Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT JAWA BARAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Dasar Ilmu Gizi
yang dibimbing oleh :
Ir. Kelik Putranto, M.EP

Disusun oleh:

Andri Gunawan 19466001

JURUSAN AGRIBISNIS
(Non Reguler)
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MA’SOEM
BANDUNG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan Karunia-Nya
Allhamdullilah kita bisa menyelesaikan tugas makalah ini, adapun di susunnya makalah
ini untuk memberikan wawasan mengenai mata kuliah Dasar Ilmu Gizi, dengan judul
“Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Jawa Barat”
Dengan materi kuliah ini kami diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami
tentang pola konsumsi masyarakat Jawa Barat Dengan demikian, kami sadar materi ini
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi.
Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang bermanfaat bagi
pembacanya, terutama mahasiswa.

Penulis

Andri Gunawan

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................ii
Daftar Isi.......................................................................................................iii
BAB 1.
Latar Belakang..............................................................................................1
Rumusan Masalah.........................................................................................1
Tujuan............................................................................................................1
Bab II
Pengertian Pola Konsusmsi...........................................................................2
Pola Konsumsi Masyarakat Jawa Barat........................................................3
Pengeluaran Pangan Rumah Tangga ......................................................................3
Pengeluaran Konsumsi Daging...............................................................................5
BAB III
Kesimpulan..............................................................................................................6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia yang paling utama dan
pemenuhan atas pangan merupakan hak asasi setiap manusia yang dijamin dalam undang-
undang dasar tahun Upaya untuk peningkatan kesehatan dan kualitas SDM dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi pangan sesuai dengan kebutuhan sehingga pemenuhan
atas pangan dapat tercukupi. Pangan digunakan sebagai sumber egati dan zat gizi yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan setiap manusia atau individu (Kemendag 2013).
Undang-undang pangan No 18 tahun 2012 menjelaskan bahwa ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi suatu egati sampai pada tingkat perorangan yang
dapat dilihat dari tersedianya pangan yang cukup baik dari jumlah dan mutunya yang
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan.
Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak yang masuk kategori rawan pangan dan
sangat rawan pangan adalah Provinsi Jawa Barat, yaitu masing-masing mencapai
15.554.636 dan 7.919.360 orang penduduk. Wiranthi et al. (2014) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi urutan ke-3 yang memiliki jumlah
rumah tangga terbanyak dengan per adult-equivalent calorie intake di bawah rata-rata
referensi dewasa, setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Per adult-equivalent calorie
intake merupakan salah satu egative ketahanan pangan rumah tangga. Jumlah rumah
tangga yang memiliki nilai per adult-equivalent calorie intake di bawah rata-rata referensi
dewasa di Jawa Barat mencapai 10% dari jumlah total rumah tangga.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan keterangan latar belakang di atas, permasalahan pokok
makalah ini yaitu bagaimana pola konsumsi pangan masyarakat baduy?
1.3. Tujuan
Mencermati permasalahan dalam makalah ini, maka tujuan yang ingin dicapai
adalah mengetahui pola konsumsi pangan masyarakat baduy

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pola Konsumi
Pola konsumsi masyarakat menggambarkan alokasi dan komposisi atau
bentuk konsumsi yang berlaku secara umum pada anggota masyarakat. Konsumsi
ega diartikan sebagai kegiatan
untuk pemenuhan kebutuhan atau keinginan saat ini guna meningkatkan
kesejahteraannya. Dengan demikian, alokasi konsumsi sangat tergantung pada
definisi dan persepsi masyarakat mengenai kebutuhan dan kendala yang mereka
hadapi. Dalam penelitian ini dianalisis tiga hal utama, yaitu alokasi konsumsi,
frekuensi konsumsi dan lokasi konsumsi.
Menurut Dumairy (1996:114) menyatakan bahwa :
Konsumsi adalah bagain dari pendapatan yang dibelanjakan. Sedangkan
menurut Samuelson dan Nordhaus (1995: 123) mendefinisikan konsumsi rumah
tangga adalah pengeluaran untuk pembelian barang-barang dan jasa akhir guna
mendapatkan kepuasan ataupun memenuhi kebutuhannya.
Menurut Dumairy (1996:117) menyatakan bahwa :
Pengeluaran untuk makanan terdiri atas padi-padian,umbi-umbian, ikan,
daging, telur dan susu, sayur-mayur, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan
lemak, bahan minuman, bumbuan, bahan pangan, makanan jadi, minuman
beralkohol, tembakau dan sirih.
Sedangkan pengeluaran bukan makanan  tediri atas perumahan dan bahan baker,
aneka barang dan jasa (bahan perawatan badan, bacaan, komunikasi, kendaraan
bermotor, transportasi, pembantu, dan sopir), biaya kesehatan, pakaian, alas kaki,
tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan premi asuransi, keperluan pesta dan
upacara.
Perbandingan besar pengeluaran perkapita penduduk perkotaan terhadap
penduduk pedesaan cenderung konstan tahun demi tahun . Pengeluaran rata-rata
orang kota selalu dua kalilipat pengeluaran orang desa. Perbandingan pola
pengeluarannya juga demikan. Alokasi pengeluaran untuk makanan di kalangan
orang desa lebih besar dibandingkan orang kota.

2
2.2 Pola Konsumsi Masyarakat Jawa Barat
Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2002 pengeluaran pangan untuk kelompok padi
padian mencapai 19,10% di perkotaan dan 29.00% di perdesaan. Hal ini menunjukkan
betapa besar ketergantungan rumah tangga pada konsumsi padi-padian (Ariani dan
Purwantini 2006).

Padahal, manusia membutuhkan lebih dari 40 jenis zat gizi untuk dapat hidup aktif
dan sehat dan tidak ada jenis pangan yang dapat memenuhi semua kebutuhan zat gizi
tersebut. Defisiensi mikronutrien memberikan beban yang besar pada penderitanya dan
masyarakat, yaitu berupa biaya kesehatan dan dampak egative pada sumber daya
manusia dan mengurangi produktivitas ekonomi.

Hal ini dikarenakan defisiensi mikronutrien mengganggu pertumbuhan fisik dan


belajar, membatasi produktivitas, dan akhirnya melanggengkan kemiskinan di suatu
siklus yang berkelanjutan. Adapun cara yang paling efektif untuk mencegah kelaparan
tersembunyi adalah dengan meningkatkan diversifikasi pangan (IFPRI 2014).

Oleh sebab itu, diversifikasi konsumsi pangan merupakan hal penting untuk
dilakukan. Penelitian Thiele dan Weiss (2003) serta Ogundari (2013) menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan pola konsumsi pangan antara rumah tangga di perkotaan dan
perdesaan, sehingga menyebabkan perbedaan tingkat diversifikasi pangan rumah tangga.
Perbedaan ini juga disertai dengan adanya perbedaan tingkat pendapatan dan harga
pangan. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui pola konsumsi pangan
rumah tangga Provinsi Jawa Barat, melalui pola alokasi pengeluaran pangan dan pola
perubahan permintaan pangan.

2.3 Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

Rata-rata pangsa pengeluaran pangan rumah tangga berdasarkan kelompok pangan


di Provinsi Jawa Barat, 2015

Pangsa rata-rata (%)

Perkotaan Perdesaan Selisih


Kelompok Padi-padian
17,56 2 -7,01
Umbi-umbian 1,89 1,73 0,16
Ikan 6,19 6,13 0,06
Daging 6,84 6,41 0,43
Telur dan susu 6,22 5,00 1,22
Sayur-sayuran 6,27 6,46 -0,19

3
Kacang-kacangan 3,05 3,22 -0,17
Buah-buahan 5,44 4,74 0,70
Minyak 3,01 3,25 -0,24
Konsumsi lainnya 3,12 3,24 -0,12
Tembakau dan sirih 17,88 19,29 -1,41
Bahan minuman 3,51 3,97 -0,46
Bumbu-bumbuan 2,17 2,33 -0,16
Makanan dan minuman jadi 30,35 23,23 7,12
Sumber: BPS (2016b), diolah

(2016) menunjukkan bahwa penurunan harga beras akan meningkatkan konsumsi


pangan komoditas pangan lain sehingga pada rumah tangga perkotaan Jawa Barat
terjadi peningkatan konsumsi pada kelompok umbi- umbian, ikan, daging, telur dan susu,
dan buah- buahan.
Selain itu, rumah tangga di perkotaan mengonsumsi lebih banyak, baik kuantitas
maupun jenis, makanan dan minuman jadi sehingga menghabiskan rata-rata 30,35% dari
pengeluaran pangannya. Jumlah tersebut lebih besar 7,12% dibandingkan pengeluaran
pangan rumah tangga perdesaan untuk makanan dan minuman jadi. Hasil ini sejalan
dengan penelitian Purwaningsih et al. (2010) yang menemukan bahwa pada semua
tingkat ketahanan pangan memiliki alokasi pengeluaran untuk kelompok makanan dan
minuman jadi yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan gaya hidup dan kesibukan
masyarakat perkotaan dan perdesaan. Masyarakat perkotaan umumnya memiliki
kesibukan di luar rumah dan hampir sepanjang hari mengharuskan mereka untuk
mengonsumsi makanan dan minuman jadi. Selain itu, gaya hidup urban yang
senang berkumpul dan makan di luar rumah turut meningkatkan proporsi pengeluaran
makanan dan minuman jadi serta meningkatkan industri makanan dan minuman jadi.

Selain kedua jenis kelompok pangan tersebut, kelompok pangan lain yang
memiliki pangsa besar adalah kelompok tembakau dan sirih. Hal ini masih sama dengan
keadaan pada tahun 2007 (Purwantini dan Ariani 2008). Tidak terdapat perbedaan yang
jauh antara rumah tangga perkotaan dan perdesaan dalam mengonsumsi tembakau dan
sirih, masing- masing rumah tangga rata-rata mengeluarkan 17,88% dan 19,29%
pengeluaran pangannya untuk mengonsumsi produk tembakau dan sirih.
Rumah tangga yang mengonsumsi produk kelompok tembakau dan sirih
mencapai 66,47% dari jumlah rumah tangga perkotaan dan 73,87% dari jumlah rumah
tangga perdesaan. Produk kelompok tersebut yang paling banyak dikonsumsi adalah
rokok (berbagai tipe rokok), meskipun telah ditetapkan sebagai produk yang berbahaya

4
bagi kesehatan. Banyak orang yang beranggapan bahwa rokok merupakan hal yang
penting karena rokok merupakan media interaksi sosial dengan teman atau saudara
(Purwantini dan Ariani 2008).

Banyaknya jumlah rumah tangga yang mengonsumsi produk kelompok tembakau


dan sirih dan besarnya pangsa yang dikeluarkan untuk mengonsumsinya menunjukkan
rendah- nya kesadaran rumah tangga di Provinsi Jawa Barat untuk menjaga
kesehatannya. Hal ini akan berakibat pada buruknya kesehatan individu, turunnya
kapasitas kerja, dan produktivitas angkatan kerja sehingga dapat mengakibatkan
terhambat atau turunnya pembangunan ekonomi nasional.

2.4 Pengeluaran Konsumsi Daging

Sumber: BPS (2016b), diolah


Pangsa pengeluaran rata-rata konsumsi produk kelompok daging rumah tangga di
Provinsi Jawa Barat, 2015
mengalami penurunan pangsa pengeluaran produk padi-padian, terutama beras,
disertai dengan peningkatan pangsa pengeluaran pangan untuk mengonsumsi produk
buah- buahan dan daging. Perubahan ini terjadi karena peningkatan pendapatan per
kapita rumah tangga tidak disertai dengan peningkatan kuantitas produk padi-padian
yang dikonsumsi, namun disertai dengan peningkatan jenis pangan yang dikonsumsi,
yaitu pangan dari kelompok daging dan buah-buahan. Meski demikian, penemuan ini
tidak dapat digunakan untuk mengategorikan karakter komoditas- komoditas tersebut
(barang inferior, normal, atau mewah), sehingga tidak bisa ditentukan apakah beras
termasuk barang inferior atau daging dan buah-buahan barang mewah.

5
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia yang paling utama dan
pemenuhan atas pangan merupakan hak asasi setiap manusia yang dijamin dalam
undang-undang dasar tahun Upaya untuk peningkatan kesehatan dan kualitas SDM dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi pangan sesuai dengan kebutuhan sehingga pemenuhan
atas pangan dapat tercukupi.
Pangsa pengeluaran pangan rumah tangga Jawa Barat di perkotaan dan perdesaan
masih tinggi dan pengeluaran pangan masih didominasi oleh pangan kelompok padi-
padian. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga di Provinsi Jawa Barat
masih relatif rendah. Adapun kelompok pangan lain yang memiliki pangsa pengeluaran
tinggi adalah kelompok makanan dan minuman jadi serta kelompok tembakau dan sirih.
Kelompok pangan yang harus dipersiapkan oleh pemerintah jika terjadi peningkatan
pendapatan rumah tangga adalah kelompok daging-dagingan dan buah-buahan.

Anda mungkin juga menyukai