Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

1. Anatomi Fisologi

Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari colon
sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk
lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid
bersatu dengan rectum. Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi
oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar 15 cm. 

Gambar 1.1 : usus besar-rectum

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai dengan
suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi belahan
bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal colon
tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga
distal colon transversum, colon desendens, sigmoid dan bagian proksimal rectum.
Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria
hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta
abdominalis. 
Gambar 1.2 : arteri - arteri pada rectum

Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal
yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat
anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-
vena ini
Gambar 1.3 : vena-vena pada rectum

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1)kontraksi lamban dan tidak teratur,
berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra;
(2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen colon.

Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feces ke depan, akhirnya


merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang
oleh reflek gastrokolik setelah makan pertama masuk pada hari itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan merangsang
reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter
interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah
kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan
keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rectum melalui
saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi rectum dan relaksasi
sfingter interna. Pada waktu rectum yang mengalami distensi berkontraksi, otot
levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal
menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus
tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat dengan adanya
peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter. Otot-otot
dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot
abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh
kontraksi volunter otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara
bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.

2. Definisi Hemoroid

adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidalis


(Mansjoer, 2000). Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan vena varikosa pada
kanalis ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada
sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun.

Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan


perasaan yang sangat tidak nyaman (Price dan Wilson, 2006).
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid seringkali
dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan.
Terkadang dihubungkan dengan diare, sering mengejan, pembesaran prostat,
fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi dapat menyebabkan nyeri hebat, gatal
dan perdarahan rectal (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar
berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan menaun dan pada penderita
hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat dan Jong, 2000).

3.   Etiologi

a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi,

sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial
dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor
etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong
(2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid
berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar
menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, dan
perdarahan,  sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak sewaktu
defekasi atau mengejan.

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an,
50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar,
mengawali atau memperberat adanya hemoroid.

Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:

1) Mengejan pada waktu defekasi.


2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3) Pembesaran prostat.
4) Keturunan atau hereditas
5) Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
6) Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan duduk
terlalu lama dan konstipasi).

4. Manifestasi Klinis
a. Tanda 
1) Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama  hemoroid interna trauma oleh feces
yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur
dengan feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah
segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.
2) Nyeri 
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan
hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.
b. Gejala 
1) Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
2) Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat tereduksi
spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi
dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.
3) Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan ciri
hemoroid yang mengalami prolap menetap.
4) Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus rangsangan
mucus.

5. Pathofisiologi 
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis mengalir
dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran darah balik
yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat
disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal.
Vena porta dan vena sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu maka
dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian struktur
normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter
anal membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien
merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh
sfingter anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena
sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal
menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena
anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra
abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya
terpisah dari otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh
darah hemoroidalis.
Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya
pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan pendarahan dalam feces,
jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang
menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku
(trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.
PATOFISIOLOGI

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan balik dari vena
hemoroidalis

Hemoroid ada dua jenis yaitu hemoroid interna dan eksterna.

 Hemoroid interna terjadi varises pada vena hemoroidalis superior media dan
timbul disebelah dalam otot spingter ani.
 Hemoroid  eksterna terjadi varises pada vena hemoroidalis inferior, dan
timbul disebelah luar otot spingter ani. 

Hemoroid eksterna ada dua klasifikasi yaitu akut dan kronik. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan
hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis akut. Bentuk terasa sangat
nyeri gatal karena ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid
eksterna kronik (skin tag) berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari
jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

Hemoroid interna diklasifikasikan sebagai derajat I, II, dan III. Hemoroid interna
derajat I tidak menonjol melalui anus dan dapat ditemukan dengan proktoskopi. Lesi
biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan anterior kanan, mengikuti
penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis superior, dan tampak sebagai
pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid interior derajat II dapat mengalami
prolapsus melalui anus setelah defekasi, hemoroid ini dapat mengecil secara spontan
atau dapat direduksi secara manual. Hemoroid interna derajat III mengalami
prolapsus secara permanen. Gejala hemoroid interna yang paling sering adalah
perdarahan tanpa nyeri karena tidak ada serabut-serabut nyeri pada daerah ini.
Kebanyakan kasus hemoroid adalah hemoroid campuran interna dan eksterna.

Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdaraha, trombosis, dan


stranggulasi. Hemoroid yang mengalami stranggulasi adalah hemoroid yang
mengalami prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani.

Kebanyakan penderita hemoroid tidak memerlukan pembedahan. Pengobatan


berupa kompres duduk atau bentuk pemanasan basah lain, dan penggunaan
supositoria. Eksisi bedah dapat dilakukan bila perdarahan menetap, terjadi prolapsus,
atau pruritus dan nyeri anus tidak dapat diatasi.  
E Komplikasi Wasir Ambeien Hemoroid

Komplikasi jarang terjadi saat wasir. Komplikasi tersebut biasanya mencakup :

Anemia: Kehilangan darah kronis dari wasir dapat menyebabkan anemia, di mana


Anda tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen ke
sel-sel Anda, sehingga kelelahan dan kelemahanseringkali melanda. 

Strangulata wasir: Jika suplai darah ke wasir internal terputus, wasir mungkin


"tercekik" dandapat menyebabkan rasa sakit yang hebat dan menyebabkan kematian
jaringan (gangren).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hemoglobin, mengalami penurunan < 12 mg%.


2. Anoscopy, pemeriksaan dalam rektal dengan menggunakan alat, untuk
mendeteksi ada atau tidaknya hemoroid.
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam
posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam
mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang.
Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam
lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid
akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata
3. Digital rectal examination, pemeriksaan dalam rektal secara digital.
4. Sigmoidoscopy dan barium enema, pemeriksaan untuk hemoroid yang disertai
karsinoma.
5. Inspeksi Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah menjadi
thrombus. Hemoroid interna yang menjadi prolaps dapat terlihat dengan
caramenyuruh pasien mengejan. Prolaps dapat terlihat sebagai benjolan yang
tertutup mukosa.
6. Rectal Toucher (RT)
Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, hemoroid ini
dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa
padat dengan dasar yang lebar. Rectal toucher (RT) diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma recti.
7. Pemeriksaan diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolaps.
Anaskopi dimasukan untuk mengamati keempat kuadran dan   akan terlihat
sebagai struktur vaskuler yang menonjol kedalam lumen. Apabila penderita
diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan
atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak, besarnya,
dan keadaan lain seperti polip, fissure ani, dan tumor ganas harus diperhatikan
G. PENATALAKSANAAN

1. Terapi konservatif
a) Pengelolaan dan modifikasi diet
Diet berserat dan rendah sisa, buah-buahan dan sayuran, dan intake air
ditingkatkan. Diet serat yang dimaksud adalah diet dengan kandungan
selulosa yang tinggi. Selulosa tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi
selulosa bersifat menyerap air sehingga feses menjadi lunak. Makanan-
makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi usus menjadi besar namun
lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan
mengejan secara berlebihan.
b) Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan bagi pasien dengan hemoroid derajat awal.
Obat-obatan yang sering digunakan adalah:
1. Stool Softener, untuk mencegah konstipasi sehingga mengurangi kebiasaan
mengejan, misalnya Docusate Sodium.
2. Anestetik topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine
ointmenti 5% (Lidoderm, Dermaflex). Yang penting untuk diperhatikan
adalah penggunaan obat-obatan topikal per rectal dapat menimbulkan efek
samping sistematik.
3. Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianalyang
timbul akibat iritasi karena kelembaban yang terus-menerus dan rangsangan
usus, misalnya Hamamelis water (Witch Hazel)
4. Analgesik, misalnya Acetaminophen (Tylenol, Aspirin Free Anacin dan
Feverall) yang merupakan obat anti nyeri pilihan bagi pasien yang memiliki
hiperensitifitas terhadap aspirin atau NSAID, atau pasien dengan penyakit
saluran pencernaan bagian atas atau pasien yang sedang mengkonsumsi
antikoagulan oral.
5. Laxantina ringan atau berak darah (hematoscezia). Obat supositorial anti
hemoroid masih diragukan khasiatnya karena hasil yang mampu dicapai
hanya sedikit. Obat terbaru di pasaran adalah Ardium. Obat ini mampu
mengecilkan hemoroid setelah dikonsumsi beberapa bulan. Namun bila
konsumsi berhenti maka hemoroid tersebut akan kambuh lagi
2.      Terapi Tindakan Non Operatif Elektif
a) Skleroterapi
Vasa darah yang mengalami varises disuntik Phenol 5 % dalam minyak nabati
sehingga terjadi nekrosis lalu fibrosis. Akibatnya, vasa darah yang
menggelembung akan berkontraksi / mengecil. Untuk itu injeksi dilakukan ke
dalam submukosa pada jaringan ikat longgar di atas hemoroid interna agar
terjadi inflamasi dan berakhir dengan fibrosis. Untuk menghindari nyeri yang
hebat, suntikan harus di atas mucocutaneus juction (1-2 ml bahan diinjeksikan
ke kuadran simptomatik dengan alat hemoroid panjang dengan bantuan
anoskopi). Komplikasi : infeksi, prostitis akut dan reaksi hipersensitifitas
terhadap bahan yang disuntikan. Skleroterapi dan diet serat merupakan terapi
baik untuk derajat 1 dan 4.
b) Ligasi dengan cincin karet (Rubber band Ligation)
Teknik ini diperkenalkan oleh Baron pada tahun 1963 dan biasa dilakukan
untuk hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps. Tonjolan ditarik dan
pangkalnya (mukosa pleksus hemoroidalis) diikat denga cincin karet.
Akibatnya timbul iskemik yang menjadi nekrosis dan akhirnya terlepas. Pada
bekasnya akan mengalami fibrosis dalam beberapa hari. Pada satu  kali terapi
hanya diikat satu kompleks hemoroid sedangkan ligasi selanjutnya dilakukan
dalam jangka waktu dua sampai empat minggu. Komplikasi yang mungkin
timbul adalah nyeri yang hebat terutama pada ligasi mucocutaneus junction
yang kaya reseptor sensorik dan terjadi perdarahan saat polip lepas atau
nekrosis (7 sampai 10 hari) setelah ligasi.
c) Bedah Beku (Cryosurgery)
Tonjolan hemoroid dibekukan dengan CO2 atu NO2 sehingga terjadi nekrosis
dan akhirnya fibrosis. Terapi ini jarang dipakai karena mukosa yang akan
dibekukan (dibuat nekrosis) sukar untuk ditentukan luasnya. Cara ini cocok
untuk terapi paliatif pada karsinoma recti inoperabel.
d) IRC (Infra Red Cauter)
Tonjolan hemoroid dicauter / dilelehkan dengan infra merah. Sehingga
terjadilah nekrosis dan akhirnya fibrosisTerapi ini diulang tiap seminggu sekali.

3. Terapi Operatif
Pada operasi wasir yang membengkak ini dipotong dan dijahit biasanya dalam
anaestesie spinal (pembiusan hanya sebatas pusar kebawah) sehingga pasien tidak
merasa sakit, tapi tetap sadar.
Ada dua metode operasi : yang pertama setelah hemoroid dipotong, tepi sayatan
dijahit kembali. Pada metode yang kedua dengan alat stapler hemoroid dipotong dan
dijahit sekaligus. Keuntungan dari metode kedua ini adalah rasa sakit yang jauh
berkurang dari pada metode pertama meskipun pada operasi wasir dengan metode
pertama pun rasa sakit sudah berkurang dibandingkan cara operasi 10-20 tahun yang
lalu

H. Prognosis

Sebagian besar hemoroid akan sembuh secara spontan atau dengan terapi
konservatif saja.Prognosis kambuhnya penyakit hemoroid sebagian besar timbul pada
keberhasilan edukasi yaitu: pada perubahan pola makan,defekasi dan gaya hidup.

I. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
 Riwayat kesehatan:
- Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi?
- Adakah nyeri abdomen?
- Apakah terdapat perdarahan dari rektum? Berapa banyak, seberapa sering,
apa   warnanya?
- Adakah mucus atau pus?
- Bagaimana pola eliminasi klien? Apakah sering menggunakan laksatif?
 Riwayat diet:
- Bagaimana pola makan klien?
- Apakah klien mengkonsumsi makanan yang mengandung serat?
 Riwayat pekerjaan:
- Apakah klien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau berdiri
dalam waktu lama?
 Aktivitas dan latihan:
- Seberapa jumlah latihan dan tingkat aktivitas?
 Pengkajian obyektif:
- Menginspeksi feses apakah terdapat darah atau mucus dan area perianal
akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.

B.     Diagnosa
Diagnosa keperawatan pada pasien yang menerima perawatan pada gangguan daerah
rectal meliputi :

1. Konstipasi berhubungan dengan penahanan dari keinginan untuk b.a.b untuk


menghindari nyeri karena haemorhoid atau setelah pembedahan haemorrhoid
2. Nyeri berhubungan dengan haemorhoid atau setelah penanganan bedah dan
perlukaan jaringan
3. Potensial gangguan integritas kulit (perdarahan) berhubungan dengan iritasi oleh
defekasi (internal) atau ruptur hemorrhoid (eksternal).

C. Perencanaan

1. Konstipasi berhubungan dengan penahanan dari keinginan untuk b.a.b untuk


menghindari nyeri karena haemorhoid atau setelah pembedahan haemorrhoid
Tujuan :
- Eliminasi b.a.b pasien normal dengan nyeri minimal
- Intervensi dan rasional

1. Berikan obat nyeri secara teratur setelah pembedahan 24-48 jam.


Rasional :

Pengontrolan nyeri akan membantu mengurangi resiko konstipasi yang mungkin


akibat pasien menahan keinginan untuk b.a.b karena nyeri rectal

1. Anjurkan duduk rendam sekali atau dua kali sehari.


Rasional : Hal ini menghilangkan rasa tidak nyaman dan menunjang penyembuh-an
dengan meningkatkan sirkulasi ke daerah perianal dan mempertahankan hygiene yang
baik.

2. Berikan cincin busa atau donat pada pasien untuk duduk


Berikan pelunak tinja selama beberapa hari. jika tidak berhasil, selanjutnya berikan
minyak enema. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake cairan (6 gelas air
perhari).
Rasional : Mencegah pengerasan tinja yang akan meningkatkan rasa tidak nya-man
dengan b.a.b

3. Nyeri berhubungan dengan haemorhoid atau setelah penanganan bedah dan


perlukaan jaringan

Tujuan :

Pasien akan mengalami rasa tidak menyenangkan yang minimal

Intervensi dan rasional :

1) Berikan obat nyeri secara teratur setelah pembedahan 24-48 jam. Jika pasien
rawat jalan, ajarkan pasien menggunakan obat nyeri secara teratur sesuai
kebutuhan.

Rasional :

Hal ini mengurangi stimulasi nyeri.

2) Ajarkan pasien untuk menghindari peregangan pada saat b.a.b


Rasional :

Hal ini mencegah penekanan pada daerah perineal atau jaringan rectal yang luka.
Penekanan akan menyebabkan nyeri dan mungkin memper-lambat penyembuhan.

3) Ajarkan pasien menggunakan salep, suppositoria, atau bentuk lain.

Rasional :

Membantu untuk menyusutkan atau menganastesi membran mukosa yang


membengkak

4) Ajarkan pasien mengenai prognosis :


a) Penyembuhan yang sempurna mungkin memakan waktu beberapa minggu.
b) Nyeri akan hilang setelah waktunya.

Rasional :

Pengetahuan tentang hasil yang diha-rapkan akan mengurangi ketakutan dan


memberikan referensi bagi kemajuan terhadap penyembuhan yang sempurna

3. Potensial gangguan integritas kulit (perdarahan) berhubungan dengan iritasi oleh


defekasi (internal) atau ruptur hemorrhoid (eksternal).

Tujuan :

Pasien tidak mengalami perdarahan melalui rectal

Intervensi dan rasional :

1.)    Ajarkan pasien dalam program b.a.b

a) Ajarkan pasien untuk meningkatkan diet intake cairan (1 – 2 quarts) dan serat
(buah-buahan dan sayur).
b) Ajarkan pasien menggunakan pelunak tinja sesuai kebutuhan
c) Ajarkan pasien menghindari peregangan.
d) Ajarkan pasien untuk menghindari  mengangkat.
Rasional :

Tinja yang keras atau peregangan pada saat b.a.b akan mengiritasi hemorrhoid dan
mukosa rectum dan mungkin mengakibatkan perdarahan.

2.)    Ajarkan pasien untuk mengobservasi perdarahan rectal

Rasional :

Perdarahan pelan, tidak ditangani mungkin akan menyebabkan anemia, khususnya


pada pasien tua.

3.)    Anjurkan pasien untuk melakukan pemeriksaan rectal secara teratur.

Rasional :

Haemorhoid internal, tidak bergejala mungkin timbul atau muncul kembali.

4.)    Observasi pembalut seringkali setelah pembedahan (setiap 24 jam).


Informasikan pasien tentang periode berbahaya 5 hari setelah pembedahan, ketika
jaringan mengelupas.

Rasional :

Ini memungkinkan seseorang dapat mendeteksi perdarahan dengan cepat, jika terjadi.
Penanganan dini perdarahan mencegah kehilangan darah yang lebih banyak.

D.    Evaluasi
Kriteria hasil atas pencapaian tujuan sebagai berikut :

1. Pasien akan mempunyai jumlah perdarahan sedikit pada postoperasi.


2. Pasien akan mengungkapkan nyeri terkontrol baik dengan obat.
3. Pasien akan mempunyai eliminasi yang adekuat dengan tinja yang lunak.
4. Pasien akan mendiskusikan perasaan tentang masalah dan penanganan.
5. Pasien akan menggambarkan dengan tepat perawatan diri setelah keluar.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I edisi IV.

1) Sjamsuhidajat R, dkk, (199), Buku Ajar Ilmu Bedah.


2) Arthur C. Guyton, (1997), Buku Ajar Fisiologi Kkedokteran
3) Engram Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.

Anda mungkin juga menyukai