Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, segala ajarannya mengandung nilai-
nilai kebaikan dan tauhid. Terdapat kesucian dan jaminan kebahagiaan bagi
pemeluknya. Namun seringkali pemahaman terhadap suatu ayat tertentu dalam
Alquran melahirkan berbagai pendapat yang berbeda. Tidak hanya itu, perbedaan cara
memahami ayat dalam Alquran juga berimbas pada lahirnya berbagai mazhab dan
aliran kalam yang berbeda di antara umat Islam.
Berbagai persoalan muncul karena perbedaan tersebut. Termasuk perbedaan
umat Islam dalam memahami ayat tentang hubungan sosial, maupun Ibadah. Poligami
seringkali dikaitkan sebagai ibadah yang bersifat mandub (sunah). Akan tetapi ada
juga yang mengatakan bahwa poligami tak ayal adalah sebuah perbuatan yang
bersifat rutinitas manusia yang tidak tergolong dalam perbuatan ibadah. Mengenai
poligami, banyak kalangan yang menerimanya sebagai suatu ajaran Islam, namun
tidak sedikit pula yang menentangnya dan menyebutnya bukan spesifik ajaran Islam
dan tidak menerima saat ada kalangan yang menyebut poligami sebagai anjuran
dalam syari’at. Poligami dipandang pro dan kontra dalam masyarakat akibat adanya
perbedaan pemahaman dalam memahami dalil yang mengungkapkan mengenai
peristiwa atau kejadian terkait poligami yang secara umum sangat terkenal tercantum
dalam Alquran surah An-Nisa ayat tiga.
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak
akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya
perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak
berbuat zalim.”
“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”
Ayat ini dipahami sebagai hubungan dengan surah Ani-Nisa ayat 3 yang
sebelumnya menjadi dalil atas legalisasi poligami. Ayat ini menunjukkan bahwasanya
lelaki pun tidak dapat berlaku adil pada isterinya secara hakikat. Bahwa dapat ditarik
kesimpulan jika melakukan poligami pun harus diiringi oleh kemampuan seseorang
untuk bisa adil dari segi apa pun.
Refleksi
Poligami pada dasarnya dibolehkan dalam Islam akan tetapi hal ini diiringi
dengan syarat dan prosedur yang tidak mudah, dan tidak semata-mata dilakukan
sebagai tameng bagi laki-laki untuk dapat memenuhi hasrat seksualnya semata. Ada
pesan lain dibalik dilakukan poligami oleh Nabi Muhammad SAW, antara lain adalah
alasan kemanusiaan dan syi’ar Islam. Selain itu, poligami merupakan pintu darurat
yang pelaksanaannya tidak mudah dan Allah memberikan syarat adil kepada laki-laki
yang hendak berpoligami dalam An Nisa ayat tiga, dengan justru ada ayat lain yang
menegaskan bahwa sebenarnya lelaki tidak akan mampu berbuat adil kepada isteri-
isterinya.
Terlepas dari hal itu, dalam fiqh sendiri terdapat perbedaan penarikan hukum
atas poligami ini, antara lain yakni yang menyatakan bahwa poligami adalah sunnah
karena hukum asalnya wajib dan diiringi syarat tertentu bergeser menjadi mandub
(sunnah). Lalu yang kedua menyatakan mubah karena hukum asal dari pernikahan
adalah mubah, maka beberapa kalangan menegaskan bahwa poligami adalah mubah
seperti halnya aktivitas keseharian manusia dimana kemudharatanna pun tergantung
kondisi masing-masing individu.
Lebih lagi ditegaskan oleh Fazlur Rahman seperti yang terlah dipaparkan
sebelumnya bahwa sebenarnya ayat yang menyinggung poligami adalah isyarat bagi
umat Islam untuk melakukan monogami saja. Hal ini pun dinilai sependapat dengan
pernyataan dari Fakhruddin Ar-Razi.
Namun, kenyataannya poligami ini masih menjadi problematika yang
kontroversial di kalangan umat muslim. Dengan demikian hal ini pun ditopang
dengan adanya keniscayaan bahwa masing-masing fuqoha berbeda cara dalam
memahami petunjuk suatu dalil sehingga produk fiqhnya yakni hukum atas poligami
pun berbeda-beda
Dalam menghadapi perbedaan pemahaman ayat mengenai poligami, atau pun
konsep poligami sebaiknya kita luruskan terlebih dahulu bahwa poligami bukanlah
semata-mata ajaran yang dibawa Islam, akan tetapi telah ada sejak dahulu. Hal ini
akan memberi pemahaman kepada kita bahwa Islam bukanlah agama yang
mendukung lelaki untuk berpoligami atas dasar hawa nafsunya justru memberi
Batasan dan pagar agar poligami dilakukan dalam kondisi tertentu saja.
Dalam lapangan, ada kalanya bagi kita untuk berkepala dingin dan menyadari
akan niscayanya perbedaan pendapat yang muncul di masyarakat. Apapun pilihannya,
baik bagi mereka yang setuju atau menolak yang terpenting adalah menjalani pilihan
secara bijak dan tidak berupaya menjelekkan satu sama lain.
Referensi
[1] R. L. Khoiriah, “Poligami Nabi Muhammad Menjadi Alasan Legitimasi Bagi Umatnya
serta Tanggapan Kaum Orientalis,” J. Living Hadis, vol. 3, no. 1, p. 1, 2018.
[2] T. Nurus Sa’adah, “Poligami dalam Lintas Budaya dan Agama: Meta-Interpretation
Approach Nurus Sa’adah,” Asy-Syir’ah, vol. 49, no. 2, pp. 479–499, 2015.
[4] A. Hendri, “Poligami perspektif kitab al-taf sīr al - wasīt li al- qur’ān al - karīm,” Al-
Bayan J. Stud. Al-Quaran dan Tafsir, vol. 3, no. 1, pp. 51–56, 2018.
[5] S. Ropiah, “Studi Kritis Poligami Dalam Islam (Analisa Terhadap Alasan Pro Dan Kontra
Poligami),” vol. 1, no. 1, pp. 89–104, 2018.
[6] A. I. Cahyani, “Poligami dalam Perspektif Hukum Islam,” J. Al-Qadau, vol. 5, no. 1, pp.
271–280, 2018.
[7] W. S. Ahmad, “STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM ( Telaah atas Berbagai
Kesalahan Memahami Nas } dan Praktik Poligami ),” Al-Ahwal, vol. 6, pp. 57–70, 2013.
[8] S. Riyandi, “Syarat Adanya Persetujuan Isteri Untuk Berpoligami (Analisis Ushul Fikih
Syafi’iyyah Terhadap Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,” J. Ilm. Islam
Futur., vol. 15, no. 1, pp. 111–142, 2015.
[9] Rahmi, “Poligami: Penafsiran Surat An Nisa Ayat 3,” J. Ilm. Kaji. Gend., vol. Vol. V, no.
No. 1, pp. 114–128, 2015.