Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS PERBANDINGAN NILAI IRI BERDASARKAN VARIASI RENTANG

PEMBACAAN NAASRA

Doan Arinata Siahaan 1, Medis S Surbakti 2


¹ Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Email : doan1771@ymail.com
² Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan

ABSTRAK
Tingkat kerataan jalan (International Roughness Index, IRI) merupakan salah satu parameter yang
sering digunakan untuk menentukan tingkat kondisi pelayanan suatu ruas jalan yang berpengaruh pada
kenyamanan pengemudi (riding quality). Syarat utama jalan yang baik adalah kuat, rata, kedap air, tahan
lama dan ekonomis sepanjang umur yang direncanakan. Untuk memenuhi syarat tersebut perlu dilakukan
monitoring dan evaluation secara periodik/berkala sehingga dapat ditentukan metode perbaikan konstruksi
yang tepat. Untuk mengetahui tingkat kerataan permukaan jalan dapat dilakukan pengukuran dengan
menggunakan salah satu cara/metode yang direkomendasikan oleh Bina Marga maupun AASHTO yaitu
metode NAASRA, seperti yang akan dilakukan pada studi ini.
Tujuan pengukuran dan analisis kerataan jalan menggunakan metode NAASRA adalah:
mengetahui nilai ketidakrataan jalan pada setingan rentang 100 m pada profil memanjang, menganalisis
perbandingan nilai ketidakrataan berdasarkan setingan rentang 100 m dengan rentang 50 m dan 200 m,
serta mengurutkan prioritas perbaikan kerusakan perkerasan yang terjadi.
Hasil dari analisis/studi memperlihatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yaitu nilai IRI
yang relatif kecil, maka setingan halda 50 akan lebih baik digunakan. Namun dengan tingkat yang lebih
baik maka sensitivitas penanganan jalan akan cenderung tereduksi. Hal ini berkebalikan dengan setingan
halda 100 yang akan menghasilkan nilai yang cenderung lebih besar, namun dengan hasil yang didapat
maka tingkatan prioritas penanganan pada setingan halda ini akan lebih baik.

ABSTRACT
Flatness level road (International Roughness Index, IRI) is one parameter that is often used to
determine the level of service a condition that affects the road driver comfort (riding quality). The main
requirement is a good way strong, flat, waterproof, durable and economical over the life of the plan. To
meet the requirements of monitoring and evaluation needs to be done periodically / regularly so that it can
be determined that the proper method of construction improvements. To determine the level of the road
surface flatness measurements can be performed using one way / method recommended by AASHTO
Highways and the method NAASRA, as would be done in this study.
The purpose of flatness measurement and analysis of road use NAASRA method is: knowing the
road unevenness in Settings range of 100 m in the longitudinal profile analysis of inequality based on the
comparison Settings range of 100 m with a span of 50 m and 200 m, and sorting priority pavement repairs
damage caused.
The results of the analysis / studies show to get better results is the relatively small value of IRI,
then setting halda 50 would be better used. But with a better rate then the sensitivity of the road handling
is likely to be reduced. This is in contrast with the settings halda 100 which will produce values that tend
to be large, but the results are the priority levels in the setting halda handling will be better.
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu lintas yang tinggi dan berulang-ulang akan
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari
kondisi permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun fungsionalnya yang mengalami
kerusakan. Suatu penelitian tentang bagaimana kondisi permukaan jalan dan bagian jalan lainnya
sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi permukaan jalan yang mengalami kerusakan
tersebut.
Kenyamanan pengemudi dipengaruhi oleh tingkat ketidakrataan permukaan jalan,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kondisi jalan secara berkala. Pemeriksaan tersebut
dimaksudkan untuk mengukur ketidakrataan jalan yang dapat digunakan dalam program
perencanaan pemeliharaan atau peningkatan jalan. Untuk mengetahui apakah suatu jalan
memerlukan pemeliharaan ataupun peningkatan, maka perlu diketahui besarnya nilai tingkat
ketidakrataan permukaan jalan tersebut.
Untuk mengetahui tingkat kerataan permukaan jalan dapat dilakukan pengukuran dengan
menggunakan berbagai cara/metode yang telah direkomendasikan oleh Binamarga maupun
AASHTO. Metode pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal pada umumnya antara
lain metode NAASRA (SNI 03-3426-1994), Rolling Straight Edge, Slope Profilometer (AASHTO
Road Test), CHLOE Profilometer, dan Roughmeter.
Untuk mengetahui tingkat kerataan jalan, metode yang sekarang berkembang adalah
pengukuran kerataan jalan dengan menggunakan metode NAASRA. Pada metode ini, dalam
meneliti tingkat kerataan jalan perlu dilakukan terlebih dahulu setingan jarak pada HALDA yang
umunya dipakai 100 m dan sebelumnya telah dikalibrasi untuk mendapatkan kerataan jalan
dalam segmen ruas jalan yang akan diteliti.( SNI 03-3426-1994)

Berdasarkan hal tersebut, maka studi ini mencoba membandingkan nilai tingkat
ketidakrataan permukaan jalan (IRI) berdasarkan rentang pembacaan pada alat NAASRA yang
secara umum menggunakan rentang 100 m, dengan rentang lain yang berbeda yaitu 50 m dan 200
m.

2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:


1. Mengetahui nilai ketidakrataan jalan menggunakan alat NAASRA pada setingan jarak 100 m.
2. Menganalisis nilai kerataan permukaan jalan (dalam profil memanjang) dengan alat ukur
kerataan NAASRA pada setingan jarak HALDA 50 m, 100 m, dan 200 m pada segmentasi
kondisi jalan baik, sedang, rusak ringan, dan rusak berat.
3. Mengurutkan proiritas perbaikan kerusakan perkerasan yang terjadi.
3. Pembatasan Masalah

Agar penulisan tugas akhir ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan maka diperlukan
pembatasan masalah, yaitu :
1. Jalan yang diteliti adalah satu ruas jalan Nasional sepanjang 55 km yang dibagi dalam 1100
segmen 550 segmen dan 275 segmen yang masing-masing panjang segmen adalah 50 m, 100
m dan 200 m.
2. Penelitian tingkat kerataan jalan adalah pada jalan Nasional di Kabupaten Toba Samosir pada
arah Normal.
3. Analisa dilakukan dengan menggunakan metode IRI (International Roughness Index).
4. Pengukuran tingkat permukaan kerataan jalan dilakukan dengan menggunakan alat
Roughmeter NAASRA.
5. Penelitian perbandingan ketidakrataan jalan adalah pada perkerasan lentur.
6. Ruas jalan yang diteliti mewakili kondisi jalan baik, sedang, rusak ringan, dan rusak berat.

TINJAUAN PUSTAKA

Kerusakan Perkerasan Lentur

Secara umum jenis kerusakan jalan dapat dibagi dalam dua kategori yaitu:
A. Kerusakan Struktural
Kerusakan structural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau keseluruhannya,
yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu mendukung beban lalu lintas. Untuk itu
perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara pemberian lapisan ulang
(overlay) atau perbaikan kembali terhadap lapisan perkerasan yang ada.
B. Kerusakan Fungsional
Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat menyebabkan
terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan atau tidak dengan
kerusakan structural. Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan masih mampu menahan
beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang
diinginkan. Untukk itu lapisan permukaan perkerasan harus dirawat agar permukaan kembali
baik.
Pada prinsipnya jenis kerusakan fungsional akan menurunkan tingkat kenyamanan dan keamanan
pengguna jalan seperti :
- Meningkatkan kebisingan akibat gesekan roda dan permukaan jalan
- Meningkatkan resiko cipratan air (water splashing) pada saat permukaan basah
- Menigkatkan resiko tergelincir saat menikung di saat permukaan basah
- Meningkatkan resiko tergelincir saat mengerem di saat permukaan basah maupun kering

Menurut Hardiyatmo, H.C jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur (aspal), umumnya


diklasifikasikan atas 5 bagian yaitu:
1. Deformasi
2. Retak
3. Kerusakan tekstur permukaan
4. Kerusakan di pinggir perkerasan
5. Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan jalan rel
Secara garis besar, kerusakan pada perkerasan beraspal dapat dikelompokkan atas empat
modus kejadian, yaitu: retak, cacat permukaan, deformasi, dan cacat tepi perkerasan. Untuk
masing-masing modus tersebut dapat dibagi lagi kedalam beberapa jenis kerusakan seperti yang
ditunjukkan pada table berikut.

Tabel 1 Jenis Kerusakan Perkerasan Beraspal

MODUS JENIS CIRI

 Retak  Retak memanjang  Memanjang searah sumbu jalan


 Retak melintang  Melintang tegak lurus sumbu jalan
 Retak tidak beraturan  Tidak berhubungan dengan pola tidak jelas
 Retak selip  Membentuk parabola atau bulan sabit
 Retak blok  Membentuk poligon, spasi jarak > 300 mm
 Retak buaya  Membentuk poligon, spasi jarak < 300 mm

 Deformasi  Alur  penurunan sepanjang jejak roda


 Keriting  peurunan reguler melintang, berdekatan
 Amblas  cekungan pada lapis permukaan
 sungkur  peninggian lokal pada lapis permukaan

 Cacat  Lubang  Tergerusnya lapisan aus di permukaan


Permukaan perkerasan yang berbentuk sperti mangkok
 Delaminasi  Terkelupasnya lapisan tambah pada
perkerasan yang lama
 Pelepasan butiran  Lepasnya butir-butir agregat dari permukaaan
 Pengausan  Ausnya batuan sehingga menjadi licin
 Kegemukan  Pelelehan aspal pada permukaan perkerasan
 Tambalan  Perbaikan lubang pada permukaan perkerasan

 Cacat Tepi  Gerusan tepi  Lepasnya bagian tepi perkerasan


Permukaan  Penurunan tepi  Penurunan bahu jalan dari tepi perkerasan

Sumber: Teknik Pengelolaan Jalan .(2005). Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian
dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi. JICA

Kondisi Jalan

Kondisi jalan adalah suatu hal yang sangat perlu diperhatikan dalam menentukan program
pemeliharaan jalan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga (1992), kondisi
jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Jalan dengan kondisi baik adalah jalan dengan permukaan perkerasan yang benar-benar rata,
tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan.
2. Jalan dengan kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan perkerasan sedang,
mulai ada gelombang tetapi tidak ada kerusakan permukaan.
3. Jalan dengan koondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan perkerasan sudah mulai
bergelombang, mulai ada kerusakan permukaan dan penambalan (kurang dari 20% dari luas
jalan yang ditinjau).
4. Jalan dengan kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan sudah banyak
kerusakan seperti bergelombang, retak-retak buaya, dan terkelupas yang cukup besar (20-60 %
dari ruas jalan yang ditinjau) disertai dengan kerusakan lapis pondasi seperti amblas, sungkur,
dan sebagainya.

Definisi Kemantapan Jalan

Adapun definisi dari masing-masing istilah kemantapan jalan sdalah sebagi berikut :

1. Jalan Mantap Konstruksi adalah jalan dengan kondisi konstruksi di dalam koridor mantap
yang mana untuk penanganannya hanya membutuhkan kegiatan pemeliharaan. Jalan mantap
konstruksi ditetapkan menurut Standar Pelayanan Minimal adalah jalan dalam kondisi baik
dan sedang, dimana dalam studi ini digunakan batasan dengan besar IRI < 8 m/km.
2. Jalan tak Mantap adalah jalan dengan kondisi di luar koridor mantap yang mana untuk
penanganannya minimumnya adalah pemeliharaan berkala dan maksimum peningkatan jalan
dengan tujuan untuk menambah nilai struktur konstruksi.
Konsep tingkat kemantapan jalan yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga berdasarkan
ketersedian data dari sistem pendataan yang dimiliki maka parameter yang digunakan adalah:
a. Parameter kerataan jalan atau International Roughness Index (IRI).
b. Parameter lebar jalan dan Ratio Volume/Kapasitas (VCR)
c. Parameter lebar jalan dan Volume Lalu lintas Harian (LHR)

International Roughness Index (IRI)

International Roughness Index adalah parameter yang digunakan untuk menentukan


tingkat ketidakrataan permukaan jalan. Parameter Roughness dipresentasikan dalam suatu skala
yang menggambarkan ketidakrataan permukaan perkerasan jalan yang dirasakan pengendara.
Ketidakrataan permukaan perkerasan jalan tersebut merupakan fungsi dari potongan memanjang
dan melintang permukaan jalan. Disamping factor-faktor tersebut, Roughness juga dipengaruhi
oleh parameter-parameter operasional kendaraan, yang meliputi suspension roda, bentuk
kendaraan, kedudukan kerataan kendaraan serta kecepatan.
Wambold,ddk (1981) dalam Tanan (2005) menyanpaikan secara umum Roughness jalan
dapat didefinisikan sebagai deviasi permukaan jalan diukur dari satu bidang datar, ditambah
parameter lain yang dapat mempengaruhi hal-hal sebagai berikut : gerakan dinamis kendaraan,
kualitas perjalanan, beban dinamis konstruksi serta pengaliran air di permukaan.
International Roughness Index (IRI) digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan
jalan, kekasaran yang diukur pada setiap lokasi diasumsikan mewakili semua fisik di lokasi
tersebut. Kekasaran permukaan jalan adalah nama yang diberikan untuk ketidakrataan
memanjang pada permukaan jalan. Ini diukur dengan suatu skala terhadap pengaruh permukaan
pada kendaraan yang bergerak di atasnya. Skala yang banyak digunakan di Negara berkembang
seperti Indonesia adalah International Roughness Index.
Tingkat kerataan jalan (IRI) ini merupakan salah satu faktor/fungsi pelayanan (functional
performance) dari suatu perkerasan jalan yang sangat berpengaruh pada kenyamanan (riding
quality). Salah satu indikator teknis untuk menilai performansi permukaan jalan adalah nilai IRI
(International Roughness Index), yaitu besaran ukuran yang menggambarkan nilai kettidakrataan
permukaan yang diindikasikan sebagai panjang kumulatif turun naiknya permukaan per satuan
panjang. Kerataan permukaan jalan dianggap sebagai resultante kondisi perkerasan jalan secara
menyeluruh. Jika cukup rata maka jalan dianggap baik mulai dari lapis bawah sampai dengan
lapis atas perkerasan jalan dan demikian sebaliknya (Hikmat Iskandar 2005). Nilai IRI
dinyatakan dalam meter turun naik per kilometer panjang jalan (m/km). jika nilai IRI = 10 m/km,
artinya jumlah amplitude (naik dan turun) permukaan jalan sebesar 10 m dalam tiap km panjang
jalan. Semakin besar nilai IRI-nya, maka semakin buruk keadaan permukaan perkerasan. IRI
adalah sebuah standar pengukuran kekasaran yang mengacu pada Response-Type Road
Roughness Measurement System (RTRRMS).
Metode pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal pada umunya antara lain
adalah metode NAASRA (SNI 03-3426-1994). Metode lain yang dapat digunakan untuk
pengukuran dan analisis kerataan perkerasan adalah Rolling Straight Edge, Slope
Profilometer/AASHTO Road Test, CHLOE Profilometer, dan Roughmeter ( Youder and Witczak,
1975 dalam Suwardo dan Sugiharto, 2004). Menurut Saleh,dkk (2008) pada dasarnya penetapan
kondisi jalan minimal adalah sedang, dalam gambar 2 terlihat berada pada level IRI antara4,0
m/km sampai dengan 8 m/km tergantung dari fungsi jalannya. Jika IRI menunjukkan di bawah
4,0 artinya jalan masih dalam tahap pemeliharaan rutin, sementara jika IRI antara 4,1 sampai 8,0
yang dikategorikan pada kondisi sedang, berarti jalan sudah perlu dilakukan pemeliharaan
berkala (periodic maintenance) yakni dengan pelapisan ulang (overlay). Sedang jika IRI berkisar
antara 8 sampai 12, artinya jalan sudah perlu dipertimbangkan untuk peningkatan. Sementara jika
IRI > 12 berarti jalan sudah tidak dapat dipertahankan, sehingga langkah yang harus dilakukan
adalah rekonstruksi.

Gambar 1 Hubgungan antara kondisi, umur, dan jenis penanganan jalan


( Saleh dkk,2008)
Direktorat Jenderal Bina Marga menggunakan parameter International Roughness Index (IRI)
dalam menentukan kondisi konstruksi jalan, yang dibagi atas empat kelompok. Berikut
ditampilkan Tabel 2.4 penentuan kondisi ruas jalan dan kebutuhan penanganannya:

Table 2 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan


Kondisi IRI (m/km) Kebutuhan Penanganan Tingkat Kemantapan
Jalan

Baik IRI rata-rata ≤ 4,0 Pemeliharaan Rutin


Jalan Mantap
Sedang 4,1 ≤ IRI rata-rata ≤ 8,0 Pemeliharaan Berkala

Rusak 8,1 ≤ IRI rata-rata ≤ 12 Peningkatan jalan


Ringan Jalan Tidak Mantap

Rusak IRI rata-rata > 12 Peningkatan Jalan


Berat

METODOLOGI PENELITIAN

Tujuan metodologi ini adalah menjelaskan tata cara dalam mendapatkan data-data pokok
baik data primer maupun data lain yang diperlukan, yang selanjutnya akan digunakan dalam
pengolahan dan juga analisa data dalam rangka mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, yaitu menilai kondisi perkerasan jalan untuk mengidentifikasikan jenis dan tingkat
kerusakan jalan serta mengukur ketidakrataan permukaan perkerasan jalan. Untuk memudahkan
dalam pembahasan dan analisis maka dibuat suatu diagram alir atau flowchart, seperti Gambar 1.
Diagram alir ini merupakan tahapan studi yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan
studi ini, sehingga dengan demikian studi ini dapat diselesaikan dengan sistematis dan mendapat
hasil yang valid serta sesuai dengan tujuan yag diharapkan.
Gambar 2 Bagan Alir (Flowchart) Penelitian

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada ruas jalan nasional di Provinsi Sumatera Utara : Parapat-
Batas Kabupaten Tapanuli Utara (10,000 km), Batas Kabupaten Simalungun-Silimbat (34,000
km) dan Silimbat- Batas Kabupaten Tapanuli Utara (11,000 km) sehingga total panjang ruas jalan
yang ditinjau adalah 55,000 km.
Hasil Nilai Ketidakrataan permukaan perkerasan jalan.
Dalam pengambilan nilai ketidakrataan permukaan perkerasan jalan digunakan alat
roughmeter NAASRA yang sebelumnya telah dikombinasikan dengan peralatan lainnya yaitu
Dipstick melalui proses kalibrasi.
Berikut ini adalah keterangan data nilai IRI yang telah diukur.
a) Kelompok Halda 50 m ( sepanjang 55 km )
• Ruas jalan nasional 066 sepanjang 10 km, jumlah segmen 200
• Ruas jalan nasional 067 sepanjang 34 km, jumlah segmen 680
• Ruas jalan nasional 068 sepanjang 11 km, jumlah segmen 220
b) Kelompok Halda 100 m ( sepanjang 55 km )
• Ruas jalan nasional 066 sepanjang 10 km, jumlah segmen 100
• Ruas jalan nasional 067 sepanjang 34 km, jumlah segmen 340
• Ruas jalan nasioanl 068 sepanjang 11 km, jumlah segmen 110
c) Kelompok Halda 200 m ( sepanjang 55 km )
• Ruas jalan nasional 066 sepanjang 10 km, jumlah segmen 50
• Ruas jalan nasional 067 sepanjang 34 km, jumlah segmen 170
• Ruas jalan nasional 068 sepanjang 11 km, jumlah segmen 55
Dari data nilai ketidakrataan jalan yang diperoleh , maka dapat ditentukan presentase nilai
kerusakan jalan untuk masing-masing Halda yang ditinjau yang digambarkan melalui diagram,
grafik , dan table sebagai berikut:

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

No Ruas 066 (10 Km) No Ruas 067 (34 Km)

Halda 50 Halda 50

16.5% 6.5% 12% 5% 4.76%


Baik (1200 m) Baik (1600 m)
17%
Sedang (6500 m) Sedang (24900 m)
73.24%
65% Rusak Ringan (1650 m)
Rusak Ringan (5700 m)
Rusak Berat (650 m)
Rusak Berat (1800 m)
Halda 100 Halda 100

13% 3% 3.8% 0.6%


Baik (200 m)
Baik (300 m)
20.6%
31% Sedang (5300 m) Sedang (25500 m)
53% 75%
Rusak Ringan (3100 m) Rusak Ringan (7000 m)

Rusak Berat (1300 m) Rusak Berat (1300 m)

Halda 200 Halda 200


14.12%
2% 0% 3.53% 0%
Baik Baik

20%
Sedang (7800 m) Sedang (28000 m)

78% 82.35%
Rusak Ringan (4800 m)
Rusak Ringan (2000 m)

Rusak Berat (1200 m)


Rusak Berat (200 m)

No Ruas 068 (11 Km)

Halda 50 Halda 100

5.91% 3.18% 10% 1.2%


Baik (350 m) Baik (200 m)

37.27% 27% Sedang (6800 m)


Sedang (5900 m)
53.64% 61.8%
Rusak Ringan (2900 m)
Rusak Ringan (4100 m)
Rusak Berat (1100 m)
Rusak Berat (650 m)
Halda 200

5.45% 0%
Baik

40% Sedang (6000 m)


54.55%
Rusak Ringan (4400 m)

Rusak Berat (600 m)

Tabel 3 Panjang Jalan Berdasarkan Kondisi Fisik Perkerasan

Kondisi Jalan
No Setingan Panjang Baik Sedang Rusak Rusak
Ruas Halda Jalan (meter) (%) (meter) (%) Ringan (%) Berat (%)
(meter) (meter)
Halda 50 1200 12% 6500 65% 1650 16.50% 650 6.50%
066 Halda 100 10 Km 300 3% 5300 53% 3100 31% 1300 13%
Halda 200 - 0% 7800 78% 2000 20% 200 2%
Halda 50 1600 4.76% 24900 73.24% 5700 17% 1800 5%
067 Halda 100 34 Km 200 0.60% 25500 75% 7000 20.60% 1300 3.80%
Halda 200 - 0% 28000 82.35% 4800 14.12% 1200 3.53%
Halda 50 350 3.18% 5900 53.64% 4100 37.27% 650 5.91%
068 Halda 100 11 Km 200 1.20% 6800 61.80% 2900 27% 1100 10%
Halda 200 - 0% 6000 54.55% 4400 40% 600 5.45%

Tabel 4 Persentase Kemantapan Jalan

No Setingan Panjang Nilai Kemantapan Jalan


Ruas Halda Jalan Mantap Tidak Mantap
Halda 50 77% 7700 m 23% 2300 m
066 Halda 100 10 Km 56% 5600 m 44% 4400 m
Halda 200 78% 7800 m 22% 2200 m
Halda 50 78% 26500 m 22% 7500 m
067 Halda 100 34 Km 75.6% 25700 m 24.4% 8300 m
Halda 200 82.35% 28000 m 17.65% 6000 m
Halda 50 56.82% 6250 m 43.18% 4750 m
068 Halda 100 11 Km 63% 7000 m 37% 4000 m
Halda 200 54.55% 6000 m 45.45% 5000 m
Dari data yang diperoleh, dapat dilihat pada table 3 bahwa pada setingan Halda 50 untuk
ketiga ruas jalan Nasional akan menghasilkan panjang ruas jalan kondisi baik lebih besar
dibandingkan dengan setingan Halda 100 dan 200, yang ditandai dengan panjang ruas jalan
sepanjang 1200 m, 1600 m dan 350 m. Namun pada kondisi sedang, rusak ringan, dan rusak
berat, terdapat variasi yang tidak didominasi pada setingan halda tersebut, seperti untuk ruas jalan
066. Panjang ruas jalan dengan kondisi sedang akan dihasilkan oleh setingan Halda 200
sepanjang 7800 m, disusul setingan Halda 50 sepanjang 6500 m, dan terakhir setingan Halda 100
sepanjang 5300 m. Variasi ini juga terdapat untuk ruas jalan nasional 067 dan 068. Besarnya nilai
ketidakrataan jalan yang ditinjau dipengaruhi oleh besarnya nilai NAASRA yang didapat pada
saat survei, dimana semakin besar nilai NAASRA yang dihasilkan maka semakin besar pula nilai
ketidakrataan (IRI) jalan tersebut yang akan menghasilkan kondisi rusak ringan dan rusak berat
semakin panjang. Faktor penyebab nilai NAASRA bertambah ialah kuantitas dan letak dari jenis
kerusakan aspal yang semakin meluas, dimana dengan tidak adanya penanganan serius maka
tingkat kualitas dari jalan akan menurun drastis yang disebabkan oleh lalu lintas harian yang
membebani jalan nasional cenderung dilewati oleh kendaraan berat, mengingat jalan nasional
merupakan jalan penghubung antar ibukota provinsi yang berfungsi dalam pemenuhun kebutuhan
akan barang dan jasa untuk masing-masing wilayah.
Hal dasar yang jadi pembeda pada pembacaan ialah setingan jarak, dimana dengan jarak
yang lebih kecil maka kuantitas kerusakan aspal yang terlingkup akan semakin berkurang, yang
menyebabkan perolehan nilai IRI cenderung mengecil. Untuk mencapai kondisi jalan dengan
nilai IRI yang lebih kecil, maka setingan Halda yang sebaiknya dipakai ialah yang lebih kecil
karena akan menghasilkan nilai kemantapan yang lebih dominan ( seperti terihat pada ruas 066 &
067). Hal ini juga sebenarnya dapat juga diperoleh dengan setingan Halda 200, namun dalam
pemberian kondisi jalan baik setingan Halda ini tidak memberikan hasil. Kemantapan jalan yang
diperoleh semata-mata hanya dari hasil kondisi jalan sedang. Dari paparan tersebut didapat
bahwa setingan Halda 50 cenderung lebih baik dari setingan Halda 200. Dengan hasil
kemantanpan yang diperoleh dari kedua jenis setingan Halda tersebut, maka penanganan yang
diberikan akan semakin rendah karena hasil yang didapat. Hal ini berbeda dengan perolahan
setingan Halda 100, dimana hasilnya memberikan kondisi ketidakmantapan jalan lebih besar, bila
ditinjau dari hasil maka setingan ini akan memerlukan penanganan yang lebih ekstra
dibandingkan dengan kedua setingan sebelumnya.
Kondisi demikian didukung dari perolehan data yang didapat, bahwa dengan
menggunakan setingan Halda 50 dan 200 maka akan menghasilkan nilai kemantapan yang lebih
baik dari setingan Halda 100 yaitu pada no ruas 066 yang menunjukkan nilai kemantapan sebesar
77% atau sepanjang 7700 m dan no ruas 067 sebesar 78% atau sepanjang 26500 m untuk
setingan Halda 50 serta untuk setingan Halda 200 akan menghasilkan nilai kemantapan sebesar
78% atau 7800 m untuk no ruas 066 dan sebesar 82.35% atau sebesar 28800 m untuk no ruas
067. Namun untuk kedua ruas jalan tersebut kondisinya berbeda dengan setingan Halda 100
dimana pada setingan ini nilai ketidakmantapannya justru lebih besar. Sehingga dari analisis
tersebut didapat suatu hasil, dimana untuk memberikan hasil yang lebih baik maka setingan
Halda 50 dan 200 akan lebih dianjurkan karena akan memberikan hasil yang lebih baik, namun
dengan hasil ini maka sensitivitas prioritas penanganan tehadapnya akan tereduksi. Hal ini
berkebalikan dengan setingan Halda 100 dimana hasil yang diberikan memang tidak sebaik
setingan Halda diatas, namun dengan hasil yang diperoleh maka prioritas terhadap
penanganannya akan lebih serius dibanding dengan kedua setingan Halda sebelumnya. Hal ini
dikarenakan dengan kondisi ketidakmantapan akan mengacu pada kerusakan ringan dan berat
dimana kondisi yang sedemikian maka kerusakan akan lebih cepat meluas.
KESIMPULAN

1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yaitu nilai IRI yang relative kecil, maka setingan
halda 50 akan lebih baik digunakan. Namun dengan tingkat yang lebih baik maka sensitivitas
penanganan jalan akan cenderung tereduksi. Hal ini berkebalikan dengan setingan halda 100
yang akan menghasilkan nilai yang cenderung lebih besar, namun dengan hasil yang didapat
maka tingkatan prioritas penanganan akan lebih baik.

2. Prioritas penanganan jalan yang dapat dilakukan ialah:

Ruas 066
Untuk Halda 50
- Pemeliharaan Rutin sepanjang = 1200 m
- Pemeliharaan Berkala sepanjang = 6500 m
- Peningkat Jalan sepanjang = 2300 m
Untuk Halda 100
- Pemeliharaan Rutin sepanjang = 300 m
- Pemeliharaan Berkala sepanjang = 5300 m
- Peningkat Jalan sepanjang = 4400 m
Untuk Halda 200
- Pemeliharaan Rutin sepanjang =-
- Pemeliharaan Berkala sepanjang = 7800 m
- Peningkat Jalan sepanjang = 2200 m

Ruas 067
Untuk Halda 50
- Pemeliharaan Rutin sepanjang = 1600 m
- Pemeliharaan Berkala sepanjang = 24900 m
- Peningkat Jalan sepanjang = 7500 m
Untuk Halda 100
- Pemeliharaan Rutin sepanjang = 200 m
- Pemeliharaan Berkala sepanjang = 25500 m
- Peningkat Jalan sepanjang = 8300 m
Untuk Halda 200
- Pemeliharaan Rutin sepanjang =-
- Pemeliharaan Berkala sepanjang = 28000 m
- Peningkat Jalan sepanjang = 6000 m

Ruas 068
Untuk Halda 50
- Pemeliharaan Rutin sepanjang = 350 m
- Pemeliharaan Berkala sepanjang = 5900 m
- Peningkat Jalan sepanjang = 4100 m
Untuk Halda 100
- Pemeliharaan Rutin sepanjang = 200 m
- Pemeliharaan Berkala sepanjang = 6800 m
- Peningkat Jalan sepanjang = 4000 m
Untuk Halda 200
- Pemeliharaan Rutin sepanjang =-
- Pemeliharaan Berkala sepanjang = 6000 m
- Peningkat Jalan sepanjang = 5000 m

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Linda Fitriani dan Fredy Manalu yang telah
mendukung penelitian ini melalui pemakaian alat yang boleh dipergunakan. Ucapan terima kasih
dan penghargaan disampaikan kepada teman sejawat Doan Sinurat dan Syamsul Sinurat untuk
kesediaan waktu dalam pengambilan data.

DAFTAR PUSTAKA

Hardiyatmo, H.C. 2009. “Pemeliharaan Jalan Raya”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Iskandar, H. 2011. “Kajian Standar Pelayanan Minimal Jalan Untuk Jalan Umum Non-Tol”.
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.
Laporan Singkat Pelatihan NAASRA, Dipstick Z-250, ATC-M420 dan BB di Provinsi
Kepulauan Riau.
Mulyono, A.T, dan Bambang Riyanto. 2005. “Telaah Teknis Terhadap Kinerja Mutu Perkerasan
Jalan Nasional dan Propinsi”. Media Komunikasi Teknik Sipil.
Mulyono, A.T. 2007. “Model Monitoring dan Evaluasi Pemberlakuan Standard Mutu Perkerasan
Jalan Berbasis Pendekatan Sistemik”. Semarang.

Suswandi, A., Wardhani Sartono dan Hary Chritady H. 2008. “Evaluasi Tingkay Kerusakan Jalan
Dengan Methode Pavement Condition Index (PCI) Untuk Menunjang Pengambilan
Keputusan”. Forum Teknik Sipil.

Suwardo dan Sugiharto. 2004. “Tingkat Kerataan Jalan Berdasarkan Alat Rolling Straight Edge
untuk Mengestimasi Pelayanan Jalan”. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Tata Cara Survei Kerataan Permukaan Perkerasan Jalan dengan Alat Ukur Kerataan NAASRA.
SNI 03-3426-1994
Teknik Pengelolaan Jalan. Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat penelitian Pengembangan Prasarana Transportasi.

Anda mungkin juga menyukai