DISUSUN OLEH:
KELAS B
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
1. Sejarah HIV
Ketika awal tahun 1982 para peneliti menyebut bahwa penyakit ini dengan GRID atau
gay-related immune deficiency. Namun, hal tersebut berubah ketika memasuki akhir tahun
1982 berubah menjadi AIDS karena penyebaran penyakit ini tidak hanya ditularkan oleh
perilaku seksusal yang dilakukan sesama jenis atau homoseksual saja, namun juga oada
perilaku seksual yang tidak sehat.
Pada tahun 1983, Jean Claude Chermann dan Françoise Barre Sinoussi dari Perancis
berhasil mengisolasi penderita HIV pertama kali dari seorang yang menderita
Sindrom Limfadenopati. pada awal penemuan tersebut virus tersebut bernama ALV atau
Lymphadenopathy Associated Virus. Bersama dengan Luc Montagnier, melakukan
pembuktuan bahwa virus tersebut merupakan penyebab AIDS.
Pada tahun 1984, seorang peneliti bernama Robert Gallo dari Amerik Serikat juga
meneliti tentang virus penyebab AIDS yang disebut dengan HTLV-III. Setelah dilakukan
penelitian lebih lanjut, ditemukan bukti bahwa ALV dan HTLV-III merupakn virus sejenis
yang dibuktikan pada tahun 1986 dan istilah untuk virus tersebut adalah HIV atau Human
Immunodeficiency Virus.
Di tahun ini kampanye mengenai penyakit ini dapat menular melalui penggunaan jarum
suntik secara bersama. Hal tersebut menjadi pukulan telak bagi dunia kesehatan yang pada
saat itu masih sering menggunakan satu jarum suntik untuk beberapa pasien.
HIV memiliki ukuran diameter antara 100-120 nm dan berbentuk sferis atau spherical
hingga oval, perbedaan ini dikarenakan partikel perbedaan selubung yang meyelimuti
partikel virus atau virion. Selubung ini berasal dari membran sel inang yang tersusun dari
lipida dan didalmnya terdapat bagian yang disebut protein matriks.
Pada bagian dalam HIV terdiri dari dua komponen utama yaitu genom dan kapsid.
Genom merupakan materi genetik yang terletak pada inti virus berupa dua utas tunggal
RNA, sedangkan kapsid adalah protein p24 dari gen gag pelindung dan pembungkus genom.
Capsid mengandung ranscriptase (RT), RNase-H, integrase, dan Protease.
Bagian bawah membran inang terdapat matriks pembentuk virus yang tersusun dari
protein p17 gag outer core. Sedangkan pada bagian luar permukaan terdapat selimut
glikoprotein yang tersusun dari gp41 dan gp120. Bagian luar dari HIV terikat protein gp120
yang sifatnya nonkovelan hideofobik.
‘HIV memiliki perbedaan dengan retrovirus pada umunya yang hanya memiliki tiga gen
yaitu gag, pol, dan env. HIV memiliki ena gen tambahan yaitu vif, vpu, vpr, tat, raf, dan nef
yang mana gen-gen tersebut disandi oleh RNA virus berukuran 9kb. Gen dari HIV
dikelompokan dalam tiga kategori yaitu berdasarkan fungsinya yaitu gen penyandi protein
struktural (Gag, Pol, dan Env), protein regulator (Tat dan Rev), serta gen aksesoris (Vpu
pada HIV-1, Vpx pada HIV-2, Vpr, Vif, dan Nef).
3. Klasifikasi HIV
Superdomain : Biota
Kingdom : Virus
Famili : Retroviridae
Upafamili : Orthoretrovirinae
Genus : Lentivirus
1. HIV menempelkan diri (fusi) ke sel inang yang dalam hal ini adalah Sel CD4
2. Setelah berfusi, selanjutnya RNA HIV, enzim reverse transkriptase dan integrase
serta protein-protein virus lainnya memasuki sel inang (CD4)
5. Virus RNA baru digunakan sebagai genom (genetik informasi) RNA untuk membuat
protein virus
6. Virus RNA baru dan protein bergerak ke permukaan sel dan terbentuklah virus muda
yang baru
7. Virus HIV baru dimatangkan oleh enzim protease yang dilepas dari protein HIV, dan
siap memasuki sel CD4 lainnya.
1. Hubungan seksual
2. Transmisi darah
3. Produk yang terkontaminasi darah
4. Transmisi dariibu ke bayi baik intrapartum, perinatal,atau ASI.
Pada intrapartum, fetusdapat terinfeksi secara hematogen karena sirkulasi uteroplasenta
melaluimembran amnion, terutama apabilamembran mengalami inflamasi atauinfeksi. Pada
periode perinatal, infeksivertikal lebih banyak terjadi. Semakinlama dan besar jumlah kontak
neonatusdengan darah ibu dan sekresiservikovaginal, risiko transmisi vertikaljuga bertambah
besar. Prematuritas danberat badan lahir rendah pada neonatusjuga meningkatkan risiko
infeksi dalampersalinan karena menipisnya barierpertahanan dari kulit dan sistem imun.Pasca
persalinan, transmisi vertikaldapat terjadi karena bayi mendapat ASIdari ibu yang menderita
HIV.
Gambaran klinis infeksi HIV terdiri atas tiga fasesesuai dengan perjalanan infeksi HIV
itu sendiri, yaitu: Serokonversi, Penyakit HIV asimtomatik,Infeksi HIV simtomatik
atauAIDS
1. Serokonversi
Serokonversi adalah masa selama virusberedar menuju target sel (viremia) dan
antibodiserum terhadap HIV mulai terbentuk. Sekitar70% pasien infeksi HIV primer
menderitasindrom mononucleosis-like akut yang terjadidalam 2 hingga 6 minggu setelah
infeksi awal,yang dikenal juga sebagai sindrom retroviral akut(acute retroviral syndrome;
ARS). Sindrom initerjadi akibat infeksi awal serta penyebaran HIVdan terdiri dari gejala–
gejala yang tipikal, namuntidak khas. Sindrom ini memiliki bermacam–macam
manifestasi, gejala yang paling umummencakup demam, lemah badan, mialgia,
ruamkulit, limfadenopati, dan nyeri tenggorokan (sorethroat). Selama masa ini terjadi
viremia yangsangat hebat dengan penurunan jumlah limfosit CD4.
2. Penyakit HIVAsimtomatis
Setelah infeksi HIV akut dengan penyebaran virus dan munculnya respons imun
spesifik HIV,maka individu yang terinfeksi memasukitahap kedua infeksi. Tahap ini
dapat saja asimtomatis sepenuhnya. Istilah klinis'laten' dulu digunakan untuk menandai
tahap ini,namun istilah tersebut tidak sepenuhnya akuratkarena pada tahap laten sejati
(true latency),replikasi virus terhenti sementara.Jika tidak diobati masa laten infeksi
HIVdapat berlangsung 18 bulan hingga 15 tahunbahkan lebih, rata-ratanya 8 tahun. Pada
tahapini penderita tidak rentan terhadap infeksi dandapat sembuh bila terkena infeksi
yang umum.Jumlah CD4 sel T secara perlahan mulai turundan fungsinya semakin
terganggu. Penderitadengan masa laten yang lama, biasanyamenunjukkan prognosis yang
lebih baik.
Pemeriksaan Laboratorium
PENGOBATAN
Perkembangan dan percobaan klinis terhadap kemampuan obat antiretrovirus yang sering
dikenal dengan highly active antiretroviral therapy (HAART) untuk menghambat HIV terus
dilakukan selama 15 tahun terakhir ini.Pengobatan diharapkan mampu menghambat
progresivitas infeksi HIV untuk menjadi AIDS dan penularannya terhadap orang lain serta janin
pada wanita hamil. HAART menunjukkan adanya penurunan jumlah penderita HIV yang
dirawat, penurunan angka kematian, penurunan infeksi oportunistik, dan meningkatkan kualitas
hidup penderita. HAART bisa memperbaiki fungsiimunitas tetapi tidak dapat kembali
normal.13,14 Pengobatan dengan menggunakan HAART yang aman saat ini pada wanita hamil
adalah dengan menggunakan AZT (azidotimidin) atau ZDV (zidovudin). Pengobatan wanita
hamil dengan menggunakan regimen AZT ini dibagiatas tiga bagian, yaitu:15,16 wanita hamil
dengan HIV positif, pengobatan dengan menggunakanAZT harus dimulai pada usia kehamilan
14-34 minggu dengan dosis 100 mg, 5 kali sehari, atau 200 mg 3 kali sehari, atau 300 mg 2 kali
sehari,pada saat persalinan; AZT diberikan secara intravena, dosis inisial 2 mg/kgBB dalam 1
jam dan dilanjutkan 1 mg/kgBB/jam sampai partus,terhadap bayi diberikan AZT dengan dosis 2
mg/kgBB secara oral atau 1,5 mg/kgBB secaraintravena tiap 6 jam sampai usianya 4 minggu.
Jenis Persalinan
Wanita hamil dengan viral load < 50 kopi/mL saat pemberian HAART pada usia kehamilan 36
minggu dianjurkan melahirkan pervaginam.Keadaan ini tidak dianjurkan pada riwayat operasi
dinding rahim, adanya kontraindikasi melahirkan pervaginam, infeksi genitalia berulang, dan
diprediksi persalinannya akan berlangsung lama. 3,13 Wanita hamil dengan HIV positif, tetapi
tidak mendapat pengobatan HAART selama kehamilannya, seksio sesaria merupakan pilihan
untuk mengurangi transmisi MTCT.3,13
Wanita hamil yang direncanakan persalinan pervaginam, diusahakan selaput amnionnya utuh
selama mungkin. Pemakaian eleklroda fetal scalp dan pengambilan sampel darah janin harus
dihindari. Jika sebelumnya telah diberikan obat HAART, maka obat ini harus dilanjutkan sampai
partus. Jika direncanakan pemberian infus zidovudin, harus diberikan pada saat persalinan dan
dilanjutkan sampai tali pusat diklem. Dosis zidovudin adalah: dosis inisial 2mg/kgBB dalam 1
jam dan dilanjutkan 1 mg/kgBB/jam sampai partus. Tablet nevirapin dosis tunggal 200 mg harus
diberikan di awal persalinan. Tali pusat harus diklem secepat mungkin dan bayi harus
dimandikan segera. Seksio sesaria emergensi biasanya dilakukan karena alasan obstetrik,
menghindari partus lama, dan ketuban pecah lama.3
Seksio Sesaria
Pada saat direncanakan seksio sesaria secara elektif, harus diberikan antibiotik profilaksis.Infus
zidovudin harus dimulai 4 jam sebelum seksio sesaria dan dilanjutkan sampai tali pusat diklem.
Sampel darah ibu diambil saat itu dan diperiksa viral load-nya. Tali pusat harus diklem secepat
mungkin pada saat seksio sesaria dan bayi harus dimandikan segera.3
Apabila ibu memilih memberikan ASI, maka dianjurkan memberikan ASI secara eksklusif
selama 6 bulan.14 Apabila tidak dapat memberikan ASIeksklusif, maka dianjurkan untuk segera
beralih ke pemberian susu formula.14 Apabila syarat AFASS (acceptable,feasible, affordable,
sustainable, safe) tercapai sebelum usia 6 bulan, maka ibu boleh beralih ke pemberian susu
formula dan pemberian ASI dihentikan.14
PENCEGAHAN
HIV sering ditransmisikan melalui darah,sehingga usaha pencegahan dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain:17 meskipun asimtomatiksetiap individu yang terinfeksi HIV dapat menularkan-
nya kepada individu yang lain,sehingga dibutuhkan pemeriksaan kesehatan rutin. Individu yang
terinfeksi dilarang untuk menjadi pendonor baik itu donor darah, plasma, organ tubuh, jaringan,
atau sperma.Seluruh peralatan yang dapat berkontaminasi dengan darah seperti sikat gigi atau
alat cukur tidak boleh digunakan bersama. Penderita HIV harus mengatakan kepada pihak medis
bahwa mereka terinfeksi dan bila membutuhkan perawatan kesehatan harus mendapatkan
perawatan khusus sesuai dengan prosedur penanganan penderita HIV untuk menghindari
penularan kepada orang lain.Pemeriksaan antibodi HIV harus diberikan terhadap orang yang
bertendensi berkontak dengan penderita seropositif seperti pasangan seksual, orang yang sering
bertukar pakai jarum, dan bayi yang dilahirkan dari ibu seropositif.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas. A & Lichtma. 2004. Ed. 2. Basic Immunology Function and Disolders of the Immune
System. Saunders An Imprint of Elsevier. Philadelphia.
Barré-Sinoussi, F., Chermann, J. and team. 1983. Isolation of a T-lymphotropic retrovirus from a
patient at risk for acquired immune deficiency syndrome (AIDS). Science 220.
Coffin, J., Haase, A., and team. 1986. What to call the AIDS virus? Nature 321,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Penanggulangan HIV dan AIDS. Jakarta.
Jay A. Levy. 2007. HIV and the pathogenesis of AIDS. ASM Press.
Lashley, F.R., Durham, J. D. 2009. The person with HIV/AIDS: nursing perspectives. Springer
Publishing Company.
Popovic, M., Sarngadharan, and team. 1984. Detection, isolation, and continuous production of
cytopathic retroviruses (HTLV-III) from patients with AIDS and pre-AIDS. Science 224.
Schoub, B.D. 1999. AIDS and HIV in Perspective: A Guide to Understanding the Virus and its
Consequences. Cambridge University Press Page. 57-59.
Widodo ADW, Lusida MI, 2007. Biologi molekuler HIV. Penyakit infeksi di Indonesia Solusi
Kini & Mendatang. Surabaya : Airlangga University Press.
Fauci et al. 2008. Harrison’s : Principles of Internal Medicine. 17th Edition. USA :
infections: pathogenesis, immunity, laboratory diagnosis and control. Edisi ke-17. UK:
Churchill Livingstone.