sampingan yang berbeda dari industri perawatan kesehatan. Berikut ini kategori limbah medis
yang paling umum sebagaimana diidentifikasi oleh WHO: Benda tajam. Limbah jenis ini
meliputi segala sesuatu yang dapat menembus kulit, termasuk jarum, pisau bedah, pecahan
kaca, pisau cukur, ampul, staples, dan kabel. Limbah Menular. Apa pun yang menular atau
berpotensi menular masuk dalam kategori ini, termasuk tisu, tinja, peralatan, dan kultur
laboratorium. Radioaktif. Limbah jenis ini umumnya cairan radioterapi yang tidak digunakan
atau cairan penelitian laboratorium. Itu juga dapat terdiri dari gelas atau persediaan lain yang
terkontaminasi dengan cairan ini. Patologi. Cairan manusia, jaringan, darah, bagian tubuh,
cairan tubuh, dan bangkai hewan yang terkontaminasi masuk dalam kategori limbah ini.
Obat-obatan. Pengelompokan ini mencakup semua vaksin dan obat yang tidak digunakan,
kedaluwarsa, dan / atau terkontaminasi, seperti antibiotik, injeksi, dan pil. Bahan kimia.
Termasuk desinfektan, pelarut yang digunakan untuk keperluan laboratorium, baterai, dan
logam berat dari peralatan medis seperti merkuri dari termometer yang rusak. Limbah
Genotoksik. Ini adalah bentuk limbah medis yang sangat berbahaya yang bersifat
karsinogenik, teratogenik, atau mutagenik. Ini dapat termasuk obat sitotoksik yang
dimaksudkan untuk digunakan dalam pengobatan kanker. Siapa yang Beresiko Terkena
Limbah Medis? Orang-orang yang memiliki risiko tinggi tercemar limbah medis tentu saja
petugas kesehatan, pasien, petugas pengumpulan dan pembuangan limbah, serta lingkungan
sekitar. Limbah medis dapat menimbulkan bahaya jika dikelola secara tidak benar. Lalu
mengapa limbah medis perlu dikelola dengan cara yang benar? Berikut ini beberapa cara
yang bisa dilakukan untuk mengelola limbah medis dengan cara yang tepat seperti dirilis dari
Medical Waste. Sampah umum seperti tisu, kapas dan bahan yang tidak terkena limbah
infeksius digabung dengan sampah biasa untuk dibuang. Benda tajam harus digabung,
terlepas apakah terkontaminasi atau tidak, dan harus dimasukkan ke wadah anti bocor
(biasanya terbuat dari logam atau plastik berkepadatan tinggi dan tidak tembus) Kantung dan
wadah untuk limbah infeksius harus ditandai dengan lambang atau tulisan zat infeksius.
Limbah yang sangat menular jika memungkinkan, segera disterilkan dengan autoklaf.
Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda
menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15
menit. Limbah sitotoksik, sebagian besar diproduksi di rumah sakit besar atau fasilitas
penelitian, harus dikumpulkan dalam wadah yang kuat dan anti bocor dengan jelas diberi
label "Limbah sitotoksik". Sejumlah kecil limbah kimia atau farmasi dapat dikumpulkan
bersama dengan limbah infeksius. Sejumlah besar obat-obatan kedaluwarsa atau kedaluwarsa
yang disimpan di bangsal atau departemen rumah sakit harus dikembalikan ke apotek
pembuangan. Limbah kimia dalam jumlah besar harus dikemas dalam wadah tahan bahan
kimia dan dikirim ke fasilitas pengolahan khusus (jika tersedia). Limbah dengan kandungan
logam berat yang tinggi (misalnya kadmium atau merkuri) harus dikumpulkan secara
terpisah. Wadah aerosol dapat dikumpulkan dengan limbah layanan kesehatan umum.
Limbah infeksius radioaktif tingkat rendah Apusan, jarum suntik untuk penggunaan
diagnostik atau terapeutik) dapat dikumpulkan dalam kantong atau wadah kuning untuk
limbah infeksius jika ini ditujukan untuk pembakaran.
Baca selengkapnya di artikel "Apa Itu Limbah Medis dan Bagaimana Cara Menanganinya?",
https://tirto.id/ei2F
Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-kota besar
semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah rumah
sakit tidak memenuhi syarat. Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di
sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam
limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia
termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum
dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).
SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah
rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis
baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi
yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.
Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
- Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan
dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah
laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan,
darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah
sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat
sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.Limbah farmasi ini
dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak
memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh
pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi
bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan.
- Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
- Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.
(Arifin. M, 2008 ; (online).
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non
klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari
kantor / administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang
pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan
makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai
karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung
bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu
saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit
seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang
tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD,
COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain. (Arifin. M, 2008 ; (online).
Pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peranserta aktif masyarakat
termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan masyarakat terus dikembangkan antara
lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu
dan anak. Perlindungan terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga perlu diberikan
perhatian khusus. Sehubungan dengan hal tersebut, pengelolaan limbah rumah sakit yang
merupakan bagian dari penyehatan lingkungan dirumah sakit juga mempunyai tujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah
rumah sakit infeksi nosoknominal dilingkungan rumah sakit, perlu diupayakan bersama oleh
unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit. Unsur-
unsur tersebut meliputi antara lain sebagai berikut :
- Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit
- Penanggung jasa pelayanan rumah sakit
- Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
- Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang diperlukan.
(Depkes RI, 2002)
Pengelolaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan menyiapkan perangkat
lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yng
mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan dilingkungan rumah sakit.
Disamping peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan Departemen
Kesehatan terus mengupayakan dan menyediakan dan untuk pembangunan insilasi
pengelolaan limbah rumah sakit melalui anggaran pembangunan maupun dari sumber
bantuan dana lainnya. Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah telah
dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limabah, meskipun perlu untuk disempurnakan.
Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan
permasyarakatan terutama dilingkungan masyarakat rumah sakit. (Depkes RI, 1992).
1. A. Permasalahan
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh rumah
sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100
Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg
pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat)
berupa limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 persen.
Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah Sakit sebesar 376.089
ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut
dapat dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit.
Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya
membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6
kg per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini
paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk masing-
masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum
pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi
antrauma (Injuri)
(KLMNH, 1995).
Limbah Rumah Sakit mengandung bahan beracun berbahaya Rumah Sakit tidak hanya
menghasilkan limbah organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung
bahan beracun berbahaya (B3). Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15
persen diantaranya merupakan limbah
infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen
lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan sisa makan, baik dari pasien
dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah anorganik
dalam bentuk botol bekas infus dan plastik. Temuan ini merupakan
hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan Departemen
Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998 sampai tahun
1999. Keterbatasan dan mengakibatkan sampel yang diambil hanya dari dua rumah sakit di
Jawa Barat, satu di rumah sakit pemerintah dan satunya lagi di rumah sakit swasta. Secara
terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi) Jabar
Ikhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit bahkan melebihi
jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih banyak ditemukan di beberapa
rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya kurang baik (Pristiyanto. D, 2000).
Biasanya orang mengaitkan limbah B3 dengan industri. Siapa yang menyangka ternyata
dirumah sakitpun menghasilkan limbah berbahaya dari limbah infeksius. Limbah infeksius
berupa alat-alat kedokteran seperti perban, salep, serta suntikan bekas (tidak termasuk tabung
infus), darah, dan sebagainya. Dalam penelitian itu, hampir di setiap tempat sampah
ditemukan bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah infeksius, dan limbah organik
berupa botol bekas infus. (Anonimous, 2009)
Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik.
Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius.
Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru
memperbesar permasalahan limbah medis.
Kepala Pusat Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia Dr Setyo
Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia
mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan
benar. Limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah
nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah
sitotoksis, dan limbah laboratorium.
Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu
seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki
pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat
pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki
pembuangan seperti itu.
Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak
memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang
banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Setyo menyebutkan, buruknya
pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi
rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan
Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.
1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk
limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik
2. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai limbah
klinik
3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik
dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang (Depkes RI, 1992).
1. C. Pengelolaan limbah
1. Pemisahan Limbah
1. Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat digunkanan
kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan
mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan
ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
1. Penanganan Limbah
- Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian. Kemudian
diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas
- Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa mengayun
menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
- Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama
telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai
- Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak
sebelum diangkut ketempat pembuangan.
1. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah
bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa
keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama dengan
dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut
sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada kebocoran
kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
1. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insenerasi), jika tidak
mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada
hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
(Bambang Heruhadi, 2000).
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator berukuran
kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 ºC atau lebih tinggi dan mungkin
dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit.
Suatu rumah sakit dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi
limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik
tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah
klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak
terpakai lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan
ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut :
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses
kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah
rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan
penyakit dari pasien ke pasien yang lain maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung
rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun
orang lain yang berada dilingkungan rumah sakit dan sekitarnya perlu kebijakan sesuai
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan
monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan.
Rumah sakit sebagai institusi yang sosial ekonominya kerena tugasnya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan
limbah yang ditimbulkan.
Pengelolaan Limbah Sampah Medis Rumah Sakit
Limbah : Adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi.
Limbah Medis : sisa suatu usaha atau kegiatan medis, mencakup semua hasil buangan yang
berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium.
Jenis wadah dan label limbah medis padat sesuai dengan kategorinya
1. Radioaktif : warna container merah, dibuang di kantong boks timbal dengan symbol
radioaktif
2. Sangat Infeksius : warna container kuning, dibuang di kantong plastik kuat anti bocor, atau
container yang dapat di sterilisasi dengan otoklaf
3. Limbah infeksius patologi anatomi : warna container kuning, dibuang di kantong plastik
kuat anti bocor
4. Sitotoksis : warna container ungu, dibuang di kantong plastik kuat anti bocor
5. Limbah kimia dan farmasi : warna container coklat, dibuang di plastik kuat.
Mikroorganisme pathogen
Contoh mikroorganisme tersebut adalah :
(1) Virus Hepatitis (B). Virus hepatitis B, adalah virus yang : persisten di udara kering, hidup
beberapa minggu di tanah, tahan terhadap pajanan antiseptic
(2) Virus HIV. Virus HIV adalah virus yang : tahan 3-7 hari pada suhu ambient, tahan 15
menit pada cairan etanol 70%, inaktif pada suhu 56⁰C.
PENGERTIAN LIMBAH
PP NO.12,1995 adalah bahan sisa suatu kegiatan dana tau proses produksi
MANAJEMEN LIMBAH
Limbah padat RS/poliklinik/puskesmas
Pemilahan
pengangkutan
incineration/pembakaran
Pengertian Limbah
Menurut PP NO 12, 1995 Adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi.
LImbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan medis, mencakup semua hasil buangan yang
berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium.
Pemilahan Limbah
• Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil limbah adalah kunci
pembuangan yang baik
Transportasi
• Kantong limbah medis sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan
dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
• Pengangkutan limbah keluar rumah sakit menggunakan kenderaan khusus.
• Kantong limbah medis harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.
• Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri
Mikroorganisme Patogen
• Mikroorganisme patogen memiliki kemampuan yang terbatas untuk bertahan hidup di alam
bebas.
• Kemampuan ini tergantung pada mikroorganisme sendiri, ada yang bias bertaha hidup di
keadaaan lembab, kering dll. Contoh misalnya mikroorganisme pathogen virus hepatitis B,
Virus HIV dll.
• Contoh Infeksi akibat terpajan limbah layanan kesehatan Infeksi Gastroentitis, infeksi sal.
Nafas, infeksi mata, genital, kulit, antraks, meningitits, AIDS, DBD dll.
Pengelolaan Limbah Medis.
Prinsip-prinsip dasar berdasarkan kesepakatan internasional
• The “Polluter Pays” principle (prinsip “pencemar yang membayar”).
• The “Precautionary” principle (prinsip “Pencegahan”)
• The “duty of care” principle (prinsip “kewajiban untuk waspada”)
• The “proximity” principle (prinsip “kedekatan”)
SUMBER
Pedoman pengelolaan limbah medis, Ditjen PP dan PL bekerjasama dengan WHO, 2012.
A.Pengertian Limbah
•Menurut Peraturan Pemerintah NO 12, 1995, limbah adalah bahan sisa suatu kegiatan dan
atau proses produksi.
•Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan medis, mencakup semua hasil buangan yang
berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium.
Pengelolaan yang tepat untuk pengelolaan limbah medis di unit-unit pelayanan kesehatan
selain tergantung pada administrasi dan organisasi yang baik, juga memerlukan kebijakan dan
pendanaan yang memadai dan sekaligus partisipasi aktif dari semua pihak yang ada di unit
pelayanan tersebut, misalnya dengan membentuk Tim Pengelolaan Limbah untuk menyusun
rencana pengelolaan limbah secara terstruktur , sistematis dan intensif.
Pengertian Limbah menurut PP NO 12, 1995 adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau
proses produksi. Limbah medis adalah sisa suatu usaha atau kegiatan medis, mencakup
semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan
laboratorium.
Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
dalam bentuk padat, cair, dan gas.
Limbah bahan berbahaya dan beracun merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya atau karena sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan atau merusakkan lingkungan
hidup manusia serta makhluk hidup lain.