Masail Fiqh Matri VII
Masail Fiqh Matri VII
1
https://mui.or.id/, diakses pada tanggal 12 Maret 2020, 08.00
3. Teknik dan kewenangan organisasi dalam penetapan fatwa
Dasar-dasar umum penetapan fatwa MUI ditetapkan dalam pasal 2
ayat (1) yang mengatakan bahwa setiap fatwa didasarkan pada adillat al-
ahkam yang paling kuat dan membawa kemaslahatan bagi umat. Dalam
ayat (2) dijelaskan bahwa dasar-dasar fatwa adalah:
1. Al-Qur’an
2. Hadist
3. Ijma’
4. Qiyas
5. Dan dalil-dalil lainnya
Sedangkan dalam prosedur penetapan fatwa dilakukan dengan langkah-
langkah berikut:
2
Jurnal Iffatul Umniati Ismail, Telaah Kritis Metodologi Istinbat MUI, diakses pada 12 maret
2020, Pukul 08.00
Indonesia (MUI), perlu untuk mengetahui tentang pengertian dari istinbath
dalam metodelogi hukum islam “Ushul fikih”. Secara Bahasa istinbath
berarti al-Istikhraj (mengeluarkan)3. Berkenaan dengan metode yang
digunakan oleh MUI dan Komisi fatwanya dalam upaya menetapkan fatwa
terdapat tiga pendekatan yang digunakan. Yaitu pendekatan nash al-
4
Qath’i, pendekatan qauli dan pendekatan manhaji. Tiga tipoligi
pendekatan tersebut memiliki arti tersendiri seperti halnya pendekatan
nash al-Qath’I adalah pendekatan terhadap al-Qur’an dan al-Hadist dalam
upaya menentukan suatu fatwa. Setelah menemukan nahs yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan difatwakan, maka langkah
selanjutnya MUI melakukan pendekatan Qauli dan manhaji terhadap
pendapat para ulama terdahulu al-Salaf (sahabat, tabi’in dan tabi’ at-
Tabi’in) yang beraliran sunni terhadap nash yang dimaksud
Di antara bentuk pengembangan tersebut adalah melakukan
klasifikasi ulang terhadap apa yang disebut sebagai ‘’Mashadir Ahkam’’
oleh para ulama Ushul Fiqh klasik yang notabene adalah para teoritikus
metodologi istinbat ahkam.
Dalam klasifikasi yang baru telah dibedakan antara empat hal yang
berbeda dalam istinbat hukum :
1. Mashadir al-ahkam (sumber-sumber hukum). Mashadir al-ahkam ini
dapat dibagi lagi kedalam dua segmentasi yaitu, sumber hukum materil
yang bersifat tekstual (al-mashadir al-naqliyyah), yaitu Al-Qur’an,
Sunnah, Atsar Al-Shababah, Aqwal wa Madzahib Aimmah (ucapan
para imam) serta al-ijma’ fima nushsha fiihi (Ijma` ulama yang
berkaitan dengan pemahaman teks); kemudian ada juga yang
disebut sebagai al-mashadir al-burhaniyah (sumber hukum
materiil yang bersifat rasional, berupa al-ijmā’ fī mā lā nash fīhi
(Ijma` ulama yang berkaitan dengan sebuah hukum yang sama
3
Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, (Messir: Dar al-Shadar, 2003), hal 176-177.
4
Heri Fadli Wahyudi, Metede Ijtihad Komisi Fatwa Mejelis Ulama Indonesia dan
Aplikasinya dalam Fatwa, Cakrawala: Jurnal Studi Islam, Vol. 13, No. 2, (Juni
2018), 126.
sekali tidak ada sandaran tekstualnya), rasio dan ilmu
pengetahuan modern. Dalam melakukan istinbath terhadap suatu
hukum yang menjadi hal yang paling fundamental adalah tinjauan
terhadap sumber hukum. Dalam pembagiannya sumber hukum terbagi
menjadi dua bagian yaitu 1) sumber hukum materil yang bersifat
tektual meliputi al-Qur’an, hadist, atsar as-Shahabah dan qaulul
madzahib. 2) sumber hukum materil yang bersifat kontekstual meliputi
konsensus ulama terhadap masalah yang tidak ada sandaran tektualnya
dan rasio atau ilmu pengetahuan modern.