Anda di halaman 1dari 5

Setiap negara atau bangsa selalu menyelenggarakan pendidikan demi cita-cita

nasional bangsa yang bersangkutan. Cita-cita bangsa Indonesia dalam pendidikan

tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 31 UUD 1945, sebagai dasarnya

adalah hasil amandemen UUD 1945 ke IV (empat). Hasil amandemen UUD 1945 Ke IV

(tahun 2002) yaitu tentang pendidikan

1) Pasal 31 ayat 1,2,3,4,5, berbunyi :

Ayat 1 : Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan

Ayat 2 : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya

Ayat 3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan

nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ,yang diatur dengan undang-undang

Ayat 4 : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang – kurangnya 20% dari

anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan

belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional

Ayat 5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung

tinggi nilai – nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban

kesejahteraan umat manusia

2) Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga

terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah terkait dalam

dunia pendidikan). Hal ini sesuai dengan UUD 1945

Pasal 31 ayat (1) berbunyi:“Tiap-tiap warga negara berhak mendapat

pengajaran”. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah Republik

Indonesia untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional


yang diatur dengan undang-undang. Akan tetapi pada kenyataanya di negara ini masih

banyak anak-anak usia sekolah yang tidak bisa memenuhi wajib belajar 9 tahun.Secara

garis besar kendala yang menyebabkan itu semua adalah biaya pendidikan di Negara ini

yang masih sangat mahal,sehingga banyak masyarakat kalangan menengah kebawah

yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya minimal sampai 9 tahun.

Pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan

dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Ayat ini secara khusus berbicara tentang

pendidikan dasar 9 tahun (tingkat SD dan SLTP), bahwa target yang dikehendaki adalah

warga negara yang berpendidikan minimal setingkat SLTP. Ada dua kata "wajib" dalam

ayat ini yang berimplikasi terhadap pelaksanaan lebih lanjut program wajib belajar. Di

antaranya adalah setiap anak usia pendidikan dasar (6-15 tahun) wajib bersekolah di SD

dan SLTP. Karena sifatnya wajib, bila tidak, semestinya ada sanksi hukum terhadap

keluarganya dan juga bagi anaknya. Sanksi apa yang dikenakan kepada mereka,

haruslah jelas. Tidak boleh lagi ada alasan bahwa seorang anak tidak bersekolah karena

ia tidak ingin bersekolah atau keluarganya tidak mampu membiayainya karena

pemerintah wajib membiayainya. Diakui bahwa saat ini wajib belajar pendidikan dasar

cukup berhasil, paling tidak secara kuantitatif. Dalam ayat 2 ini juga mewajibkan

pemerintah untuk membiayai pendidikan khususnya pada pendidikan dasar

Pasal 31 ayat 3 berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan

satu sistem pengajaran nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta

aklaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur undang-

undang”. Dengan dicantumkannya kata “meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

terhadap Tuhan yang Maha Esa, serta aklaq mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa.” Hal ini berarti lebih mempertegas, memperkuat dasar, arah dan

tujuan pendidikan nasional kita yang selama ini kata iman dan taqwa dan seterusnya itu
hanyalah dimuat dalam UU sistem pendidikan. Harapan dan tujuan lebih jauh dengan

manusia yang beriman, bertaqwa, dan bermoral adalah bangsa ini akan dapat mencapai

suatu keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang bebas dari korupsi, kolusi,

dan nepotisme (KKN).

Pasal 31 ayat 4 “Pemerintah memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran

pendapatan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasional.” Mencermati pasal 31 ayat 4 ini rupanya wakil rakyat memiliki kesadaran dan

keinginan yang kuat untuk merombak anggaran pendidikan yang selama ini berkisar

antara 3 sampai dengan 7 % menjadi sedikitnya 20%. Hal ini belum lagi ditambah tidak

konsistenya pemerintah pusat dan daerah dalam mengimplementasikan pasal 31 ini.

Ternyata sampai sekarang pemerintah pusat maupun pemprop/pemkab/pemkot termasuk

Kalimantan Timur belum dapat merealisasikan amanat UUD itu. Memang ada sebagian

pemkot/pemkab yang telah mengalokasikan 20 % untuk pendidikan.

Pasal 31 ayat 5 “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tehnologi

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan

peradapan serta kesejahteraan umat manusia ini mencerminkan bahwa iptek

mendapatkan prioritas dalam pendidikan.” Dalam penggunaan ilmu pengetahuan dan

tehnologi ini hendaknya mendasarkan diri pada nilai-nilai agama yang transendental dan

universal untuk kesejahteraan umat manusia dan memajukan peradapan serta persatuan

bangsa.

Solusi melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari

tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah

pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.


1) Kurikulum pendidikan kita kurang menekankan pentingnya studi yang dalam

dan berkelanjutan mengenai wawasan nusantara. Hal ini bisa dilihat dari

kurangnya jam mata pelajaran/kuliah mengenai Kewarganegaraan (PPKn). Dari

waktu penuh jam pelajaran/kuliah selama seminggu, pelajaran/kuliah tersebut

hanya mendapat sorotan sekitar 2-2,5 jam. Hal ini akan berdampak pada

kurangnya rasa nasionalisme para siswa/mahasiswa.

Kurangnya rasa kecintaan pada tanah air tersebut juga akan berdampak lebih

jauh lagi pada saat para siswa/mahasiswa sudah selesai dalam menempuh

pendidikan dan sudah waktunya dalam memilih pekerjaan. Orientasi utama pada

saat itu kemungkinan besar hanya berorientasi pada segi material, yang jelas

tidak meguntungkan bagi Indonesia sendiri dan bukannya berorientasi berbuat

dan berkontribusi semampunya untuk Indonesia.

2) Kurikulum pendidikan yang kurang menekankan pentingnya studi yang juga

dalam serta berkelanjutan mengenai Agama. Tak jauh berbeda dengan

permasalahan pertama dimana dari waktu penuh jam pelajaran/kuliah selama

seminggu, pelajaran/kuliah mengenai Agama masih sangat kurang. Apalagi di

tingkat Perguruan Tinggi dimana mata kuliah Agama hanya mendapat sorotan

sebesar 2 SKS dari sekitar 140-an SKS.

Padahal pendalaman materi mengenai agama sangat penting melihat posisi

agama merupakan pembentuk terbaik serta utama bagi kepribadian dan moral

seseorang. Jelas orang yang memiliki pengetahuan agama yang tinggi

kehidupannya juga akan diselimuti dengan selimut keagamaan yang tinggi.

Dengan kata lain, pendidikan kita disorot dari segi moral, akidah, serta akhlak

masih sangat kurang.


3) Kurikulum pendidikan/pelaku pendidikan dari segi pengajaran kita yang kurang

mengarahkan para siswa/mahasiswa untuk nantinya setelah selesai

sekolah/kuliah menciptakan sesuatu. Jadi disini, kurangnya hal tersebut akan

membentuk kepribadian konsumtif dari para siswa/mahasiswa dan bukannya

kepribadian yang produktif serta mampu bersaing di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai