Anda di halaman 1dari 15

PREMATUR

PENGERTIAN PREMATUR

American Academy Pediatric mendefinisikan prematuritas adalah


kelahiran hidup bayi dengan berat <2.500 g. Kriteria ini dipakai terus secara luas,
sampai tampak bahwa ada perbedaan antara usia hamil dan berat lahir yang
disebabkan adanya hambatan pertumbuhan janin.

WHO (1961) menambahkan bahwa usia hamil sebagai kriteria untuk bayi
prematur adalah yang lahir sebelum 37 minggu dengan lahir di bawah 2.500 g.
ACOG (1995) mengusulkan bahwa dinamakan persalinan peterm apabila bayi
lahir sebelum usia 37 minggu. Dengan perbaikan perawatan pada bayi prematur,
maka kelompok kerja sama pengobatan steroid antenatal (1981) melaporkan
bahwa morbiditasdan mortalitas terbesar pada bayi yang lahir preterm adalah pada
usia hamil dibawah 34 minggu.

PENYEBAB DARI PERSALINAN PRETERM

Beberapa factor yang berisikn dengan kejadian persalinan preterm antara lain
sebagai berikut :

1. Komplikasi medis maupun obstetric


Kurang lebih 1/3 dari kejadian persalinan preterm disebabkan oleh hal hal
yang berkaitan dengan kompikasi medis ataupun obstetric tertentu
misalnya pada kasus kasus pendarahan anterpartum maupun hipertensi
dalam kehamilan preterm. Akan tetapi 1/3 dari kejadian persalinan preterm
tidak diketahui secara jelas factor-faktor penyebabnya karena persalinan
preterm pada kelompok ini terjadi persalinan preterm yang spontan
(idiopatik).
2. Factor gaya hidup
Kebiasaan merokok, kenaikan berat badan ibu selama hamil yang kurang,
serta penyalahgunaan pbat (kokain) dan alcohol merupakan factor yang
berkaita dengan gaya hidup seseorang bisa dihibungkan dengan persalinan
preterm. Menurut halzman, alcohol tidak hanya meningkatkan kejadian
persalinan preterm saja, tetapi juga meningkatkan resiko terjadinya
kerusakan otak pada bayi yang lahir preterm. Selain itu, kehamilan pada
usia muda, social ekonomi rebdah, ibu yang pendek, ster kejiwaan, juga
merupakan factor yang bisa dihubungkan dengan kejadian persalinan
preterm meskipun semuanya belum dibuktikan secara konsepsual sebagai
penyebab persalinan preterm, tetapi secara empiric dari penelitian
epidemologik, statistic membuktikan adanya kolerasi antara factor-faktor
di atas dengan kejadian persalinan peterm.
3. Infeksi dalam air ketuban (amniotic fluid infection)
Infeksi pada jaringan korioamniotik (korioamnitis) yang disebabkan
berbagai jenis mikroorganisme pada alat reproduksi wanita dikaitkan
dengan kejadian persalinan preterm pertama kali yang dikemukakan oleh
Knox & Haenes. Akhirnya pada tahun 1996 ditemukan pada 20% kasus
persalinan preterm tanpa disertai dengan tanda tanda klinik infeksi.
Patogenesis dari infeksi ini, yang menyebabkan persalinan preterm
pertama kali dikemukakan oleh Schwarz yang memperkirakan bahwa
proses persalinan peterm diawali dengan aktivasi dari phospholipase A2
(PLA-2) yang melepaskan bahan asam arakidonik (AA) dari selaput
amnion janin shingga meningkat penyediaan AA yang bebas unntuk
sintesis prostaglandin (PG).
4. Ketuban pecah prematur pada kehamilan preterm (KPP preterm). Suatu
reaksi inflamansi yang ditemukan pada tempat pecahnya selaput amnion
pada KPP preterm telah diketahui sejak tahun 1950 dan ini memberikan
gambaran yang lebih nyata tentang infeksi. McGeorge dkk., dengan
menunjukkan bahwa protease yang dikeluarkan oleh kuman bisa
mengurangi elastisitas selaput amnion (in vitro). Dengan demikian,
mikroorganisme telah memberi akses pada selaput ketuban untuk terjadi
KPP dengan/tanpa diikuti tanda tanda adanya proses persalinan pada
kehamilan peterm.
5. Vaginosis bacterial
Vaginosis bacterial (BV) adallah kondisi dimana flora normal vagina
Lactobasilus digantikan dengan bakteri anaerob Gardnerella vaginalis dan
Mycoplasma Horminis. Diagnosa dari BV ini didasarrkan atas
pemeriksaan berikut ini.
a. PH vagina .4,5
b. Bau amine bila lender vagina ditambah KOH ( sel clue / sel epitel
vagina diliputi bakteri, pengecatan dengan gram tampak adanya sel
putih dengan flora campuran)
6. Klamydiasis
Sering dikemukakan oleh sejumlah peneliti tentnag adanya gangguan
terhadap fungsi reproduksi wanita (infertility) sebagai akibat dari infeksi
oleh kuman Chlamydia Trachomatis, akan tetapi McGeorge & French
(19991) serta Ryan dkk (1990) menunjukkan bahwa adanya ketidakjelasan
hubungan antara infeksi ini dengan proses persalinan preterm.

Factor risiko terjadinya persalinan preterm adalah sebagai berikut.

1. System skoring risiko pada persalinan peterm


Pertama kali diperkenalkan oleh Papiernik ( 1974) dan dimodifikasi oleh
Gescy dkk. Tahun 1980 dalam sisitem ini , skor 1-10 diberikan pada
bermacam-macam factor dalam kehamilan termasuk sosioekonomi,
riwayat reproduksi, kebiasaan, komplikasi selama kehamilan, dan
sebagaoinya. Waniita dengan skor 10 atau lebih dipertimbangkan
mempunyai risiko tinggi terjadinya persalinan peterm.
2. Persalinan preterm yang berulang
Pada anamnesis persalinan preterm yang terjadi saat ini sangat berkaitan
erat dengan kejadian persalinan preterm sebelumnya. Penelitian yang
dilakukan di skotlandia pada 6000 wanita menunjukkan ternyata risiko
terjadi persalinan preterm meningkat 3 kali pada wanita sebelumnya sudah
pernah terjadi persalinan preterm.
3. Dilatasi serviks
Dilatasi serviks yang tanpa gejala klinis sebelumnya (asimtomatik) setelah
trimester II merupakan suatu factor risiko untuk terjadinya persalinan
preterm. Beberapa pakar memberikan suatu pertimbangan bahwa
pembukaan serviks yang terjadi salah variasi normal pada multipara. Akan
tetapi, sebagian lain menolak pendapat tersebut.

DIAGNOSIS DARI PERSALINAN PETERM

Diagnosis suatu persalinan preterm yang membakat (peterm ;abor) didasarkan atas
gejala klinis yang ditandai dengan suatu kontraksi Rahim yang teratur dengan
interval <5-8 menit pada kehamilan 20-37 minggu, yang disertai dengan satu atau
lebih gejala gejala berikut.

1. Perubahan serviks yang progesif


2. 2. Pembukaan serviks 2cm atau lebih
3. 3. Endarahan serviks 80% atau lebih
4. Lams dkk. Mengemukakan tentang cara menenukan risiko terjadinya
persalinan preterm dengan USG dan pemeriksaan vaginal pada kehamilan
24-34 minggu dan sebelum 36 minggu. Dikemukakan apabila ditemukan
panjang serviks (secara USG) <3 cm, maka risiko terjadinya persalinan
preterm 100%. Lain halnya dengan pemeriksaan dalam, bila ditemukan
pembukaan 2 cm tau lebih atau pendataran serviks 50% atau lebih, amaka
diramalkan akan terjadi persalinan peterm sebanyak 62% dan 85%
Pada kehamilan 28-34 minggu apabila ditemukan tanda tanda
adanya kontraksi uterus 3 kali/lebih per 10 menit, penipisan serviks >50%
dan konsentrasi IL-6 dalam air ketuban 3000 pg/ml atau lebih
(pemeriksaan air ketuban dengan metode Elisa) dapat diramalkan bahwa
persalinan akan terjadi dalam waktu 6 jam. Selanutnya dikemukakan
bahawa apabila ditemukan tanda-tanda diatas, usia hamil dan outcome
perinatal tidak akan terpengaruh dengan pemberian tokolitik,kortikosteroid
dan antibiotic.
PENGELOLAAN PERSALINAN PETERM

Oleh karena usia hamil dan berat lahir merupakan factor penentu dari fetal
survival, maka yang mejadi tujuan utama pengelolaan persalinan adalah sebagai
berikut

1. Meningkatkan usia hamil


2. Meningkatkan berat lahir
3. Menurunkan morbiditas dalam mortalitas perinatal

Prinsip pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah tergantung pada


hal berikut ini

1. Kondisi ketuban masih utuh atau sudah pecah.


2. Usia kehamilan dan perkiraan berat janin.
3. Ada atau tidak adanya gejala klinis dari infeksi intrauterin.
4. Ada atau tidak petanda petanda yang meramalkan persalinan dalam waktu
yang elatif dekat (krontraksi, penipisan serviks, dan kadar IL-6 dalam air
ketuban).
SEROTINUS/KEHAMILAN LEWAT BULAN

PENGERTIAN KEHAMILAN LEWAT BULAN

KLB disebut juga kehamian serotinus, kehamilan lewat waktu, prolonged


pregnancy, postterm pregnancy, extended pregnancy, postdate/postdatisme atau
postmaturitas, di mana pengertiannya adalah sebagai berikut.

“kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,


dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus naegele dengan siklus
haid rata rata 28 hari.” (WHO[1977], FIGO[1986])”

Sering kali istilah postmaturitas dipakai sebagai sinonim dismaturitas,


yang sebenarnya hal ini tidak tepat. Postmaturitas merupakan diagnosis waktu
yang dihitung menurut rumus naegele, sebaliknya dismaturis hanya menyatakan
kurang sempurnanya pertumbuhan janin dalam kandungan akibat plasenta yang
tidak berfungsi dengan baik sehingga janin tidak tumbuh seperti biasa. Keadaan
ini dapat terjadi pada beberapa keadaan seperti hipertensi, preeklamsia, gangguan
gizi, maupun pada KLB sendiri. Jadi, janin dengan dismaturitas dapat dilahirkan
kurang bulan, genap bulan, maupun lewat bulan.

Istilah postmaturitas lebih banyak dipakai oleh dokter ahli kesehatan anak,
sedangkan istilah postterm banyak digunakan oleh dokter ahli kebidanan. Dua
istilah ini sering menimbulkan kesan bahwa bayi dilahirkan dari KLB disebut
sebagai postmaturitas.

PENYEBAB TERJADINYA KEHAMILAN LEWAT BULAN

Seperti halnya teori Bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini


sebab terjadinya KLB belum jelas. Beberapa teori diajukan, pada umumnya
menyatakan bahwa terjadinya KLB sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut:

1. Pengaruh progesterone: penurunan hormon progesteron dalam kehamilan


dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin sehingga beberapa penulis menduga
bahwa terjadinya KLB adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesteron.
2. Teori oksitosin: pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada KLB
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan
oksitosin dari neurohipofisis. Wanita hamil yang kurang pelepasan
oksitosin dari neurohipofisis pada kehamilan lanjut diduga sebagai salah
satu faktor penyebab KLB.
3. Teori kortisol/ACTH janin dalam teori ini diajukan bahwa sebagai
“pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin. Hal ini diduga
akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Janin akan
memengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada janin yang mengalami cacat
bawaan seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat
bulan.
4. Syarat uterus: tekanan pada Ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser
akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan
bagian bawah masih tinggi, semua hal tersebut diduga sebagai penyebab
terjadinya KLB.
5. Herediter. Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu mengalami
KLB, mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada
kehamilan berikutnya.
DIAGNOSIS

Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis


KLB karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan bukan
terhadap kondisi dari kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai KLB
merupakan kesalahan dalam menentukan unsur kehamilan. Lipshutz menyatakan
bahwa kasus KLB yang tidak dapat ditegakkan secara pasti sebesar 22%. Dalam
menentukan diagnosis KLB di samping dari riwayat menstruasi, sebaiknya dilihat
pula dari hasil pemeriksaan antenatal.

1. Riwayat haid
Diagnosis KLB tidak sulit untuk ditegakkan bila hari pertama haid terakhir
(HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya,
diperlukan beberapa kriteria antara lain sebagai berikut:
a. Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
b. Siklus 28 hari yang teratur
c. Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus


Naegele. Berdasarkan riwayat menstruasi, seseorang penderita yang
ditetapkan sebagai KLB kemungkinan adalah sebagai berikut:

a. Terjadinya kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau


akibat menstruasi abnormal.
b. Tanggal haid terakhir diketahui jelas namun terjadi kelambatan
ovulasi.
c. Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan
memang berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari
seluruh penderita yang diduga KLB).
2. Riwayat pemeriksaan antenatal
a. Tes kehamilan: bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologi
setelah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan
memang telah berlangsung 6 minggu.
b. Gerak janin: gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan
ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida
dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan
multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan
persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada
primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas
c. Denyut jantung janin: dengan stetoskop Laennec, DJJ dapat
didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan
Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10 sampai 12
minggu.

Pernoll menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan sebagai KLB bila


terdapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan berikut ini:

a. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.


b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan
Doppler.
c. Setelah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali.
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali
dengan stetoskop Laennec.
3. Tinggi fundus uteri
Dalam trimester I, pemeriksaan tinggi fundus uteri dapat bermanfaat bila
dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu,
tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.

Selanjutnya umur kehamilan dapat ditentukan secara klasik maupun


memakai rumus McDonald: TFU dalam cm x 8/7 menunjukkan umur
kehamilan dalam minggu. Pemeriksaan lainnya adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan ultrasonografi atau (USG)


Pada trimester I pemeriksaan panjang kepala tungging (crown-
rump length) memberikan ketepatan sekitar kurang lebih 4 hari
dari taksiran persalinan. Pada umur kehamilan sekitar 16 - 26
minggu ukuran diameter biparietal dan panjang femur memberikan
ketepatan kurang lebih 7 hari dari taksiran persalinan.
Beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai
seperti lingkar perut, lingkar kepala, dan beberapa rumus yang
merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan parameter
seperti tersebut di atas. Taksiran persalinan tidak dapat dtentukan
secara akurat bilamana BPD >9,5 cm dengan sekalisaja
pemeriksaan USG (tunggal).
2. Pemeriksaan radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan.
Gambaran epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat
pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal terlihat setelah
umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40
minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam
pengenalan pusat penulangan sring kali sulit, juga memberikan
pengaruh tidak baik terhadap janin.
3. Pemeriksaan cairan amnion
a. Kadar lesitin/spingomielin
Bila kadar lesitin/spingomielin sama, maka umur
kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar
spingomielin: 28-32 minggu. Pada kehamilan genap bulan
ratio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini untuk menentukan
apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan.
b. Adetikktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion
mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini
meningkatkan dengan bertambahnya umur kehamilan.
Yaffe menyatakan bahwa pada umur kehamilan 41-42
minggu ACTA berkisar antara 45-65 detik. Pada umur
kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ACTA kurang
dari 45 detik. Bila didapat ACTA antara 42-46 detik, maka
menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
c. Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak
dalam cairan amnion. Bila jumlah sel yang mengandung
lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan 36
minggu dan apabila 50% atau lebih, maka umur kehanilan
39 minggu atau lebih.

PERMASALAHAN KEHAMILAN LEWAT BULAN


Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan factor penyebab terjadinya komplikasi pada KLB
dan meningkatnya risiko pada janin. Perubahan terjadi pada plasenta adalah
sebagai berikut:
1. Penimbunan kalsium: pada KLB terjadi peningkatan penimbunan kalsium,
hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin
intrauterin yang dapat meningkatkan sampai 2-4 kali lipat. Timbunan
kalsium plasenta meningkat sesuai dengan progesivitas degenerasi
plasenta, namun bebepa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa
mengalami klasifikasi.
2. Selaput vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang,
keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transport dari plasenta.
3. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan
fibrinoid, fibrosis, thrombosis intervili, dan infrak vili.
4. Perubahan biokimia: adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein
plasenta dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA
meningkat. Trnaspor kalsium tak terganggu, aliran natriu, kalium, dan
glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi
seperti asam amino, lemak, dan gama globulin biasanya mengalami
gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin
intrauterin.
Pengaruh pada Janin

Pengaruh KLB terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli
menyatakan bahwa KLB menambah bahaya pada janin, sedangkan beberapa ahli
lainnya menyatakan bahwa bahaya KLB terhadap janin terlalu dilebihkan.
Beberapa pengaruh KLB terhadap janin antara lain sebagai berikut:

1. Berat janin: bila terjadi perubahan anatomi yang besar pada plasenta, maka
terjadi penurunan berat janin. Sesudah umur kehamilan 36 minggu, grafik
rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan
sesudah 42 minggu. Namun, sering kali pula plasenta masih dapat
berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan
bertambah umur kehamilan.
2. Sindrom postmaturitas: dapat dikenali pada neonates melalui beberapa
tanda seperti: gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput
seperti kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang,
tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo,
maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genitalia luar, warna coklat
kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, serta muka tampak
menderita dan rambut kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh neonates
KLB menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta.
Umumnya didapat sekitar 12-20% neonates dengan tanda postmaturitas
pada KLB. Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang terjadi tanda
postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium.
Stadium 1 : kulit menunjukkan kehilangan veniks kaseosa dan maserasi
berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium 2 : ditambah pewarnaan meconium pada kulit
Stadium 3 : disetai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
3. Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan anka meningkat setelah
kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum.
Keadaan ini umumnya disebabkan karena hal-hal berikut.
a. Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada
persalinan.
b. Insufisiensi plasenta dapat berakibat pertumbuhan terhambat,
oligohidromion (terjadi kompresi tali pusat, keluar meconium yang
kental), hipoksia janin, aspirasi meconium oleh janin
c. Cacat bawaan: terutama akibat hypoplasia adrenal da anensefalus.

PENGELOLAAN KEHAMILAN LEWAT BULAN

Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia


kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.

Pengeloaan pasif/menunggu/ekspektatif, didasarkan pada pandangan


bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar KLB
mempunyai risiko/ komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif
sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus terhadap
kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan
barlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.

Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam


pengelolaan KLB adalah sebagai berikut.

1. Menentukan kehamilan apakah memang telah berlangsung lewat bulan


(KLB) atau bukan. Dengan demikian penatalaksaan ditujukan kepada dua
variasi dari KLB ini.
2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan contraction
stress test dapat mengetahui kesejahteraaan janin sebagai reaksi terhadap
kontraksi uterus. Pemeriksaan USG dilakukan untuk menentukan besar
janin, denyut jantung janin, gagguan pertumbuhan janin, keadaan dan
derajat kematangan plasenta, seta jumlah dan kualitas ai ketuban.
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan
kadar estriol.
3. Pemeriksaan kematangan seviks dengan skor bishop. Kematangan seviks
ini memegang peranan penting dalam pengelolaan KLB. Sebagian besar
kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan
baik pada usia 41 maupun 42 minggu jika serviks telah matang.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah mulai sejak umur kehamilan
mencapa 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan
tambahnya umur kehamilan, janin akan tumbuh besar, terjadi kemunduran fungsi
plasenta, dan oligohidramion. Kematian janin neonatus meningkat 5-7% pada
persalinan 42 minggu atau lebih.

1. Bila serviks sudah matang (dengan nilai bishop .5) dilakukan induksi
persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya
persalinan dan keadaan janin.
2. Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri, seperti berikut.
a. NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila kuduanya normal,
kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu dua kali.
b. Bila ditemuan oligohidramion (<2 cm pada kantong yang vertical atau
indeks cairan amnion <5) atau dijumpai deselerasi variable pada NST,
maka dilakukan induksi persalinan.
c. Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan
kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, janin prlu
dilahirkan, sedangkan bila CST negative, kehamilan dibiarkan
berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
d. Keadaan servks (skor Bishop) harus diilai ulang setiap kunjungan
pasien dan kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.
3. Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.

Anda mungkin juga menyukai