegiatan yang
dilaksanakan

2. Materi Penyuluhan Gizi


Materi penyuluhan gizi adalah bahan ajaran yang menyangkut gizi
dan kesehatan yang disampaikan oleh penyuluh atau ahli gizi dalam
kegiatan penyuluhan gizi. Materi penyuluhan gizi yang disampaikan
antara lain materi makanan dengan gizi seimbang, demo masak, gizi
balita. Materi penyuluhan gizi haruslah memiliki sifat-sifat tertentu agar
mudah dipahami oleh peserta penyuluhan, karena bagi peserta
penyuluhan, materi penyuluhan gizi merupakan suatu inovasi. Sifat yang
harus dimiliki materi gizi diantaranya yaitu memberi keuntungan ,
kecocokan, kesederhanaan, uji coba dan keteramatan. Sifat materi gizi
dalam penyuluhan di Wilayah Binaan Puskesmas I Gatak dapat dilihat
pada Tabel 20 berikut :
Tabel 20. Materi Penyuluhan Gizi Di Wilayah Binaan Puskesmas I
Gatak
Kategori Skor Jumlah Responden %
Baik jika materi memiliki sifat 10-12 48 80
inovasi yaitu memberi
keuntungan, kecocokan,
kesederhanaan, uji coba dan
keteramatan.
Sedang jika memiliki sebagian 7-9 10 17
sifat inovasi
Buruk jika tidak memiliki sifat 4-6 2 3
inovasi
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 20 di atas dapat dilihat jumlah responden yang
memberikan respon terhadap materi gizi dalam kategori baik adalah
sebanyak 48 responden atau sebesar 80 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa materi yang disampaikan pada saat penyuluhan adalah sesuai apa
yang diharapkan, karena materi mempunyai unsur dari sifat inovasi
yaitu memberi keuntungan, kecocokan, kesederhanaan, uji coba dan
keteramatan. Materi penyuluhan yang diberikan di wilayah binaan
puskesmas I Gatak adalah sesuai dengan kebutuhan sasaran penyuluhan
(ibu rumah tangga). Adapun materi yang diberikan antara lain, makanan
gizi seimbang, demo masak, gizi balita dan lain sebagainya. Materi
tersebut tidak diberikan secara bersamaan namun diberikan sesuai
dengan kondisi sasaran.
Keuntungan yang dimaksud adalah memberikan manfaat pada
peserta penyuluhan. Hal ini dapat dilihat karena materi yang
disampaikan pada peserta penyuluhan adalah sesuai dengan kebutuhan
peserta penyuluhan, dimana dalam hal ini yang menjadi peserta
penyuluhan adalah ibu rumah tangga. Materi yang diberikan pada
peserta penyuluhan akan menambah pengetahuan ibu rumah tangga
mengenai gizi sehingga ibu rumah tangga dapat memperbaiki perilaku
gizi dalam pemenuhan gizi balita. Selain memberi keuntungan, sifat
materi juga memiliki sifat yang lain yaitu kecocokan, kesederhanaan, uji
coba dan keteramatan. Kelima sifat materi diharapkan ada dalam
mendukung keberhasilan suatu penyuluhan. Dengan kelima sifat materi
tersebut dan juga kerja sama dari penyuluh dan juga peserta penyuluhan,
maka penyuluhan yang dilaksanakan dapat berhasil sesuai dengan tujuan
yang diharapkan.
Sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi di wilayah
binaan Puskesmas I Gatak menunjukkan sikap yang positif, karena
materi penyuluhan yang diberikan adalah sesuai dengan kebutuhan dari
sasaran, disamping itu materi penyuluhan memiliki sifat inovasi.

3. Intensitas Pelaksanaan Penyuluhan Gizi


Pelaksanaan penyuluhan gizi akan mempengaruhi terciptanya
kesadaran gizi ibu rumah tangga. Penyuluhan yang secara terus menerus
dengan didukung kemampuan penyuluh dan juga materi yang memiliki
sifat inovasi akan mampu menimbulkan minat dan keinginan peserta
penyuluhan untuk merubah perilaku mereka, yaitu perilaku gizi.
Di Wilayah Binaan Puskesmas I Gatak, pelaksanaan penyuluhan termasuk
dalam kategori tinggi, Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 berikut :

Tabel 21. Intensitas Pelaksanaan Penyuluhan Gizi Di Wilayah Binaan


Puskesmas I Gatak
Indikator Kategori Skor Jumlah responden %
Pelaksanaan penyuluhan gizi
Dilaksanakan rutin tiap bulan Tinggi 3 53 88
Kadang-kadang dilaksanakan Sedang 2 7 12
Tidak pernah dilaksanakan Rendah 1 - -
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat jumlah responden yang
menyatakan bahwa intensitas pelaksanaan penyuluhan gizi termasuk
dalam kategori tinggi adalah 53 responden dari 60 responden atau sebesar
88 persen, dapat juga dikatakan hampir semua responden menilai,
pelaksanaan penyuluhan gizi lebih baik diadakan rutin tiap bulan. Hal ini
dikarenakan peserta penyuluhan telah memiliki kesadaran tinggi dalam hal
pemenuhan gizi balita, sehingga mereka memilih pelaksanaan penyuluhan
gizi diadakan rutin tiap bulan dengan materi yang berbeda.

4. Dampak Penyuluhan Gizi


Dampak dari penyuluhan gizi dapat dilihat dari pengetahuan dan
keterampilan ibu rumah tangga setelah mengikuti penyuluhan gizi. Sesuai
dengan tujuan dari penyuluhan yaitu merubah pengetahuan, sikap dan
keterampilan (P, S, K) dari peserta penyuluhan. Dengan adanya
penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan atau merubah pengetahuan
dan keterampilan ibu rumah tangga dalam hal pemenuhan gizi balita.

a. Pengetahuan
Pengetahuan gizi ibu rumah tangga menyangkut pengetahuan
dasar ibu rumah tangga mengenai masalah gizi, meliputi :
1. Pengetahuan pangan dan gizi
2. Pengetahuan pangan dan gizi balita
3. Pertumbuhan anak
4. Kesehatan anak
Pengetahuan dasar mengenai pangan dan gizi yaitu makan
dengan gizi seimbang. Gizi seimbang dalam makanan, diartikan
bahwa dalam menyajikan makanan dalam keluarga, makanan tersebut
mengandung zat gizi penting yaitu karbohidrat, protein, Lemak,
vitamin dan mineral secara seimbang. Pengetahuan ibu rumah tangga
dikatakan baik jika ibu dapat menjawab pertanyaan mengenai gizi.
Dampak penyuluhan gizi di Wilayah Binaan Puskesmas I Gatak
dilihat dari pengetahuan dapat dilihat Pada Tabel 22 berikut :
Tabel 22. Dampak Penyuluhan Gizi Di Wilayah Binaan Puskesmas I
Gatak dilihat dari Pengetahuan
Kategori Skor Jumlah responden %
Baik, jika responden tahu dan dapat 10-12 58 97
menjawab pertanyaan tentang gizi
Sedang, jika responden kurang tahu 6-9 2 3
dalam menjawab pertanyaan tentang
gizi
Buruk, jika responden tidak tahu 2-5 - -
dalam menjawab pertanyaan tentang
gizi
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa responden yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 58 orang atau sebesar 97 persen,
atau dampak penyuluhan gizi baik, karena hamper semua responden
tahu dan dapat menjawab pertanyaan mengenai masalah gizi dengan
benar. Pengetahuan ibu rumah tangga di dearah penelitian termasuk
baik, karena responden menjawab dengan benar pertanyaan mengenai
masalah gizi yang diberikan. Hal ini dikarenakan faktor pendidikan
ibu rumah tangga di daerah penelitian yang sudah cukup tinggi.
Dengan pendidikan yang cukup tinggi, responden dapat menjawab
setiap pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan yang diajukan mengenai
pengetahuan dasar ibu rumah tangga mengenai gizi, terutama gizi
balita. Pengetahuan yang tinggi akan cepat membentuk sikap ibu
rumah tangga tehadap penyuluah gizi. Ada 2 orang atau sebesar 3
persen pengetahuannya pada kategori sedang, hal ini disebabkan
responden kurang tepat dalam menjawab pertanyaan mengenai
masalah gizi, selain itu faktor pendidikan juga berperan. Penyuluhan
memberikan dampak yang baik bagi responden dilihat dari
pengetahuannya, sehingga ibu rumah tangga memberikan respon yang
baik pula terhadap penyuluhan gizi.

b. Keterampilan
Keterampilan ibu rumah tangga dilihat dari bisa tidaknya ibu
mempraktekan materi yang diberikan dalam penyuluhan. Dalam hal
ini adalah menyajikan makanan untuk balita dan memantau kesehatan
anak. Keterampilan ibu rumah tangga dikatakan baik jika ibu rumah
tangga dapat melaksanakan materi penyuluhan gizi tersebut dengan
baik. Dampak penyuluhan gizi di Wilayah Binaan Puskesmas I Gatak
dilihat dari keterampilan dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini :
Tabel 23. Dampak penyuluhan gizi di Wilayah Binaan Puskesmas I
Gatak dilihat dari Keterampilan
Kategori Skor Jumlah responden %
Baik, jika responden selalu 10-12 52 87
melaksanakan materi penyuluhan gizi
Sedang, jika responden kadang-kadang 6-9 8 13
melaksanakan materi penyuluhan gizi
Buruk, jika responden tidak 2-5 - -
melaksanakan materi penyuluhan gizi
Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer


Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa sebanyak 52 orang
atau sebesar 87 persen keterampilan responden pada kategori baik. Hal
ini dikarenakan disamping pengetahuannya yang tinggi, juga karena
ibu rumah tangga di daerah penelitian pada dasarnya ibu rumah tangga
yang cepat tanggap terhadap suatu inovasi. Didukung pengetahuan
yang baik, maka dengan pengetahuannya, ibu rumah tangga dapat
mengaplikasikan materi penyuluhan gizi melalui keterampilannya.
Hampir semua responden di daerah penelitian melaksanakan materi
penyuluhan gizi. Sebagai contoh adalah materi menu simbang,
responden dalam penyajian makanan untuk balita, berdasarkan pada
menu gizi seimbang yaitu makanan yang terdiri dari 4 sehat 5
sempurna. Ada 8 orang atau sebesar 13 persen, keterampilan
responden pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan responden tidak
selalu malaksankan materi gizi (kadang-kadang), karena kondisi
ekonomi mereka yang tidak mendukung untuk selalu melaksanakan
materi gizi yang diberikan. Selain kondisi ekonomi, faktor yang
mempengaruh adalah masalah waktu. Ibu rumah tangga cenderung
membuat makanan yang serba praktis, Seperti menggoreng tempe /
tahu, atau memasak mie saja. Mereka melakukan hal tersebut karena
kegiatan tersebut tidak memakan waktu yang lama, sehingga mereka
bisa melakukan kegiatan yang lain. Sikap ibu rumah tangga terhadap
penyuluhan gizi adalah baik karena penyuluhan tersebut dapat
meningkatkan keterampilan ibu rumah tangga.

D. Hubungan Faktor Pembentuk Sikap dengan Sikap Ibu Rumah Tangga


terhadap Penyuluhan Gizi Di Wilayah Binaan Puskesmas I Gatak

Penelitian ini mengkaji hubungan antara faktor pembentuk sikap


dengan sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi di Wilayah Binaan
Puskesmas I Gatak Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. Perhitungan
menggunakan program SPSS 11,0 for windows dan menggunakan uji korelasi
rank kendall ( ). Sedangkan untuk menguji tingkat signifikansi dengan
menggunakan uji z dengan taraf kepercayaan 95% (E = 0,05). Hasil analisis
mengenai hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap ibu rumah
tangga terhadap penyuluhan gizi di wilayah binaan Puskesmas I Gatak sebagai
berikut :

Tabel 24. Uji Hipotesis Hubungan antara Faktor Pembentuk Sikap dengan
Sikap Ibu rumah tangga terhadap Penyuluhan Gizi di Wilayah
Binaan Puskesmas I Gatak
Var Y1 Y2 Y3 Y4 Ytot
z hit z hit z hit z hit z hit
X1 - 0,61 -0,693 -0,102 -1,159 -0,147 -1,670 -0,226*) -2,568 -0,199*) 2,261
X2 0,222*) 2,522 0,240*) 2,727 0,057 0,647 -0,086 -0,977 0,121 1,375
X3 0,048 0,545 0,065 0,738 0,106 1,204 0,318**) 3,613 0,236*) 2,681
X4 0,229*) 2,602 0,146 1,659 0,216*) 2,454 -0,051 0,579 0,124 1,409
X5 0,021 0,238 0.001 0,011 0,145 1,647 0,250*) 2,840 0,121 1,375
X6 -0,045 -0,511 0,143 1,625 0,045 0,511 0,467**) 5,306 0,281**) 3,193
Xtot 0,144 1,636 0,134 1,522 0,181*) 2,056 0,214*) 2,431 0,193*) 2,193
Sumber : Analisis Data Primer
Keterangan :
X1 : Pengalaman pribadi : Korelasi kendall z tabel = 1,960
X2 : Pengaruh orang lain
X3 : Pendidikan formal *) = Signifikan pada taraf kepercayaan 95%
X4 : Pendidikan non formal
X5 : Kebudayaan
X6 : Media massa
Xtotal : faktor pembentuk sikap
Y1 : Penyuluh
Y2 : Materi penyuluhan
Y3 : Intensitas penyuluhan
Y4 : Dampak penyuluhan
Ytotal : Sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi

Menurut Azwar (1995), terbentuknya sikap sosial dari adanya interaksi


sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi tersebut, individu bereaksi
membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang
dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,
pendidikan, pengaruh kebudayaan, dan media massa.
1. Hubungan antara Pengalaman Pribadi dengan Sikap Ibu rumah tangga
terhadap Penyuluhan Gizi.

Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentuk sikap, dan


untuk dapat menjadi dasar pembentuk sikap, pengalaman pribadi harus
meninggalkan kesan yang kuat, karena sikap akan mudah terbebtuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan
emosi dan penghayatan. Pada Tabel 24 dapat dilihat nilai z-hitung (2,261)
adalah lebih besar dari z-tabel (1,960) dengan nilai adalah (–0,199). Hal
ini berarti terdapat hubungan yang signifikan tetapi tidak searah. Ibu
rumah tangga yang memiliki pengalaman baik, belum tentu menunjukkan
sikap yang positif terhadap penyuluhan gizi. Hal ini dikarenakan ibu
rumah tangga merasa tidak memiliki masalah dengan gizi balita, sehingga
sikap terhadap penyuluhan gizi cenderung biasa saja, tetapi ibu rumah
tangga yang memiliki pengalaman buruk lebih respon terhadap
penyuluhan. Hal ini disebabkan karena responden yang berpengalaman
buruk akan lebih termotivasi untuk ikut kegiatan penyuluhan dengan
tujuan agar pemenuhan gizi balita mangalami peningkatan. Dengan
mengikuti penyuluhan gizi sang ibu berharap supaya dapat memperbaiki
perilaku gizi dan dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi,
tentunya masalah gizi balita. Dikarenakan faktor itulah responden yang
berpengalaman buruk akan lebih respon terhadap kegiatan penyuluhan
gizi.
Dari hasil analisis secara terpisah, dapat dilihat hubungan antara
pengalaman pribadi dengan dampak penyuluhan gizi adalah signifikan
tetapi tidak searah dengan nilai z hitung (-2,568) lebih besar dari z tabel
(1,960). Hal ini terjadi karena sebelumnya ibu rumah tangga telah
mengetahui dan melakukan materi yang telah disuluhkan oleh penyuluh,
sehingga tidak berdampak banyak.

2. Hubungan antara Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting dengan


Sikap Ibu rumah tangga terhadap Penyuluhan Gizi.

Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat nilai z-hitung (1,375) adalah


lebih kecil dari z-tabel (1,960) pada taraf kepercayaan 95% (E = 0,05). Hal
ini berarti antara kedua variabel tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan tetapi tetap searah, artinya semakin banyak orang yang
memberikan informasi, nasehat maupun saran mengenai gizi, semakin
cepat pula sikap ibu rumah tangga terbentuk. Tidak adanya hubungan yang
signifikan dikarenakan berapapun jumlah orang yang memberikan
informasi gizi tidak berpengaruh pada sikap ibu rumah tangga yang akan
ditunjukkan ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi. Jumlah orang
yang dianggap penting dalam pemberian informasi gizi hanya
mempengaruhi pembentukan sikap ibu rumah tangga bukan sikapnya
terhadap penyuluhan gizi.
Pada penelitian ini orang yang dianggap penting adalah orang yang
berada di lingkungan responden, seperti bidan, dokter, penyuluh atau
petugas gizi, kepala desa, keluarga, kerabat, tetangga dan lain-lain. Jika
responden hanya dipengaruhi oleh satu atau dua orang saja pembentukan
sikap muncul pada waktu yang lama. Hal ini terjadi karena pengaruh yang
ditimbulkan dari satu atau dua orang belum mendorong terbentuknya sikap
ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi. Dengan kata lain pengaruh
yang ditimbulkan sifatnya lemah. Lain halnya dengan resaponden yang
mendapat pengaruh orang lain dalam jumlah banyak, sikap responden
akan cepat terbentuk karena pengaruh yang ditimbulkan sifatnya kuat.
Pengaruh orang lain sebagai salah satu faktor pembentuk sikap karena
orang lain merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat
mempengaruhi sikap.
Dari hasil analisis secara terpisah, diketahui terdapat hubungan yang
yang signifikan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan
penyuluh gizi dan materi penyuluhan gizi. Hal ini dikarenakan orang lain
memiliki pengaruh yang besar pada ibu rumah tangga dalam menilai
penyuluh gizi dan materi penyuluhan gizi

3. Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Sikap Ibu rumah tangga


terhadap Penyuluhan Gizi.

Pendidikan formal pada penelitian ini adalah lamanya pendidikan


yang pernah ditempuh ibu rumah tangga dibangku sekolah yang dihitung
dalam tahun. Pada Tabel 24 dapat dilihat nilai z-hitung sebesar (2,681)
adalah lebih besar dari z-tabel (1,960) pada taraf kepercayaan 95 %
( =0,05). Hal ini berarti diantara kedua variabel ada hubungan yang
signifikan. Semakin tinggi pendidikan ibu rumah tangga semakin tinggi
pula pengetahuan dan wawasannya, dimana kedua komponen tersebut
akan membentuk sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi.
Karena ibu rumah tangga yang berpendidikan rendah, cenderung lama
dalam menentukan suatu sikap. Hal ini dikarenakan ibu rumah tangga
yang berpendidikan rendah tidak memiliki pengetahuan dan wawasan
yang luas sehingga proses pembentukan sikapnya lambat. Namun bukan
berarti ibu rumah tangga yang berpendidikan rendah tidak mau
menentukan sikapnya, justru sebaliknya karena mereka berpendidikan
rendah, mereka lebih semangat untuk mengikuti kegiatan penyuluhan yang
pada akhirnya akan dapat membentuk sikap ibu rumah tangga terhadap
penyuluhan.
Dari hasil analisis secara terpisah diketahui ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan formal dengan dampak penyuluhan gizi,
dengan nilai z hitung (3,613) lebih besar dari z tabel (1,960). Hal ini
dikarenakan ibu rumah tangga yang memiliki pendidikan lebih tinggi
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga penyuluhan gizi
memberikan dampak bagi ibu rumah tangga, dan berdampak pula pada
peningkatan gizi balita.

4. Hubungan Pendidikan Non Formal dengan Sikap Ibu rumah tangga


terhadap Penyuluhan Gizi.

Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh ibu rumah


tangga diluar bangku sekolah atau diluar pendidikan formal, pendidikan
yang berbentuk latihan, kursus dan penyuluhan. Pada Tabel 24 dapat
dilihat nilai z-hitung sebesar (1,409) adalah lebih kecil dari nilai z-tabel
(1,960) pada taraf kepercayaan 95% (E = 0,05). Hal ini berarti diantara
kedua variabel tidak ada hubungan yang signifikan, tetapi searah. Semakin
sering ibu rumah tangga mengikuti pendidikan non formal semakin baik
sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi. Tidak adanya hubungan
yang signifikan dikarenakan keikutsertaan ibu rumah tangga dalam
kegiatan penyuluhan masih rendah sehingga pendidikan non formal
kurang mempengaruhi sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi.
Selain faktor diatas ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu banyak ibu
rumah tangga yang bekerja di luar sebagai karyawan pabrik baik itu PT,
CV maupun swasta. Mereka melakukan hal tersebut dengan alasan
membantu suami agar pendapatan rumah tangga meningkat, sehingga
pemenuhan gizi untuk balita terpenuhi. Mereka beranggapan jika
pendapatan tinggi maka untuk memenuhi gizi balita juga mudah. Namun
tidak semua ibu rumah tangga beranggapan seperti itu. Untuk pemenuhan
gizi balita tidak hanya pendapatan saja faktor yang mempengaruhi,
melainkan pengetahuan tentang gizi. Jika pengetahuan gizi tinggi dengan
pendapatan yang pas-pasan ibu rumah tangga dapat dengan tepat
memenuhi kebutuhan gizi balita, apalagi kalau pendapatan tinggi maka
pemenuhan gizi balita semakin baik. Ibu rumah yang aktif mengikuti
penyuluhan gizi adalah mereka yang tidak bekerja di luar, mereka
mencurahkan waktunya untuk balita supaya pemenuhan gizi balita baik.
Dari hasil analisis secara terpisah dapat diketahui terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan non formal dengan penyuluh gizi dan
intensitas penyuluhan gizi. Hal ini dikarenakan ibu rumah tangga yang
sering mengikuti penyuluhan cenderung bersikap baik terhadap penyuluh
dan menilai baik terhadap intensitas penyuluhan gizi.

5. Hubungan antara Kebudayaan Makan Balita dengan Sikap Ibu rumah


tangga terhadap Penyuluhan Gizi.

Kebudayaan makan balita adalah kebiasaan yang dilakukan ibu


rumah tangga yang didasarkan pada orang-orang terdahulu yang berkaitan
dengan masalah gizi balita. Pada Tabel 23 dapat dilihat nilai z- hitung
(1,375) adalah lebih kecil dari nilai z-tabel (1,960) pada taraf kepercayaan
95% (E= 0,05). Hal ini berarti diantara kedua variabel tidak ada hubungan
yang signifikan, tetapi searah. Semakin kuat kebudayaan yang ada dalam
masyarakat, semakin kuat pula pengaruhnya terhadap pembentukan sikap.
Tidak adanya hubungan yang signifikan dikarenakan antara kebudayaan
dengan penyuluhan gizi tidak ada kaitannya dengan masalah gizi balita.
Kebudayaan merupakan kebiasaan dari orang terdahulu sedangkan
penyuluhan gizi merupakan tindakan perbaikan dari suatu kebudayaan
yang ada.
Kebudayaaan makan balita pada penelitian ini dilihat dari kebiasaan
makan, pantangan makanan, peran ibu rumah tangga dan tradisi selamatan.
Ibu rumah tangga yang melihat kebudayaan sebagai suatu kekayaan yang
perlu dilestarikan, maka untuk merubah (PSK) mereka lebih mudah
daripada ibu rumah tangga yang melihat kebudayaan sebagai suatu yang
harus dilaksanakan sesuai yang telah diajarkan. Maka kebudayaan sebagai
garis pengarah sikap ibu rumah tangga terhadap berbagai masalah, pada
penelitian ini adalah mengenai penyuluhan gizi terhadap pemenuhan gizi
balita.
Dari hasil analisis secara terpisah diketahui terdapat hubungan yang
signifikan antara kebudayaan makan balita dengan dampak penyuluhan
gizi. Salah satu faktor yang mempengaruhi pola pikir ibu rumah tangga
terhadap kebudayaan makan balita adalah tingkat pendidikan mereka yang
rata-rata SLTA. Sehingga lebih bisa fleksibel dalam memegang
kebudayaan yang sudah ada, dan mau melaksanakan materi penyuluhan
gizi yang di berikan.

6. Hubungan antara Media Massa dengan Sikap Ibu rumah tangga terhadap
Penyuluhan Gizi.

Media massa merupakan sarana (media elektronik&cetak) yang


digunakan ibu rumah tangga untuk mengakses informasi mengenai gizi.
Variabel media massa diukur dari banyaknya media yang digunakan dan
frekuensi ibu rumah tangga dalam mengakses informasi melalui media
tersebut.
Pada Tabel 24 dapat dilihat z-hitung (3,193) adalah lebih besar dari
z tabel (2,575) pada taraf kepercayaan 95% (E = 0,05) yang berarti ada
hubungan yang signifikan dan searah karena nilainya positif. Semakin
banyak dan semakin sering ibu rumah tangga menggunakan media massa,
maka pengaruh terhadap pembentukan sikap juga semakin tinggi. Antara
kedua variabel juga terdapat hubungan yang signifikan karena media
massa dapat mengarahkan pendapat ibu rumah tangga mengenai
penyuluhan gizi yang ada. Hal ini terjadi karena media massa merupakan
alat atau sarana untuk mengakses informasi. Media massa memberikan
berbagai informasi yang dibutuhkan oleh ibu rumah tangga.
Media massa pada penelitian ini meliputi media cetak (majalah,
Koran, leafleat, dan lain-lain) dan media elektronik (TV&radio). Frekuensi
ibu rumah tangga dalam mengakses informasi juga berperan dalam
pembentukan sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi. Semakin
sering ibu rumah tangga mengakses informasi gizi, pengetahuan gizi juga
bertambah, maka penilaian atau sikap terhadap penyuluhan gizi juga akan
cepat terbentuk.
Dari hasil analisis secara terpisah diketahui ada hubungan yang
siugnifikan anatara media masa dengan dampak penyuluhan gizi dengan
nilai z hitung (5,306) lebih besar dari z tabel (1,960). Hal ini dikarenakan
media masa yang digunakan untuk mengakses informasi gizi akan
menambah pengetahuan dan wawasan ibu rumah tangga mengenai gizi,
sehingga kegiatan penyuluhan gizi akan berdampak baik bagi ibu rumah
tangga dalam pemenuhan gizi balita dan ibu rumah tangga akan
memberikan sikap yang baik terhadap dampak penyuluhan gizi.

Anda mungkin juga menyukai