Anda di halaman 1dari 17

Rezha Rosita Amalia, Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa

Yogyakarta Melalui Internet

 Rezha Rosita Amalia


Universitas Gadjah Mada

Literasi Digital Pelajar SMA : Kemampuan


Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA
Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta Melalui
Internet
ABSTRAK
Bagi kaum muda (remaja) internet merupakan bagian pokok dari kehidupan bersosial
mereka. Sparks (2001) menyebutkan bahwa seringkali tujuan remaja bermedia adalah
untuk membangun pertemanan, pelarian diri, kebiasaan, menunjang proses
pembelajaran, menghabiskan waktu luang, dan sekedar relaksasi. Kehadiran beragam
media sosial semakin meningkatkan intensitas hubungan sosial remaja secara online.
Hal yang perlu diperhatikan dalam kemampuan sosial pemuda digital ialah bagaimana
kemampuan mereka dalam berkomunikasi dan berpartisipasi melalui internet dengan
tetap memperhatikan aturan yang berlaku, yang merujuk pada penerapan netiket (netter
etiquette). Penelitian ini berusaha mengelaborasi salah satu komponen Literasi Media
yang disebutkan oleh European Commission dalam individual competences framework
yang digunakan untuk melihat literasi media dengan konsep netiket menggunakan tolak
ukur: Kemampuan membangun relasi sosial melalui media sosial, Kemampuan
membangun relasi sosial yang menerapkan netiket (etiket selama berinternet),
Kemampuan kaum muda dalam menggunakan metode kolaboratif yang terdiri dari:
tagging, sharing, commenting, media site likes, Kemampuan Berpatisipasi dalam
beberapa gerakan sosial online, dan Kemampuan mengkreasi konten internet. Penelitian
ini dijalankan menggunakan metode survei kuantitatif dengan instrumen penelitian
yang digunakan untuk mengumpulkan data utama ialah kuesioner. Kuesioner penelitian
disebarkan kepada 293 pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kesimpulan yang dapat diketahui dari hasil penelitian ialah pengetahuan terhadap
netiket sudah mereka ketahui dengan baik dan mereka terapkan dalam berinteraksi atau
berkomunikasi dengan pengguna internet lain. Keaktifan mereka dalam membangun
relasi sosial menggunakan media sosial pun sangat tinggi. Upaya untuk berpartisipasi
dalam masyarakat menggunakan gerakan sosial online juga sudah dijalankan oleh
beberapa di antara mereka, meskipun dari hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar
memilih untuk tidak berpartisipasi.
Kata Kunci: Internet, Kemampuan Sosial, Netiket, Remaja

ABSTRACT
Internet is a fundamental part of youth’s (teenagers) social life. Sparks (2001) states
that the purpose of teenager in media use is often to build friendships, to escape, to
develop habit, to support the learning process, to spend leisure time, and just to have
relaxation. The presence of many social media improves the intensity of adolescent
social relationships by online. Things to be considered in a digital youth social skill is
how their ability to communicate and participate through the internet with regard to the
regulation, which refers to the implementation of netiquette (etiquette netter). This study
tries to elaborate one of the components of Media Literacy mentioned by the European
Commission in individual competences framework used to see media literacy with the
concept of netiquette using benchmarks: The ability to build social relationships
through social media, ability to build social relationships that apply netiquette
(etiquette for surfing), ability of young people to use the collaborative method
comprising: tagging, sharing, commenting, site media likes, ability to participate in

224 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa
Yogyakarta Melalui Internet

several social movements online, and ability to be creative internet content. This
research was carried out using a quantitative survey with research instruments used to
employs primary gathering data through questionnaire. Research questionnaire
distributed to 293 students of senior high schools (SMA) in Yogyakarta. The conclusion
of the research is the youths already recognize the knowledge of netiquette and they
apply it to interact or communicate with other Internet users. Their active-ness in
building social relationships using social media is very high. Efforts to be participated
in online communities using social movements have also been carried out by some of
them, eventhough the results of the research shows that most students choose not to
participate.

Keywords: Internet, Social Skills, Netiquette, Teenagers

PENDAHULUAN maraknya kasus penyalahgunaan media


Perkembangan teknologi komuni- sosial.
kasi dan informasi saat ini turut ambil andil
dalam mengubah pola pikir dan sikap remaja. “Akibat menghina seorang guru dengan kata-
Kehadiran internet mengubah apa yang kata kotor di jejaring sosial Facebook,
dipikirkan remaja dan bagaimana perilaku sebanyak empat orang siswa SMA 4
mereka. Internet seperti dua sisi mata uang Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau
yang berbeda tetapi melekat satu dengan (Kepri) dikeluarkan dari Sekolah” (Sinaga,
lainnya. Di satu sisi, internet membawa 2013).
pengaruh positif bagi remaja karena mereka
bisa membangun identitas sosial yang Kutipan berita online di atas
berkaitan dengan kegelisahan “Siapa Aku” merupakan salah satu dari sekian banyak
dan “Di kelompok mana aku sesuai” (Kirsh, contoh kasus penyalahgunaan internet yang
2010: 21). Tidak sekedar membangun menunjukkan masih minimnya penerapan
identitas sosial, melalui media sosial online etiket berinternet di kalangan pelajar. Pelajar
yang difasilitasi internet, remaja dapat yang masuk kategori digital native1 disajikan
menjalin pertemanan online. Lebih jauh, dari beragam pilihan teknologi komunikasi yang
pertemanan online yang remaja jalin, mereka mutakhir, tetapi mereka minim memperoleh
dapat saling berbagi informasi terkait pengetahuan terkait etiket berkomunikasi
berbagai hal yang sulit diperoleh dari yang baik di internet. Etiket berinternet atau
lingkungan keluarga ataupun sekolah. lebih umum disebut dengan istilah netiket
Di sisi lain, internet membawa (netiquette: netter etiquette) merupakan
pengaruh negatif pada proses perkembangan aturan yang perlu diperhatikan oleh setiap
sosial remaja terhadap lingkungan fisik pengguna internet selama berkomunikasi di
karena remaja lebih banyak menghabiskan internet baik untuk kepentingan penggunaan
waktu dengan gadget dan internet. Tidak mailing list, forum diskusi online, maupun
hanya itu, internet juga membawa pengaruh jejaring sosial (Pratama, 2014: 383).
negatif pada proses interaksi sosial, seperti Ketiga layanan internet tersebut
halnya sekarang ini kita dihadapkan pada memerlukan netiket karena di dalamnya

1Digital native merupakan istilah yang diciptakan dan dipopulerkan oleh Marc Prensky dalam artikelnya yang berjudul
“Digital Natives, Digital Immigrants”. Ia menyebut murid-murid zaman sekarang yang aktif dengan teknologi digital, seperti
komputer, permainan video, dan internet sebagai digital native.

225 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

setiap pengguna melakukan interaksi. mengajarkan pendidikan Teknologi


Sebagaimana hakikat etiket, netiket ada Informasi dan Komunikasi (TIK) hanya
untuk mengatur perilaku pengguna internet berfokus pada ketrampilan teknis dalam
secara normatif. Netiket berlaku ketika mengoprasikan perangkat komputer dan
seorang netter berinteraksi dengan netter internet, misalnya: Bagaimana menggunakan
lain. Atau dengan kata lain, netiket tidak komputer, mengakses internet, membuat
mutlak dilakukan jika seorang pengguna tulisan di online blog, menggunakan mesin
internet hanya melakukan kegiatan pencari, dan seterusnya. Akan tetapi, masih
individual seperti surfing, browsing, dan belum banyak sekolah yang juga berfokus
searching. mengajarkan kemampuan berkomunikasi
Salah satu upaya yang dapat serta berpartisipasi kepada pelajar. Oleh
dilakukan untuk mengajarkan netiket kepada karena itu yang menjadi pertanyaan adalah:
pelajar ialah melalui literasi digital. Literasi sejauhmana kemampuan berkomunikasi dan
digital merupakan bagian dari literasi media. berpartisipasi Pelajar melalui internet?
European Commission (2009) juga Untuk menjawab pertanyaan tersebut
menjelaskan bahwa untuk menguasai literasi dilakukan penelitian survey kepada pelajar
digital, diperlukan individual competence SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta.
yang terdiri dari kompetensi teknis, Tujuannya ialah untuk mengetahui
pemahaman kritis, dan juga kemampuan kemampuan berkomunikasi dan
berkomunikasi serta berpartisipasi. Pengguna berpartisipasi Pelajar dari pelajar Sekolah
internet tidak hanya dituntut untuk mahir Menengah Atas (SMA) di Daerah Istimewa
dalam kompetensi teknis menggunakan Yogyakarta. Diharapkan dari hasil yang
internet saja. Akan tetapi, mereka juga diperoleh dapat bermanfaat bagi dunia
dituntut agar mampu berpikir kritis terhadap pendidikan, khususnya di Daerah Istimewa
beragam konten yang ditampilkan oleh Yogyakarta untuk mengetahui kondisi
internet, sehingga mampu menggunakan empiris sejauhmana kemampuan
internet secara efektif guna kepentingan berkomunikasi dan berpartisipasi Pelajar
sendiri. Selain itu, pengguna internet juga melalui internet berstatuskan pelajar Sekolah
dituntut agar mampu membangun relasi Menengah Atas Negeri (SMA-N), sehingga
sosial dan berpartisapisi dalam masyarakat pihak-pihak terkait, seperti pemerintah, dinas
melalui internet. Untuk membangun relasi pendidikan, sekolah atau lembaga pendidikan
sosial, seseorang perlu memiliki kemampuan lain mampu mengambil tindakan tepat atas
berkomunikasi dengan baik lewat internet. hasil yang nantinya didapati dari penelitian
Sebagaimana berkomunikasi dengan tatap ini dan mempertimbangkan urgensi
muka atau berkomunikasi lewat media pemberian literasi digital yang lebih
massa, berkomunikasi lewat internet menekankan pada kemampuan
membutuhkan etiket agar relasi yang terjalin berkomunikasi dan berpartisipasi melalui
dapat berjalan baik tanpa menyakiti atau internet.
menyinggung perasaan orang lain. Dalam penulisan ini sistematika yang
Di Indonesia sendiri, literasi digital disusun ialah sebagai berikut: Pertama,
masih difokuskan kepada kompetensi teknis pemaparan mulai dari latar belakang,
menggunakan internet. Banyak sekolah yang rumusan, tujuan hingga manfaat dari

226 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

penelitian yang dilakukan. Kedua, digital berdasar University of Illinois Urbana


pembahasan kerangka berpikir, yakni konsep Campaign dalam Pratama (2014: 120): (1)
literasi digital dan pentingnya netiket. Ketiga, Literasi digital merupakan kemampuan yang
metodologi sekaligus alat ukur yang (diharapkan) dimiliki oleh pribadi agar dapat
digunakan peneliti. Keempat, diskusi menggunakan beragam teknologi digital
(pembahasan hasil penelitian). Terakhir ialah (komputer), peralatan komunikasi dan
penutup, berupa kesimpulan dan saran. jaringan komputer (hardware dan software)
untuk mempermudah mereka dalam
LITERASI MEDIA DIGITAL membuat, menempatkan, dan mengevaluasi
Semakin luasnya jaringan informasi; (2) Literasi digital merupakan
komunikasi dan informasi mendorong kemampuan yang (diharapkan) dimiliki oleh
pengguna media untuk semakin aktif, kritis, pribadi untuk memahami dan menggunakan
dan juga interaktif untuk memilih media informasi (yang berasal dari beragam
komunikasi. Belum lagi kehadiran media sumber) ke dalam format file untuk kemudian
baru yang tidak bisa dilepaskan dari kelahiran disajikan, ditampilkan, ataupun
internet (Abrar, 2003: 37), memfasilitasi direpresentasikan melalui komputer dan
individu untuk menjelajahi dunia yang lebih perangkat komputer lainnya; (3) Literasi
luas di mana informasi dan koneksi tersedia digital merupakan kemampuan pribadi yang
tanpa batas. Pratama menguraikan definisi (diharapkan) dapat dimiliki agar dapat
internet atau interconnection networking mengerjakan segala pekerjaan dengan efektif
sebagai jaringan komputer terbesar di dunia, (pada lingkungan digital berbasiskan
yang menghubungkan semua jaringan komputer dan teknologi lainnya),
komputer menggunakan kabel (wired) menghasilkan data, mengolahh data menjadi
ataupun nirkabel (wireless) (2014: 65). informasi, memperoleh pengetahuan dari
Internet memungkinkan komunikasi jarak teknologi yang digunakan, serta turut aktif
jauh antarindividu melintasi batas negara dan dalam proses pengembangan teknologi
budaya. Sebab itulah literasi media semakin terkini.
dibutuhkan guna membentuk masyarakat Sementara MacQuarrie (2013),
yang aktif, kritis, dan interaktif selama secara sederhana menyebutkan bahwa
menggunakan internet sebagai media “digital literacy is less about tools and more
berkomunikasi. about thinking.” MacQuarrie (2013)
Istilah untuk menyebut literasi media meyakini literasi digital bukan hanya tentang
pada media baru di antaranya adalah literasi “kemampuan menggunakan teknologi
digital. Istilah ini dipopulerkan oleh Paul digital, melainkan juga kemampuan untuk
Gilster (dalam Martin, 2009: 7). Istilah menempatkan, mengorganisasi, memahamin,
literasi digital digunakan untuk menunjukkan mengevalua-si, dan menganalisis informasi
aspek mendasar dari media baru, yakni mengguna-kan teknologi digital.”
digitalisasi.2 Adapun tiga pengertian literasi Tidak semua orang berkemampuan

2 McQuail (2011) dalam bukunya “Teori Komunikasi Massa” membahas ‘media baru’ sebagai berbagai perangkat teknologi
komunikasi yang tidak hanya ‘baru’ tetapi juga dimungkinkan dengan digitalisasi dan ketersediaanya yang luas untuk penggunaan
prbadi sebagai alat komunikasi. Penjelasan mengenai apa itu digitalisasi dapat ditemukan dalam buku yang sama.

227 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

menggunakan teknologi digital sekaligus literacy berupa menggunakan peralatan


berkemampuan menempatkan, meng- digital untuk mengedit dan mengkombinasi
organisasi, memahami, mengevaluasi, dan informasi menjadi bentuk yang baru. Kelima,
menganalisis informasi. social-emotional literacy berupa
Serupa dengan literasi media massa, penggambaran sosial dan emosional melalui
literasi digital memerlukan beberapa komunikasi secara online.
kompetensi untuk dikuasai. Akan tetapi, Sejauh ini, terlihat bagaimana
kompetensi yang diperlukan untuk perbedaan literasi media massa dengan
menguasai literasi digital sedikit banyak literasi digital pada aspek penggunaan
berbeda dengan kemampuan yang diperlukan teknologi digital yang dimungkinkan untuk
untuk menguasai literasi media. Pertama, mengkombinasi informasi dan penggunaan
Dobson T dan Willinsky J menyebutkan pesan multimedia. Selain itu, perbedaannya
kompetensi literasi informasi berupa terdapat pada aspek interaktivitas yang
penguasaan bagaimana mengakses informasi sangat ditonjolkan oleh media digital, yakni
dan bagaimana menggunakan informasi yang menciptakan informasi yang sebelumnya
telah dikumpulkan. Selama mengakses media dalam media massa tidak bisa dilakukan
digital, pengguna akan dihadapkan pada secara interaktif. Implikasinya, pemahaman
metode kolaboratif yang difasilitasi internet, lebih mendalam dan kritis diperlukan oleh
yakni berupa tagging, feeds, dan social media pengguna media digital untuk
sites like.3 Tagging merupakan metode yang mengidentifikasi setiap pesan yang
digunakan untuk menandai seseorang apabila disampaikan dalam media digital (merujuk
pengguna lain membuat tautan ke profilnya. pada internet). Hal lainnya yang baru dalam
Feeds merupakan metode yang dapat literasi digital ialah kemampuan membangun
menampilkan berita sesuai aktivitas ataupun hubungan sosial dan membentuk jaringan
koneksi yang dimiliki oleh seorang online yang disebutkan oleh European
pengguna. Social media sites like merupakan Commission (2009) sebagai kemampuan
metode untuk memberi tahu teman bahwa berkomunikasi. Di dalam kemampuan inilah
Anda menikmati postingannya, tanpa suatu pedoman yang mengatur perilaku
meninggalkan komentar. pengguna internet dibutuhkan, yakni netiket.
Kedua, kompetensi collaborative Sementara itu, kemampuan partisipasi dalam
tools berupa pemahaman yang benar terkait masyarakat melalui internet dapat dilakukan
etika dan ketrampilan menggunakan media dengan berbagai cara, di antaranya social
sosial (online) agar dimungkinkan movement yang pernah dilaksanakan di
memperoleh kolaborasi dan kontribusi Indonesia dan terbilang besar untuk
informasi. Ketiga, kemampuan negosiasi menggandeng kontribusi banyak orang
disebutkan juga oleh Jenkins (2007) sebagai (Hidayat, 2014):
“kemampuan untuk mendekati komunitas 1. Blood4Life (blood4life.web.id)
yang beragam, memahami berbagai 2. Earth Hour Indonesia
perspektif, dan memegang serta mengikuti (earthhour.wwf.or.id)
norma-norma”. Keempat, reproduction 3. Indonesia Bercerita

3 Ketiga metode kolaboratif umumnya dapat dijumpai dalam media sosial, tetapi bukan berarti tidak ditemui di situs lainnya.

228 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

(indonesiabercerita.org) skill berinternet bukan satu-satunya


4. Indonesia Berkebun kemampuan yang harus dimiliki, tetapi juga
(indonesiaberkebun.org) penguasaan etika dan etiket berinternet.
5. Akademi Berbagi (akademiberbagi.org) K. Bertens dalam Pratama (2014: 470)
6. Coin A Chance (coinachance.com) mendefinisikan etika sebagai sistem nilai dan
7. Bike to Work Indonesia, (b2w- norma moral yang menjadi pegangan bagi
indonesia.or.id) seseorang atau sekelompok orang dalam
8. AIMI ASI (Asosiasi Ibu Menyusui mengatur tingkah lakunya. Berbeda dengan
Indonesia) (aimi-asi.org) etiket yang didefinisikan sebagai tata cara
9. Nebengers (nebengers.com) individu berinteraksi dengan individu lain
10. Sedekah Rombongan atau dalam masyarakat (Pratama, 2014: 471).
(sedekahrombongan.com) Jadi, etiket berlaku jika individu berinteraksi
11. Bincang Edukasi (bincangedukasi.com) atau berkomunikasi dengan orang lain.
12. Indonesia Berkibar Sementara etika berlaku meskipun individu
(indonesiaberkibar.org) sendirian. Hal lain yang membedakan etika
13. Buku untuk Papua (bukuntukpapua.org) dan etiket ialah bentuknya. Bentuk etika pasti
14. Shave for Hope (shaveforhope.com) tertulis, misal kode etik Jurnalistik,
15. Save Sharks Indonesia sedangkan etiket tidak tertulis (konvensi).
(savesharksindonesia.org) Yuhefizar (2008: 15) menyebutkan
16. Indonesia Mengajar beberapa etika berkomunikasi di internet,
(indonesiamengajar.org) meliputi: (1) Jangan menggunakan huruf
17. Selamatkan Ibu (selamatkanibu.org) besar atau kapital; (2) Apabila mengutip dari
internet, kutip seperlunya; (3)
PENTINGNYA NETIKET DALAM Memperlakukan e-mail sebagai pesan
MEMBANGUN RELASI SOSIAL pribadi; (4) Berhati-hati dalam melanjutkan
LEWAT INTERNET e-mail ke orang lain; (5) Membiasakan
Dalam berinternet, ada etika dan etiket menggunakan format plain text dan jangan
yang perlu diikuti oleh pengguna (netter). sembarangan menggunakan format html; (6)
Keduanya wajib diikuti, ditaati, dan Jangan kirim file berukuran besar melalui
dilaksanakan oleh pengguna selama attachment tanpa izin terlebih dahulu dari
mengakses layanan internet yang meliputi penerima pesan.
Milis, Forum, dan Jejaring Sosial (Pratama, Sementara LaQuey (1997)
2014: 383). Definisi yang sama juga menjelaskan standar etiket berinternet selama
dikemukakan oleh LaQuey (1997) dan menggunakan e-mail, mailing list atau forum
Yuhefizar (2008), yakni meliputi: (1) Menulis e-mail dengan ejaan
yang benar dan kalimat sopan; (2) Tidak
“segelintir etika dan aturan dalam menggunakan huruf kapital semua; (3)
berkomunikasi sesama pengguna internet Membiasakan menuliskan subject e-mail
bisa dalam ber-e-mail, mailing list, chatting untuk mempermudah penerima pesan; (4)
dan sebagainya.” Menggunakan BCC (Blind Carbon Copy)
bukannya CC (Carbon Copy) untuk
Jadi, sebagai digital native, penguasaan menghindari tersebarnya e-mail milik orang

229 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

lain; (5) Untuk mailing list atau forum, Milis atau Mailing List merupakan
dilarang mengirim e-mail berupa spam, surat layanan surat elektronik berantai di jaringan
berantai, surat promosi, dan surat lainnya internet ataupun intranet yang banyak
yang tidak berhubungan dengan mailing list; digunakan untuk menggantikan fungsi forum
(6) Menghargai hak cipta orang lain, (7) diskusi online, misalnya Yahoo Mail untuk
Menghargai privasi orang lain; dan (8) akun e-mail Yahoo (dalam Pratama, 2014:
Jangan menggunakan kata-kata jorok dan 383). Selanjutnya, Pratama dalam bukunya
vulgar. yang sama menyebutkan beberapa netiket
Netiket dibutuhkan untuk mengatur yang berlaku selama penggunaan Milis,
interaksi sesama pengguna internet secara yakni:
online (Pratama, 2014: 382). Artinya,  Tidak menjadikan Milis sebagai tempat
pengguna internet dari berbagai belahan menyebarluaskan pornografi,
dunia perlu mengindahkan netiket untuk kekerasan, dan pelanggaran hak cipta
kenyamanan sesama pengguna. Oleh sebab  Melakukan forward e-mail secara bijak
itulah, sebuah badan bernama IETF (The tanpa melakukan spam, Cross Posting,
Internet Engineering Task Force) apalagi mengubah isi di dalamnya
4
menetapkan standar netiket. Beberapa poin  Menggunakan bahasa sopan, terbuka,
diatur dalam netiket oleh IETF yang terbagi dan memperhatikan tanda baca, huruf
dalam tiga kategori, yakni one to one kalpital, smile (emoticon)
communications (misalnya e-mail atau talk),  Diskusi dilakukan secara sehat dan
one to many communication (mailing list dan sportif tanpa melakukan penyerangan
netnews), dan information services yang di terhadap pribadi anggota Milis
dalamnya terdapat ftp, www, Wais, Gopher.  Melakukan penyuntingan seperlunya
dalam mengirim atau meneruskan e-
NETIKET DALAM MILIS, FORUM
mail
DAN JEJARING SOSIAL
 Menggunakan kata singkatan
Sebagaimana telah disebutkan dalam
seperlunya
beberapa definisi netiket sebelumnya bahwa
 Fokus pada topik pembahasan
pengguna internet perlu mematuhi netiket
2. Forum online
yang ditetapkan selama mengakses layanan
Forum diskusi online atau lebih dikenal
internet berupa Milis atau Mailing List,
dengan Forum merupakan salah satu media
dalam Forum online, dan Jejaring Sosial.
komunikasi di internet ataupun intranet yang
Berikut penjelasan lebih spesifik mengenai
menyajikan lebih baik dibanding Milis
netiket yang berlaku di masing-masing ranah
(dalam Pratama, 2014: 384). Di Indonesia,
publik online:
salah satu Forum yang paling populer dan
1. Milis atau Mailing List
paling banyak pengikutnya adalah KASKUS.

4IETF (The Internet Engineering Task Force) adalah sebuah komunitas internasional yang merupakan kumpulan dari peneliti,
perancang jaringan dan operator yang berperan dengan pengoperasian internet. Mereka mengeluarkan RFC 1855 yang dapat dilihat
pada https://datatracker.ietf.org/doc/rfc1855/?include_text=1 sebagai panduan untuk berkomunikasi dengan baik di interenet.

230 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

Berbeda dengan Milis, Forum menyediakan likes terhadap status atau informasi lainnya.
banyak topik bahasan dalam bentuk thread, Adapun Netiket yang berlaku selama
yang selanjutnya dapat disisipi file, emoticon, mengakses jejaring sosial:
quote, bahkan hingga chatting dan video  Menggunakan bahasa sopan, terbuka, dan
conference. Adapun netiket yang berlaku memperhatikan tanda baca, huruf kalpital,
selama mengakses layanan Forum: emoticon
 Membiasakan diri melihat daftar  Pertemanan online yang dijalin sebaiknya
pertanyaan yang telah diajukan pengguna berawal dari perkenalan terlebih dahulu,
lain melalui FAQ (Frequently Asking misal melalui pesan singkat, sehingga
Question), menu search,atau melihat terhindar dari akun palsu
Thread, sehingga tidak mengulang  Jejaring sosial hakikatnya adalah ranah
pertanyaan yang sudah diajukan. publik (meski bisa diatur privasi di
 Membaca petunjuk di dalam forum untuk dalamnya), tetapi sebaiknya tidak semua
pemanfaatan sekaligus membaca cermat hal yang berada di ruang private menjadi
Forum yang ingin diikuti. konsumsi publik
 Menggunakan bahasa sopan, terbuka, dan  Jangan mempublikasi informasi penting
memperhatikan tanda baca, huruf kalpital, tentang diri pengguna secara detail, misal
emoticon. nomer telpon seluler dan alamat rumah
 Tidak memancing keributan dalam  Tidak menyalahgunakan jejaring sosial
Forum, seperti menyerang pribadi anggota untuk menyebarluaskan pornografi,
Forum lain atau berkata kasar. kekerasan, pelanggaran hak cipta, black
 Membiasakan mengucap terima kasih campaign, isu SARA
untuk bantuan yang diterima, sebaliknya,  Menggunakan jejaring sosial untuk
membiasakan untuk membantu anggota menjalin hubungan baik dan berbagi
Forum lain. informasi atau pengetahuan penting
 Tidak menjadikan Milis sebagai tempat antarpengguna.
menyebarluaskan pornografi, kekerasan, Itulah beberapa netiket yang berlaku
dan pelanggaran hak cipta. untuk pengguna internet, termasuk pelajar
3. Jejaring Sosial sebagai pengguna terbanyak dan teraktif.
Jejaring sosial merupakan bentuk dari Meskipun, tentunya ada beberapa standar
hubungan antarpengguna jaringan komputer netiket lain yang terus berkembang seiring
(dalam hal ini media sosial di internet) ke berkembangnya ketiga fitur tersebut.
dalam bentuk ketertarikan yang sama untuk Berdasar standar netiket yang diuraikan
hobi, topik, dan pemikiran (dalam Pratama, secara umum dan spesifik dari tiga layanan
2014: 251). Salah satu jejaring sosial yang internet di atas dapat diketahui bahwa netiket
sangat populer di kalangan pelajar (sebagai ditujukan kembali untuk kepentingan semua
remaja) ialah Facebook. Di dalam Facebook, pengguna internet. Oleh karenanya, netiket
mereka diberi kesempatan untuk berbagi menjadi pedoman penting agar komunikasi
informasi, pengetahuan, atau sekedar secara online melalui media digital dapat
menulis status dan kondisi saat ini di dalam terlaksana dengan baik dan tanpa
kolom status, serta memberi komentar atau menimbulkan kerugian bagi sesama

231 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

pengguna, termasuk bagi diri pelajar. -SMA N 8 Yogyakarta


Kabupaten Bantul -SMA N 1
Banguntapan
METODOLOGI -SMA N 1 Piyungan
Dalam penelitian ini, populasi Kabupaten Sleman -SMA N 1 Depok
sampling-nya ialah semua pelajar tingkat -SMAN 1 Prambanan
menengah (SMA) di provinsi Daerah Kabupaten -SMA N 1 Girimulyo
Istimewa Yogyakarta, sedangkan untuk Kulonprogo -SMA N 1 Sentolo
populasi sasarannya ialah pelajar Sekolah Kabupaten Gunung -SMA N 2 Wonosari
Menengah Atas Negeri (SMAN) di Provinsi kidul -SMA N 1 Pathuk
Daerah Istimewa Yogyakarta, yang telah
ditentukan menggunakan teknik sampling. Tahapan berikutnya, dari masing-
Peneliti menggunakan teknik multistage masing sekolah akan diambil 40 pelajar untuk
sampling. Teknik ini memungkinkan peneliti mewakili tiap sekolah, sehingga total sampel
untuk menentukan sampel secara acak dan yang dipakai untuk penelitian adalah 400.
bertahap. Tahapan pertama, sampel dibagi ke Dalam penelitian ini nantinya,
dalam beberapa kluster yang dipilih secara responden sendirilah yang akan mengisi
acak. Tahapan berikutnya, peneliti kuesionernya. Peneliti akan bekerjasama
menentukan subjek yang benar-benar dengan sekolah atau langsung dengan pelajar
dijadikan objek penelitian dari masing- SMA yang masuk dalam kriteria untuk
masing kluster. diberikan daftar pertanyaan (kuesioner).
Tahapan pertama menentukan kluster
Sekolah di mana pelajar menempuh Alat Ukur Penelitian
pendidikan, yakni menggunakan teknik acak Dalam penelitian ini, kemampuan
sistematis (systematic sampling). Teknik berkomunikasi dan berpartisipasi diukur
acak sistematis merupakan suatu metode dengan empat dimensi, yakni: (1)
pengambilan sampel yang digunakan dengan kemampuan membangun relasi sosial
langkah, pertama memilih secara acak untuk menerapkan netiket, (2) kemampuan
unsur pertama, kemudian, langkah kedua menggunakan metode kolaboratif, (3)
ialah memilih secara sistematis unsur-unsur kemampuan berpartisipasi dengan
berikutnya. Kelebihan teknik ini dibanding masyarakat melalui internet, dan (4)
lainnya ialah teknik sampel sistematis kemampuan memproduksi dan mengkreasi
menghasilkan kesalahan sampling (sampling konten.
error) yang lebih kecil, sebab anggota sampel Untuk mengukur kemampuan
memencar secara merata (dalam membangun relasi sosial digunakan
Singarimbun dan Effendi, 1989: 160). indikator: menggunakan media sosial online.
Adapun setelah diperhitungkan sesuai Alternatif jawaban untuk indikator ini adalah:
rumus, sampel yang digunakan ialah: Facebook, Twitter, Instagram, BBM,
Tabel 1. Sampel Penelitian Whatsapp, Line, Path, Lainnya (sebutkan).
Kluster Wilayah Sampel Sekolah Untuk mengukur kemampuan
Kota Yogyakarta -SMA N 6 Yogyakarta membangun relasi sosial menerapkan netiket

232 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

digunakan indikator: pendapat di internet melalui gerakan sosial


 Menggunakan media sosial untuk berbagi online. Alternatif jawaban yang diberikan
informasi bermanfaat ialah: Earth Hour Indonesia
 Menggunakan media sosial untuk berbagi (earthhour.wwf.or.id), Indonesia Bercerita
informasi inspiratif (indonesiabercerita.org), Akademi Berbagi
 Menggunakan internet untuk berbagi (akademiberbagi.org), Coin A Chance
informasi mendidik (coinachance.com), Indonesia Berkibar
 Menggunakan internet untuk berbagi (indonesiaberkibar.org), dan yang lainnya.
informasi menghibur Untuk mengukur kemampuan
 Menghindari kalimat yang kasar selama mengkreasi konten, digunakan indikator:
berkomunikasi  Mengunggah tulisan di Milis, Forum, dan
 Menghindari kalimat yang vulgar selama Jejaring Sosial
berkomunikasi  Mengunggah gambar atau foto di Milis,
 Menghindari bahasan yang memicu Forum, dan Jejaring Sosial
pertengkaran selama berkomunikasi  Mengunggah pesan multimedia di Milis,
Pelajar akan diminta untuk memilih Forum, dan Jejaring Sosial
tingkat kesesuaian kemampuan mereka Pelajar akan diminta untuk memilih
membangun relasi sosial menerapkan netiket. tingkat frekuensi mengkreasi konten sesuai
Alternatif jawaban yang diberikan ialah: kondisi mereka. Alternatif jawaban yang
Sangat sesuai, Sesuai, Ragu-ragu, Tidak diberikan ialah: Selalu, Sering, Kadang-
sesuai, Sangat tidak sesuai. kadang, Jarang, Tidak pernah.
Untuk mengukur kemampuan
menggunakan metode kolaboratif, digunakan Kemampuan Membangun Relasi
indikator: Berdasar hasil penelitian dapat
 Menggunakan Tagging untuk diketahui angka persentase untuk enam
mentautkan pesan kepada teman pilihan media sosial menunjukkan lebih dari
 Menggunakan Sharing untuk berbagi 50% responden aktif menggunakan media
pesan dengan teman sosial tersebut (Facebook, Twitter,
 Menggunakan Commenting untuk Instagram, BBM, Whatsapp, dan Line). Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa media
meninggalkan pesan teks atau gambar
sosial Facebook masih menjadi primadona
 Menggunakan media site likes untuk
dengan persentase 75,1% yang menyatakan
menandai ‘suka’ pesan tanpa
aktif menggunakan media sosial ini. Hanya
meninggalkan komentar.
73 responden yang menyatakan tidak aktif
Pelajar akan diminta untuk memilih
menggunakannya. Beberapa di antara
tingkat frekuensi menggunakan metode
responden menyatakan bahwa mereka
kolaboratif sesuai kondisi mereka. Alternatif
memang memiliki akun Facebook, tetapi
jawaban yang diberikan ialah: Selalu, Sering,
jarang bahkan tidak pernah aktif
Kadang-kadang, Jarang, Tidak pernah.
menggunakannya lagi. Alasannya karena
Untuk mengukur kemampuan
mereka lebih memilih menggunakan media
berpartisipasi dengan masyarakat melalui
sosial lain.
internet, digunakan indikator menyuarakan

233 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

Setelah Facebook, BBM menjadi SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta


media sosial kedua yang memperoleh suara sudah baik memenuhi kemampuan literasi
untuk kategori keaktifan menggunakan digital dalam aspek membangun relasi sosial
media sosial terbanyak dari responden, yakni dengan menerapkan netiket. Sebut saja
sebanyak 135 responden (46,1%), hampir kesesuaian terhadap pernyataan
setengah dari total responden yang didata. menggunakan media sosial untuk berbagi
Berturut-turut di peringkat berikutnya ialah informasi yang bermanfaat memperlihakan
Whatsapp (63,1%), Line (62,1%), Instagram persentase sebesar 92,2% (270 responden).
(60,1%), Twitter (46,1%), Path (24,2%), Hasil yang nyaris mencapai 100%. Disusul
terakhir adalah pilihannya media sosial kemudian sebesar 91,8% (269 responden)
lainnya (14%). Pada kolom pilihan yang menyatakan kesesuaian menggunakan
jawabannya “Lainnya”, responden diminta media sosial untuk berbagi informasi yang
mengisikan akun media sosial lainnya yang inspiratif. Berikutnya, berturut-turut hasil
tidak tesedia pada pilihan jawaban penelitian menunjukkan persentase sebesar
sebelumnya. Hasil 14% diisikan responden 87,4% (256 responden) dan 82,3% (241
dengan jawaban mayoritas ask.fm dan responden) yang menyatakan kesesuaian
adapula yang menjawab plurk. menggunakan media sosial untuk berbagi
Peneliti menyimpulkan bahwa informasi pendidikan dan hiburan.
kemampuan pelajar dalam membangun relasi Berdasar hasil penelitian diketahui
sosial melalui internet sudah sangat baik. juga bahwa 78,5% (230 responden) keberatan
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa untuk menggunakan kata atau istilah kasar
banyak pelajar yang aktif dalam membangun ketika bermedia sosial. Sebaliknya, hanya
relasi melalui beragam media sosial. Bahkan 6,8% (20 responden) yang tidak keberatan.
kebanyakan dari mereka aktif di beberapa Sementara yang merasa ragu sebesar 14,7%.
media sosial sekaligus. Peneliti berasumsi Hasil berikutnya, sebesar 50,8% (149
bahwa hal ini tidak terlepas dari kemahiran responden) merasa tidak nyaman
mereka dalam mengoperasikan beberapa menggunakan kata atau istilah vulgar. Akan
perangkat teknologi komunikasi perangkat tetapi, sejumlah 91 responden menyatakan
lunak dan keras. Semakin mereka menguasai sebaliknya. Mereka merasa nyaman
banyak teknologi komunikasi, semakin menggunakan kata atau istilah vulgar. Jumlah
mereka dimudahkan untuk memaksimalkan yang tidak bisa dibilang sedikit, meskipun
teknologi komunikasi tersebut untuk mayoritas responden menyatakan tidak
menjalin relasi sosial. nyaman. Sementara 87,7% (267 responden)
menyatakan ketidaksesuaian mereka untuk
PEMBAHASAN memulai beradu postingan atau komentar
 Kemampuan Membangun Relasi Sosial negatif dengan pengguna media sosial lain.
Menerapkan Netiket Hanya 11 responden yang menyatakan
Dari hasil diperoleh lebih dari 50% kesesuaian mereka untuk beradu postingan
responden menyatakan kesesuaian diri atau komentar negatif.
mereka untuk menerapkan netiket dalam Melalui hasil penelitian ini, peneliti dapat
bermedia sosial. Dengan kata lain, pelajar mengetahui bahwa dalam pemahaman kritis,
pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa

234 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

Yogyakarta sudah memiliki pengetahuan kadang mentautkan( tagging) akun pengguna


tentang netiket yang baik (berdasar hasil dan lain pada postingan milik mereka. Kadang-
uraian data subbab sebelumnya), kemudian kadang di sini diartikan sebagai cenderung
dalam berkomunikasi, mereka sudah melakukan, tetapi frekuensinya tidak banyak.
memiliki kemampuan membangun relasi Sementara responden yang menyatakan
sosial dengan menerapkan netiket. Artinya, sering atau selalu berturut-turut sebesar
terdapat konsistensi kognitif (kesadaran 25,6% (75 responden) dan 3,4% (10
terhadap netiket) dengan perilaku responden). Berdasar perolehan ini, dapat
(menerapkan netiket). Hasil ini juga diketahui bahwa sudah banyak responden
menunjukkan bahwa banyak pelajar yang yang telah menggunakan metode ini,
memanfaatkan internet untuk hal yang meskipun frekuensi terbanyaknya adalah
positif. kadang-kadang. Jika diartikan dan
dihubungkan dengan kemampuan
 Kemampuan Berpartisipasi dengan membangun relasi sosial, maka dapat
Masyarakat Melalui Internet diketahui bahwa sudah banyak banyak
Hasil penelitian menunjukkan lebih pelajar yang mulai membangun relasi sosial
dari 90% pelajar tidak berpartisapasi dalam mereka lewat internet menggunakan metode
gerakan sosial online. Total jumlah ini. Mereka mencoba berinteraksi dengan
responden yang menyatakan berpartisipasi pengguna lain dengan cara bertautan akun.
hanyalah 53 responden atau kurang dari 20%. Pada penggunaan metode kolaboratif
Jumlah terbanyak hanyalah 20 responden sharing atau berbagi, terlihat hal yang sama
yang menyatakan berpartisipasi dalam dengan metode tagging. Jumlah terbesar
gerakan Earth Hour Indonesia. Sebaliknya, menyatakan kadang-kadang berbagi
jumlah paling sedikit, yakni 4 responden (sharing) postingan dengan pengguna lain,
menyatakan berpartisipasi dalam gerakan yakni 126 responden (43%). Hampir
Indonesia Berkibar. Jumlah responden yang setengah dari responden. Disusul kemudian
sama, yakni 6 responden menyatakan menyatakan sering, yakni 92 responden
berpartisipasi dalam gerakan Coin A Chance (31,4%) dan selalu hanya 5 responden
dan gerakan sosial lainnya, yakni WWF (1,7%). Jumlah responden yang menyatakan
(berdasar isiann responden pada kolom sering menggunakan metode ini terlihat jauh
jawaban yang tersedia). Peneliti menilai lebih banyak dibanding yang menyatakan
bahwa minat pelajar berpartisipasi dalam sering menggunakan metode tagging.
gerakan sosial online masih minim. Artinya, lebih banyak responden yang
Berbanding terbalik dengan minat mereka memilih menggunakan sharing postingan
untuk menjalin relasi sosial melalui media dibanding tagging untuk berinteraksi dengan
sosial online yang sangat tinggi. pengguna lain. Penarikan kesimpulan ini
diperkuat dengan jumlah responden yang
 Kemampuan Menggunakan Metode menyatakan tidak pernah dan jarang
Kolaboratif menggunakan metode sharing lebih sedikit
Perolehan data menunjukkan bahwa dibanding yang menyatakan tidak pernah dan
38,9% (114 responden) menyatakan kadang- jarang menggunakan metode tagging, yakni
5,1% (15 responden). dan 18,8% (55

235 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

responden). tanggapan kepada komentar orang lain yang


Pada indikator penggunaan metode ditujukan pada mereka. Hasil penelitian
commenting (berkomentar), peneliti menunjukkan bahwa mencapai setengah dari
menurunkannya ke dalam dua pernyataan total responden, yakni sebesar 41,6% (122
berbeda. Pernyataan pertama ialah responden) menyatakan sering membalas
mengomentari (comment) postingan komentar orang lain yang ditujukan pada
pengguna lain yang menunjukkan hal yang postingan mereka. Disusul kemudian yang
sama dengan hasil dua metode sebelumnya, menyatakan kadang-kadang membalas
yakni jumlah responden terbanyak komentar ialah sebesar 37,2% (109
menyatakan kadang-kadang sebesar 47,4% responden). Sementara yang menyatakan
(139 responden). Hampir mencapai 50% dari selalu sebesar 5,1% (15 responden). Dari
total responden. Sementara yang menyatakan hasil ini diketahui bahwa sudah banyak
sering sebesar 26,6% (78 responden), pelajar yang menggunakan metode
hasilnya lebih besar dibanding yang commenting untuk membalas komentar
menyatakan sering menggunakan metode orang lain yang ditujukan pada mereka. Ini
tagging, tetapi tidak lebih besar dari jumlah berarti juga sudah banyak pelajar yang
yang menyatakan sering menggunkan mampu memberikan tanggapan atas
metode sharing. Kemudian, sejumlah 8 komentar orang lain yang ditujukan pada
responden (2,7%) menyatakan selalu mereka. Hal ini diperkuat dengan persentase
mengomentari postingan orang lain. Jumlah responden yang menyatakan jarang
yang terbilang sangat sedikit. Namun membalas komentar, yakni hanya sejumlah
demikian, berdasar peroleh ini dapat 15% (44 responden) dan yang menyatakan
diketahui bahwa sudah banyak pelajar yang tidak pernah diperoleh hasil yang sama
menggunakan metode commenting untuk dengan jumlah yang menyatakan tidak
mengomentari postingan pengguna lain. pernah mengomentari postingan orang lain,
Kesimpulan ini diperkuat dengan hasil yakni hanya 1% (3 responden).
persentase mereka yang menyatakan jarang, Indikator selanjutnya untuk dimensi
yakni 22,2% (65 responden) dan yang ini ialah menggunakan metode media site
menyatakan tidak pernah hanya 1% (3 likes untuk menandai ‘like’ pada pesan tanpa
responden). Artinya, banyak yang sudah meninggalkan komentar. Dari hasil
melakukan interaksi dan membangun relasi penelitian diketahui bahwa 47,8% (140
sosial dengan cara berkomentar. Hal ini juga responden) menyatakan sering menandai
menunjukkan bahwa sudah banyak pelajar ‘like’ pada postingan milik pengguna lain.
yang mampu mengutarakan pendapatnya Hasil yang menunjukkan hampir 50% atau
terhadap pesan yang disampaikan orang lain. setengah dari total responden. Disusul
Pernyataan kedua dari indikator ini berikutnya yang menyatakan kadang-kadang,
ialah membalas komentar pengguna lain. Jika yakni sebesar 28% (82 responden). Hasil
diketahui pelajar sudah banyak yang mampu pada tingkat frekuensi kadang-kadang
mengutarakan pendapatnya dengan jalan menggunakan metode ini terlihat lebih
berkomentar pada postingan orang lain, maka rendah dibanding dengan hasil yang
hasil perolehan kali ini memperlihatkan diperoleh dari metode-metode sebelumnya.
bagaimana mereka mampu memberikan Jika metode sebelumnya terlihat lebih dari

236 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

100 responden menyatakan tingkat frekuensi mengunggah gambar atau foto. Atau dengan
kadang-kadang, pada metode ini terlihat kata lain, pelajar cenderung lebih sering
bahwa jumlah responden yang menyatakan mengunggah foto atau gambar melalui milis
frekuensi kadang-kadang tidak mencapai 100 dibandingkan memposting tulisan atau
responden. Namun demikian, pada tingkat mengunggah pesan multimedia.
frekuensi sering terlihat hasil lebih besar Kesimpulan tersebut diperkuat
dibanding dengan metode-metode sebelum dengan bukti perolehan data hanya sebesar
ini, yakni sebesar 12,6% (37 responden). Dari 2,7% (8 responden) yang menyatakan sering
hasil ini, dapat diketahui bahwa sudah memposting tulisan melalui milis. Sementara
banyak pelajar yang menggunakan metode yang menyatakan selalu memposting tulisan
media sites like untuk berinteraksi dengan melalui milis tak ada. Pada frekuensi kadang-
orang lain dalam internet. Dapat diketahui kadang pun terlihat hanya 14% (44
juga bahwa pelajar cenderung menggunakan responden) yang menyatakan kadang-kadang
metode media sites like dibandingkan dengan memposting tulisan. Kemudian mengunggah
metode-metode lainnya. pesan multimedia, hanya 3,8% (11
responden) yang menyatakan sering.
 Kemampuan Mengkreasi Konten Dari hasil ini dapat diketahui bahwa
Internet masih sedikit jumlah pelajar yang
Berdasarkan perolehan data, memanfaatkan layanan internet berupa milis.
diketahui bahwa lebih banyak responden Meskipun demikian, peneliti dapat melihat
yang menyatakan tidak pernah memposting juga bahwa kecenderungan pelajar SMA
tulisan melalui milis, yakni sebesar 52,6% untuk mengunggah foto atau gambar lebih
(154 responden) dan tidak pernah tinggi dibanding untuk menulis.
mengunggah pesan multimedia melalui milis Sebagaimana Palfrey dan Gasser (2008)
sebesar 48,8% (143 responden) dibandingkan berpendapat bahwa digital native seringkali
mengunggah gambar atau foto melalui milis, tidak ragu untuk mengunggah informasi
yakni sebesar 35,2% (103) responden. Hasil pribadi mereka, termasuk foto-foto pribadi.
yang sama juga terlihat pada frekuensi Hasil yang sama terlihat pada layanan
jarang. Lebih banyak responden menyatakan forum. Berdasar penelitian terlihat bahwa
jarang memposting tulisan (30,7% atau 90 pelajar cenderung lebih sering mengunggah
responden) dan mengunggah pesan foto atau gambar melalui forum
multimedia (29,4% atau 86 responden) dibandingkan memposting tulisan atau
dibandingkan mengunggah gambar atau foto mengunggah pesan multimedia. Sebesar
(25,3% atau 74 responden). Jarang di sini 18,1% ( 53 responden) menyatakan sering
cenderung diartikan pada tidak pernah karena dan 4,4% ( 13 responden) menyatakan selalu
frekuensinya sangat kecil, sehingga secara mengunggah gambar atau foto melalui
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa forum. Sebaliknya, sebesar 17,4% (51
pelajar SMA Negeri di daerah Istimewa responden) menyatakan tidak pernah
Yogyakarta cenderung tidak pernah mengunggah gambar atau foto melalui
memposting tulisan melalui Milis dan forum.
mengunggah pesan multimedia dibanding Untuk memposting tulisan pada
forum terlihat peningkatan jumlah persentase

237 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

responden. Artinya, sedikit lebih banyak sebesar 14,7% (43 responden). Terlihat
pelajar yang memproduksi dan mengkreasi selisih sejumlah 16% jika dibandingkan
konten tulisan melalui forum dibandingkan dengan milis dan 13,3% jika dibandingkan
milis. Peneliti menilai bahwa pelajar SMA dengan forum. Sementara itu, pada frekuensi
cenderung menggunakan forum online untuk sering terlihat jelas peningkatan
berdiskusi, sehingga mereka lebih memilih persentasenya dibanding dengan dua
memposting tulisan. layanan, memperlihatkan hasil sebesar 29%
Untuk mengunggah pesan (85 responden) menyatakan sering.
multimedia terlihat bahwa masih banyak Pada indikator mengunggah gambar
responden yang menyatakan jarang, yakni atau foto melalui jejaring sosial terlihat
36,2% dan menyatakan tidak pernah sebesar bahwa frekuensi kadang-kadang terlihat
30,4%. Terlihat selisih jumlah yang selisih sebesar 16,1% dibanding hasil yang
menyatakan tidak pernah jika dibandingkan diperoleh pada layanan milis dan selisih
dengan hasil yang diperoleh pada milis. Hal sebesar 8,9% dibanding hasil yang diperoleh
ini dapat diartikan bahwa sedikit lebih pada layanan forum. Pada frekuensi sering
banyak pelajar yang memproduksi dan terlihat selisih sebesar 24,6% dibanding hasil
mengkreasi konten multimedia melalui yang diperoleh pada layanan milis dan selisih
forum dibandingkan milis. Kesimpulan ini sebesar 19,1% dibanding hasil yang
diperkuat dengan perolehan data yang terlihat diperoleh pada layanan forum. Pada
pada frekuensi kadang dan sering yang frekuensi selalu terlihat selisih sebesar 6,2%
mengalami peningkatan dibandingkan milis, dibanding hasil yang diperoleh pada layanan
yakni berturut-turut sebesar 24,2% (71 milis dan 3,8% dibanding hasil yang
responden), 8,2% (24 responden). diperoleh pada layanan forum. Artinya, lebih
Berdasar hasil penelitian dapat banyak pelajar yang mengunggah gambar
disimpulkan bahwa pelajar SMA Negeri di atau foto melalui jejaring sosial. Hasil ini
Daerah Istimewa Yogyakarta lebih sudah terprediksikan peneliti karena peneliti
cenderung memposting tulisan menggunakan meyakini bahwa pelajar jauh lebih dekat
milis dibandingkan dengan memposting dengan penggunaan jejaring sosial dibanding
tulisan menggunakan forum. Sebaliknya, dua layanan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari
pelajar lebih cenderung mengunggah foto keaktifan mereka dalam berbagai media
atau gambar dan mengunggah pesan sosial online terutama Facebook, Twitter dan
multimedia menggunakan forum Instagram yang menempati tiga peringkat
dibandingkan milis. berdasar hasil penelitian ini.
Pada frekuensi tidak pernah Pada indikator mengunggah pesan
memposting tulisan melalui jejaring sosial multimedia melalui jejaring sosial, terlihat
menunjukkan hasil sebesar 6,8% (20 hasil sebesar 17,7% (52 responden)
responden). Jumlah yang sangat jauh berbeda menyatakan tidak pernah, sedangkan
jika dibandingkan dengan layanan milis dan frekuensi selalu diperoleh hasil sebesar 3,4%
forum. Terdapat setidaknya selisih 45,8% (10 responden). Secara umum, terlihat
dengan milis dan 23,2% dengan forum. peningkatan pada frekuensi kadang, sering
Sementara hasil serupa juga terlihat pada dan selalu, sebaliknya terlihat selisih yang
frekuensi jarang yang menunjukkan jumlah cukup besar pada frekuensi jarang dan tidak

238 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

pernah pada ketiga indikator jika menjalin relasi sosial terlihat bahwa pelajar
dibandingkan dengan dua layanan juga sudah mengindahkan dan
sebelumnya (milis dan forum). Artinya, lebih mencerminkan netiket. Mereka
banyak pelajar yang memproduksi dan menggunakan media sosial untuk berbagi
mengkreasi konten melalui layanan jejaring beragam informasi positif, meliputi informasi
sosial dibandingkan milis dan forum. yang bermanfaat, inspiratif, mendidik, dan
Berdasar hasil penelitian, dapat menghibur. Mereka juga mengindahkan
disimpulkan bahwa pelajar SMA Negeri di netiket dengan memilih tidak berkata kasar
Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung atau vulgar. Meskipun ditemukan ada pelajar
memproduksi dan mengkreasi konten, baik yang tidak berkebaratan untuk
memposting tulisan, mengunggah gambar mengungkapan kata atau istilah tersebut.
atau foto, dan mengunggah pesan multimedia Sementara pada kemampuan menggunakan
melalui jejaring sosial dibandingkan melalui metode kolaboratif, terlihat bahwa pelajar
milis dan forum. Namun demikian, dapat sudah baik dalam menggunakannya,
disimpulkan pula bahwa pelajar lebih terutama pada metode media sites like. Pada
cenderung memilih forum untuk kemampuan memproduksi dan mengkreasi
mengunggah gambar atau foto dan konten internet dapat diketahui bahwa
mengunggah pesan multimedia dibanding layanan internet jejaring sosial mengungguli
melalui milis. Pelajar lebih cenderung dua layanan lainnya, yakni milis dan forum.
memilih milis untuk memposting tulisan. Peneliti menyadari bahwa terdapat
kekurangan dan keterbatasan dalam
KESIMPULAN penelitian ini, terutama dalam hal
Dalam menggunakan internet juga pengumpulan data. Metode kuantitatif yang
dituntut agar mampu membangun relasi digunakan peneliti menjadikan pembahasan
sosial dan berpartisapisi dalam masyarakat masalah kurang mendalam. Peneliti hanya
melalui internet karena luasnya jaringan yang melihat data secara objektif tanpa melakukan
mampu dijangkau oleh internet. Untuk wawancara mendalam. Maka dari itu, peneliti
membangun relasi sosial, seseorang perlu menyarankan kepada peneliti berikutnya
memiliki kemampuan berkomunikasi dengan yang ingin melakukan penelitian serupa
baik lewat internet. Maka dari itu, untuk mendalami temuan data dengan
berkomunikasi lewat internet membutuhkan melakukan wawancara atau focus group
netiket agar relasi yang terjalin dapat berjalan discussion, sehingga diperoleh data dan
baik. informasi yang lebih bervariasi.
Pada kemampuan berkomunikasi dan
berpartisipasi, kemampuan sosial mereka tak
terbatas, hal ini ditunjukkan dengan DAFTAR PUSTAKA
banyaknya pelajar yang aktif menggunakan Buku
beragam media sosial. Dari hasil temuan Abrar, Ana Nadhya. 2003. Teknologi
menunjukkan bahwa facebook masih Komunikasi: Perspektif Ilmu
menjadi media sosial yang paling banyak Komunikasi. Yogyakarta: LESFI.
digunakan. Sebagaimana kemampuan Adams, D. dan Hamm, M. (2001). Literacy in
memahami netiket yang sudah baik, dalam a Multimedia Age. Norwood, MA:

239 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015


Rezha Rosita Amalia, Literasi Digital Pelajar SMA
Kemampuan Berkomunikasi dan Berpartisipasi Pelajar SMA Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta
Melalui Internet

Christopher-Gordon Publishers. http://www.learningliftoff.com/transfo


European Commission. (2009). Study on rming-way-learn-digital-literacy-
Assessment Criteria for Media Literacy important/#.VTyJkWfwPMx pada
Levels. Brussels. tanggal 26 April 2015.
Jenkins, H. (2007). Confronting the Martin, A.( 2009). Digital Literacy fot the
Challenges of Participatory Culture: Third Age: Sustaining Identity in an
McQuail, D.( 2011). Teori Komunikasi Uncertain World.
Massa Edisi 6. Jakarta: Salemba www.elearningpapers.eu.
Humanika. Sinaga, Lastboy Tahara. 2013. Stop
Media Education for the 21st Century. Cyberbully Mari Lindungi Siswa
Chicago: MacArthur Foundation. Indonesia dari Cyberbullying.
Palfrey, J. dan Gasser, U. (2008). Born mKompasiana.com 27 Januari 2013
Digital: Understanding the First 13:25 diakses dari
Generation of Digital Natives. USA: http://m.kompasiana.com/post/read/52
Basic Books. 9126/3/stop-cyberbully-mari-lindungi-
Prensky, M. (2004). The Emerging Online siswa-indonesia-dari-
Life of the Digital Native: What they do cyberbullying.html 1 Desember 2014.
differently because of technology, and tanggal 1 Desember 2014.
how they do it.
Singarimbun, M. dan Sofian Effendi. (1989).
Metode Penelitian Survei. Jakarta:
LP3ES.
Sparks, G. G.(2001). Media Effects
Research: A Basic Overview. Belmont,
CA: Wadsworth.
Vivian, J.(2010). The media of Mass
Communication 10th ed. United States:
Pearson publisher.

Situs Internet:
Hidayat, W. (2014). 17 Gerakan Sosial
Online yang Bikin Bangga.
tekno.kompas.com 15 Agustus 2014
diakses dari
http://tekno.kompas.com/read/2014/08
/15/10120097/17.Gerakan.Sosial.Onli
ne.yang.Bikin.Bangga. tanggal 23
Agustus 2015.
MacQuarrie, A. (2013). Transforming the
Way We Learn: Why Digital Literacy is
So Important. learningliftoff.com 4
Februari 2013 diakses dari

240 | JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. 4 , NO. 1 , MEI 2015

Anda mungkin juga menyukai