Anda di halaman 1dari 3

Pertanyaan

Saya ingin bertanya, bagaimana hukum pengemudi kendaraan pribadi yang mengawal ambulans pada
saat posisi jalanan macet, memberanikan diri untuk melawan arus, dan menerobos lampu merah? Saya
melakukannya karena tidak ada polisi yang berjaga di pos. Berapa dendanya?

Ulasan Lengkap

Kendaraan yang Diprioritaskan di Jalan

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) diatur
soal “pengguna jalan yang diprioritaskan” atau “kendaraan bermotor yang memiliki hak utama”, yaitu
kendaraan bermotor yang mendapat prioritas dan wajib didahulukan dari pengguna jalan lain.
(Penjelasan Pasal 59 ayat (3) UU LLAJ)

Berdasarkan Pasal 134 UU LLAJ, pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan
(diprioritaskan), adalah sesuai dengan urutan berikut:

1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;


2. ambulans yang mengangkut orang sakit;
3. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
4. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu
negara;
6. iring-iringan pengantar jenazah; dan
7. konvoi dan/ atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan "kepentingan tertentu" di atas adalah kepentingan yang memerlukan
penanganan segera, antara lain, kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan
pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan kendaraan untuk
penanganan bencana alam.[ Penjelasan Pasal 134 huruf g UU LLAJ]

Pengguna jalan yang diprioritaskan merupakan salah satu kategori “keadaan tertentu” agar petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan tindakan sebagai berikut: ([3] Pasal 104 ayat (1)
huruf c UU LLAJ dan penjelasannya dan Pasal 4 ayat (1) huruf b dan (3) Peraturan Kapolri Nomor 10
Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain untuk
Kegiatan Lalu Lintas (“Perkapolri 10/2012”))

 memberhentikan arus Lalu Lintas dan/atau Pengguna Jalan;


 memerintahkan Pengguna Jalan untuk jalan terus;
 mempercepat arus Lalu Lintas;
 memperlambat arus Lalu Lintas;
 mengalihkan arah arus Lalu Lintas;
 menutup dan membuka arus lalu lintas.
Lebih lanjut mengenai hal ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2012
tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan
Lalu Lintas (“Perkapolri 10/2012”), bahwa tindakan petugas sebagaimana dimaksud di atas wajib
diutamakan daripada pengaturan yang diberikan oleh alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu lalu
lintas dan/atau marka jalan.

Berdasarkan Pasal 135 ayat (1) UU LLAJ kendaraan yang mendapat hak utama di atas harus dikawal oleh
petugas Kepolisian dan/atau menggunakan lampu isyarat merah atau biru dan bunyi sirine. Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas tidak berlaku bagi Kendaraan yang mendapatkan
hak utama. [Pasal 135 ayat (3) UU LLAJ]

Mengenai Pengaturan Lalu Lintas Bagi Pengguna Jalan mana yang Diprioritaskan antara pengguna jalan
yang sama sama mempunyai hak utama seperti Ambulans dan Mobil Iring-iringan Presiden, Mana yang
Didahulukan Lewat?. Ini seharusnya yang masyarakat perlu dorong agar keluar juklak dan juknisnya.

Jadi ambulans itu merupakan pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan
(diprioritaskan). Jika ada pengguna jalan yang diprioritaskan (dalam hal ini ambulans), tindakan petugas
polisi wajib diutamakan daripada pengaturan yang diberikan oleh alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu
lalu lintas dan/atau marka jalan. Artinya jika alat pemberi isyarat lampu lalu lintas menandakan merah
(berhenti) dan rambu lalu lintas melarang melawan arus tetapi petugas memperbolehkan itu kepada
kendaraan yang diprioritaskan, maka arahan dari petugas kepolisian harus diikuti.

Kendaraan pribadi yang mengawal ambulans yang Anda sebutkan tersebut tidak termasuk di dalamnya.
Pada kasus ini, ada dua kemungkinan perihal kendaraan yang mengawal ambulans ini.

Yang pertama,

jika ambulans mengangkut orang sakit tetapi tidak dikawal oleh petugas Kepolisian, maka ambulans
tersebut dapat tidak mematuhi lampu isyarat lalu lintas dan rambu lalu lintas, seperti menerobos
lampu merah dan melawan arus.

jika ambulans dikawal, yang boleh melakukan pengawalanpun hanya polisi. Kendaraan pribadi tidak
dapat melakukan pengawalan dengan menerobos lampu merah dan melawan arus.

Yang kedua, jika ambulans mengangkut jenazah (orang yang telah meninggal), maka dalam hal tidak
ada polisi yang mengawalnya, maka dibolehkan hanya menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan
bunyi sirene. UU LLAJ memperbolehkan iring-iringan pengantar jenazah menerobos lampu merah dan
melawan arus sebagai kendaraan dengan hak utama di jalan.[lihat Pasal Pasal 134 huruf f 135 ayat (3)
UU LLAJ] Berarti untuk kemungkinan yang kedua, kendaraan pribadi yang melakukan pengawalan
dengan menerobos lampu merah dan melawan arus tidak dikenakan sanksi.

Sanksi

Jadi jika ada kendaraan yang melanggar ketentuan kendaraan yang diprioritaskan sebagaimana diatur
dalam Pasal 134 UU LLAJ, maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 287 ayat (4), yakni:

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai
penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan Bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi
dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus
lima puluh ribu rupiah).

Selain ini kendaraan yang melakukan pengawalan ambulans (selain polisi) yang menerobos alat pemberi
isyarat lalu lintas dan melawan arus (melanggar rambu lalu lintas dan marka jalan) dapat dihukum
berdasarkan Pasal 287 ayat (1) dan Pasal 287 ayat (2) UU LLAJ, yaitu:

Pasal 287 ayat (1) UU LLAJ

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau
larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4)
huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

Pasal 287 ayat (2) UU LLAJ

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau
larangan yang dinyatakan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp
500 ribu.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu
Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

[1] Penjelasan Pasal 59 ayat (3) UU LLAJ

[2] Pasal 1 angka 27 UU LLAJ

[3] Pasal 104 ayat (1) huruf c UU LLAJ dan penjelasannya dan Pasal 4 ayat (1) huruf b dan (3) Peraturan
Kapolri Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan
Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas (“Perkapolri 10/2012”)

[4] Penjelasan Pasal 134 huruf g UU LLAJ

[5] Pasal 135 ayat (3) UU LLAJ

[6] Lihat Pasal 134 huruf b jo. Pasal 135 ayat (1) UU LLAJ

[7] Lihat Pasal Pasal 134 huruf f 135 ayat (3) UU LLAJ

Anda mungkin juga menyukai