Anda di halaman 1dari 5

1.

Diagnosis HIV/AIDS pada Kehamilan


AIDS disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). HIV yang masuk ke
dalam tubuh akan menghancurkan sel CD4. Sel CD4 adalah bagian dari sel darah putih
yang melawan infeksi. Semakin sedikit sel CD4 dalam tubuh, maka semakin lemah pula
sistem kekebalan tubuh seseorang.
Penularan HIV terjadi saat darah, sperma, atau cairan vagina dari seseorang yang
terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Hal ini dapat terjadi melalui berbagai cara,
antara lain:

 Hubungan seks. Infeksi HIV dapat terjadi melalui hubungan seks baik melalui
vagina maupun dubur (anal). Meskipun sangat jarang, HIV juga dapat menular
melalui seks oral. Akan tetapi, penularan lewat seks oral hanya akan terjadi bila
terdapat luka terbuka di mulut penderita, misalnya seperti gusi berdarah atau
sariawan.
 Berbagi jarum suntik. Berbagi penggunaan jarum suntik dengan penderita HIV,
adalah salah satu cara yang dapat membuat seseorang tertular HIV. Misalnya
menggunakan jarum suntik bersama saat membuat tato, atau saat menggunakan
NAPZA suntik.
 Transfusi darah. Penularan HIV dapat terjadi saat seseorang menerima donor darah
dari penderita HIV.

Selain melalui berbagai cara di atas, HIV juga bisa menular dari ibu hamil ke
janin yang dikandungnya. Penularan virus HIV pada anak juga dapat terjadi pada proses
melahirkan, atau melalui air susu ibu saat proses menyusui.
Perlu diketahui, HIV tidak menyebar melalui kontak kulit seperti berjabat tangan
atau berpelukan dengan penderita HIV. Penularan juga tidak terjadi melalui ludah,
kecuali bila penderita mengalami sariawan, gusi berdarah, atau terdapat luka terbuka di
mulut.

a. Gejala HIV/AIDS
Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap infeksi
akut, dan terjadi pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada
tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi membentuk antibodi untuk
melawan virus HIV.
Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi
terjadi. Penderita umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV. Hal ini karena
gejala yang muncul mirip dengan gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh
kembali. Perlu diketahui, pada tahap ini jumlah virus di aliran darah cukup tinggi.
Oleh karena itu, penyebaran infeksi lebih mudah terjadi pada tahap ini.
Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat, dan dapat berlangsung
hingga beberapa minggu, yang meliputi:

 Demam hingga menggigil.
 Muncul ruam di kulit.
 Muntah.
 Nyeri pada sendi dan otot.
 Pembengkakan kelenjar getah bening.
 Sakit kepala.
 Sakit perut.
 Sakit tenggorokan dan sariawan.

Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten
dapat berlangsung hingga beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV
semakin berkembang dan merusak kekebalan tubuh.
Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita tidak
merasakan gejala apapun selama tahap ini. Akan tetapi, sebagian penderita lainnya
mengalami sejumlah gejala, seperti:

 Berat badan turun.


 Berkeringat di malam hari.
 Demam.
 Diare.
 Mual dan muntah.
 Herpes zoster.
 Pembengkakan kelenjar getah bening.
 Sakit kepala.
 Tubuh terasa lemah.

Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV
semakin berkembang. Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu
AIDS. Ketika penderita memasuki tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak
parah, sehingga membuat penderita lebih mudah terserang infeksi lain.
Gejala AIDS meliputi:

 Berat badan turun tanpa diketahui sebabnya.


 Berkeringat di malam hari.
 Bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus.
 Bintik ungu pada kulit yang tidak bisa hilang. Keluhan ini kemungkinan menandakan
adanya sarkoma Kaposi.
 Demam yang berlangsung lebih dari 10 hari.
 Diare kronis.
 Gangguan saraf, seperti sulit berkonsentrasi atau hilang ingatan.
 Infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau vagina.
 Mudah memar atau berdarah tanpa sebab.
 Mudah marah dan depresi.
 Ruam atau bintik di kulit.
 Sesak napas.
 Tubuh selalu terasa lemah.

b. Faktor Resiko

 Hubungan seks tanpa mengenakan kondom. Risiko penularan akan lebih tinggi


melalui hubungan seks anal, dan hubungan seks dengan berganti pasangan.
 Menderita infeksi menular seksual. Sebagian besar infeksi menular
seksual menyebabkan luka terbuka di kelamin penderita, sehingga meningkatkan
risiko tertular HIV.
 Berbagi suntikan. Pengguna NAPZA suntik umumnya berbagi jarum suntik dalam
menggunakan narkoba.

c. Diagnosis
Langkah pertama untuk mendiagnosis HIV/AIDS adalah anamnesis secara
keseluruhan kemudian dilakukan pemeriksaan diagnostik infeksi HIV dapat
dilakukan secara virologis (mendeteksi antigen DNA atau RNA) dan serologis
(mendeteksi antibodi HIV) pada spesimen darah. Pemeriksaan diagnostik infeksi
HIV yang dilakukan di Indonesia umumnya adalah pemeriksaan serologis
menggunakan tes cepat (Rapid Test HIV) atau ELISA. Pemeriksaan diagnostic
tersebut dilakukan secara serial dengan menggunakan tiga reagen HIV yang
berbeda dalam hal preparasi antigen, prinsip tes, dan jenis antigen, yang
memenuhi kriteria sensitivitas dan spesifitas.

Hasil pemeriksaan dinyatakan reaktif jika hasil tes dengan reagen 1


(A1),reagen 2 (A2), dan reagen 3 (A3) ketiganya positif. Untuk ibu hamil dengan
faktor risiko yang hasil tesnya indeterminate, tes diagnostik HIV dapat diulang
dengan bahan baru yang diambil minimal 14 hari setelah yang pertama dan
setidaknya tes ulang menjelang persalinan (32-36 minggu).
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Indonesia menetapkan untuk
mendiagnosis AIDS dengan kriteria WHO digunakan untuk keperluan surveilans
epidemiologi. Dalam hal ini seseorang dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis,
yang terdiri dari gejala mayor dan minor. Pasien yang dikatakan AIDS
jikamenunjukan hasil tes HIV positif disertai minimal terdapat 2 gejala mayor
atau terdapat 2 gejala minor dan 1 gejala mayor. Pemeriksaan jumlah sel CD4
dapat segera di lakukan setelah pertama kali dinyatakan positif HIV dan saat
akanmelahirkan menggunakan spesimen darah.

Anda mungkin juga menyukai