Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH
KETAHANAN PANGAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Dasar Ilmu Gizi
yang dibimbing oleh :
Ir. Kelik Putranto, M.EP

Disusun oleh:

Andri Gunawan 19466001


Siti Nurhasanah 19466002
Fajar Maulana 19466004
Bagas Bahari 19467003

JURUSAN AGRIBISNIS
(Non Reguler)
FAKULTAS PERTANIAN
MA’SOME UNIVERSITY
BANDUNG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disebutkan bahwa
penyelenggaraan pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam
dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat,
mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga
yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakkat.
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004,pangan merupakan
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, aik yang diolah maupun
yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan
atau minuman.
Berdasar pernyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi
seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan
pangan bagi pemerintahan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah
penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam
memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Ketahahan pangan merupakan bagian
dari ketahanan ekonomi nasional yang berdampak besar pada seluruh warga
negara yang ada dalam Indonesia.
Dalam hal ketahanan pangan, bukan hanya sebatas pada sesuatu yang
dianggap mudah dan ia memiliki pengaruh besar terhadap pertahanan keamanan.
Pertahanan pangan merupakan salah satu hal yang mendukung dalam
mempertahankan pertahanan keamanan, bukan hanya sebagai komoditi yang
memiliki fungsi ekonomi, akan tetapi merupakan komoditi yang memiliki fungsi
sosial dan politik, baik nasional maupun global. Untuk itulah, ketahahan pangan
dapat mempunyai pengaruh yang penting pula agar pertahanan keamanan dapat
diciptakan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?
2. Bagaimana perkembangan produksi pangan di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan ketersediaan energi dan protein di Indonesia?
4. Bagaimana perkembangan konsumsi energi dan protein di Indonesia?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui definisi ketahanan pangan.
2. Untuk mengetahui perkembangan produksi pangan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui perkembangan ketersediaan energi dan protein di Indonesia.
4. Untuk mengetahui perkembangan konsumsi energi dan protein di Indonesia.

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat kita petik dari makalah ini adalah kita dapat
mengetahui tentang ketahanan pangan, perkembangan produksi
pangan,ketersediaan dan tingkat konsumsi energi dan protein yang ada di
Indonesia. Sehingga dengan adanya ketahanan pangan ini, masyarakat dapat lebih
memahami hal-hal apa yang perlu diperhatikan dalam ketahanan pangan mereka.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ketahanan Pangan


Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara
sampai dengan perorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman beragam bergizi, merata, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (UU RI Nomor 12
Tahun 2008).
Kondisi iklim yang ekstrim di berbagai belahan dunia baru-baru ini secara
langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi ketersediaan pangan.
Kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan, banjir serta bencana alam
lainnya di berbagai wilayah dunia terutama di sentra-sentra produksi pangan,
sangat mempengaruhi ketersediaan gandum dan tanaman bijian-bijian lainnya
yang tentu saja berdampak pada ketersediaan produk pangan tersebut.
Menurut FAO jumlah penduduk dunia yang menderita kelaparan pada
tahun 2010 mencapai 925 juta orang. Situasi ini diperparah dengan semakin
berkurangnya investasi di sektor pertanian yang sudah berlangsung selama 20
tahun terakhir, sementara sektor pertanian menyumbang 70% dari lapangan kerja
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kekhawatiran akan makin
menurunnya kualitas hidup masyarakat, bahaya kelaparan, kekurangan gizi dan
akibat-akibat negatif lain dari permasalahan tersebut secara keseluruhan akan
menghambat pencapaian goal pertama dari Millennium Development Goals
(MDGs) yakni eradication of poverty and extreme hunger.
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7
tahun 1996, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi
ketahanan pangan yaitu:
1) Kecukupan ketersediaan pangan
2) Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari
tahun ke tahun
3) Aksesibilitas dan keterjangkauan terhadap pangan
4) kualitas keamanan pangan
Untuk tercapainya sebuah kondisi ketahanan pangan yang baik, baiknya
kita mengetahui terlebih dahulu perkembangan produksi pangan dari tahun
ketahun. Berikut kami paparkan:
Perkembangan Produksi Pangan 2008-2010

Komoditas Produksi (juta ton) Pertumbuha


2008 2009 2010 n (%)
Padi 60.32 64.4 66.47 7.51
1
Jagung 16.32 17.6 18.33 5.60
3
Kedelai 0.77 0.97 0.91 -7.60
Sayuran 10.20 10.4 10.71 3.24
0
Buah-buahan 19.60 18.2 15.49 -15.23
0
Gula 2.71 2.62 2.35 -3.60
Kelapa Sawit 19.02 19.0 21.08 10.75
4
Daging Sapi 0.39 0.41 0.44 5.16
Daging Ayam 1.51 1.53 1.54 0.68
Telur 1.34 1.36 1.37 1.50

Perkembangan Produksi Pangan 2011-2013

Produksi (juta ton) Pertumbuhan


Komoditas
2011 2012 2013 (%)
Padi 65.76 69.06 71.28 7.30
Jagung 17.64 19.39 18.51 3.24
Kedelai 0.85 0.84 0.95 1,06
Sayuran 10.87 11.27 12.89 15.30
Buah-buahan 18.31 18.92 18.29 -2.70
Gula 2.27 2.61 2.55 2,30
Kelapa Sawit 23.05 26.05 30.00 16.97
Daging Sapi 0.49 0.51 0.51 4.08
Daging Ayam 1.67 1.73 1.91 3.77
Telur 1.47 1.61 1.69 9.60
Perkembangan Produksi Pangan 2014-2016

Produksi (juta ton) Pertumbuhan


Komoditas
2014 2015 2016 (%)
Padi 70.83 75.41 79.11 10.17
Jagung 19.03 19.61 23.21 6.65
Kedelai 0.95 1.27 2.03 80.32
Sayuran 11.59 12.20 12.60 4.06
Buah-buahan 22.08 22.31 22.45 1.18
Gula 2.63 2.97 3.27 13.23
Kelapa Sawit 31.05 32.05 32.00 3,27
Daging Sapi 0.54 0.55 0.59 1.89
Daging Ayam 1.94 2.01 2.04 3.64
Telur 1.76 1.93 2.32 10.05

Perkembangan Produksi Pangan 2017-2019

Produksi (juta ton) Pertumbuhan


Komoditas
2017 2018 2019 (%)
Padi 81.13 83.08 85.09 4,41
Jagung 22.41 23.48 24.07 5.36
Kedelai 2.89 2.91 2.92 0.70
Sayuran 12.75 12.90 13.09 1.37
Buah-buahan 22.54 22.61 22.73 0.43
Gula 3.51 3.66 3.82 4.71
Kelapa Sawit 32.15 33.26 34.07 4.26
Daging Sapi 0.63 0.68 0.73 7.99
Daging Ayam 2.14 2.34 2.50 7.68
Telur 2.43 2.55 2.65 5.04

Dari sekian banyak jenis komoditas pangan di Indonesia,kami akan


sedikit memaparkan tentang perkembangan komoditas padi.
Komoditas padi di Indonesia merupakan salah satu komoditas yang
penting di Indonesia. Komoditas padi menjadi penting karena produk yang
dihasilkan dari komoditas ini menjadi bahan makanan pokok bagi masyarakat
di Indonesia.
Seiring bertambahnya penduduk di Indonesia, produksi padi pun juga
meningkat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik  (BPS) sepanjang tahun
2008 hingga 2019 produksi padi tidak pernah mengalami penurunan.
Pada tahun 2014 produksi padi sebanyak 70.83 juta ton. Pada tahun
2015 mengalami lonjakan sebanyak 75.41 juta ton dan di tahun 2016 sebanyak
79,11 juta ton. Di tahun 2017 sebanyak 81.13 juta ton dan pada tahun 2018
sebanyak 83.08 juta ton.
Dari jumlah produksi tersebut, pada tahun 2017 terdapat lima provinsi
di Indonesia dengan jumlah produksi padi tertinggi. Kelima provinsi tersebut
di antaranya Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan
Sumatera Utara.
Tidak hanya dari segi produksi saja komoditas padi ini terus
mengalami peningkatan, melainkan dari segi luas panen pun juga mengalami
peningkatan. Berdasarkan data dari BPS, dari tahun 2014 hingga 2018
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2014 luas panen
padi seluas 13,7 juta hektare dan meningkat hingga di tahun 2018 seluas 15,9
juta hektare.

2.2 Sistem Keamanan Pangan


Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan
yang terdiri dari subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan
pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi
secara berkesinambungan. Ketiga subsistem tersebut merupakan satu kesatuan
yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan,
budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan dengan efisien  oleh
adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.
Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi,
pengolahan, distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan.
Fasilitasi pemerintah diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi makro
dan mikro di bidang perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi
untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan. Output dari pengembangan
kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan
pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta
keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Subsistem ini berfungsi menjamin
pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk, baik dari sisi jumlah,
kualitas, keragaman maupun keamanannya..
Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin
terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal
ini disebabkan oleh faktor faktor teknis dan sosial – ekonomi:
1.    Teknis
1) Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke
non pertanian seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
2) Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
3) Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
4) Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan
kemampuannya semakin menurun.
5) Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-
15%).
6) Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada
musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .
2.    Sosial-Ekonomi
1) Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
2) Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena
besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang
semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
3) Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari
pemerintah kecuali beras.
4) Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif
impor yang melindungi kepentingan petani.
5) Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi
penyediaan pangan.
Subsistem distribusi pangan yang efektif dan efisien sebagai prasyarat
untuk menjamin agar seluruh rumahtangga dapat memperoleh pangan dalam
jumlah dan kualitas yang baik sepanjang waktu. Subsistem ini mencakup aspek
aksesibilitas secara fisik, ekonomi maupun sosial atas pangan secara merata
sepanjang waktu. Akses pangan didefinisikan sebagai kemampuan rumahtangga
untuk secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup, melalui berbagai
sumber atau kombinasi cadangan pangan yang dimiliki, hasil produksi pangan,
pembelian/barter, pemberian, pinjaman dan bantuan pangan. Akses pangan secara
fisik ditunjukkan oleh kemampuan memproduksi pangan, infrastruktur dasar
maupun kondisi sumberdaya alam dan lingkungan.
Dengan demikian akses fisik lebih bersifat kewilayahan dan dipengaruhi
oleh ciri dan pengelolaan ekosistem. Akses pangan secara ekonomi menyangkut
keterjangkauan masyarakat terhadap pangan yang ditunjukkan oleh harga, sumber
mata pencaharian dan pendapatan. Sumber mata pencaharian meliputi
kemampuan, asset dan aktivitas yang dapat menjadi sumber pendapatan.
Seringkali, sumber mata pencaharian sangat dipengaruhi oleh kondisi maupun
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Akses pangan secara sosial antara
lain dicerminkan oleh tingkat pendidikan, bantuan sosial, kebiasaan makan,
konflik sosial/keamanan.
Dalam subsistem distribusi, hambatan yang terjadi antara lain :
1.       Teknis
1)Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau
yang dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen.
2)Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan
distribusi pangan kecuali beras.
3)Sistem distribusi pangan yang belum efisien.
4)Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim
menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan
tersedia sepanjang waktu diseluruh wilayah konsumen.
2.      Sosial-ekonomi
a.    Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam
menyangga kestabilan distribusi dan harga pangan.
b.    Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan
daerah serta berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran
telah menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk
pangan.
Subsistem konsumsi pangan berfungsi mengarahkan agar pola
pemanfaatan pangan memenuhi kaidah mutu, keragaman dan keseimbangan gizi,
keamanan dan halal, serta efisiensi untuk mencegah pemborosan. Subsistem ini
menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar
mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik sehingga dapat
mengatur menu beragam, bergizi, seimbang secara optimal, pemeliharaan sanitasi
dan hygiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam lingkungan rumahtangga.
Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pangan oleh tubuh. Kondisi
konsumsi pangan rumahtangga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
ekonomi, sosial dan budaya setempat.
1.      Teknis
a.       Belum berkembangnya teknologi dan industri  pangan berbasis sumber
daya  pangan local.
b.      Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya
pangan lokal.
2.       Sosial-ekonomi
a.       Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun (tertinggi di dunia > 100 kg,
Thailand 60 kg, Jepang 50 kg).
b.      Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis
sehingga tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang
serta pemerataan konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangg
c.       Rendahnya kesadaran masyarakat, konsumen maupun produsen atas
perlunya pangan yang sehat dan aman.
d.      Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam
jumlah yang memadai sehingga aspek gizi dan keamanan pangan belum menjadi
perhatian utama.
Acuan kualitatif untuk ketersediaan pangan adalah Angka Kecukupan Gizi
(AKG) rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004,
yaitu energi sebesar 2200 kkal/kapita/hari dan protein 57 gram/kapita/hari. Acuan
untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan adalah Pola Pangan Harpan
dengan skor 100 sebagai PPH ideal.
Berikut paparan tabel perkembangan ketersediaan dan konsumsi energi
dan protein di Indonesia.
Ketersediaan Energi dan Protein

Tahu
n Energi (kkal/hr) Protein (g/hr)
2008 3.453 84.08
2009 3.214 88.91
2010 3.311 94.58
2011 3.944 89.74
2012 3.737 94.14
2013 3.881 99.35
2014 3.727 108.08
2015 3.914 111.08
2016 4.138 117.91
2017 4.271 124.31
2018 4.324 126.83
2019  4.413 126.34 

Konsumsi Energi dan Protein

Tahu
n Energi (kkal/hr) Protein (g/hr)
2008 2.038 57.49
2009 1.927 54.35
2010 1.926 55.01
2011 1.952 56.25
2012 1.853 53.15
2013 1.843 53.08
2014 1.861 53.91
2015 1.993 55.11
2016 2.037 56.67
2017 2.153 62.02
2018 2.147 62.19
2019  2.235 62.45 
Badan Ketahanan Pangan Nasional menyatakan ketersediaan energi dan
protein perkapita selama periode 2008-2010 sudah melampaui angka kecukupan
gizi. Kepala badan Ketahanan Pangan Nasional Achmad Suryana mengatakan
ketersediaan energi mencapai 2.200 kalori sementara protein sebesar 57 gram.
Achamad mengatakan, pertumbuhan energy rata-rata mencapai 8,46% dan
protein 2.06%. Menurutnya, peningkatan ini terjadi karena ada peningkatan
produjsi dari komoditas beras, jagung, ubi kayu dan minyak sawit.
Bukan hanya itu. Achmad mengatakan, kemandirian pangan daerah di
desa juga meningkat. Sejak 2006 hingga 2010 lalu, program Daerah Mandiri
Pangan ini telah menghasilkan gerakan di 1.994 desa. "Evaluasi ini empat tahun
berdasarkan penilaian kami ini untuk tahap pengembangan dan ketahanan berjalan
baik," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Selasa (7/6).
BAB III
PENUTUPAN
3.1 kesimpulan
Istilah ketahanan pangan dalam kebijaksanaan dunia, pertama
kalidigunakan pada tahun 1971 oleh PBB, tetapi Inodonesia secara formal
barumengadopsi ketahanan pangan dalam kebijakan dan program pada tahun
1992,yang kemudian definisi ketahanan pangan pada undang-undang pangan no:7
ada pada tahun 1996.Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam
mewujudkan ketahananekonomi, ketahanan nasional yang
berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakansinergi dan interaksi utama dari
subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi,dimana dalam mencapai
ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihanapakah swasembada atau
kecukupan.
 Dalam pencapaian swasembada perludifokuskan pada terwujudnya
ketahanan pangan.Dalam pengembangannya, teknologi pangan diharapkan
mampumemfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil pertanian, serta
dapatsecara efektif mendukung kebijakan strategi ketahanan pangan.

3.2 Saran
Adapun saran yang bisa di berikan adalah sebaiknya pemerintah lebih
memperhatikan masalah ketahanan pangan yang ada di Indonesia. Karena masih
banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana cara atau strategi yang
baik guna menjaga ketahanan pangan mereka

Anda mungkin juga menyukai