Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT EFUSI PLEURA PADA NY.Y DI RUANG

YUDHA

NAMA : SULAEMAN SOLEH

NIM : CKR0170213

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

A. Konsep Penyakit
I. Definisi Penyakit

Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang
melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara
pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang
penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam
rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam pleura
parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisih
perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan
pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar daripada
pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa
mililiter cairan.pada dasarnya efusi pleura itu merupakan komplikasi dari penyakit gagal jantung
kongesif, pneumonia, tuberculosis, embolis paru.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
II. ETIOLOGI
1. EFUSI PLEURA TRANSUDATIVA
Di sebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi
transudativa yang paling sering di temukan adalah Gagal Jantung Kongesif
2. EFUSI PLEURA EKSUDATIVA
Terjadi akibat peradangan, yang seringkali di sebabkan oleh penyakit paru-paru.
Kangker, tuberculosis dan inveksi paru lainnya, reaksi obat, asbestosis dan sarkoidosis
merupaakan beberapaa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa
3. PENYEBAB LAIN
a. Gaagal jantung
b. Kadar protein darah yang rendah
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Blastomikosis
f. Emboliparu
g. Perikarditis
h. Tumor Pleura
i. Pemasangan NGT yang tdk baik
III. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan
lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara
kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan
di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya
tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis.
Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh
system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris
adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga
pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi
karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm
H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi
tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk
melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan
timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang
akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya
effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran
getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu
berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah
bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml
cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah
sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung
kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi
karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain :
Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris,
dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada
perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru
yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun

IV. Pathway
V. Manifestasi Klini
a. Keluhan Nyeri Dada
b. Pergerakan Dada Berkurang
c. Perkusi Meredup di atas Efusi Pleura
d. Fremitus Vocal tdk terlalu Teraba
e. Sesak Nafas Manifestasi klinik Efusi Pleura tergantung dari cairan yang ada serta
tingkat kompresi paruh.
Jika jumlah efusi sedikit, mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya
dapat di deteksi dengan menggunakan X-ray ( photo thorax ), dengan membesarnya efusi
akan terjadi restriksi eksvansi paru dan pasien mungkin mengalami antara lain :
1. Bispneu bervariasi
2. Ruang interkostalis (efusi berat).
VI. Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya
multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi
cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya
segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang
adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang
dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dyspnea Pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang di masukkan di
antara sel iga tepatnya di dalang rongga pleura, misalnya push pada emfhisema atau
untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam rongga pleura .
5. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2
liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah
cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
6. Antibiotika jika terdapat empiema.
7. Operatif.
Tetapi padaa dasarnya tujuan pengobatan efusi pleura di khususkan pada penderita yang
menderita penyakit-penyakit yang menyebabkan terjadinya efusi pleura.
VII. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura
tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik
pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan
kolaps paru.
VIII. Diagnosa Banding
1. Tumor paru
- sinus tidak terisi
- permukaan tidak concave tetapi sesuai bentuk tumor
- bila tumor besar dapat mendorong jantung
2. pneumonia
- batas atas rata/ tegas sesuai dengan bentuk lobus
- sinus terisi paling akhir
- tidak dapat tanda pendorong organ
- Air bronchogram (+)
3. pneumothorak
4. fibrosis paru
B. Pengkajian
I. IDENTITAS PASIEN
Berisi data-data tentang klien mulai dari nama, umur, jk, alamat, dll serta berisi identitas
penanggung .
II. RIWAYAT KESEHATAN
Berisi tentang penjelasan pasien masuk rumah sakit serta kapan klien masuk rumah sakit,
serta apa yang di keluhkan oleh klien saat ini
III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Berisi pernyataan klien, apakah pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya, pada
riwayat kesehatan masa lalu klien hanya cukup menjelaskan apakah pasien pernah masuk rumah
sakit dengan penyakit yang sama.
IV. RIWAYAT PENYAKIT TURUNAN
Untuk mengetahui kemungkinan penyakit di turunkn pada keturunan sesudahnya.
V. PEMERIKSAAN FISIK
a) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 140/80 Mmhg
Pernafasan : 24 x/menit
Nadi : 93 x/menit
Suhu : 36,2 c
b) Pernafasan Vocal
premitus tidak teraba, penurunan ekpansi paru, suara bernafas seperti suara mengi.
c) Cardiovaskuler
Biasanya terkena pada pasien yang gagal jantung kongesif, efusi pleura, cenderung pada pasien
yang terkena.
VI. Analisa Data
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1. Ds : Ny mengatakan sesak Penghambat drainase limfatik Ketidak efektifan
dan batuk mengeluarkan ↓
bersihan jalan
cairan seperti air berwarna Tekanan kapiler paru meningkat
kuning jernih ↓ nafas
Do : Tekanan hidrostatik
 Ny tampak lemah, ↓
wajah pucat. Transudasi
 Ny dengan posisi ↓
Efusi pleura
fowler

 TTV Penumpukan cairan dalam
TD : 140/80 mmHg rongga paru
N : 93 x/menit ↓
0
S : 36,2 C Ekspansi paru menurun
RR : 24 x/menit ↓
Sesak nafas

Pola nafas tidak efektif
2. Ds : Ny mengatakan nyeri Terdapat jaringan nekrotik pada Nyeri akut
dada, sesak dan disertai septa
batuk mengeluarkan cairan ↓
jernih berwarna kuning Kongesti pada pembuluh limfe
Do : ↓
 Ny tampak Reabsorbsi cairan terganggu
memegangi dada saat ↓
batuk Penumpukan cairan pada
 Kesadaran px rongga pleura
compos mentis ↓
 Ny terbaring lemah Drainase
dengan posisi fowler ↓
 TTV Resiko tinggi terhadap tindakan
TD : 140/80 mmHg drainase dada
N : 93 x/menit ↓
S : 36,2 0C Nyeri akut
RR : 264 x/menit
 P : efusi pleura
 Q : terasa penuh dan
sesak untuk bernafas
 R : bagian dada
kanan dan kiri
 S : skala 6 (nyeri
sedang)
 T : setiap batuk

3. Ds : Ny mengatakan tidak Peradangan pleura Ketidak


nafsu makan dan badan ↓
seimbangan nutrisi
terasa lemas dan belum Permeable membrane kapiler
BAB selama 2 hari meningkat kurang dari
Do : ↓
kebutuhan tubuh.
 Ny tampak lemas, dan Cairan protein dan getah bening
wajah pucat masuk rongga pleura
 Ny tidak ↓
menghabiskan porsi Konsentrasi protein cairan
yang diberikan oleh pleura meningkat
RS ↓
 Ny belum BAB Eksudat
slma MRS ↓
Penumpukan cairan pada
rongga pleura

Penekanan pada abdomen

anoreksia

C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan cairan eksudat maupun
transudate.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada daerah dada.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia.
D. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
.

1. pola nafas tidak 1. kedalaman nafas dan 1. kaji kedalaman dan 1. untuk mengetahui
efektif berhubungan frekuensi dalam rentan frekuensi serta ekspansi frekuensi dan
dengan adanya normal paru. kedalaman pernafasan.
penumpukkan cairan 2. paru bersih 2. observasi vital sign 2. untuk mengetahui
eksudat dan transudat 3. berpartisipasi dalam 3. auskultasi bunyi tindakan selanjutnya
meningkatkan aktivitas 3. untuk mengetahui
paru nafas bunyi nafas serta
4. tinggikan kepala dan terkadang berisi cairan
bantu pasien untuk pendarahan, bekuan
merubah posisi. atau kolaps.
4.berikan oksien 4. merubah posisi atau
tambahan. meninggikan kepala
dalam posisi semi
fowler atau fowler
memungkinkan
oksigen dapat di suplai
dengan baik dan
sedikit menurunkan
rasa sesak akibat
tekanan cairan pada
ronga dada.

2. Gangguan pola tidur tidur berhubungan dengan 1. Kaji penyebab klien 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan nyeri pada daerah dada susah tidur. penyebab pasti klien
nyeri pada daerah Pola tidur baik dengan 2. Observasi pola tidur susah tidur
dada kriteria hasil : pasien. 2.Untuk mengetahui
1. Klien dapat merasa 3. Berikan tempat tidur pola tidur klien dan
nyaman yang nyaman serta pemberian intervensi
2. Kebutuhan istirahat berikan barang pribadi 3.Meurunkan stimulasi
tidur terpenuhi milik pasien, misalnya sensorik serta
bantal ataupun guling. mengalihkan pasien
4. Beri kesempatan dari rasa nyeri.
pasien untuk istirahat 4.Meningkatkan
5. Kolaborasi bersama kenyamanan tidur
dokter untuk pemberian serta dukungan
obat tidur . fisiologis dan
psokologis .
5. Aktivitas fisik dan
mental yang lama
mengakibatkan
kelelahaan.
6.Mengurangi masalah
susah tidur

3. gangguan pemenuhan nutrisi terpenuhi dengan 1.kaji status nutrisi 1.Untuk mengetahui
nutrisi berhubungan kriteria hasil: klien. keadaan nutrisi tubuh
dengan anoreksia 1.menunjukkan 2.evaluasi kemampuan pasien
peningkatan berat badan makan klien. 2.Untuk mengetahui
3.berikan makanan berapa banyak
yang lembut dan mudah makanan yang masuk
di cerna. 3.Mencegah kelelahan
4. berikan makanan berlebihan dan
yang bervariasi. menurunkan risiko
5.minta keluarga pasien distress gaster
untuk menyuapi klien 4.Variasi makanan
mendorong nafsu
makan pasien 5. Agar
pola nutrisi terpenuhi
6.Perhatian orang
terdekat membuat
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara
menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi,
perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami respon terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai,
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi
keperawatan pada asuhan keperawatan Efusi Pleura yaitu :
a. Bersihan jalan nafas kembali efektif
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c. Nyeri akut teratasi
d. Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
Daftar pustaka

http://google.com/ASKEP EFUSI PLEURA.htm


geissler, doenges moorhouse. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC
Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra:
MediAction Publishing.
Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi Medika.

Anda mungkin juga menyukai